Seperti biasa, Yuuki menjadi orang pertama yang datang ke kelas meskipun tahun ajaran baru di mulai.
Kotori, yang datang bersamanya, pergi untuk melakukan berbagai persiapan dengan wali kelas barunya. Jadi, Yuuki duduk di kursinya sendiri dan mulai belajar seperti biasa.
Tak lama kemudian, pintu kelas terbuka.
"Ara, seperti biasa.. Kau sangat rajin sekali.."
Bahkan tanpa perlu melihat dari buku referensinya, dia dapat mengetahui pemilik suara ini, dengan sentuhan femininnya, adalah milik satu-satunya temannya, Ootani Shouko.
Ah, benar juga. Sejak liburan musim panas kemarin kami jarang bertemu. Jadi, sudah sekitar sebulan, ya.
Awalnya, mereka banyak berbicara di sekolah. Tapi, mereka tidak memiliki hubungan di mana mereka akan hang out sepulang sekolah kecuali mereka memiliki kebutuhan khusus.
Sejak awal liburan musim panas, mereka sangat sibuk dengan urusan masing-masing. Seperti Yuuki yang sibuk dengan studinya, pekerjaan paruh waktunya dan tidak lupa waktu yang dia habiskan dengan Kotori. Sebaliknya, Ootani sibuk dengan persiapan pameran penjualan yang diadakan di musim panas. Jadi, mereka hanya bertukar beberapa pesan tentang Kotori.
Yuuki mendongak, mengalihkan perhatiannya dari buku referensinya, mencoba membalas Ootani.
"Lama tidak bertemu, ya. Ootani-.."
Pada saat itu, "Hmm…?," sesuatu yang mengejutkan muncul di depan matanya.
"…Umm, siapa kau?"
"Huh, apa kau masih setengah tidur? Meski enggan, aku Ootani Shouko yang selalu duduk di belakangmu sejak kelas satu."
Memang, gerakan dan suara itu adalah milik Ootani…
Tapi, jika apa yang sebenarnya terjadi dijelaskan secara singkat, itu akan menjadi "Pelangsingan ekstrim Ootani."
Di depan Yuuki adalah seorang wanita yang sangat cantik.
Penampilannya sangat berbeda dibandingkan tahun lalu, wajahnya yang cantik, sorot matanya dan postur tubuhnya. Meskipun dibagian tertentu tidak ada yang berubah. Jika di gambarkan dalam satu kalimat "Dia benar-benar cantik". Mungkin ini yang terlintas di pikiran Yuuki.
Eh, apakah aku pernah bertemu dengannya? Tidak, tunggu. Jika dilihat baik-baik, dia mirip seperti seseorang yang kukenal. Ootani yang kukenal dia memakai kacamata, agak gendut berbeda dengan gadis ini. Tapi, suaranya itu-
Aargh, sungguh, siapa kau sebenarnya!?
Bisa dibilang dia seperti keberadaan kelas curang yang menggabungkan bagian terbaik dari sosok model bikini yang luar biasa dan seorang aktris dengan tipe kecantikan yang keren.
Sejak awal Yuuki selalu memikirkan bahwa dia mungkin akan menjadi gadis yang sangat cantik jika dia menurunkan berat badan. Tapi, ini memang tidak terduga.
Sementara Yuuki terkejut karena kejadian tak terduga di depanya, Ootani tersenyum tipis dan berkata, "Jadi, seperti yang kau lihat. Aku baru saja mencoba sedikit mengubah penampilanku. Bagaimana menututmu?" dan memberitahunya.
"Sedikit?"
Tidak, tidak, tidak.. Apanya yang sedikit? Ini malah lebih dari kata "sedikit" tahu!
"Jadi, bagaimana menurutmu?"
“Eh, yah, umm, kau benar-benar mengejutkanku.”
“Aku bisa tahu itu dengan melihat wajah bodohmu. Jadi, bagaimana?"
"…Apakah aku benar-benar harus mengatakan itu?"
"Jadi - bagaimana - menurutmu - pen-am-pilan-ku ini?"
Dengan sudut novel yang Ootani pegang di tangannya, di mana dua pria "terkunci dalam grapple," dia menyodok pipi Yuuki.
"Owowowow, y-yah.. bagaiamana aku harus mengatakannya? Ini sedikit memalukan.."
Ootani menatap Yuuki dengan tatapan dingin.
Oke, oke, aku minta maaf, aku akan mengatakannya.
"Ern, yah.. Kau terlihat cantik. Itu mengejutkanku." Yuuki dengan jujur memberitahunya dan Ootani mengangguk puas.
"Begitukah… Terima kasih," Ootani berterima kasih padanya dan kemudian pergi duduk di belakang Yuuki.
Dia kemudian melanjutkan untuk membuka buku yang dia pegang dan mulai membaca.
Penampilannya berubah drastis, tapi seperti itu sangat mirip Ootani. Aku merasa sedikit lega .
“…Tapi, aku benar-benar terkejut. Kenapa tiba-tiba?"
“Tidak ada yang istimewa… Ini hanya seperti perubahan suasana hati,” kata Ootani, tanpa mengalihkan pandangan dari bukunya.
“Begitukah?”
Btw, Fujii sebelumnya mengatakan bahwa gadis-gadis mengubah gaya rambut dan make-up mereka atau menusuk (menindik) telinga mereka dan menyebutnya perubahan suasana hati, bukan?
"Tapi, yah.. Sungguh, kau benar-benar terlihat cantik sekarang."
Dulu Yuuki pernah mengatakan sesuatu kepada Ootani, 'Hei, Ootani. Menurutku kau akan terlihat cantik kalau kau menurunkan berat badanmu, lho..' seperti itu.
Dan, sekarang-
"Ara? Sangat menyenangkan ketika dipuji begitu lugas."
"Lagipula aku tidak akan berbohong tentang hal semacam itu. Yah, kau bukan tandingan Kotori!!"
Bam!
"Guha!?"
Kilatan tanpa ampun dari buku BL yang diambil oleh Ootani mengenai wajah Yuuki.
"Tidak perlu membuat komentar yang tidak perlu, dasar idiot kelas galaksi."
◇
Istirahat makan siang.
Seperti biasa, Yuuki meletakkan kotak makan siangnya di atas mejanya.
Tentu saja, itu buatan Kotori.
"Oh, ya. Yuuki. Kotori-san pindah ke sekolah kita hari ini, kan?," tanya Ootani sambil memakan roti yang dia beli dari kantin sekolah.
"Hmm? Ya, emang kenapa?"
"Yah, karena ini Kotori-san yang sedang kita bicarakan. Kupikir kau akan datang ke kelasnya dengan wajah bodohmu itu dan nafas tidak teratur saat istirahat makan siang, itu saja."
"Oi, tunggu. Kau pikir aku ini siapa?"
"Orang bodoh?"
"Ugh.."
"Tapi, itu benar kan? Sama seperti ketika kau pulang dari pekerjaan paruh waktumu sambil berlarian membuat langkah melenting dan seringai di wajahmu dan berharap bahwa Kotori-san menunggumu di depan rumah."
“Eh, serius? Bagaimana kau tahu itu?"
Apakah dia pernah melihatku seperti itu? Pekerjaan paruh waktuku seharusnya berlawanan arah dengan rumah Ootani..
"....." (Ekspresi yang dibuat ketika melihat orang idiot yang benar-benar disesalkan)
"Oi, kenapa kau menatapku seperti diriku ini Fuuji?"
"…Aku hanya heran bahwa itu terlalu mudah ditebak. Yah, mari kita kesampingkan itu."
Ootani menghabiskan sandwich potongan daging babinya, "Mungkin aku hanya menjulurkan hidungku, tapi aku sedikit khawatir. Aku ingin tahu apakah dia bisa menanganinya dengan baik, gadis itu, "dan berkata sambil membuka kemasan roti kari, makan siangnya yang lain.
"Aah ...."
Dia segera mengerti apa yang ingin dikatakan Ootani.
Karena kejadian di masa lalu yang membuat Kotori sulit berbaur di sekolah lamanya. Meskipun dengan cepat berhenti karena ketakutan sekelilingnya akan keanehan itu, dia juga menjadi sasaran intimidasi.
"Kau benar. Bohong jika aku mengatakan aku tidak mengkhawatirkannya.."
Yuuki dapat mempelajari secara mendalam tentang Kotori melalui serangkaian insiden itu. Untuk alasan ini, "Tapi, aku merasa semuanya akan baik-baik saja, kau tahu,” dia menahan perasaan ini.
"Yah, mungkin sulit baginya. Tapi, Kotori adalah gadis yang tangguh dari siapapun. Sebaliknya, kalau aku pergi ke sana untuk mengajaknya keluar, dia akan kehilangan waktu untuk berbicara dengan teman-teman sekelasnya karena dia akan memberikan perhatiannya kepadaku, kan?" tambahnya.
Menatap mata Yuuki yang mengatakannya dengan sangat jelas, ekspresi Ootani sedikit rileks.
"Begitu, ya.... Kau sangat mempercayainya. Tapi, ingat ini baik-baik. Jika dia terlihat seperti sedang ada masalah, kau harus mendengarkan ceritanya."
"Ah, soal itu. Kau tidak perlu khawatir. Meski seperti ini, kami selalu bersama di rumah, oke. Aku langsung tahu saat Kotori mengkhawatirkan sesuatu!!"
"Ah ya tentu, kebahagiaan seperti itu, ya."
Ootani berbalik untuk melihat ke suatu tempat yang jauh dan mulai mengisi mulutnya dengan roti kari.
Yuuki sama sekali tidak tahu mengapa dia memasang wajah muak.
"Yah, itu sebabnya aku tidak khawatir tentang sisi itu, tapi …"
"Apakah ada hal lain yang kau khawatirkan?"
"Yah, kau taulah. Kotori itu, gadis imut, cantik dan baik hati nomor satu di dunia, kan?"
"Aku tidak tahu apa yang kau maksud dengan nomor satu di dunia. Tapi, yah.. memang dia imut."
"Nah, kan! Selain itu, sekolah kita tidak memiliki banyak gadis imut seperti dia, kan? Jadi, kau tahu. Aku hanya gelisah dan khawatir jika ada pria random yang mencoba menggoda atau mengganggunya. Oi, dengar nggak?"
"Aah.. Iya, ya. Roti kari hari ini juga enak."
.... Sialan.
Yuuki sangat diabaikan.
◇
Setelah kelas berakhir, Yuuki duduk di bangku di depan pintu masuk.
Dia mengeluarkan smartphonenya dan mengirim pesan.
'Kotori, apa pelajaranmu sudah selesai?'
Sebuah balasan dari Kotori segera datang.
'Ah, iya.. sebentar lagi.'
Itu adalah pesan sederhana. Tidak ada emoji atau sejenisnya.
Bagi Kotori yang sampai saat ini tidak memiliki smartphone, aplikasi perpesanan hanyalah cara untuk berkomunikasi.
'Oke.'
Karena Yuuki juga bukan tipe orang yang cerewet saat menggunakan layanan jejaring sosial, jawabannya sederhana.
Duduk di bangku di depan pintu masuk, dia membuka buku referensinya. Yang dia pegang berada dalam lingkup apa yang akan mereka lakukan di tahun ketiga mereka, tapi Yuuki sudah membacanya berkali-kali.
Urutan matematika, itu pasti cukup menyenangkan untuk dipecahkan.
Yuuki terus menyelesaikan masalah di kepalanya.
Secara sepintas, ketika dia menyebutkan hal ini kepada Ootani, “Aku jijik hanya dengan melihat ,” katanya. Matanya dipenuhi dengan kebencian seolah-olah orang tuanya di kehidupan sebelumnya telah dibunuh oleh simbol penjumlahan.
Saat dia membaca buku referensi sebentar, "…Yuuki-san,” Kotori berdiri di depannya.
"Ah, ya ..."
Meskipun Yuuki sudah melihatnya mengenakan seragam sekolahnya di pagi hari. Tapi, seragam sekolah Yuuki sangat cocok untuknya. Seragam sekolah sebelumnya berwarna hitam dengan kesan tenang dan elegan, yang juga sempurna untuk citra Kotori, tapi blazer biru tua ortodoks yang dia kenakan sekarang sangat bagus, memberinya perasaan damai.
Yuuki bangkit dari bangku, "Baiklah, ayo pulang," dan menyuruh Kotori.
"Iya.."
Yuuki memasukkan buku referensinya ke dalam tasnya dan berjalan keluar bersama Kotori.
"Jadi, bagaimana hari ini?" Yuuki bertanya dengan santai pada Kotori.
"Ern ..."
Setelah jeda singkat, "Iya, semua orang sangat baik," kata Kotori sambil tersenyum.
"Begitu, ya. Senang mendengarnya."
Kotori sedang mengutak-atik rambutnya sendiri.
Dengan kata lain, yah, kurasa ini dia.
"Nee, Kotori.. Pekerjaan paruh waktuku mulai agak terlambat hari ini dan karena kita sudah di luar, bagaimana kalau kita makan di luar sekarang? Ini traktiranku."
“Eh? Iya,” jawab Kotori dengan tatapan bertanya-tanya.
◇
Yuuki memang mengatakan dia akan mentraktirnya. Tapi, karena Yuuki, masih seorang pelajar (Siswa SMA) dia tidak memiliki kekuatan ekonomi untuk mentraktirnya makan malam Prancis kelas atas yang mewah dan sejenisnya. Sebaliknya, itu berubah menjadi kencan makan malam di restoran keluarga terdekat.
"Aku akan memesan makanan set mangkuk seafood ini. Bagaimana denganmu, Kotori?"
"Ummm, kalau begitu aku mau ini,” kata Kotori, menunjuk jari rampingnya ke satu set panekuk.
"Kau selalu memilikinya, bukan. Tapi, apa kau yakin? Itu untuk makan malam."
"Iya, aku ingin itu."
Pelayan mengambil pesanan mereka dan kembali ke konter.
"Suatu hari nanti, ketika aku berhasil menjadi seorang dokter dan sukses. Aku ingin tahu, apakah aku bisa membawamu ke suatu tempat yang sedikit lebih mewah di saat seperti ini, ya." gumam Yuuki.
"Eh? Tapi, aku baik-baik saja di tempat ini lho, Yuuki-san."
Kotori melambaikan tangannya ke samping seolah merasa menyesal.
Yah, bagaimanapun juga, dia gadis seperti itu . Sekarang jauh lebih baik dibandingkan ketika kami pertama kali bertemu, tetapi bagian dari dirinya yang tidak terlalu nyaman dengan orang lain melakukan sesuatu untuknya tidak berubah.
"Tapi .."
Sesaat Kotori melihat ke bawah seolah berpikir sedikit dan kemudian melihat ke atas.
"Karena kamu sudah menyebutkannya, aku akan menantikannya," katanya dan tersenyum.
Astaga, meskipun dia masih tertutup, dia bisa membiarkan dirinya dimanjakan oleh orang lain.
Meski begitu, itu hanya masih dengan Yuuki dan orang-orang yang dekat dengannya.
"…Jadi, Kotori. Apakah terjadi sesuatu?"
“Eh…”
Mendengar kata-kata Yuuki, mata Kotori terbuka lebar karena terkejut.
"Tidak apa-apa jika itu hanya imajinasiku. Tapi, kau terlihat seperti sedang mengkhawatirkan sesuatu."
"....."
Kotori membuang pandangannya sedikit. Tak lama, dia menghela napas dalam-dalam, "Jadi, kamu sudah menyadarinya ya, Yuuki-san." katanya.
"Ya, bagaimanapun juga, aku selalu memikirkanmu."
"B-begitukah.."
Wajah Kotori memerah.
.... Ketika dia terlihat sangat bahagia seperti itu, itu pasti membuat wajahku panas juga.
"Tapi, ini bukan masalah besar kok.."
Yuuki meletakkan tangannya di atas tangan Kotori.
“Aku sudah memberitahumu waktu itu, kan? Aku telah memutuskan untuk mengabaikan perasaan menyesal yang kau miliki."
"...."
Dan kemudian, menatap lurus ke mata Kotori, “Aku ingin membantumu atas kemauanku sendiri. Itu sebabnya, maukah kau membicarakannya denganku?,” kata Yuuki kepada Kotori.
"....."
Dia terdiam beberapa saat, tapi kemudian tangan Yuuki dibalut dengan sentuhan lembut.
Kotori menggenggam tangan Yuuki.
"Terima kasih banyak… Kalau begitu, maukah kamu mendengarkanku sebentar?"
"Ya, tentu saja."
"Ern, t-tapi.. Ini bukan masalah serius kok. Semua orang di kelas menyambutku dengan ramah juga."
Kemudian Kotori mulai berbicara tentang hari ini.
Pelajaran pertama, sepertinya tidak ada masalah khususnya ketika Kotori memperkenalkan dirinya di depan teman-teman sekelasnya.
Sebaliknya, semua orang di kelas tampak bersemangat tentang siswa pindahan (dia pikir kegembiraan itu karena Kotori adalah gadis yang sangat cantik. Jadi, dia memutuskan untuk menanyakannya secara mendetail nanti).
Sepertinya banyak dari mereka yang dengan baik hati mengajari Kotori, yang tidak tahu tentang pelajaran hari itu dan ada juga banyak dari mereka yang akan memulai percakapan dengan Kotori tentang berbagai hal kapan pun ada waktu. Mungkin sama di masa lalu, tetapi Kotori saat ini ramah, sopan dalam tanggapannya dan pendengar yang baik. Sepertinya dia dengan cepat diterima oleh teman-teman sekelasnya.
Namun ...
Masalah muncul dalam pelajaran pagi terakhir.
Itu adalah saat pelajaran keempat, PE. mengganti pakaian olahraga itu sudah pasti. Tapi-..
"Aah, aku mengerti sekarang."
Yuuki mengetahuinya setelah mendengarkan sejauh itu.
"Kurasa begitu. Sulit untuk berganti pakaian tanpa menunjukkan bekas lukamu, bukan."
"Iya.."
Apa yang dipikirkan gadis-gadis di kelasnya ketika mereka melihat tubuhnya?
Kalau kau berada di sekolah menengah, terutama kalau kau adalah seorang gadis yang masuk klub atletik, kau mungkin akan melihat setidaknya satu cedera serius dan bekas luka yang menyertainya.
Namun, bekas luka yang diterima Kotori berbeda dari itu.
Bekas luka memar terukir jelas di seluruh tubuhnya. Meskipun, tidak ada bekas baru yang menimpanya. Tapi, bekas luka yang telah ditimbulkan di atas proses penyembuhan berulang-ulang selama bertahun-tahun sejak dia masih kecil bukanlah sesuatu yang akan hilang dalam sebulan atau lebih. Bahkan mungkin ada beberapa yang akan bertahan seumur hidup.
Itu adalah bekas kekerasan nyata yang tidak akan pernah ditemui oleh gadis-gadis di kelasnya, yang telah menjalani kehidupan normal, pada awalnya.
Dan tidak mengherankan, jika masalah itu menjadi perhatian orang-orang yang berganti pakaian di tempat lain.
Dalam sekejap mata, murid pindahan yang baik dan cantik itu telah berubah menjadi "keberadaan yang aneh."
Untungnya, sepertinya dia tidak diabaikan atau diberitahu sesuatu yang tidak dipikirkan, namun…
"Yah, pasti. Hal-hal akan menjadi sedikit rumit, bukan."
"Iya. Semuanya, tampaknya tidak dapat menemukan cara untuk berbicara denganku... Kalau bisa, aku ingin bergaul dengan semua orang di kelas. Tapi, aku khawatir aku akan menempatkan mereka di tempat jika aku berbicara secara paksa dengannya. mereka…," kata Kotori sambil melihat ke bawah.
Astaga, padahal kau sendiri dalam kesulitan. Tapi, kau masih mengkhawatirkan orang lain. Pacarku ini benar-benar baik hati, bukan?
Bahkan mengatakan sesuatu seperti 'Jangan khawatir tentang itu, percaya diri saja dan semua orang akan melupakannya,' mungkin tidak ada gunanya. Dia akan khawatir tentang hal-hal yang pada akhirnya akan mengganggu orang lain dan bisa memikirkan orang lain seperti itu dengan sendirinya adalah salah satu hal baik tentang Kotori.
Jadi, dengan suara selembut mungkin, "Dengar, Kotori… Kau tidak harus punya banyak teman. Tapi, carilah teman yang benar-benar bisa mengerti dirimu dengan baik." kata Yuuki.
"Kau adalah tipe orang yang pada akhirnya akan berpikir bahwa kau mengganggu mereka. Tapi, kalau kau bisa mengumpulkan keberanian dan berbicara dengan mereka, beberapa orang mungkin akan senang, kau tahu." tambahnya.
"Aku ingin tahu apakah aku bisa melakukannya ..."
"Ya, tentu saja kau bisa. Terlebih lagi kalau itu gadis imut sepertimu, Kotori. Ah, tapi, kalau bisa, temanmu itu… Tidak, bukan apa-apa."
Mendengar kata-kata Yuuki, Kotori memiringkan kepalanya.
"Temanku... Ada apa dengan mereka?"
"Uuh, ern.. itu... Aku tidak akan melarang mereka berbicara denganmu. Tapi, yah.. Aku khawatir jika mereka mulai mencapuri urusanmu-.. Tidak, lupakan saja."
"Fufufu.."
Kotori tertawa terbahak-bahak.
"Jadi kamu cemburu, ya."
“…Tidak, sungguh, tolong lupakan saja."
"Yuuki-san, kamu sangat lucu."
Kotori berseri-seri sambil tersenyum.
"Ugh.."
Ini sangat memalukan… Tapi, perasaan jari-jari ramping Kotori yang membelai rambutku menyenangkan jadi aku tidak ingin melepaskannya, Yuuki dengan perasaannya yang rumit.
◇
Hari berikutnya.
Bel berbunyi ke seluruh penjuru sekolah. Itu adalah sinyal untuk memulai istirahat makan siang.
Di kelas tahun pertama, Shimizu Kotori sedang duduk sendirian di kursinya sambil mengamati sekeliling.
Pada saat yang sama guru menyelesaikan pelajaran, teman-teman sekelasnya pergi untuk melakukan hal-hal mereka sendiri, bergegas ke kantin sekolah atau pergi ke tempat duduk teman-teman mereka.
Semua orang tampak bersenang-senang.
Itu adalah pemandangan sekolah yang khas.
Untuk alasan ini, dia tidak tahu apakah orang seperti dirinya harus bergaul dengan mereka dan seterusnya adalah apa yang akhirnya dia pikirkan.
Setidaknya, dia tahu bahwa dia tidak tumbuh dengan cara yang normal. Lagipula, Kotori tidak membenci Ayahnya karena menjadi penyebabnya. Jika ada, perasaan kasihan dan bersalah lebih besar daripada kebencian sejak awal karena dia adalah penyebab mengapa ayahnya menjadi seperti itu.
Namun, dia merasa sedikit menyakitkan untuk benar-benar sendirian seperti ini, tanpa siapa pun untuk diajak bicara. Itu adalah sesuatu yang alami di sekolahnya sebelumnya. Tapi, sejak dia bertemu dengan Yuuki, dia telah belajar tentang perasaan kesepian karena sendirian.
Unm.. Bukankah gadis itu-
Pada saat itu, Kotori melihat seorang siswi yang, seperti dirinya, sedang membuka kotak makan siangnya sendiri di kursinya.
Ern, kalau aku tidak salah. Namanya Yoshida-san, kan?
Dia adalah seorang gadis yang memberikan kesan berkilau.
Dia memiliki sosok ramping seperti model dan rambut pirang yang terurai. Dia memiliki fitur wajah yang keren. Bulu matanya dihias dengan indah dengan maskara dan kukunya, yang mungkin dicat tipis dengan cat kuku merah, menghiasi tangan indah itu dengan glamor. Di sekolah dengan banyak gadis yang tampak sopan, dia adalah gadis yang mencolok yang memperhatikan make-up dan ornamennya.
Meski begitu, dia bukan gadis yang memberi kesan mencolok atau buruk. Singkatnya, dia adalah seorang gadis yang memberikan kesan halus dan modis di sekujur tubuhnya.
Menurut desas-desus, rupanya dia menjadi model untuk beberapa majalah atau sesuatu. Begitu, gadis ini pasti akan menarik perhatian, pikir Kotori.
Tapi sekarang, situasi tak terduga terjadi pada Yoshida.
Kaus kaki, dia mungkin membuat kesalahan, bukan ...?
Yang kanan adalah kaus kaki hitam sederhana, sedangkan yang kiri adalah kaus kaki berbulu putih yang lucu.
Tidak, itu mungkin fashion seperti itu, tapi tempat lain memberikan kesan yang sangat halus bahkan untuk Kotori yang tidak tahu banyak tentang fashion, namun hanya bagian itu yang benar-benar tidak pada tempatnya.
Kotori melihat sekeliling dan sepertinya ada juga siswi lain yang memperhatikan dan mengirim pandangan ke arah kaki Yoshida.
Tapi, untuk beberapa alasan, tidak ada yang memberitahu Yoshida tentang hal itu.
.... Bukankah lebih baik memberitahunya?
Kotori meninggalkan tempat duduknya dan pergi ke arah Yoshida.
“…Umm, Yoshida-san”
"Hmm? Kamu murid pindahan, kan? Apakah kamu membutuhkan sesuatu?"
Suaranya memberi kesan singkat.
Ayang harus kulakukan kalau aku membuat kesalahan? Pikiran seperti itu terlintas di benaknya, tetapi yang lebih penting, seseorang yang menempatkan penampilan mereka dengan sempurna seperti dia mungkin akan benci untuk terus menunjukkan kesalahannya tanpa menyadarinya.
Sehingga sekitarnya tidak bisa mendengarnya,
"Umm, kaus kaki…," agar siswa/i lain tidak bisa mendengarnya, Kotori berbicara dengan suara kecil.
"Kaus kaki…? Ah, sial, yang benar saja!?"
Rupanya, dia benar-benar melakukan kesalahan. Sebenarnya, suara terkejutnya lebih tinggi dari yang diharapkan, yang lucu.
Yoshida meletakkan tangannya di dahinya, "Aah, kenapa aku tidak menyadarinya sih!?"
"Umm, kalau kamu mau, kamu bisa pakai punyaku."
Kotori mengeluarkan sepasang kaus kaki cadangan yang dia simpan di lokernya jika hujan turun.
"…Eh, serius nih!? Terima kasih!," Yoshida berterima kasih padanya dan menunjukkan senyum lebar.
... Bagaimana aku harus mengatakannya, dia seseorang yang lebih ceria dari yang kukira.
"Uuh, kamu benar-benar menyelamatkanku. Kau tahu, aku juga tidak punya siapa pun untuk diajak bicara banyak di kelas."
"Apakah begitu?"
Sekarang dia menyebutkannya, aku belum pernah melihat Yoshida-san berbicara dengan seseorang yang sepertinya dekat dengannya .
Memang benar bahwa dia tampak sulit didekati karena suasananya yang seperti orang dewasa dan penampilannya yang terlalu sempurna. Bahkan bagi Kotori, meskipun samar-samar, dia memiliki kesan bahwa dia seperti bunga tunggal yang mekar di puncak yang tinggi.
Ah, kalau begitu....
Aku ingin tahu apakah dia mau makan bersama denganku?
Atau mungkin, ini hanya firasatku saja? Mungkin dia suka menyendiri .
Tapi ....
Kotori mengingat kata-kata Yuuki.
'Dengar, Kotori… Kau tidak harus punya banyak teman. Tapi, carilah teman yang benar-benar bisa mengerti dirimu dengan baik.'
'Kau adalah tipe orang yang pada akhirnya akan berpikir bahwa kau mengganggu mereka. Tapi, kalau kau bisa mengumpulkan keberanian dan berbicara dengan mereka, beberapa orang mungkin akan senang, kau tahu.'
..... Benar sekali.
Ayo kumpulkan keberanianku. Mungkin, aku bisa berteman dengannya ...
“Umm… Yoshida-san."
"Ada apa, murid pindahan?"
"Emm, salah…"
Kotori sedikit gelisah, tapi akhirnya, menggenggam tangannya sendiri dengan erat, "Maukah kamu… makan bersamaku?," dia bertanya pada Yoshida.
Kotori dengan gugup menatap wajah Yoshida.
.... Yuuki-san, sepertinya aku gagal.
Yoshida memiliki ekspresi kosong di wajah imutnya dan menatap Kotori dalam diam.
Apa dia marah? Apa dia memikirkan alasan untuk menolak?
"…Umm, maafkan aku. Lupak-."
"…Katakan lagi."
"Iya?"
"Katakan sekali lagi," kata Yoshida dengan nada yang diperkuat.
Itu dikemas cukup pukulan ketika diberitahu begitu dengan wajahnya yang cantik dan keren.
“Eh, oke. Umm, kalau kamu tidak keberatan, maukah kamu makan siang bersamaku?”
"Hiks ...."
"!?"
Untuk beberapa alasan, Yoshida tiba-tiba mulai menangis.
"Uuuh, aku.. akhirnya… Uuuu."
“U-umm, maafkan aku. Apa aku melakukan sesuatu yang kasar?"
"Tidak, bukan itu.. hiks ...."
Orang-orang mengatakan bahwa Yoshida mengulang satu tahun karena beberapa keadaan. Dan sepertinya semua orang menjauhkan diri darinya, karena dia lebih tua dan berpakaian lebih gaya dibandingkan yang lain. Di sisi lain, dia ingin bergaul dengan semua orang sebagai teman sekelas secara normal, tetapi sebelum dia menyadarinya, dia tampaknya telah diperlakukan sebagai "Senior di kelas."
Seiring waktu, tampaknya desas-desus aneh seperti kantor tempat Yoshida berada terhubung dengan sindikat kejahatan dan bahwa petinggi berhubungan baik dengan Yoshida mulai menyebar dan akhirnya sampai pada titik di mana dia bisa tidak berbicara dengan siapa pun lagi.
“…Di tahun pertama juga, aku sibuk dengan pekerjaan. Jadi, aku tidak punya teman… Dan ketika aku memikirkan itu, akhirnya aku juga bisa makan siang dengan teman sekelas saat istirahat makan siang… UEEEEEEHH”
“A-ahahaha…”
Meskipun Kotori senang bahwa dia lebih bahagia dari yang dia duga, Kotori membuat wajah canggung karena dia terlalu bahagia.
◇
"Duh, Kotori-ku, aku ingin tahu apakah dia baik-baik saja hari ini," gumam Yuuki dalam perjalanan pulang dari pekerjaan paruh waktunya di malam hari.
Hari ini, Yuuki memutuskan untuk pergi ke pekerjaan paruh waktu lebih awal setelah pelajaran berakhir dan tidak pulang bersama Kotori.
Dia tentu sangat ingin pulang bersama setiap hari. Tapi, Yuuki merasa tidak akan terlalu baik jika dia kehilangan kesempatan untuk memperdalam persahabatannya dengan teman-teman barunya sepulang sekolah dengan pulang bersama Yuuki.
Mungkin saja Kotori merasa sedih, tapi dia sengaja mengeraskan hatinya.
Sampai dia bertemu Yuuki, Kotori terikat oleh perasaan bersalah terhadap orang tuanya dan tidak bisa melakukan hal-hal yang dianggap biasa oleh orang lain. Itulah kenapa Yuuki berharap dia lebih memperluas dunianya demi dirinya sendiri.
Dengan pemikiran itu, Yuuki sengaja melakukan sesuatu yang mirip dengan mendorongnya menjauh. Tapi, jika ditekan untuk mengatakan apakah dia mengkhawatirkan Kotori atau tidak…
AKU BENAR-BENAR MENGKHAWATIRKANNYA!!
Terus terang, bahkan selama pekerjaan paruh waktunya, dia tenggelam dalam pikiran, memikirkan Kotori.
Yuuki tahu lebih baik daripada siapa pun bahwa Kotori adalah seorang gadis dengan hati yang kuat dan dia memiliki keyakinan pada bagian itu, tapi tetap saja, sesuatu yang perlu dikhawatirkan akan membuatnya khawatir.
Pertama-tama, Yuuki sendiri sebenarnya ingin melihat Kotori saat istirahat makan siang, makan siang bersamanya dan pulang bersama setiap hari karena mereka sudah bersekolah di sekolah yang sama.
Aah, kau harus menanggung ini. Yuuki Yuusuke .....
Tidak ada gunanya jika dia menjadi orang yang mengikat Kotori menggantikan orang tuanya. Paling tidak, dia tidak ingin mencuri waktu yang dibutuhkan Kotori untuk beradaptasi dengan kelasnya.
.... Yah, mari kita hibur dia dengan sekuat tenaga kalau dia mengalami depresi. Dan pada saat yang sama, Yuuki tiba di depan apartemennya.
Seperti biasa, dia berjalan menaiki tangga dan membuka pintu kamarnya.
“Aku pulang, Kotori.”
Biasanya, Yuuki akan mengatakan "Aku pulang" setelah Kotori mengucapkan "Selamat datang kembali" kepadanya, tapi dia sangat merindukannya sehingga dia memanggil namanya terlebih dahulu.
Mungkin mendengar suara Yuuki, Kotori muncul di ambang pintu dengan sedikit terburu-buru.
“Selamat datang kembali, Yuuki-san.”
"....."
Kotori tersenyum.
Selain itu, itu bukan senyum yang sedikit dipaksakan seperti waktu itu. Itu adalah senyum berseri-seri yang benar-benar datang dari hati.
Yuuki yakin ketika melihatnya.
.... Begitu, kau berhasil, ya. Kotori.
“Kotori, teman sekelasmu, apakah dia gadis yang baik?”
Untuk sesaat, Kotori memiringkan kepalanya memikirkan arti dari kata-kata Yuuki.
Namun, dia segera memahaminya dan menganggukkan kepalanya dengan gembira.
"Iya. Dia gadis yang keren dan imut, kau tahu," kata Kotori dengan suara yang tidak biasa dan bersemangat.
"Begitukah .."
Dia terlihat sangat cantik jika dia bahagia sehingga Yuuki tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Kotori.
Manis dan lembut. Tapi, dia bisa merasakan kehangatan panas tubuhnya di pelukannya.
Mungkin terkejut dengan hal yang tiba-tiba, Kotori secara refleks menjadi tegang.
“…Kya, ada apa tiba-tiba? Yuuki-san.”
"Kau melakukannya dengan baik, ya. Kotori…"
"....."
Kotori perlahan mengendurkan tubuhnya dan membenamkan wajahnya di dada Yuuki.
"Iya… aku, mencoba mengumpulkan keberanianku."
"…Ya. Itu pacarku."
"Berkat pacarku yang selalu memikirkanku…"
Yuuki mengelus kepala Kotori. Seperti biasa, rasanya nyaman saat disentuh.
Waktu tenang berlalu di antara mereka. Yang bisa mereka dengar hanyalah suara mobil yang lewat di jalan di luar.
Seperti itu untuk sementara, mereka berdua menikmati panas tubuh masing-masing.
Saat itulah, “…Pintunya, masih terbuka lho."
""Eh?""
Tiba-tiba sebuah suara terdengar dari belakang Yuuki.
Dia melihat ke belakang dan melihat seorang gadis berambut pirang, bermata biru sekitar usia sekolah dasar berdiri di depan pintu yang terbuka dan menatap mereka.
Dia adalah seorang gadis yang tinggal di apartemen sebelah yang Yuuki lihat saat pulang dari pekerjaan paruh waktunya tempo hari.
“Ah, ern .."
"…Berbahaya membiarkannya terbuka lebar… Kau tahu?," kata gadis itu pada Yuuki, yang bingung harus berkata apa.
"I-Iya. Terima kasih banyak,” kata Kotori, lalu gadis itu menganggukkan kepalanya dan menutup pintu.
Bersamaan dengan suara "pang", keheningan terjadi di pintu masuk sekali lagi.
""......""
Setelah itu, Yuuki perlahan melepaskan tanganya dari Kotori.
"Uuu.. D-Dia melihat kita b-berpelukan, kan?"
"B-benar …"
Mengatakan hal itu, mereka memalingkan muka karena malu.
Mungkin ini adalah hal paling memalukan yang pernah kualami, pikir Yuuki dalam hati.
|| Previous || Next Chapter ||
26 comments