Setelah itu, latihan kami berlanjut.
Kami mulai dengan lari ringan sebelum secara bertahap meningkatkan kecepatan sambil mencoba mempertahankan ritme kami.
"Hei, ritme kamu tidak teratur lagi! Aku tahu ini sulit. Tapi kalau kamu tidak bisa mempertahankannya, kaki kita akan terjerat dan kita berdua akan jatuh."
"A-Aku akan melakukan yang terbaik..."
"Itulah semangatnya! Ngomong-ngomong, kita hampir selesai untuk hari ini."
Pada awalnya, Umi masih bersikap lunak padaku, tetapi seiring berjalannya waktu, dia menjadi lebih keras sampai-sampai dia berhenti menunjukkan belas kasihan, meskipun aku terlalu lelah untuk mengikutinya.
Aku harus mengulangi siklus istirahat dan berlari lebih dari yang bisa kuhitung. Tidak seperti Amami-san, baik Umi dan aku tidak cukup baik untuk menyesuaikan koordinasi kami secara instan. Jadi, kami harus berlatih sangat keras untuk meningkatkannya.
Ini baru hari pertama latihan, tetapi rasanya seperti aku telah berlari lebih banyak dalam 1 atau 2 jam terakhir daripada sebelumnya.
Walau aku sering beristirahat, aku masih merasa kelelahan.
Aku sudah berolahraga dari waktu ke waktu, tetapi sepertinya tubuhku masih belum bisa menangani latihan sebanyak ini.
Haruskah aku mulai melakukan jogging pagi setiap hari?
Sementara itu, Umi terlihat sama seperti biasanya meskipun dia menjalani jumlah latihan yang sama seperti yang kulakukan.
"Haah... Haah... M-Maaf, Umi... Aku tidak bisa..."
"Astaga, Maki ini. Yah, mau bagaimana lagi. Lagipula sudah hampir waktunya, kita bisa berhenti di sini. Besok adalah latihan tim. Jadi, kita akan melakukan ini lagi sehari setelahnya."
"I-Iblis..."
"Hee~ Apa kamu mengatakan sesuatu barusan?"
"T-Tidak, aku tidak mengatakan apa-apa."
"Yah, terserahlah. Beristirahatlah di tempat teduh sampai kamu bisa mengatur nafasmu. Aku akan meminjamkan pundakku padamu."
Setelah latihan, Umi segera mengubah suasana hatinya dari 'pelatih iblis' menjadi 'pacar'. Kami pergi ke belakang gedung klub, tempat di mana Nozomu mengaku pada Amami-san sebelumnya
"Aku akan membeli minum dulu, jangan berkeliaran sendiri, oke?"
"Santai saja... Aku tidak bisa bergerak bahkan jika aku ingin..."
"Muu, kenapa kamu begitu lemah~?"
Umi pergi sambil menyeringai mengejekku. Aku bersandar di bangku sambil menghembuskan napas dalam kelelahan.
Sudah lama sejak aku berolahraga sebanyak ini. Tapi tidak seperti terakhir kali, rasanya menyegarkan.
Aku mungkin bisa bertahan jika kami melakukan latihan ini setiap hari. Meskipun aku masih harus berurusan dengan otot-ototku yang sakit.
Latihan untuk hari itu akan segera berakhir. Suasana yang sebelumnya ramai di lapangan sekolah sudah mulai tenang.
Suasananya terasa agak santai dan aku tidak mempermasalahkannya. Suhu udara juga menjadi sedikit lebih dingin.
"Makasih sudah menunggu, Maki~ Ini."
"Ah, makasih ya, Umi."
Aku menerima botol air dari Umi dan menuangkan isi botol ke tenggorokanku.
Aroma unik dari teh jelai menggelitik hidungku dan cairan dingin yang masuk ke dalam tubuhku berhasil menyadarkanku.
"Phew, aku merasa hidup lagi..."
"Ahaha, kamu bereaksi berlebihan. Yah, itu bisa dimengerti sih...."
Setelah dia menyesap teh yang baru saja dituangkannya ke dalam cangkir di tangannya, Umi mendekatiku.
"Um, Umi? Aku berkeringat sekarang, kau tahu?"
"Terus?"
"Aku bau. Aku tidak ingin kau merasa jijik..."
"Tidak peduli~"
Seragam olahragaku. Aku lembab karena keringatku, tetapi Umi tidak keberatan dan menempel dekat padaku, mengendus leherku.
"...Mnm, kamu bau. Yah, itu hanya berarti kamu melakukan yang terbaik hari ini."
"Hanya karena kau bersamaku... Aku tidak berhasil sampai akhir."
"Jangan khawatir tentang hal itu, ini hanya hari pertama. Kamu akan segera terbiasa."
"Kira-kira begitu, ya? Oh baiklah, aku akan mencoba sedikit lebih keras lagi."
"Nah gitu dong, semangat~ Oh... Tentang hadiahmu..."
"A-Ah, benar..."
Dia kemungkinan besar sudah memiliki sesuatu dalam pikirannya untuk hadiahnya. Karena itu adalah Umi, itu harusnya menjadi sesuatu yang baik.
"Oh tunggu, kakimu sakit, bukan? Haruskah aku memijatnya?"
"Ya, begitulah. Tunggu, apa kau bisa melakukannya?"
"Hmm, aku pernah mencari tahu cara memijat. Tapi, aku belum pernah benar-benar melakukannya sebelumnya. Jadi, aku tidak tahu apakah itu akan efektif..."
"Yah, lebih baik daripada tidak sama sekali. Tolong, Umi."
"Fufu, serahkan saja padaku~"
Bahkan jika itu tidak efektif, karena Umi adalah orang yang melakukannya, aku masih akan disembuhkan dengan cara apapun. Aku tidak punya alasan untuk menolaknya.
Aku melepas sepatu dan kaus kakiku sesuai instruksinya dan meletakkan kakiku di bangku. Kemudian, Umi memijatnya dengan lembut dengan tangannya.
"Woah, kakimu lebih kencang dari biasanya, Maki. Semoga berhasil mengatasi rasa sakitnya besok."
"Aku harap besok tidak akan datang..."
"Aku tahu bagaimana perasaanmu. Aku persis sama denganmu beberapa waktu yang lalu... Bagaimana, Maki?"
"Aduh... Sakit, tapi pada saat yang sama, rasanya enak..."
"Senang kamu jujur. Baiklah, ini dia~"
Tangannya dengan kuat memijat kakiku. Dari telapak kakiku sampai ke pahaku.
Meskipun dia tidak berpengalaman, pijatannya terasa cukup nyaman bagiku. Aku tidak yakin apakah aku merasa lebih baik karena pijatannya atau karena dia menyentuhku.
"Yup, sudah selesai. Kamu hanya perlu mengompresnya nanti dan berdoa agar rasa sakit besok bisa tertahankan."
"Pada akhirnya, aku masih harus menyerahkan semuanya pada takdir..."
"Begitulah terkadang. Yah, setidaknya kamu mendapat pijatan secara gratis."
"Yah, kau benar."
"Mhm~"
Setelah berterima kasih padanya dan memakai sepatuku kembali, aku menggerakkan kakiku. Rasanya lebih ringan dari sebelumnya. Aku harus melakukan apa yang Umi perintahkan dan berharap untuk yang terbaik besok.
"Terima kasih Umi... Untuk latihan dan pijatannya... Aku merasa tidak enak. Aku sudah bergantung padamu sepanjang hari..."
"Ya, bersyukurlah. Kamu beruntung punya pacar yang imut dan perhatian sepertiku."
"Aku bahkan tidak bisa membantahnya..."
Dia tegas ketika dia perlu, tetapi pada saat yang sama, dia akan mengurus orang lain seperti ini ketika semuanya sudah berakhir. Dia tahu bagaimana menerapkan wortel dan tongkat dengan baik.
Rasanya seperti aku berguling-guling di telapak tangannya.
"Ngomong-ngomong, apa kau baik-baik saja? Aku bisa memijatmu juga kalau kau mau. Tapi, jangan mengharapkan apapun."
"Aku baik-baik saja kok. Aku jogging setiap pagi. Jadi, aku sudah terbiasa dengan ini. Makasih sudah bertanya... Tunggu, kamu bisa melakukan sesuatu yang lain untukku sebagai gantinya."
"Sesuatu yang lain? Yah, tentu saja kalau kau mengatakannya."
"Baiklah, kalau begitu..."
Dia membungkuk ke arahku dan membisikkan sesuatu padaku.
"Bisakah kamu melakukan hal yang biasa di sini?"
"Yang biasa? ...Tidak, itu..."
"Mhm~ Katakan padaku hal yang selalu kamu katakan padaku setiap malam. Aku ingin kamu membisikkannya padaku sambil memelukku erat-erat~"
Aku meneleponnya setiap malam sebelum aku tidur. Jadi, aku tahu apa yang sebenarnya dia ingin aku katakan. Aku hanya mengatakan kata-kata itu padanya kapanpun aku merasa seperti itu. Jadi, kurasa itu cukup alasan baginya untuk menuntutnya sebagai hadiah.
...Tapi tetap saja, melakukannya di sini?
"Nee, ayolah Maki~ Pijatanku terasa enak bukan? Kakimu terasa lebih baik, bukan? Ini akan menjadi tidak adil kalau kamu satu-satunya yang merasa baik, bukan?"
"Ugh... Aku tidak bisa mengatakan apapun untuk membantahnya."
Kami masih memiliki 10 menit tersisa sebelum pertemuan. Jadi, selama kita melakukannya dengan cepat, kita harusnya baik-baik saja ... Masalahnya adalah Umi berada dalam suasana hati 'anak manja' saat ini. Ini tidak akan berakhir dalam 10 menit jika aku melakukannya.
Tapi tetap saja, jika hal ini membuatnya bahagia ...
"K-Kalau kau sangat menginginkannya, tentu saja..."
"Yay! Sekarang aku tahu kelemahanmu yang lain. Aku harus membantumu sebelum menuntut sesuatu darimu, dengan begitu kamu akan melakukan apa pun yang aku minta. Aku akan mengingatnya."
"Udah. Cepat sini."
"Iya~"
Dia membenamkan wajahnya di dadaku dengan wajah bahagia.
Serius, kenapa dia begitu imut?
"Maki, bisakah kamu mendengar detak jantungku?"
"Ya, bisakah kau mendengar detak jantungku juga? Selalu seperti ini setiap kali aku bersamamu."
"Begitu~? Aku senang mendengarnya~"
Sementara orang lain berlatih keras, kami bermesraan di tempat seperti ini.
Aku merasa sedikit bersalah, tetapi itu tidak akan menghentikanku.
"Umi...
"I-Iya..."
Setelah aku meniup telinganya sedikit, aku menggerakkan bibirku lebih dekat ke sana dan-
"Oho, kalian berdua tampaknya bersenang-senang, hm? ~"
""!""
Ketika aku hendak membisikkan kata-kata itu, seseorang menyela kami. Berkat itu, kami berdua melompat terkejut. Kami masih bisa saling berpegangan satu sama lain, jadi kami tidak terjatuh.
""N-Nakamura-san...""
"Yoo, pasangan bodoh favoritku- maksudku, Asanagi-chan, Maehara-kun."
Kami mengalihkan pandangan kami ke arah pemilik suara, seorang gadis berkacamata yang mengenakan ban lengan putih di lengan kirinya. Ada tulisan 'anggota komite festival olahraga' di ban lengan itu.
Post a Comment