Chapter 4 - Kencan di bioskop yang menyenangkan versi Amamori-senpai (Rencana gagal) dan Tujuan sebenarnya Kusano
Jumat pagi.
Suasana hatiku sangat buruk. Mungkin sebagian karena kejadian kemarin. Tapi tetap saja, hari Jumat bagiku hari yang tidak menyenangkan. Itu karena, besok adalah akhir pekan.
Tidak ada tempat bagi siswa sepertiku di Kota ketika hari libur. Di sisi lain, aku tidak memiliki hobi apapun yang bisa membuatku menetap di kamarku. Singakatnya, aku memiliki waktu luang. Itu benar-benar membosankan.
Secara relatif, hari kerja itu mudah. Kau bisa menggunakan waktumu untuk menghilangkan kebosananmu di siang hari.
Aku sedang bermain dengan smartphoneku di ruang kelas di mana ada sedikit orang disini. Sebenarnya, aku ingin mendengarkan musik dari aplikasi, tetapi karena koneksi interetku tidak stabil. Aku tidak bisa melakukannya. Tapi, sebagai gantinya... aku akan menghabiskan waktuku melihat aplikasi kamus yang baru saja kuinstal.
“S-Selamat pagi!”
Begitu… Heh, aku tidak tahu kalau belalang ditulis seperti ini. Sangat keren bahwa mereka memiliki begitu banyak nama. Meskipun, hanya belalang.. bukankah itu sedikit kurang ajar? (Serangga adalah spesies yang paling kubenci.)
Tapi kalau dipikir-pikir, belalang itu memiliki sabit yang menempel di kaki mereka, meskipun itu hanya serangga. Mengerikan, memiliki senjata seperti itu.
"Selamat pagi!"
Serangga yang memiliki senjata biasanya berbahaya. Misalnya tawon. Kalau kau disengat dua kali, itu bisa membuatmu pingsan seketika. Serangga itu terbang dengan sayapnya dan mereka memiliki seperti jarum kecil, tetapi tajam di bagian tubuh mereka. Jarum kecil itu, umumnya mereka gunakan untuk pertahanan diri.
“Nee, jangan abaikan aku, Aoki-kun!"
“Whoa ...”
Getaran kecil di bahuku menarik kesadaranku kembali ke kelas. Aku berbalik dan melihat gadis bernama Kusano Marika berdiri di sana. Ketua kelas yang mencurigakan akhir-akhir ini sering memanggilku.
Dia berdiri di sampingku dengan ekspresi gugup di wajahnya — bukan senyum lembut yang biasanya dia tunjukkan, tetapi wajah yang lurus.
"Eh, salam sebelumnya, apa itu ditujukan kepadaku?"
"Bukankah itu sudah jelas? Kamu satu-satunya orang yang ada di sini. Astaga, kenapa kamu mengabaikanku?"
Setelah dia mengatakan itu, aku baru sadar ternyata hanya ada kami berdua di kelas ini.
.... Ini seperti déjà vu.
Kupikir sebelumnya ada beberapa gadis yang sibuk ngegosip di kelas. Tapi, tampaknya mereka pergi meninggalkan kelas..
“Bukankah kau pergi bersama mereka?"
“Ahaha… Yah, aku tidak ingin melewatkan kesempatan untuk berbicara dengan Aoki-kun. Jadi, aku memutuskan kembali.”
Kusano tampak tidak gelisah, memainkan jari-jari tangannya dan melirik papan tulis. Kalau dia menunggu di kamar mandi selama itu, dia seharusnya pergi bersama mereka.
“Kusano, kenapa kau tidak mengejar mereka sekarang?” kataku padanya, mencoba bersikap lembut.
Aku yakin dia memiliki hal-hal yang lebih baik untuk dilakukan daripada berbicara denganku. Memetik bunga atau memeriksa riasannya saat dia melakukannya.
"Kenapa aku harus melakukan itu?"
Tapi, Kusano meletakkan telapak tangannya di pipinya dan dengan mengejek menyangkalnya. Aku tidak tahu bahwa dia bisa menahannya karena dia tidak ingin menggunakannya. Ini penemuan baru.
“Ya, baiklah, kalau kau tidak mau …. tidak apa-apa, itu pilihanmu ... Btw, ada perlu apa denganku?"
“Ah, soal itu. Aku hanya ingin tahu apakah Aoki-kun punya waktu luang akhir pekan nanti?"
"Akhir pekan?"
Bahkan seburuk apapun kemampuan komunikasiku, kali ini aku masih bisa mengantisipasi maksud Kusano..
Aku diundang. Mungkin aku diundang ke suatu tempat. Umpan yang enak digantung di depanku, sebelum akhir pekan, ketika aku dikurung di penjara kebosanan.
Tidak… tapi ini tidak bagus. Terlalu mencurigakan untuk menutup jarak tanpa peringatan.
Aku punya perasaan bahwa ini semacam jebakan. Tidak mudah untuk menggigit tangan yang memberi makan, tetapi ikan kecil memiliki kebanggaannya sendiri. Jadi, aku memutuskan untuk menjadi kuat.
"Ah. Akhir pekan. Maaf, tapi aku sama sekali tidak punya waktu luang. Aku punya banyak rencana.”
“B-Benarkah."
"Itu dia. Itu ada di mana-mana. Aku tidak bisa membaca buku jadwalku karena warnanya hitam.”
“Rencana itu… Umm, apakah dengan Hatoda-san?”
"Eh? Hatoda?”
Kenapa dia menyebut nama dari perwakilan OSIS? Ah, kurasa ini tentang kejadian tempo hari.
Kalau kuingat, kemarin dia datang ke kelas untuk menemuiku. Jadi, dia langsung salah paham mengartikan hubunganku dengan Hatoda.
Ketika aku mencoba menyangkalnya, Kusano langsung menjawab dengan pernyataan berikutnya.
“Atau mungkin kamu punya rencana dengan Senpai-san itu... tidak, siapapun orangnya, itu tidak masalah! Hanya saja, aku ingin kamu meluangkan waktu untukku juga. Nggak bisa, ya?"
Kusano berjongkok dan menatapku dari posisi yang lebih rendah dari tempat aku duduk.
Tatapan penuh perhitungan di matanya, seolah-olah dia tahu persis bagaimana terlihat menarik. Aku segera memalingkan wajahku.
“Begitulah, aku tidak tahu apa yang kau inginkan... rasanya mencurigakan."
Akhirnya, perasaan yang sebenarnya muncul. Lalu, dari sudut mataku, Kusano menurunkan bahunya dan pura-pura kecewa.
“Mmm… begitukah…”
“Ya, aku minta maaf.”
Aku tidak tahu apakah dia berakting atau tidak, akan buruk jika dia mengalami depresi …
Tidak apa-apa. Mari kita selesaikan percakapan ini.
Aku menunjuk dengan lamban ke arah pintu.
“Oke, jangan menahan diri dan cepat pergi ke kamarmandi. Kudengar sistitis sulit diobati. Tidak enak untuk pergi ke departemen urologi pada usia ini──"
“Kalau dipikir-pikir, aku memiliki rahasia Aoki-kun.”
“Hah?”
Seolah mengingat, dia melontarkan kalimat yang mengancam dan kosong.
Aku melihat lagi ke arah Kusano, yang sedang berjongkok. Mulut Kusano disembunyikan oleh lengan seragamnya. Aku tidak bisa membaca ekspresinya. Dia memiringkan kepalanya seperti burung hantu.
“Fufu. Bahkan Aoki-kun yang dingin sepertinya penasaran dengan fakta mengejutkan ini, kan?”
“…..”
“K-Kamu penasaran, kan, Aoki-kun? Yah, kamu pasti penasaran!”
Ketika aku tidak mengatakan apa-apa, dia mulai panik sendiri.
“Aku tidak punya rahasia. Meski begitu, aku penasaran mendengarmu mengatakan itu."
"Begitukah, penasaran bukan? Plotnya adalah serangan tak terduga dari gadis nakal itu akan membuat Aoki-kun sangat cemas sehingga dia tidak akan bisa tidur di malam hari.”
Kusano mengangguk setuju dengan dirinya sendiri.
.... Ah. Jadi, dia tipe orang seperti itu.
Bagaimana aku mengatakannya, tipe yang tidak pandai menangani situasi yang tidak terduga. Kewaspadaanku sedikit berkurang.
“Kau bilang kau tahu rahasiaku, mungkinkah kita pernah saling mengenal di masa lalu? Atau apakah kita teman masa kecil?"
"Fufu. Teman masa kecil atau saudara perempuan yang terpisah saat lahir...? Sekuelnya kemungkinan besar akan terungkap akhir pekan ini!"
“Begitu, yah. Aku tidak tahu apakah ada kemungkinan seperti itu. Dan juga, itu terserah padamu, apakah kau ingin mengungkapkannya atau tidak. ”
“Jadi, Aoki-kun, apa kamu punya waktu luang akhir pekan ini? Maksudku, kamu punya waktu luang, kan? Nee, punya 'kan?”
“Eh. Uh-huh, baiklah, jika itu… Sabtu sore atau semacamnya, seharusnya tidak apa-apa.”
Akhirnya, aku menyerah. Dipaksa ke titik ini, aku hanya bisa mengangguk. Selain itu, ada kemungkinan dia akan mengungkapkan alasan sebenarnya mengapa dia begitu dekat denganku akhir-akhir ini.
“Eh? Jadi, ini 'Oke' 'kan? Yah, aku tahu aku terlalu memaksakanmu… apakah rencana awalmu akan baik-baik saja?"
"Tidak apa-apa."
Tidak ada yang namanya rencana. Lebih dari 97% dibuat untuk menyangkal.
"Benarkah? Ahaha, bagus sekali! Ayo pergi ke bioskop pada hari Sabtu sore!"
Melihat wajah cerah Kusano, aku tiba-tiba tidak mengerti mengapa aku begitu keras kepala sekarang.
* * *
Istirahat makan siang.
Sampai sekarang, aku masih memikirkan kejadian tadi pagi.
Ketemuan di bioskop, hanya kami berdua... Apakah ini yang mereka katakan.. kencan?
Tunggu, itu belum dikonfirmasi. Bagaimana jika hari itu, begitu aku memasuki tempat pertemuan, ada kemungkinan aku akan dikelilingi oleh orang-orang setengah baya dalam suasana yang bersahabat dan dibawa ke pertemuan agama yang mencurigakan—
.... Tidak, ini kencan 'kan?
Aku mencoba menyingkirkan keraguan yang mengganggu itu dari pikiranku.
.... Tidak apa-apa. Jangan pikirkan itu. Mari kita biarkan saja.
Lebih penting lagi, aku ingin tahu apakah penjaga gerbang dalam kondisi yang baik. Ekspresi pucat di wajahnya kemarin cukup terlihat. Bahkan setelah istirahat makan siang kemarin, aku terus memikirkannya.
Dia benar-benar membuatku khawatir....
Dengan pemikiran seperti itu. Aku bergegas menaiki tangga menuju atap.
“Mmm… Kamu datang lebih awal hari ini, Aoki-kun. Senang sekali kamu datang lebih awal."
Syukurlah, dia ada di sana seperti biasa.
Amamori-senpai menatapku dengan wajah dingin tanpa ekspresi.
Wajahnya juga lebih baik dari kemarin. Mungkin aku terlalu khawatir. Aku mencondongkan kepalaku sedikit ke depan untuk menyambutnya.
“Siang, Senpai. Um, sepertinya kau baik-baik saja."
“Ya, maaf merepotkanmu. Meskipun aku adalah panutan bagi seluruh sekolah, selalu dapat dipercaya dan mudah didekati, kemarin aku membiarkanmu melihat bagian diriku yang memalukan."
“Aku tidak akrab denganmu dan kau bukan panutanku. Kau sering bolos kelas, kan? Yah, aku senang melihatmu baik-baik saja."
Amamori-senpai sedang bersandar di pintu dan makan roti. Sebaliknya, aku duduk di ujung tangga. Memang, ruang yang tenang ini berkali-kali lebih santai daripada ruang kelas.
“Muu, Aoki-kun, poin dikurangi untuk sikap tak acuhmu itu. Faktanya, tidak ada Senpai yang bisa diandalkan sepertiku, kau tahu? Di kampung halamanku, aku bahkan disebut Amamori yang bisa diandalkan.”
“Haa.”
Aku sangat menyukainya, dia berbicara tanpa beban. Kalau dia bisa mengatakan sebanyak itu, mungkin bisa bertanya padanya tentang hal Kusano yang menggangguku sejak pagi.
“Kalau begitu, aku akan mulai meminta bantuanmu. Aku punya sesuatu yang ingin aku bicarakan denganmu.”
“Eh? Apa itu? Sebagai seorang Amamori yang tidak terbiasa menerima masalah dari Kouhainya, itu dapat disimpulkan dalam dua kata 'itu menjengkelkan'."
“Kau mengatakan kebalikan dari apa yang kau katakan sebelumnya. Nah, kalau kau tidak mau, tidak apa-apa. Bukannya aku ingin membicarakannya.”
Dengan kasar aku membuka sekantong roti kacang dan mengunyahnya. Manisnya pasta kacang merah cheesy menyebar di mulutku. Saat aku mencicipinya, Amamori-senpai mencondongkan tubuh ke depan dengan tangannya di tanah.
“Aku tiba-tiba penasaran apakah aku bisa melakukannya. Nah, baiklah, kamu bisa memberi tahuku. kalau itu sesuatu yang serius, aku ingin mendengarnya sebelum terlambat.”
"Serius?"
Dia adalah Senpai yang sulit, tetapi baik hati. Aku bisa dengan jujur menghormati bagian dirinya ini.
"Kalau begitu, biarkan aku──"
Saat aku mencoba menjelaskan situasinya secara rinci, tiba-tiba aku merasakan sedikit kecemasan.
Misalnya, jika Amamori-senpai menilai kontakku dengan Kunaso sebagai "berjalan baik dengan teman-teman sekelasnya", Lalu aku berada di posisi yang lemah, aku mungkin akan segera ditendang dari atap.
“Hah? Jangan bilang kamu..."
“Ah, maaf. Aku akan memberitahumu. Yah, ini hanya hipotetis. Secara hipotetis, ini benar-benar hipotetis. Jadi, Senpai jangan katakan 'Bocah ini', Aoki yang malang."
“Awalnya terlalu panjang. Katakan apa yang kamu inginkan, katakan dengan cepat."
"Jadi, ya. Masalahnya, misalkan kau diundang oleh gadis termanis di kelasmu ke bioskop meskipun kalian tidak terlalu mengenal satu sama lain, lalu apa yang akan kau lakukan?"
“…Apakah kamu berbicara tentang delusi? Aku akan merekomendasikan menulis hal-hal itu di belakang selebaran untuk melampiaskannya.”
Dalam sekejap, Amamori-senpai kehilangan minat dan menyandarkan punggungnya ke pintu lagi.
“Umm… Ya, tidak apa-apa jika aku berbicara tentang imajinasiku. Itu hipotetis.”
Aku berubah menjadi Kouhai yang keras kepala yang bersikeras meminta nasihat tentang mimpi.
“Hipotetis, ya? Aoki-kun sendirian di bioskop dengan seorang gadis cantik…” kata Amamori-senpai sambil mengusap dagunya.
Itu adalah isyarat yang akan dibuat oleh seorang detektif di masa lalu. Gadis dengan wajah lurus merenungkan sesuatu dan kemudian mulai berbicara sambil mengaduk-aduk tas rotinya.
“Itu asumsi yang konyol, mengingat situasi saat ini yang pernah kita dengar sebelumnya…yah, ada satu hal yang bisa kulakukan. Haruskah kita mengubah konten 'percobaan' hari ini menjadi sesuatu yang lebih sesuai dengan fantasi Aoki-kun?”
"Benarkah? Aku tidak tahu kau begitu fleksibel tentang 'percobaan'."
"Tentu saja. Adalah tugas guru untuk menanggapi sikap positif muridnya. Tapi hari ini, aku akan membuat pengecualian dan memberimu 'percobaan khusus', 'tanya jawab gaya Amamori tentang kencan yang mengasyikkan di bioskop' Segera dimulai!"
“Wow, aku sudah mendapat 'spesial' dari kedua kalinya. Itu terlalu cepat!"
Kayaknya kemarin tayang di TV, tapi sekarang udah ganti channel lain
“Hari ini, aku ingin meminta Aoki-kun untuk memikirkan kencan film. Ngomong-ngomong, kita awalnya akan mengadakan 'Latihan Ucapan Umum — Selamat Pagi' hari ini."
"Rencana sesat macam apa itu. Lalu aku bertaruh ada versi 'Selamat sore' dan 'Selamat malam'.”
Itu bukan hal yang bisa kau lakukan tiga kali berturut-turut. Aku sangat senang itu diubah.
Amamori-ssnpai mengabaikan sudut pandangku dan terbatuk, lalu mengeluarkan suara rendah seperti presenter profesional.
“Jadi mari kita mulai dengan bagian yang mudah, pertanyaan pertama! ding ding! Saat bertemu seseorang untuk kencan, berapa menit waktu terbaik 'sebelum' tiba di tempat pertemuan?"
"Ah? 10 menit."
"Boo boo, salah."
“Hah?”
Amamori-senpai menyilangkan tangannya di depanku. Tidak peduli seberapa salahnya, masuk akal untuk datang sepuluh menit lebih awal dari waktu ketemuan. Saat aku masih di sekolah dasar, Okazaki-sensei mengatakan itu padaku.
“Jawaban yang benar adalah dua jam dari waktu ketemuan~"
Aku tidak tahu mengapa dia memasang wajah sombong ketika dia mengatakan jawabannya. Tapi, aku cukup yakin itu adalah jawaban yang salah.
“Apa yang ada di pikiranmu? Apa gunanya tiba di pertemuan secepat itu, menunggu?"
“Ya ampun… Aoki-kun… Kita tidak sedang membicarakan level yang begitu rendah!!!”
"Senpai, suaramu sangat keras."
“Siapa yang bisa sampai di sana lebih dulu? Dengan kata lain, siapa yang bisa membuat kesan yang baik pada orang lain – ini adalah permainan dua bagian. Jadi, dengan asumsi bahwa orang lain akan tiba satu setengah jam sebelum dirimu, jawaban yang tepat adalah menunggu di tempat pertemuan dua jam sebelumnya untuk memastikan kamu memenangkan poin.”
“M-Menakutkan. Apa kau akan melawan seseorang?"
“Kalau kamu ingin tiba lebih awal dari lawanmu, ada juga opsi berkemah semalam!"
"Siapa yang memindahkan tenda itu?"
Ketika aku mengeluh tentang semuanya, Amamori-senpai memberiku tatapan pahit. (Itu bukan lelucon yang salah arah, tapi saran sederhana. Seberapa bebalnya kamu?)
“A-Aku tidak pernah meminta pendapatmu. Heh, selanjutnya, pertanyaan kedua. Ding ding!”
Amamori-senpai menggedor dinding tepat waktu dengan efek suara sendiri. Dia menggunakan momentum untuk melewatkan topik ini.
"Ini tentang camilan. Camilan paling populer di bioskop adalah popcorn! Aoki-kun, berapa banyak popcorn yang tepat untuk dibeli saat berkencan? Tolong jawab!"
“Kita masing-masing membeli makanan kita sendiri. Jadi, mengapa kita tidak membeli masing-masing?”
“Ya ~ salah. Booooo~ Booooo~ Booooo~.”
Aku dicemooh dengan keras seolah-olah untuk membalas dendam atas apa yang kulakukan sebelumnya.
... Umamy, selai kacangnya enak.
“Jawaban yang benar adalah — lima!”
Dia agak sombong tentang hal itu. Tapi, kurasa itu bukan jawaban yang benar.
“Ini karena aku suka pria yang banyak makan. Jika dia bisa makan lima dari mereka, aku akan terkesan. Aku seorang pejuang makanan."
"Itu benar-benar gayamu."
Itukah gaya Amamori-senpai? Aku tidak tahu. Ini bahkan bukan kuis tentang dasar-dasar lagi.
“Kalau dipikir-pikir, Aoki-kun tidak makan terlalu banyak untuk pria bertubuh kekar. Tidak, kamu tidak harus melakukan itu. kamu harus mencoba makan lebih banyak. Keseimbangan nutrisi sangat penting karena secara langsung mempengaruhi kesehatan itu!"
"Aku tidak ingin mendengar kata-kata itu dari seorang Kakak perempuan yang mengunyah roti sepanjang hari... Maksudku, bulan ini berat bagiku. Anggaranku terbatas sampai akhir bulan.”
Dengan biaya makan sehari-hari dan sedikit uang yang kuhabiskan sepulang sekolah, aku sudah memiliki anggaran yang ketat.
Kedua orang tua yang memiliki hubungan dingin denganku pernah memberiku izin untuk mengikuti ujian masuk, yang merupakan kesempatan bagiku untuk berubah. Tapi, mereka tidak memberiku izin untuk bekerja paruh waktu lagi, karena uang yang kuperoleh untuk nongkrong di malam hari.... Aoki Teru, dalam pikiran mereka, masih orang yang sama ketika dia masih di SMP, bergaul dengan anak-anak nakal. Wajar jika kita bahkan tidak berbicara satu sama lain dengan baik.
"Hm, begitu 'ya.. Yah, mari kita kesampingkan itu dan lanjutkan ke kalimat berikutnya!"
Suaranya turun sejenak dengan topik uang. Itu pasti sisi sensitif Amamori-senpai. Aku mencoba untuk tidak mengkhawatirkannya dan menunggu kuis dilanjutkan.
“Um, sekarang! Mari kita bicara tentang topik kencan di bioskop lagi! Kalau berbicara tentang film 'kan ada banyak genre. Seperti, Rom-Com, Drama, Horror, Action, Thriller, Mysteri dan sebagainya. Nah, pertanyaannya.. genre apa yang paling efektif untuk ditonton saat kencan pertama?”
"Oh, kedengarannya itu pertanyaan yang bagus."
Melihat tren sejauh ini, jawaban yang benar mungkin ditentukan berdasarkan selera Amamori-senpai.
Genre macam apa yang akan menyenangkan Senpai ini dengan selera yang tidak selaras?
Aku mencoba memutar otakku dengan sangat serius.
Nah, kalau dipikir-pikir secara umum, Rom-Com adalah jawaban yang tepat. …Apakah jawaban naif seperti itu akan berhasil untuk Senpai yang satu ini? Jawabannya adalah tidak.
Dan dari sana, aku membuat hipotesis.
Amamori-senpai adalah tipe orang yang berbeda dari gadis pada umumnya. Jika itu masalahnya, semakin aku menyimpang dari jenis film yang kau tonton pada kencan pertama, semakin dekat aku dengan jawaban yang benar, bukan begitu?
"Oke. Aku menang dengan mudah. Itu salah satu film sulit yang dibuat oleh sutradara dari Prancis. Kau tahu, jenis film yang pesannya begitu kuat hingga membuat penonton terpukau olehnya.”
“… Hah? Itu bukan genre lagi. Jadi, itu salah. …Kalau aku disuruh menonton film seperti itu di kencan pertamaku. Aku akan memberikan poin minus. Apa kamu serius tentang itu, Aoki-kun?”
"Eh? Ah, aku hanya bercanda.."
Saat aku berbalik dan memalsukannya, tidak mungkin aku bisa memahami kuis ini.
"Jadi? Apa jawaban yang benar?”
“Jawaban yang benar adalah Horror. Ini cara yang bagus untuk mendapatkan efek jembatan gantung.”
"Kenapa jawabannya sangat mengecewakan kali ini!!"
Lagipula, seorang pengecut sepertiku tidak bisa mengacu pada genre itu.
.... Astaga, Q&A versi Amamori-senpai ini. Apa sih efek jembatan gantung itu? [TN: Efek jembatan gantung singkatnya adalah fenomena psikologi dimana seseorang salah mengartikan debaran jantung akibat rasa takut sebagai rasa cinta]
“…. Tunggu, mungkin efek jembatan gantunh benar-benar tidak masuk akal…”
Dia mengatakan sesuatu dalam bisikan. Tapi, aku tidak mengerti apa yang dia maksud. Gadis itu terbatuk dengan sengaja, mungkin malu dengan isinya.
“Ahem! Um, yah, aku juga tidak terlalu suka film horor."
“Begitukah? Ah, jangan bilang… Senpai, kau takut film horor?"
“Tidak, aku tidak takut. Lain kali kamu mengajukan pertanyaan bodoh lag, aku akan memberimu tendangan di bagian tengah tubuh."
Kupikir aku telah menemukan sesama fobia horor, tetapi ternyata tidak.
Ada apa dengan gadis ini yang membuatnya menjadi seorang pasifis?
“Yah, aku benci ide… menghidupkan kembali orang mati dengan cara yang menyimpang. Aku tidak suka ide tentang zombie atau roh pendendam. Orang mati tidak bisa hidup kembali. Jadi, mengapa tidak membiarkan mereka beristirahat dengan tenang, bahkan dalam fiksi?”
Amamori-senpai memutar tutup minuman energi dan berkata dengan nada membosankan.
Suaranya agak cerah, tapi ekspresinya gelap.
Ada apa dengan Amamori-senpai hari ini? Dia terlihat baik-baik saja namun agak gelap, dia tidak selaras.
Atau masih mengkhawatirkan kecelakaan kemarin. Menurutku dia lebih menyenangkan ketika dia penuh percaya diri.
Jadi, aku memutuskan untuk dengan santai beralih ke obrolan sehari-hari seperti yang harus dilakukan seorang Kouhai dalam kasus ini.
“Yah, kurasa begitu. Jadi, apakah kau biasanya menonton film, Senpai? Kau sepertinya tahu banyak tentang hal-hal semacam itu."
“Hmm, pertanyaan yang bagus. Kalau itu film lama, aku sudah menontonnya dengan Ayahku ketika dia menyewanya. Film-film lama murah di akhir pekan, jadi itu bagus.”
Amamori-senpai tidak menghentikan percakapan, dia terus mengoceh tentang film favoritnya. Terutama tentang serial "Kramer vs Kramer" (film tentang ayah yang mengubur kepalanya dalam pekerjaan).
Karena dia merekomendasikannya, aku memberi tahu dia tentang musik yang kudengarkan juga.
Saat kami mengobrol, bel berbunyi dan sepuluh menit lagi, pelajaran selanjutnya akan dimulai.
"... Apakah waktu makan siang sudah berakhir?"
Amamori-senpai berhenti berbicara tentang kebijaksanaan musik sinematik, menutup mulutnya seolah-olah dia telah disiram air dingin. Dia mengambil napas dalam-dalam untuk menenangkan dirinya dan memasang wajah tanpa ekspresi yang familiar.
"Kurasa sudah waktunya bagi kita kembali ke kelas. Sampai jumpa minggu depan, Aoki-kun. Aku akan mendengarkan lagu-lagu yang kamu rekomendasikan selama akhir pekan.”
"Ya. Aku akan menonton film itu ketika aku mendapat kesempatan. Sampai jumpa di jam makan siang berikutnya.”
“Ya, kali ini aku menyimpang. Tapi, lain kali aku akan memberimu tongkat petunjuk untuk membantumu membiasakan diri dengan kelas lagi. Aku harap kamu menyelesaikan 'percobaan' dan keluar dari area atap ini secepat mungkin."
"Aku tidak yakin harus berkata apa tentang itu, haha ..."
Aku menuruni tangga satu langkah di depannya.
Aku yakin, kalau kita memiliki obrolan yang menyenangkan seperti ini dengan seseorang, pergi ke sekolah akan sangat terasa menyenangkan.
-Oh ngomong - ngomong.
Ini adalah istirahat makan siang pertama di mana di mana Amamori-senpai tidak menyentuh smartphone atau konsol gamenya.
* * *
Sabtu pagi.
Karena tidak ada yang bisa kulakukan selain berdiam diri di rumah. Aku akhirnya memutuskan untuk datang ke tempat ketemuan dua jam lebih awal, seperti yang Amamori-senpai katakan padaku.
“…...”
Saat aku bersandar di dinding stasiun dan memperhatikan orang yang lewat, aku teringat hari-hari ketika aku tidak bersekolah. Hari-hari ketika aku membuang-buang waktuku untuk hal yang tidak berguna.
Aku penasaran apakah ketua kelas itu menanggap berkeliaran di Kota di malam hari adalah rahasiaku. Kalau iya, aku tidak pernah menyembunyikan hal itu.
Karena kebiasaan, aku menyalakan smartphoneku. Kurang dari 20 menit tersisa sampai waktu ketemuan. Akumulai berjalan ke alun-alun di depan stasiun, titik pertemuan kami.
…Apa kau benar-benar datang, Kusano?
Aku punya firasat dia tidak akan datang.
Setelah sekitar sepuluh menit.
“M-Maaf sudah membuatmu menunggu! Um, selamat siang."
Bertentangan dengan harapanku, Kusano datang lebih awal dari waktu ketemuan. Dia sedikit terengah-engah.
“Tidak, kau tepat waktu."
"BI-Begitukah. Persiapannya memakan waktu lebih lama dari yang kukira. Ahaha, aku sebenarnya berencana untuk datang lebih awal."
Hari ini, dia memakai pakaian kasualnya bukan seragam sekolah.
Yah, itu wajar saja. Hari ini 'kan hari libur....
Dia mengenak gaun one-piece warna krem. Kuncir kuda yang menutupi bagian atas payudara tidak terlihat terlalu mencolok. Ketika aku melihat kakinya, aku melihat ada pita hitam kecil.
“Sepertinya aku sedang dinilai berdasarkan fashion... B-Bagaimana menurutmu?”
Sambil menarik tali tas bahunya dan mengangkat ujung roknya dengan tangan yang lain, dia menatapku. Dia sengaja membuat gerakkan seperti itu dan aku menganggapnya imut.
“Ah… Yah, pakaian itu terlihat cocok denganmu."
Saat aku mengatakan ini, aku melihat ke bawah ke lantai alun-alun, langsung merasa kurang percaya diri.
Kemudian aku melihat pakaianku. Kaos oversized dengan celana jeans yang direkomendasikan penjual. Sepasang sepatu kets usang. Sebuah kalung tipis yang ditinggalkan oleh kakakku yang kabur dari rumah. Perbedaan fashion di antara kami berdua sangat mencolok.
"B-Begitukah? Ehehe, aku senang. Oh, aku juga suka pakaian kasualmu, Aoki-kun. Kamu kelihatan keren."
"Oh, aku akan menanggap itu sebagai pujian."
"Muu! Aku serius, tahu!"
Kusano melambaikan tangannya dengan cepat, mengungkapkan ketidakpercayaannya.
“Jadi, Aoki-kun memuji hanya untuk sopan santun?"
"Tidak, itu perasaan jujurku, kau tahu?"
“Kalau begitu, aku juga sama! Selain itu, aku senang mengetahui pakaian kasual seperti apa yang kamu kenakan, Aoki-kun.”
Akhirnya, dia tersenyum padaku dengan lembut. Aku malu. Aku diam-diam mengusap daguku.
Ada apa dengan gadis ini dan kebaikannya?
“Nah, karena kita sudah di sini, ayo pergi ke bioskop! Masih ada banyak waktu untuk filmnya.”
“Y-Ya… aku tidak mendengarmu mengatakan itu. Tapu, kenapa kita harus pergi ke bioskop? Kupikir kau akan memberi tahuku tentang rahasiaku.”
“Mari kita bicarakan nanti! Aku sudah lama ingin melihat film yang rilis hari ini bersamamu, Aoki-kun, sejak kita membicarakannya sebelumnya.”
"Emang kita pernah membicarakan itu sebelumnya ..."
Aku tidak tahu mengapa. Aku punya firasat yang sangat buruk tentang ini.
"Pernah 'kan!? Setelah pelajaran olahraga. Aku ingin menonton film horor hari ini, kudengar film itu sangat bagus sekali! Dan juga, aku akan membuktikan bahwa aku tidak takut dengan film horr—Nee, Aoki-kun, ada apa? Tiba-tiba kamu berkeringat seperti itu?"
"Eh? Ah, itu karena hari ini sangat panas sekali. Dan juga, musim panas bentar lagi datang. Benar, itu masuk akal."
'Aku tahu ini jebakan', pikirku sambil memasukkan tanganku ke saku dengan wajah dingin.
Mendengarkan setiap bagian pembuka yang Kusano ceritakan sepanjang jalan, jantungku hampir copot, entah celanaku akan melorot saat masuk ke bioskop.
* * *
"Wow, ramai banget."
Itu adalah pemandangan yang sering terlihat di bioskop pada hari libur. Tempat itu penuh sesak dengan orang-orang dari segala usia, pria dan wanita.
Suara obrolan bergema dari segala arah. Cuplikan film action yang diputar dengan volume agak keras.
... Yah, aku tidak keberatan menjadi bagian dari kerumunan seperti itu.
“Sepertinya, um, ini akan memakan waktu cukup lama... Bagaimana menurutmu? Haruskah kita bagi tugas?"
"Bagi tugas? Oh, maksudmu untuk membeli makanan dan tiket?"
"Mnm, sebenarnya aku ingin mengantri denganmu. Tapi, hari ini ramai banget. Jadi, itu akan memakan waktu yang cukup lama. Kamu mau pilih yang manan, Aoki-kun?”
"Apa saja." jawabku samar.
“Ehh. Aku juga bisa melakukan keduanya!”
Kusano terkikik mendengar percakapan yang tidak penting ini. Naluri defensifku muncul dan aku secara refleks berbalik dan melihat ke arah loket tiket.
Ada antrean panjang, tetapi tingkat sirkulasi tinggi. Baru-baru ini, bioskop telah ditingkatkan menggunakan teknologi tinggi, dilengkapi dengan mesin tiket otomatis. Dan aku payah karena menggunakan mesin yang tidak dikenal itu.
“Kalau begitu Kusano, bisakah kau ambil tiketnya? Aku akan membeli popcorn dan minuman.”
“Mmm, aku akan menyerahkannya padamu! Sebagai gantinya, aku akan menyerahkan kepada seleramu untuk memutuskan mana yang akan dibeli, oke?"
"Baik. Tapi, jangan terlalu berharap padaku.”
“Ehh, kurasa aku akan menantikannya.”
“Aku bilang jangan…”
“Fufu, bercanda kok. Apapun makanan dan minuman yang kamu beli, aku baik-baik saja."
"Oke, aku pergi dulu."
"Iya!"
Meninggalkan Kusano di ujung antrean, aku menuju konter makanan.
“….."
Yah… menyenangkan. Jauh lebih menyenangkan daripada sendirian (akan jauh lebih menyenangkan jika bukan karena film horor yang akan kutonton nanti.)
Tapi, apakah aku boleh menikmati kesenangan seperti ini? Jika aku tidak hati-hati, aku merasa akan kehilangan jati diriku sendiri.
Di udara yang dipenuhi dengan bau popcorn, aku teringat wajah kekanak-kanakan dari penjaga pintu di atap.
Setelah mengantri dan menunggu, aku akhirnya membeli popcorn dan Coke sesuai dengan jumlah orang, mengabaikan ajaran Amamori-senpai. Tentu saja, itu karen aku tidak memiliki cukup uang untuk membeli lim barang.
Misi penghemat uang saku. Saatnya kembali—
“Yahoo Teru-chan. Ini seperti takdir bahwa kita akan bertemu di tempat seperti ini.”
Saat aku hendak kembali kepada Kusano, aku mendengar suara yang cerah memanggil namaku.
“Eh…?”
Itu Hatoda. Aku memegang nampan makanan dengan satu tangan, menggosok mataku dengan tangan yang lain, tapi sosoknya tidak menghilang. Sepertinya aku tidak berhalusinasi atau semacamnya.
“Serius? Kenapa kau ada di sini?"
“Yah, ini adalah bioskop. Jadi, tidak ada alasan bagiku untuk berada di sini selain untuk menonton film, kan? Ah, aku tidak membuntutimu atau semacamnya, sumpah!" katanya, sambil menggigit hot dog yang dia pegang.
Ngomong-ngomong, dia menggunakan dialek Kansai.
Kaki putih mulusnya yang terekspos dari celana denimnya, cukup panjang untuk menarik perhatian orang yang lewat. Pinggulnya agak berbeda dengan gadis pada umumnya.
"Sebenarnya, aku sedang mengantri bersama saudara perempuanku di sana. Tapi, saat aku melihatmu.. tanpa pikir panjang aku langsung memutuskan untuk menghampirimu. Lagian, kamu itu tinggi, Teru-chan. Jadi, aku bisa melihatmu dari kejauhan."
Aku melihat ke arah yang ditunjuk Hatoda. Berdiri di sana adalah seorang gadis cantik yang sedang menatap layar smartphonenya, tampak bosan. Aura yang dia pancarkan dari pakaian yang dia gunakan, membuatnya tampak seperti model.
"Ngapain kau ke sini? Atau lebih tepatnya, jangan tiba-tiba memanggilku seperti itu. Kau seharusnya bersenang-senang dengan saudara perempuanmu.”
"Ara? Nggak boleh, ya? Aku ingin bersenang-senang tidak hanya dengan Ama-senpai, tetapi juga dengan Teru-chan. Nee, apa kamu punya waktu luang setelah ini? Kalau kamu mau, aku bisa memperkenalkanmu kepadanya lho~"
“Tidak usah. Terima kasih, itu hanya membuatku gugup."
“Ahaha, itu seperti dirimu, Teru-chan.."
“Sudah sana kembali ke Kakakmu itu"
"Buu, emang kenapa sih? Oh, mungkinkah kamu datang ke sini dengan seseorang~?"
Hatoda memperhatikan dua makanan ringan di nampan dan menebak dengan benar bahwa aku punya teman meskipun dia tidak ada di sini.
“Ara, Ara.. Jadi, kamu datang ke sini dengan seseorang, ya? Siapa? Laki-laki? Oh, mungkinkah dia perempuan.. Begitu, ya.. ini kencan, ya?"
"Bukan, lagian ini tidak ada hubungannya denganmu."
"Muu, dingin sekali kamu ini 'ya ... Aku yakin itu adalah efek sinergis setelah melihat dirimu bertindak sebagai pria yang manis.”
Tampaknya strategi karakter longgar Amamori-senpai memiliki efek yang solid.
.... Membosankan.
Aku mendecakkan lidahku dengan ringan dan Hatoda tertawa sebagai tanggapan.
"Ahaha. Yah, aku tidak terlalu peduli dengan siapa Teru-chan bergaul~ Tapi… apa kamu bersama Ama-senpai, kebetulan?”
"Tidak."
“Ara ara, Sayang sekali. Kalau kita bisa bertemu di hari libur, aku akan berpikir kita bisa nongkrong bareng …”
Hatoda dipenuhi dengan kekecewaan.
“Yah, kurasa kamu benar. Jika masalah Ama-senpai bisa diselesaikan dalam waktu singkat, itu tidak akan menjadi kesulitan bagiku dan Kaicho-san.”
"Hah? Siapa Kaicho-san? Orang asing mana... ah, maksudmu ketua OSIS.”
Segera setelah aku mengatakannya, aku menyadarinya sendiri. Aku sering mendengar nama itu akhir-akhir ini. Aku tidak tahu apakah ketua OSIS di sekolahku memiliki semacam hubungan dengan penjaga gerbang di depan atap itu.
Ketua OSIS dan Amamori-senpai. Seorang panutan bagi para siswa dan gadis nakal dalam arti kata yang luas. Kupikir aku melihat komposisi yang tidak menyenangkan.
"Hei, Kaichou apalah itu.. dia pasti dibalik tindakanmu tempo hari 'kan? Dia yang menyuruhmu menyita konsol game milik Amamori-senpai."
"Menurutmu begitu? Yah, orang itu. Dia juga terobsesi dengan Ama-senpai… Oh tidak, adikku marah padaku karena meninggalkannya!”
Gadis yang dimaksud menatapku dingin dari kejauhan. Mulutnya seolah mengatakan 'cepatlah!' Aku orang yang pemalu. Jadi, aku takut. Kekuatan mata seorang gadis cantik bisa sangat menakutkan.
“Hei, adikku dicampakkan oleh pacarnya yang brengsek tempo hari. Dia sedang dalam suasana hati yang buruk akhir-akhir ini. Itu sebabnya, aku harus pergi menemaninya."
“Kau tidak perlu menjelaskan detail situasinya, tapi… yah, bersenang-senanglah hari ini.”
“Oh, itu bagus. Aku akan menikmati diriku dengan sekuat tenaga! Sampai jumpa lagi~!”
“Tidak apa-apa untuk memanggilku sesekali. Tapi, jangan datang ke kelas. Kau akan membawa semua jenis masalah.”
“Ups hahaha! Maaf karena mengganggu. Maafkan aku~…Oh, ya.”
Hatoda mendekatiku sambil mengatakan hal-hal yang menguntungkan. Dia mencondongkan tubuh sedikit ke depan, mendekatkan wajahnya hampir menyentuh wajahku dan berbisik seolah-olah dia sedang mengungkapkan sebuah rahasia.
"Aku tidak akan memberi tahu Ama-senpai tentang hari ini."
“Hah…? Itu membuatku merasa seperti melakukan sesuatu yang salah.”
“Mungkin buruk untuk tidak menyadari sifat istimewamu. Baiklah, sampai jumpa, lain kali ayo kita ngobrol~"
Hatoda melambaikan tangannya ke udara dan berlari ke arah adiknya. Suasana hidup yang mengelilingiku memudar. Itu adalah pembicaraan yang panjang untuk sebuah pertemuan kebetulan.
Oh, ya.. aku lupa dengan tiketnya.
Saat aku memalingkan wajahku ke arah itu, mataku bertemu dengan Kusano yang berdiri di sampingku dengan dingin.
“Whooaaa!? Ku-Kusano? Sudah berapa lama kau disana?”
Dia melihat ke bawah, karena dari sudut aku bisa melihat matanya tidak memiliki sorotan di bola matanya. Itu adalah pertunjukan horor bahkan sebelum film. Menakutkan.
“Aku sudah lama berada di sini… yah, ini yang mereka sebut kencan ganda, kan? Aku mengerti. Lagipula aku yang akan membuat kencan berikutnya. Kamu tidak perlu menjelaskan, jangan katakan apa-apa…”
"Tidak, tidak, Tidak! Kau salah paham. Aku hanya kebetulan bertemu dengan Hatoda, aku berani bersumpah!"
"Hahaha. Tidak apa-apa, kamu tidak perlu menyembunyikannya. Tidak apa-apa, aku sudah siap untuk itu. Tidak apa-apa. …Aku selalu di garis start… Aku selalu bisa memulai dari awal…”
Kata-kata Kusano sulit dimengerti.
Apakah dia baru saja mengatakan "garis awal"? Siapa? Aku? Aku ingin tahu apakah dia benar-benar mengerti kata-kataku. …Atau mungkin aku hanya berusaha terlalu keras.
Beberapa detik kemudian, setelah keheningan yang canggung.
“—Yah. Aoki-kun, bentar lagi filmnya dimulai, ayo pergi."
Kusano mendongak ke atas. Suasananya sama seperti sebelum kami berpisah.
“Uh-huh..?”
Aku mengambil langkah menjauh. Untuk beberapa alasan, dia menutup jarak hingga hampir menempel padaku. Jadi, aku mengambil langkah menjauh. Dan kemudian Kusano semakin mendekat.
"Ayo pergi."
"D-Dimengerti."
Aku tidak sengaja menggunakan bahasa yang sopan.
* * *
Setelah membuat adegan yang membuatku merasa lelah, aku dibawa oleh Kusano ke sebuah restoran keluarga di kota.
Awalnya, Kusano ingin pergi ke kafe yang agak terkenal. Tapi, aku mati-matian berusaha menghentikannya. Aku tahu bahwa kopi di tempat seperti itu mahal, meskipun dibuat dengan air pahit.
"Hmm. Apa yang kamu inginkan, Aoki-kun?”
“Ah… tidak usah, aku tidak punya cukup uang untuk membelinya."
“Eh? Jangan begitu dong, kamu harus makan. Biar aku saja yang bayar, oke?"
"Tidal usah. Aku tidak ingin membiarkan gadis sepertimu mentraktirku."
"Tidak apa-apa, aku yang bayar. Kamu bisa sakit kalau nggak makan. Dan juga, kamu bisa memilih dari menu makan siang ini. Oh, lihat ini.. hidangan udang goreng ini kelihatannya enak! Bagaimana menurutmu?"
“Ahh. Yah begitulah…"
"Sudah diputuskan, ayo pesan hidangan ini. Permisi!"
Kusano dengan cepat memanggil pelayan restoran untuk memesan.
Sebaliknya, aku merasa sangat menyedihkan. Di traktir oleh gadis seperti ini.
.... Ugh, harga diriku sebagai laki-laki runtuh.
Aku pasti akan membayarnya kembali ketika aku mendapatkan uang sakuku.
Tapi saat kita bersama, aku bisa melihat dengan jelas bahwa Kusano adalah orang yang kuat luar dalam. Ketika dia menonton film, dia sama sekali tidak gemetar. Aku berpura-pura tidur selama film diputar (small fry).
“Oh, ya... tadi filmnya bagus banget, kan!? Itu jauh lebih baik dari yang kuharapkan. Filmnya benar-benar luar bisa! Benar 'kan, Aoki-kun?"
“Y-Ya, filmya bagus. Itu adalah salah satu film terbaik yang pernah dilakukan siapa pun dalam hidup mereka.” kataku mencoba bersikap kuat, sambil meneguk air dingin yang dibawakan pelayan untukku.
Sampai saat ini, aku sudah mengalami begitu banyak hal yang membuat stres, rasa haus di tenggorokanku belum hilang.
"S-Sejauh itu, ya? Yah, kamu benar. Filmnya bagus. Bagian terbaiknya mungkin di tengah? Lagu terkutuk Tutankhamun saat memecahkan mangkuk toilet di penjara sangat mengagumkan.”
Perkembangan macam apa itu? Sial, aku seharusnya mencoba yang terbaik untuk menontonnya bahkan jika aku takut.
Ini seperti membuang isi yang kubayar dengan dompetku ke dalam selokan. Aku tidak bisa melakukan ini tanpa mendapatkan uangku kembali.
"Aku tidak peduli apakah itu ramen atau kari terkutuk. Tapi, bisakah kita langsung ke topik pembicaraan?"
“Eh, topik pembicaraan?”
"Katamu, kau tahu rahasiaku, Kusano.. Nah, apa maksudmu dengan itu?"
“A-Ah, itu… Mn.. Jadi, soal itu 'ya?"
"Oi, jangan bilang kau lupa."
Gadis itu lupa tujuan awalnya. Dia mengangkat gelas air dan diam, lalu tersenyum menipu.
"Oke, aku akan memberitahumu. Pertama-tama, Aoki-kun mungkin tidak akan ingat. Tapi, kamu dan aku bersekolah di SMP yang sama."
“Ah, kurasa aku ingat."
Mungkin ingatanku sedikit salah dan aku mengenal Kusano.
Tidak, ada hal lain yang ingin aku tanyakan padanya.
“Jadi, tentu saja kau tahu tentang insiden di klub bola basket, kan?"
"Yah begitulah. Di sisi lain, aku bertanya-tanya apakah ada orang di SMP kita yang tidak tahu tentang perkelahian itu. Bahkan di kelasku saat ini, orang-orang membicarakannya seperti sudah menjadi rahasia umum.”
Menyebutnya sebagai "insiden" atau "perkelahian" adalah karena seseorang melebih-lebihkannya, tetapi sebenarnya itu hanya konflik internal yang hambar. Itu hanya karena aku memamerkan taringku pada para anak kelas tiga. Hasilnya adalah cedera yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk sembuh. Sungguh sejarah yang kelam.
“Kusano, kau sudah tahu seperti apa aku di masa lalu dan kau sengaja mendekatiku? Kenapa? Bukankah lebih aman menjauh dariku seperti yang lain."
“Eh, ah… umm, yah,… aku sedang mencari waktu yang tepat untuk berbicara denganmu. Tapi, akhir-akhir ini sikap Aoki-kun agak aneh..."
Sekilas. Kusano, yang telah melihat ke bawah ke dalam kaca, mengalihkan matanya yang agak gelap ke arahku. Percakapan terhenti. Kusano Marika sepertinya tidak yakin harus berkata apa.
BGM di toko adalah soundtrack instrumental dengan tempo yang tenang. Sangat kontras dengan ritme di dadaku, aku sedang menyelaraskan dengan klimaks.
.... Apa yang akan terjadi setelah ini?
Kusano merenung selama satu menit penuh sebelum melanjutkan pembicaraan.
"Mungkin kamu tidak percaya ini. Tapi, kurasa aku mengenal Aoki-kun lebih baik daripada orang lain—”
“Eh, kenapa kau tiba-tiba membicarakan itu? Maksudku, apa yang kau maksud dengan kata-katamu itu?"
"Um, dulu di SMP. aku berada di klub surat kabar dan di komite perpustakaan ... apa kamu ingat itu?"
“Ah? Tidak, aku bahkan tidak tahu apakah aku ingat sesuatu tentang masa lalu."
"Begitu, ya. Yah, nggak apa-apa. Ahem, mari kita kembali ke topik. Jadi, saat klub surat kabar sedang menyelidiki insiden perkelahian itu, kami mengetahui bahwa kamu berkelahi dengan anak kelas tiga karena melindungi adik kelas yang baru saja bergabung dengan tim bola basket, kan?"
“…Aku tidak mencoba membantunya seperti yang kalian pikirkan.."
Alasanku terlibat perkelahian adalah untuk melampiaskan frustrasiku dengan cara yang salah. Aku tidak melakukannya demi adik kelas yang ketakutan itu, dengan cara apa pun. Aoki Teru tidak berpihak pada keadilan atau apapun.
"Tapi, dengarkan aku. Orang yang diwawancarai olehku ... ah, Kouhai tinggi besar. Dia berkata dengan air mata di matanya, 'Aku ingin berterima kasih kepada Aoki-senpai'. Ketika aku mewawancarainya, dia dikelilingi oleh teman-teman dari klub kerajinan, terlihat sangat bahagia."
"Itu, yah, itu bagus untuknya."
Sejujurnya aku berpikir begitu. Siswa baru yang pemalu itu telah menemukan tempat yang aman untuk dirinya sendiri. Mungkin ada sisi positif dari hal buruk yang kulakukan.
“Namun, artikel itu ditolak oleh seorang Senpai yang ingin menulis hal buruk tentang insiden itu. Jadi setelah itu, aku berkeliling menanyakan tentang Aoki-kun secara pribadi.”
"Ha. Itu dia. Semangat distorsi adalah kedudukan tertinggi. Sungguh menakjubkan." kataku dengan sinis.
Itu bukan rahasia. Tapi, bukan berarti aku ingin memberitahu hal itu pada orang lain. Kusano melambaikan tangannya di depan dadanya, terlihat sangat panik.
“M-Maaf.. aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja, aku penasaran denganmu, Aoki-kun. Setelah kejadian itu, kamu tiba-tiba menghilang. Dan juga, ada eberapa orang melihatmu masuk dan keluar dari toko berbahaya, ada juga yang melihatmu menjadi sukarelawan. Tidak ada yang tahu persis apa yang kamu lakukan… Jadi, aku sangat terkejut dan senang ketika kita berada di kelas yang sama di SMA. Kamu seperti makhluk legenda yang muncul di dunia ini, ahaha."
Dia malu dengan pilihan kosakatanya dan memainkan rambutnya yang berkilau dengan gelisah.
Memanggilku makhluk legenda... Tapi, Aoki Teru bukanlah Pegasus atau Naga.
Saat aku hendak menggerutu lagi, Kusano mengambil keputusan dan berkata:
“Aku, sebenarnya. Aku, aku tidak suka orang-orang di kelasku berpikir buruk tentang Aoki-kun... Karena aku tahu rahasiamu."
“Aku sudah tahu itu. Kapan kau akan mengungkapkan inti rahasia itu kepadaku?"
"Sekarang! Kurasa itu artinya Aoki-kun, yang menatapku dengan wajah menakutkan, sebenarnya tidak seseram itu!”
Dia memberikan senyum nakal yang jahat. Senyum menakjubkan yang berubah menjadi tujuh warna berbeda. Kusano mengulurkan tangan kanannya di atas meja. Lima jari yang tersusun rapi, aku diminta menjabat tangannya.
“Nee, Aoki-kun. Maukah kamu mengizinkanku membantumu?"
"Eh? Membantuku?"
“Aku ingin meluruskan kesalahpahaman semua orang tentangmu. Dan jika memungkinkan, aku ingin kamu bergabung dengan kelompok teman-temanku juga. Itu sebabnya aku membuat tawaran itu..… B-Bagaimana?”
Aku menatap tangan yang terulur di depanku.
Aku bertanya-tanya… Apakah aku bisa mempercayai Kusano dan apa yang dia katakan?
Tunggu, jelas itu mungkin. Gesturnya selalu mencurigakan tapi mungkin itu hanya kepribadiannya.
Aku bisa melihat dengan jelas niat sebenarnya dari Kusano. Dia mungkin membuat saran ini karena kebaikan hatinya.
Meski begitu, aku… aku tidak meraih tangan Kusano, aku tidak bisa.
Apakah hanya karena aku terlalu malu untuk berjabat tangan? Atau karena aku sudah punya seseorang yang mengerti diriku... aku sendiri tidak tahu alasannya.
“Ah-Ahaha. Begitu ya, bukan begitu… Kurasa aku bukan gadis yang kamu inginkan.”
"Tidak. Um… maaf.”
Tidak ada alasan. Dia menarik kembali tangan yang dia ulurkan padaku di bawah meja.
“K-Kamu tidak perlu meminta maaf. …Aku terlambat untuk menyadarinya. Jadi, itu salahku.."
Suasana menjadi sunyi. Aku ingin pulang. Atau lebih tepatnya, aku ingin melarikan diri. Aku melihat ke luar jendela ke langit yang mendung. Aku akan membayar udang goreng dengan uang muka dari uang sakuku…
“Bahkan jika Aoki-kun bilang tidak perlu, aku akan tetap mendukungmu sendiri!"
“Haa.”
"Ngerti? Bahkan jika keadaan menjadi lebih buruk, aku akan tetap berbicara denganmu mulai sekarang! Titik!"
Dia terlihat marah atau lebih tepatnya, Kusano terlihat sangat marah. Dia bahkan menggembungkan salah satu pipinya untuk menunjukkan dengan jelas bahwa dia marah.
"Y-Ya, tentu saja ..."
Kewalahan oleh aura itu, aku mengangguk patuh. Melihat itu, Kusano tidak lagi marah, melainkan tersenyum cerah seperti bunga matahari.
Tatapanku sekali lagi terbang ke luar jendela dan kemudian tertuju padanya.
* * *
Setelah itu, kami makan, mengobrol tentang kelas dan film tadi.
Seperti yang sudah kukatakan sebelumnya bahwa aku memiliki beberapa urusan yang harus diselesaikan, aku memutuskan untuk meninggalkan Kusano segera setelah kami meninggalkan restoran.
"Um. Hari ini menyenangkan. Sampai jumpa di sekolah. Mulai sekarang aku akan aktif berbicara denganmu kapan pun aku mau!"
Pada saat berpisah, Kusano selalu menjaga senyum di wajahnya.
Kusano Marika adalah orang yang baik. Dan aku cukup yakin aku bukan orang baik (Dia membayar seluruh tagihan untuk makan juga).
Aku juga ingin menjadi lebih baik. Aku tidak ingin berjalan tanpa tujuan, aku ingin bergerak ke arah yang benar.
Aku berharap begitu, tetapi apa yang bisa kulakukan?
Aku tidak tahu satu pilihan untuk berubah selain menjadi karakter yang ramah dan imut.
|| Previous || Next Chapter ||
6 comments