Chapter 148 - Mulai Sekarang
"Arae-san, ambil ini!"
"... Aku tahu, tenanglah sebentar!"
Untuk pertama kalinya, Arae-san menerima bola dari Amami-san dengan benar.
Hanya tersisa sepuluh detik lagi sebelum babak pertama selesai. Namun, Arae-san terlihat tenang. Dia memperhatikan gerakan lawannya dengan seksama. Sepertinya dia berniat untuk memberi jalan bagi Amami-san untuk mendapatkan poin pertama bagi tim.
Tapi tentu saja, Umi tidak akan membiarkannya melakukan itu tanpa perlawanan.
"Yo, Ace di masa lalu."
"Kau sangat keras kepala juga."
"Yah, kita belum menyelesaikan masalah di antara kita. Jadi, maaf ... aku tidak akan membiarkanmu lolos begitu saja.."
"Oh, begitu?"
Setelah bertukar beberapa kata, pertempuran antara keduanya dimulai. Selama pertandingan latihan, Arae-san benar-benar membuat Umi kewalahan dan mereka harus melakukan triple-team untuk menghentikannya.
Aku ingin tahu apakah Umi bisa menanganinya, satu lawan satu?
"Nakamura-san, tolong awasi pergerakan Yuu. Dia akan mencoba untuk melakukan shoot tiga angka. Jangan lengah!"
Setelah mendengar intruksi Umi, Nakamura-san mulai bergerak untuk menjaga pergerakan Amami-san. Amami-san jelas merupakan pemain yang lebih baik di sini. Jadi, dia pasti bisa membuat Nakamura-san lengah, tetapi setidaknya dia bisa menghalangi tembakannya karena tinggi badannya.
Gadis-gadis lain dari kelas 2-11 juga bergerak untuk menjaga pergerakkan anggota tim lainnya dari kelas 2-10 sambil tetap waspada untuk memotong satu atau dua operan jika bola datang ke arah mereka.
Semua orang siap untuk pertarungan terakhir.
Waktu berlalu, ada lima detik tersisa dan Arae-san akhirnya bergerak.
"Amami, sekarang!"
"Siap!"
Tepat saat Arae-san menyelinap di bawah penjagaan Umi, Amami-san membuat tipuan dan lepas dari penjagaan Nakamura-san dan berlari menuju garis tiga poin.
Nakamura-san mengikutinya, tetapi rekan setim Amami-san menghentikannya.
"Ap-"
"Ayo, Yuu-chan!"
"Dapat! ...Arae-san, lihat aku!"
"Fiuh... Tunjukkan padaku apa yang kau punya, oke?"
Waktu berjalan singkat dan Amami-san akhirnya memiliki kesempatan sempurna untuk mencetak poin.
Tidak ada cukup waktu untuk membidik dengan benar. Tapi, jalannya jelas. Jadi, dia bisa mencetak poin jika dia mengarahkan bolanya dengan benar.
Bagaimanapun, ini adalah Amami Yuu yang sedang kita bicarakan. Dia bisa melakukan apa saja jika dia menaruh pikirannya untuk itu.
"Cobalah untuk menghalangi operannya, semuanya-"
Arae-san membuat gerakan untuk mengoper ke arah Amami-san, tapi...
"Sudah terlambat."
"A-Apa?!"
Dia memutar tubuhnya dan melepaskan shoot.
Gadis itu mengejutkan semua orang dengan tidak mengoper bola ke Amami-san seperti yang semua orang pikirkan.
Berkat itu, kelas 2-11 hanya bisa menatapnya dengan tatapan kosong sambil melihat bola yang bergerak perlahan menuju ring. Busur pada tembakan itu tampak seindah shoot yang dia lakukan saat di SMP.
Woosh!
Bola itu masuk ke dalam ring.
"Apa yang kalian lakukan? Apa kalian benar-benar menganggap ini serius? Shoot-ku bukanlah sebuah tontonan, kau tahu? Tidak perlu bereaksi seperti itu."
"...Cih, dasar jalang."
Peluit berbunyi, menandakan akhir babak pertama saat Umi mengirim tatapan menakutkan pada Arae-san yang mengejeknya.
Skor saat ini adalah 2-30. Shoot terakhir bukanlah tembakan tiga angka, tetapi mereka akhirnya mencetak poin pertama mereka.
'Nice game, kelas 2-10!'
'Nice shoot!'
'28 poin lagi, ayo, semangat!'
Para penonton juga gusar dengan permainan yang dilakukan kelas 2-10.
Ketika Arae-san kembali ke sisi timnya, Amami-san mendekatinya dan memberinya selamat.
"Nice shoot, Arae-san! Itu adalah tembakan yang indah! Jujur saja, aku tidak menyangka gerakan yang kau lakukan itu."
"Terima kasih. Yah, itu adalah hal yang spontan. Tapi, itu cukup bagus untuk mengalahkan orang-orang itu."
"Hehe... Jadi, maukah kau bekerja sama dengan kami? Maksudku, kami gagal mendapatkan tiga angka..."
Pertanyaan Amami-san cukup masuk akal. Arae-san mengatakan bahwa mereka harus mendapatkan tembakan tiga angka, tetapi tindakannya yang membuat mereka tidak bisa melakukan itu.
Sekarang, apa tanggapannya?
"Hah? Apa aku mengatakan sesuatu seperti itu? Yah, begitulah, aku memang bodoh. Aku tidak ingat semua yang kukatakan."
"Arae-san!"
...Begitulah katanya. Jika aku tidak menggali masa lalunya, aku mungkin akan lebih terkejut dengan perilakunya saat ini. Dirinya di masa lalu merasa seperti dia akan melakukan sesuatu semacam ini.
Wajahnya tampak pemarah seperti biasa, tetapi suasananya lebih lembut dari biasanya.
"Jangan salah paham, Amami. Aku hanya melakukan ini karena gadis, Asanagi itu membuatku kesal. Aku masih membencimu."
".... Arae-san.. kau ini tsundere ya?"
"H-Hah!? Tsun-... Serius, kau..."
'Ya, dia memang tsundere.'
Gadis-gadis lain tampaknya setuju dengan pikiranku saat mereka menonton pertukaran Amami-san dan Arae-san dengan tatapan hangat.
"Lupakan tentang itu dan lakukan yang terbaik di babak kedua! Kalau kita gagal mendapatkan tiga poin, aku tidak akan memaafkanmu, oke?"
"Oke, Nagisa-chan! Mohon bantuannya~"
"N-Nagi- Jangan bertingkah begitu akrab denganku! Itu tidak menyenangkan! Mengerti? Otakmu masih bekerja kan?"
"Eh, apa kamu mengatakab sesuatu? Maaf, aku bodoh. Aku tidak bisa mengingat semua yang kamu katakan padaku."
"K-Kau..."
Begitu kau membuka hatimu kepada Amami-san, itu saja. Segalanya akan berakhir bagimu. Dia akan melakukan segalanya untuk segera menutup jarak di antara kalian dan sebelum kau menyadarinya, kau akan memperlakukannya sebagai teman dekat.
Menurut Umi, ada banyak orang yang tidak menyukai Amami-san, tetapi mereka semua akhirnya lengah dan menjadi temannya.
Itulah pesona Amami Yuu.
"Nice shoot, Arae-san. Kau juga, Amami-san."
"Mm! Terima kasih sudah menyemangati kami di sana, Maki-kun! Nagisa-chan, ayo, katakan sesuatu padanya!"
"Hah? Kenapa aku? Bahkan tanpa sorakannya, aku akan bermain dengan benar. Aku hanya menahan diri saja. Lain kali aku akan membuat mereka apa itu pertandingan basket."
"...Tsundere."
"Hah??? Kau, apa yang baru saja kau katakan!?"
"Aku tidak mengatakan apa-apa."
Dia menunjukkan sikapnya yang biasa ketika dia mendengar gumamanku.
Yah, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi padaku kalau aku mengatakannya dengan keras padanya. Jadi, aku hanya menutup mulutku.
"Asal kau tahu, aku masih menyimpan dendam padamu."
Setelah mengatakan itu, dia berjalan keluar lapangan bersama dengan anggota tim lainnya.
Ini tidak menyelesaikan semua masalah kami. Tapi, setidaknya pertandingan akan lebih mudah diatur.
Nah, itu sudah cukup. Sekarang aku hanya perlu mendukung mereka dengan tenang.
Post a Comment