NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tonari no Kuderera Volume 1 Chapter 6

Chapter 6 - Kepercayaan, tekad dan dukungan.


Keesokan harinya saat makan malam.

Interkom berdering dan aku membuka pintu depan dan menemukan Yui mengunjungi kamarku seperti yang dijanjikan.

“Maaf mengganggu--, tidak.. Bolehkah aku mengganggumu? Bukan itu, ern.. anu.. Aku mengizinkanmu masuk?" [TN: Dibagian ini pada dasarnya, Yui mencona memberi salam ketika memasuki rumah seseorang. Tapi, tidak bisa melakukannya. Kalimat kedua masih Yui mencoba meminta izin tetapi alih-alih meminta izin dia malah memberikan izin]

Pfft, gadis ini benar-benar imut.. Toh tinggal masuk aja ...

Sambil menggumamkan cara unik Yui untuk menyapaku, aku mengundang Yui yang sedang memiringkan kepalanya di depan pintu, ke dalam ruangan.

Dia mengenakan sweter tipis dan rok yang menurutku cukup menyegarkan karena biasanya aku hanya melihatnya dengan seragam sekolahnya.

Seperti yang kupikirkan ketika kami pergi keluar untuk membeli smartphone, Yui memiliki wajah yang keren, cantik dan imut, pakaian kekanak-kanakan sangat cocok untuknya.

“Maaf, aku datang sedikit terlambat karena aku harus menjalankan mesin cuci.”

"Tenang saja. Kalau kau mau, kau selalu dapat mengirimku pesan kapanpun."

“Tidak, aku menantikan daging babi Natsuomi-san dengan jahe.”

Aku menganggukkan kepalaku, meremas tangan kecilnya erat-erat.

Ketika aku mampir ke supermarket dalam perjalanan pulang dari sekolah, aku mengetik pesan untuk Yui.

'Tentang makan malam ini. Bagaimana kalau kita memasak daging babi dengan jahe?

'Mm, oke.'

Setelah itu, aku menunggu beberapa saat hanya untuk memastikan, tetapi karena itu hanya pertukaran singkat, aku tidak yakin dengan reaksinya. Tapi, aku lega mendengar bahwa dia agak menantikannya.

Karena ini adalah hari pertama kami berjanji untuk makan malam bersama, aku berpikir untuk membuat sesuatu yang mewah, tetapi itu akan memakan biaya dan waktu. Jadi, aku memutuskan untuk membuat apa yang biasanya kubuat.

Setelah itu, Yui berdiri tepat berada di sampingku di dapur.

“Apa ada yang bisa kubantu?”

"Bisakah kau memotong kol ini untukku?"

“Menggunakan pisau…? Tiba-tiba menjadi petualangan besar…”
 
Saat aku melihat Yui terkesiap gugup, aku menyadari bahwa itu adalah ide yang buruk dan menghentikannya.

"Aku akan memintamu membantuku dengan piring nanti, jadi santai saja untuk saat ini."

“Aku minta maaf karena aku sangat tidak berguna. …Aku akan melakukan yang terbaik untuk membersihkannya.”

"Tidak apa-apa ..." kataku pada Yui.

Sangat lucu bahwa putri ini, yang dipanggil Kuuderera, menunjukkan reaksi yang begitu jujur ​​di depanku.

Menurutku Yui sebenarnya sangat sensitif dan mengekspresikan emosinya dengan jujur, meskipun di sekolah dia di panggil "Kuuderera". Namun, sebenarnya dia memiliki sifat lembut dan lucu yang tidak pernah ia tunjukkan kepada orang lain. 
 
Mungkin karena hubungan kami menjadi lebih dekat sehingga dia menunjukkan sisi imutnya kepadaku. Tapi, sejujurnya aku senang dia menunjukkan sisi lain darinya kepadaku.

“Yosh, kupikir ini sudah siap. Hei, nasinya akan kumasak. Jadi, haruskah aku mulai membuat shogayaki babi?” [TN: Shogayaki]
 
Timer pada penanak nasi baru saja selesai ketika aku menarik celemek ke leher dan mengikatnya ke belakang.

Yui menatapku dengan penuh minat.

“…Eh, ada apa? Sudah selesai?”

“Oh, maaf… tidak, bukan itu maksudku…”

Ketika Yui kembali ke dirinya sendiri, dia melambaikan tangan kecilnya di depan wajahnya.
 
Kemudian dia tersipu sedikit malu-malu dan meraba-raba dengan ujung jarinya di kedua sisi.

“Yah, kupikir celemek itu terlihat bagus untukmu…”

Ketika dia mengatakan itu, aku melihat ke bawah ke celemekku.

Celemek, yang sudah usang karena pemakaian selama satu tahun, ditutupi dengan noda dan kotoran yang tidak bisa aku hilangkan dari hari-hari berjuang dengan ketidakbiasaan memasak dan tidak peduli bagaimana aku melihatnya, aku hanya bisa melihat diriku sendiri.

"Apa ini terlihat bagus untukku?"

"Mnm, kupikir itu sangat cocok untukmu ..."

"B-begitu, yah.. terima kasih."

Aku memiringkan kepalaku, merasa agak malu karena Yui terlihat sangat malu.

Setiap orang memiliki kriteria sendiri untuk apa yang mereka anggap baik dan jika hanya memberikan pujian, maka jumlah ini seharusnya tidak masalah, pikirku dan memutuskan untuk mengabaikan reaksinya tanpa terlalu memikirkannya.

“Bolehkah… aku melihatmu memasak, Natsuomi-san?”

"Tentu.. Tapi, ini tidak terlalu menarik."

"Itu tidak benar, aku belajar untuk diriku sendiri."

Kupikir agak berlebihan untuk menyebutnya “belajar”, ​​tapi ketika aku meletakkan kursi bundar di dapur, Yui duduk dan mulai menatapku dengan serius.

Merasa sedikit tidak nyaman ditatap, aku mengambil daging babi, shoyu, mirin, gula, jahe segar dan bawang putih dari lemari es. Aku mengambil tepung dan minyak goreng dan meletakkannya di depanku.

“Aku tidak tahu kalau membuat shogayaki babi itu membutuhkan beberapa bumbu.." guma Yui, sambil menatap ke arahku.

“Yah, itu karena kau tidak terbiasa memasak sendiri. Tapi, kalau sudah terbiasa dengan memasak, kau pasti bisa membuatnya sendiri. Oh ya, untuk bumbu ini kau juga dapat menggunakannya untuk waktu yang lama dan yang terpenting, rasanya lebih enak kalau kau meluangkan waktu untuk membuatnya."

"Begitu, aku belajar banyak."

Yui menganggukkan kepalanya sedikit setuju.

Tentu saja, ada kalanya bumbu instan lebih murah dan lebih mudah digunakan dan ada kalanya aku membeli sesuatu dan tidak dapat menggunakannya dengan benar atau tidak pernah menggunakannya sama sekali, tetapi itu bagian dari keakraban dan pengalaman.

Karena aku sudah terbiasa membuat shogayaki babi, aku mencampur bumbu sausnya. Memarut bawang putih dan jahe segar membuat perbedaan besar dalam rasanya, itulah yang sangat kusukai.

Kupas dan iris tipis bawang, potong daging babi menjadi untaian, taburi sedikit dengan tepung dan siap di masak. Kemudian masukkan sedikit minyak ke dalam wajan, nyalakan kompor, lalu potong kubis dan tiriskan.

“Aku sangat terkesan dengan keterampilan memasak Natsuomi. Itu sudah terlihat enak.”

"Kau bahkan belum bisa mencium bau apa pun."

“Tidak, mataku sudah bisa mengatakan itu enak hanya dengan melihatnya.”

"Kalau kau kenyang hanya dengan melihatnya, aku dalam masalah."

“Jangan khawatir, perutku yang sebenarnya hanya akan menjadi lebih kuat.”

Ketika aku dengan bercanda menjawabnya, Yui secara mengejutkan ikut tertawa kecil dan aku senang melihat bahwa pertukaran kata-kata kami yang ringan tampaknya telah memperpendek jarak di antara kami.

Aku mengubah posisi lenganku untuk memudahkan Yui melihat proses memasak dan sangat menggemaskan melihat betapa bahagianya dia melihatku memasak.

“Yosh, bentar lagi matang. Tunggu sebentar."

"Oke! Aku sangat, sangat menantikannya!"

Dengan senyum di matanya dan sedikit pantulan dalam suaranya, mulut Yui berubah menjadi senyuman.

Dengan pandangan sekilas ke arah Yui yang terlihat seperti binatang kecil yang menggemaskan, aku memasukkan daging babi ke dalam wajan panas dan mulai menggorengnya dengan suara mendesis yang terdengar seperti musik di telinga.

“Ini dia.”

Aku meletakkan sepiring daging babi yang baru dibuat di tengah meja.

Di sekelilingnya ada sup miso dengan tambahan sayuran dan nasi putih yang baru matang. Aku juga menuangkan secangkir teh barley yang telah didinginkan di lemari es ke dalam setiap cangkir.

“Oke, kalau begitu ayo makan…”
 
Yui meletakkan tangannya di dagunya dan menatapku dengan wajah serius.
 
Aku mengerutkan alisku pada keseriusannya.

"…Ern, Yui.. Ada apa?"

“Tidak, aku sedang berpikir apakah ini rasanya memiliki suami yang bisa masak."

Aku tersenyum ketika dia mengatakan sesuatu hal seperti "suami" dengan nada serius.

“Tenang saja.. Yui itu cantik, jadi kau pasti mendaptkan suami yang setia."

"E-Eh? B-begitu, ya... memiliki suami yang setia dan bisa masak.” [TN: kata terakhir, Yui mengucapkannya dengan sura sangat pelan]

"Kalau begitu, mari kita makan sebelum dingin."

“Mnm.."

""Ittadakimasu."" [TN: Selamat makan]

Meniruku seperti sebelumnya, Yui juga membungkuk sambil mengatupkan kedua tangannya.

Kemudian, setelah beberapa detik melihat sekeliling meja, dia meraih shogayaki babi dan dengan elegan membawanya ke mulut kecilnya.

Dia menggerakkan mulutnya beberapa kali, menggeliat dan mata birunya berbinar.

“…Ini sangat, sangat enak.”

Dia memutar matanya lagi, menggerakkan mulut kecilnya sekeras yang dia bisa, meraih sepotong shogayaki babi lagi dan menggigitnya untuk kedua kalinya, kali ini menurunkan alisnya dan menganggukkan kepalanya dengan mata bahagia.
 
Sausnya yang tercampur dengan daging babi yang diiris, membuatnya sangat cocok untuk kol dan nasi. Bahkan aku yang sudah berkali-kali membuatnya puas dengan hasilnya.

“Sup miso dan nasinya dimasak dengan sangat baik… Ehehe, enak sekali…”
 
Dengan gerakan sumpitnya yang elegan, dia membawa lauk pauk dan nasi satu demi satu ke mulutnya dan tersenyum padaku dengan puas “Mnm” dalam suaranya.
 
Aku lega melihatnya makan lebih bahagia dari sebelumnya, mungkin karena kami sekarang berteman.
 
Yui mencoba yang terbaik untuk menggerakkan mulutnya seperti binatang kecil dan mendesah senang, pipinya kemudian memerah ketika dia melihat tatapanku.

“…Maaf, ini sangat enak sampai aku terbawa suasana.”

“Tidak apa-apa.. Aku senang, jika itu pas untukmu.."

“Makanan buatan Natsuomi-san sangat enak..."

Dia menunduk karena malu, tetapi wajahnya kembali bahagia saat dia mengambil sepotong kubis dengan saus jahe.
 
Melihat senyum bahagianya membuatku ingin membuatnya lebih sering tersenyum. Sejujurnya aku merasa jika Yui ingin berubah, aku harus bisa membantunya melakukannya.

"Yah, jangan terburu-buru, ambil saja sedikit demi sedikit."

Aku tersenyum secara alami saat mengatakan ini dan Yui memiringkan kepalanya sambil menyesap.

"Apa?"

"Aku akan membuat perutmu penuh dengan makanan yang lebih enak."

“Makanan yang lebih enak lagi, itu akan membuatku kenyang…?”

Yui merenung sebentar, lalu menatapku dengan serius seolah dia menyadari sesuatu.

"Ern, maksudmu... Kamu ingin membuatku gemuk?"

“Sulit untuk mengatakan kapan Yui bercanda.”

"Aku tidak bermaksud itu sebagai lelucon ..."

Yui tampak kecewa saat dia bergumam pada dirinya sendiri.

Kesenjangan dalam ekspresinya juga menggemaskan dan membuatku tersenyum.

“Makan saja. Makanlah selagi hangat.”

"Mnm.."

Atas desakanku, dia mengulurkan sumpitnya dan mengambil sepotong shogayaki babi lagi dan menyipitkan matanya dalam kebahagiaan.

Kurasa aku akan terus berusaha membuatnya lebih sering tersenyum seperti ini.

Yui dan aku menghabiskan sisa makanan yang rasanya lebih enak dari biasanya.

“Terima kasih untuk makananya. Itu sangat enak."

“Sama-sama.”

* * *

Beberapa menit kemudian, kami kembali dari dapur dengan teh hijau panas dan bersantai di depan meja.

Seperti yang diharapkan, pemberihan akan lebih cepat jika dikerjan dua orang.

“Kalau begitu, mari kita rangkum aturan yang kita bicarakan saat mencuci tadi.”

Aku menyalakan notepad smartphoneku dan meletakkannya di atas meja, lalu Yui mencondongkan tubuh ke depan untuk melihat layar.

Untuk sarapan dan makan siang biasanya kami makan terpisah. Tapi, tidak dengan makan malam. Setiap makan malam kami selalu berdua, bahkan pada hari libur. Kami membagi biaya makanan, menyiapkan makanan, mencuci piring dan hal-hal lain bersama.

Yui ingin memiliki beberapa aturan yang jelas di antara kami. Jadi, kami membuat beberapa, tetapi karena kami tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, kami membiarkan detailnya selonggar mungkin sehingga kami dapat mendiskusikannya saat diperlukan.
 
Aku akan meletakkannya di aplikasi pesan dan mengirimkannya ke Yui juga.

“Kalau ada hal lain yang bisa kulakukan untukmu, jangan ragu untuk memberi tahuku. Aku tidak bisa berbuat banyak saat ini, tetapi aku akan melakukan yang terbaik.”

“Kalau begitu kau bisa duduk di sebelahku saat aku memasak dan menghiburku dengan cara yang lucu.”

"Hee... Kalau begitu, aku akan memikirkannya."

Suara dingin dan tatapan dingin Yui menusuk Natsuomi.

"Maaf. Aku hanya bercanda, jangan menatapku seperti itu, sungguh.”

"Fufu, nggak apa-apa kok. Aku juga bercanda."

Yui tertawa kecil dan Natsuomi terkejut ketika dia menyadari bahwa dia sedang bercanda dengannya.

"Aku tahu kalau kamu tidak melihatku sebagai seorang wanita."

"Hm? Kupikir, aku melihatmu sebagai wanita."

"Aku tidak ingin hubungan kita sekedar teman."

Dia tersenyum padaku dengan cara yang lucu, bercanda sambil cekikikan.

Ketika Yui tersenyum padaku, aku merasa malu dan menggaruk bagian atas hidungku untuk menutupi bibirku yang longgar.

“Aku bisa sangat nyaman didekatmu, Natsuomi-san. Kupikir itu karena kamu sudah melihatku dalam banyak situasi yang tidak keren.”

“Senang mendengarmu mengatakan itu. Mulai sekarang, kita akan bertemu setiap hari.”

“Mm. Itu benar, aku akan menemuimu setiap hari mulai sekarang.”

Besok, lusa, lusa, dan lusa. Mulai sekarang, aku akan makan malam dengan Yui setiap malam.

"Yah, daripada sendirian. Makan malam denganmu lebih menyenangkan, itu tidak terlalu buruk dan aku sangat menantikannya."

“… Um, Natsuomi-san.”

Saat aku melihat ke arah suara yang memanggilku, aku melihat Yui tersipu dan menatapku dengan tangan terlipat di depan dadanya.

Natsuomi menegakkan posturnya dan menghadap Yui, yang sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

"Ada apa?"

“Ern, ... Mungkin ini terdengar seperti lelucon bagimu, tapi...."

Dia menganggukkan kepalanya dan menatapku, bibirnya terkatup rapat seolah dia telah mengambil keputusan.

“Kalau kamu benar-benar menginginkanku, aku dengan senang hati akan memikirkannya. Tapi, aku tidak tahu apakah aku bisa menjadi imut atau tidak…”

Yui mengatakan itu padaku dengan tatapan serius di matanya karena kedua telinganya terlihat berwarna merah dari celah di rambutnya yang panjang.

"…Apa?"

Untuk sesaat, aku tidak mengerti apa yang dia katakan dan alisku berkerut. Aku membeku selama beberapa detik.

Yui menegakkan punggungnya dan menatapku dengan tatapan serius, seolah menahan hatinya yang akan hancur karena malu, sementara mata birunya bergetar tanpa memalingkan wajahnya yang merah cerah.
 
Dalam keheningan, aku mengedipkan mata dan memiringkan kepala, akhirnya menyadari bahwa itu adalah jawaban dari leluconku sebelumnya.

"Apa yang kau bicarakan?"

“T-tidak, bukan apa-apa! Aku cuma mengatakan tentang tekad dan perasaanku…! Aku ingin memberitahumu bahwa setidaknya aku sangat mempercayaimu…!" kata Yui, dengan pipi merah merona mencoba mengatakannya dengan benar. Suranya seperti anak kecil yang merengek kepada orang tuanya.

Tekadnya begitu salah arah sehingga aku, yang sesaat terkejut, tidak bisa menahan tawaku.

"Padahal aku serius.." gumam Yui, dengan ekspersi cemberut.

"Maaf. Aku tahu. Maafkan aku, oke.."
 
Aku tertawa terbahak-bahak dan mengulangi ucapan terima kasih untuk menenangkan Yui yang putus asa. Dia kemudian menurunkan alisnya dan mendesah keras.

“Hah… aku seharusnya tidak mengatakan… itu… sama sekali.”

Dengan pipinya yang masih merah, Yui cemberut dengan nada menggoda.

Baik dirinya, yang mengatakan hal-hal seperti itu dengan serius atau dirinya, yang cemberut, sama-sama menggemaskan.

“Terima kasih, Yui.”

“Mnm ...."

Ketika aku mengatakan kepadanya rasa terima kasihku, sang putri tersenyum dan mengangguk, pipinya masih sedikit merah.




|| Previous || Next Chapter ||
6 comments

6 comments

  • aurlest-kunn
    aurlest-kunn
    25/12/21 16:49
    Aduh si yui udah oke oke aja nih, ayo mc gasss
    Reply
  • Spight
    Spight
    21/12/21 12:01
    gilaaaaa
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    12/12/21 13:14
    👍
    Reply
  • s60v3-e63
    s60v3-e63
    7/12/21 18:33
    AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    7/12/21 10:26
    Lanjut terus min, semangat 👍
    Reply
  • Oniscorn
    Oniscorn
    7/12/21 05:36
    Mantap, lanjut min
    Reply
close