-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

My Wife in The Web Game is a Popular Idol [WN] Chapter 65

【Chapter 65】


Miko Papa tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya pada pernyataan Rinka tentang menjadi seorang istri.

Tapi, itu hanya berlangsung beberapa detik.

Dalam waktu singkat, dia kembali ke ekspresi berkepala dinginnya.

"Ayah, Kazuto-kun adalah suamiku. Apa kamu mengerti itu?"

"......"

Rinka memberitahunya seolah mengingatkannya untuk beberapa alasan.

Dan Mikio Papa, dia tetap diam.

Sementara itu, aku duduk tegak di kursi, benar-benar tidak bergerak.

Aku sama sekali tidak bisa memprediksi reaksi Mikio Papa.

Apakah dia akan marah? Bingung atau stress?

Tidak ada satupun dari reaksi itu.

"Kazuto-kun. Aku mengerti dengan jelas situasi yang kau hadapi."

Sebaliknya, dia menerima pernyataan Rinka dengan tenang.

Mikio Papa memahami situasi dari pernyataan Rinka sebagai seorang istri dan menerimanya dengan tenang.

Sungguh ketenangan yang cocok untuk seorang pria yang menjadi tulang punggung sebuah keluarga.

Sebaliknya, aku seperti, "Eh, apakah itu jawaban yang benar?" Aku sangat bingung.

"Ayah, aku ingin kamu menyetujui hubunganku dengan Kazuto-kun."

"Kalau Papa menolak... apa yang akan kamu lakukan?"

Nada bicara Rinka agak menguji, tetapi dia membuatnya jelas.

"Kami akan kawin lari."

----Apa?

"Oh, kamu ingin membuang keluargamu dan karir Idolmu 'ya?"

".....Meski ini agak disesali.. Tapi, tidak ada cara lain.."

H-Hei, hei. Apa yang kau bicarakan, Rinka-san!? Kau tidak bisa mengatakan itu di depan orang tuamu, kau tahu...

Seperti yang diharapkan, Mikio Papa pasti akan marah.

"Seperti yang aku pikirkan, kamu akan mengatakan hal semacam ini.."

Kau sudah menduganya, ya!!

Sebaliknya, reaksinya seolah-olah dia mengharapkannya!

"T-Tunggu, Mikio Papa! Apa kau benar-benar yakin? Ini kawin lari, tahu!"

"Hmmm, kau langsung memanggilku Papa. Kalau bisa, aku lebih suka dipanggil Ayah mertua."

"Maaf, Ayah Mertua! Tidak, putrimu sendiri mengatakan dia akan kawin lari. Apa kau tidak punya... sesuatu lagi untuk dikatakan kepadaku?"

"Tidak ada."

"Kau mengatakannya secara blak-blakan, huh."

"Dengar, Kazuto-kun. Apa menurutmu kata-kataku akan sampai ke Rinka?"

"......"

Aku rasa tidak...

Atau lebih tepatnya, Rinka pasti akan pergi bersamaku tanpa memperdulikan sekitarnya, sesuai keinginannya.

Dia melaju dengan kecepatan penuh, lurus seperti anak panah, menghancurkan semua rintangan yang menghalangi jalannya.

"Kalau aku menyangkal hubungan kalian, itu akan menjadi bumerang bagiku. Maka lebih baik untuk mengakuinya terlebih dahulu untuk masa depan."

"......Ya, kau benar."

Mikio Papa melipat tangannya dan menoleh untuk melihat ke depan.
Mau tak mau aku mengangguk berat.

"Makasih, Ayah. Karena sudah mengakui hubungan kami."

Mengatakan itu, Rinka duduk di sampingku. Kemudian dia meringkuk padaku seperti seorang istri.

"Ngomong-ngomong, seberapa jauh hubungan kalian berdua?"

"Jangan menanyakan pertanyaan aneh semcam itu, Ayah."

"Maaf, tapi aku penasaran."

"Kupikir itu sampai pada titik di mana kita berpegangan tangan."

"......Kazuto-kun?"

Kau bercanda, kan? Dia menatapku dengan penuh tanya dan aku menganggukkan kepalaku untuk memastikan bahwa yang Rinka katakan itu benar.

"Bukankah itu sedikit terlalu platonis?"

"Kami akan memperdalam hubungan kami dengan langkah kami sendiri."

"......Begitu, aku bisa mengerti kenapa Kasumi begitu terburu-buru."

Mikio Papa mengangguk berat dan menghela napas dalam-dalam.

Kurasa kemajuan kami lambat di tingkat kura-kura dibandingkan dengan pasangan lain.

"Yah, selama kalian memiliki hubungan yang sehat. Aku tidak punya masalah dengan itu. Mulai sekarang, tolong jaga Rinka, Kazuto-kun."

"Y-Ya, tentu saja. Terima kasih banyak, Ayah mertua."

Aku membungkuk dalam-dalam.

Mulai sekarang, hubungan kami sudah direstui oleh Mikio Papa.

"Baiklah, itu saja. Nikmati sisa hari ini dengan benar, anak muda."

Mengatakan itu, Mikio Papa bangkit dari sofa.. menatap kami sebentar dan berjalan keluar dari ruang tamu.

Aku merasa ada yang mengganjal di tenggorokanku, mungkin karena aku terbebas dari tekanan Ayahnya.

"Kazuto-kun, apa kamu baik-baik saja?"

"Y-Ya."

"Ayahku, dia selalu mengerutkan kening. Kamu pasti kesulitan memahami emosinya."

Aku tidak mengatakannya dengan keras. Tapi, kupikir dia terlihat seperti Rinka.

Tidak, mungkin Rinka yang terlihat seperti Ayahnya...

"Yah, bagaimanapun, masalah dengan Ayahku sudah selesai.. Lalu, err.. Kazuto-kun.."

"Hm? Ada apa, Rinka?"

"Kita masih punya waktu sebelum aku pergi. Jadi..."

"Ya?"

Benar juga, Rinka akan keluar sekitar tengah hari (siang hari) dan sekarang sudah pagi.

Itu sebabnya, kita masih memiliki waktu untuk kita habiskan bersama.

"Semalam.... kamu tertidur, kan?"

Pipi Rinka sedikit diwarnai merah muda saat dia menanyakan ini.

"......Rinka?"

"Apa kamu ingin ...... melanjutkannya?"

".....!"

I-itu artinya......?

Mendengar kata-kata itu keluar dari mulut Rinka, membuatku membayangkan yang aneh-aneh dan aku menelan ludahku.

"Tadi malam, saat aku melihat wajah Kazuto-kun yang tertidur, aku tidak bisa menahannya......"

"T-Tidak bisa menahannya?"

"Jadi, aku menjilatnya."

"Ap--! Di mana? Di mana kau melakukannya?"

"M-Muu, jangan membuatku mengatakan itu..."

Rinka memalingkan wajahnya yang memerah.

Ah, imut sekali.. tidak, tunggu sebentar.

Bergantung pada bagian tubuh mana yang dia jilat, itu bisa mengubah perasaanku terhadapnya.

"Err, Rinka.. Bisakah kau memberitahuku bagian mana dariku yang kau jilat?"

"......Lebih penting dari itu, Kazuto-kun......"

"Tung--- Rinka?"

Dia meraih kedua bahuku dan mendorongku ke sofa.

Aku menatap wajah Rinka.

Wajahnya basah dengan keinginan dan matanya berkaca-kaca dengan cahaya penuh nafsu.

Dia seperti binatang buas yang menghadapi mangsanya.

"Aku tidak bisa... menahannya lebih lama lagi."

"......"

Serius? Dia benar-benar serius tentang ini...

Rinka terengah-engah saat dia mendorongku ke bawah dan tangan yang memegang kedua bahuku juga dipenuhi dengan kekuatan.

"Kazuto-kun......"

Rinka perlahan mendekatkan wajahnya ke wajahku, mencoba menempelkan bibirnya di bibirku.

Aku tidak bisa menahan dan hanya bisa menatap bibir di depanku.

Ah, ini dia, ciuman pertamaku......!

"Maaf, aku melupakan sesuatu. Jadi, aku ingin mengambilnya---"

Tepat pada saat itu, aku mendengar suara Mikio Papa. Dia kembali ke sini ke ruang tamu.

Dia hanya berdiri di sana, menatap kami saat kami akan melakukan ciuman.

"Ermm, Ayah mertua. Ini tidak seperti yang kau pikirkan."

"A-Aah, kurasa aku meninggalkannya di ruangan lain. Maaf." [TN: Nooo! Mikio Papa! Ngapain Anda pake acara ketinggalan barang sih wkwk]

Tanpa melakukan kontak mata denganku, Mikio Papa meninggalkan ruang tamu.

Wajahnya tidak menunjukkan tanda-tanda syok, tetapi otaknya pasti dalam keadaan kebingungan.

Arghh, aku tidak pernah berpikir kita akan dipergoki Mikio Papa...!

"Sepertinya kita harus menundanya dulu.."

"Kurasa begitu."

Seperti yang diharapkan, Rinka sadar.

Dia terlihat sedikit canggung.

Baiklah. Kupikir itu reaksi yang tepat.

Setelah Mikio Papa meninggalkan rumah, kami menghabiskan sisa hari dengan bermain gim online sampai sekitar tengah hari.

Pada akhirnya, gim onlinelah yang menghibur kami.

Kami akan menjadi beberapa pemain cepat atau lambat.

"Nee, Kazuto-kun. Apa aku harus berangkat untuk latihan hari ini? Aku ingin terus bermain dengan Kazuto-kun."

"Tidak, kau tidak bisa bolos latihan, oke.."

Tidak peduli apa yang terjadi, kita akan berakhir bermain gim online.......

Untuk saat ini, beginilah hubunganku dengan Rinka.

"Pertunjukan kembang api, ya?"

Aku tidak bisa melupakan ekspresi kesepian di wajah Rinka tadi malam.

Sebelum liburan musim panas, Tachibana mengatakan bahwa pertunjukan kembang api adalah acara yang sering di tunggu para gadis.

Aku ingin tahu apakah kita, entah bagaimana bisa pergi ke pertunjukan kembang api yang sebenarnya daripada yang pertunjukan kembang api yang ada di gim Black Plains.

Memikirkan hal ini, aku melihat ke arah Rin yang sedang memancing di sebelah Kazu.




|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close