Setelah istirahat yang memuaskan dan omelan tegas dari Sora-san, kami berangkat dari rest area.
Seperti yang direncanakan, Riku-san mengambil alih kemudi untuk paruh kedua perjalanan.
Dia mengatakan bahwa sudah lama sejak terakhir kali dia mengemudikan mobil, tetapi tubuhnya sepertinya ingat bagaimana menangani kemudi karena dia biasa mengemudi setiap hari ketika dia masih bekerja.
Itu berarti kami akan aman selama sisa perjalanan kami... Tidak, aku tidak menyiratkan bahwa aku takut dengan cara menyetir Sora-san yang kasar, tidak sama sekali.
"Terima kasih, Riku. Aku masih tidak percaya kalau kamu menawarkan diri untuk ikut."
"Yah, sudah lama sejak aku pergi ke rumah nenek. Setelah kita pindah ke rumah kita yang sekarang, aku hanya pulang beberapa kali, aku hanya berpikir akan menyenangkan untuk mengunjunginya sekali-kali. Selain itu, tidak mungkin aku akan membiarkanmu pergi sendirian, Bu. Benar, Umi?"
"Apa? Kenapa kamu menyeretku ke dalam hal ini?"
"Hmm~ Apa maksudmu dengan itu, Riku? Umi, apa yang dia bicarakan, aku ingin tahu?"
Mengesampingkan tatapan menakutkan Sora-san, ada sesuatu yang menarik perhatianku dalam percakapan mereka.
"Um, Riku-san, kau bilang kau 'pindah ke rumahmu yang sekarang', apa kau tinggal di rumah Mizore-san sebelum ini?"
"Hm? Ya. Orang tua kami menikah ketika mereka masih muda dan tentu saja mereka mengalami masalah keuangan. Itulah mengapa keluarga kami tinggal di rumah nenek untuk sementara waktu. Kami mulai tinggal di rumah kami saat ini sekitar waktu ketika Umi lahir."
Sejauh yang kutahu, Daichi-san dan Sora-san menikah ketika Sora-san hamil, itu berarti Riku-san tinggal di sana sampai dia berusia sekitar sepuluh tahun.
Jika itu yang terjadi, rumah itu seharusnya dipenuhi dengan kenangan masa kecil. Jadi, tidak aneh baginya untuk ikut.
Tapi untuk beberapa alasan, dia terlihat kurang antusias dari biasanya.
"Kita akan segera meninggalkan jalan raya. Hei, pasangan idiot dibelakang. Apa kalian ingin membeli sesuatu? Tidak ada toserba di dekat rumah nenek. Jadi kalau kalian membutuhkan sesuatu, kita bisa mampir dulu."
"Ah, kalau begitu, bisakah kita mampir sebentar? Saat aku melihat koper Maki, sepertinya dia lupa membawa sisirnya."
"Eh?"
"Aku melihat barang bawaanmu sebelum kita meninggalkan rest area. Kamu tidak membawanya, kan?"
"Um... Ya, sepertinya begitu..."
Sekarang setelah aku memikirkannya, aku tidak ingat memasukkannya. Penginapan tempat kami akan menginap seharusnya memiliki satu, tetapi ada kemungkinan mereka tidak memilikinya dan bahkan jika mereka memilikinya, ada kemungkinan benda itu tidak nyaman untuk digunakan. Jadi, aku mungkin juga membeli yang baru.
"Baiklah, kita akan berhenti di toko berikutnya yang kita temukan. Aku ingin membeli sesuatu juga."
"Minum secukupnya, oke?"
"Aku tahu. Aku tidak akan membeli sesuatu yang lebih kuat dari 9%."
"Aku berbicara tentang kuantitas."
Maka kami memutuskan untuk pergi berbelanja bersama. Setelah keluar dari jalan raya, kami memarkir mobil kami di tempat parkir terdekat dan pergi ke toserba.
Tujuan kami sedikit lebih jauh ke depan, tetapi tempat ini sudah memiliki lebih banyak pohon daripada kota tempat kami tinggal.
Di luar bangunan minimarket itu ada gunung besar yang dikelilingi oleh pepohonan lebat, pemandangan yang menakjubkan untuk jalan-jalan. Namun, bukan tempat yang nyaman untuk kutinggali karena aku terlalu terbiasa dengan kehidupan modern.
"Yah, kalau Riku mau beli, aku juga harus melakukan hal yang sama."
"Kau sudah memperingatkanku untuk tidak melakukannya. Tapi, kau melakukan hal yang sama, Bu?"
"Aku? Apa kamu menawarkan diri untuk tinggal di tempat nenekmu menggantikanku? Aku tidak akan membelinya kalau kamu melakukannya."
".... Terserahlah.."
Aku menebaknya ketika aku mendengar mereka mengobrol di telepon. Tapi, ku sepertinya Sora-san tidak cocok dengan ibu mertuanya.
Berpura-pura tidak melihat Sora-san memasukkan sejumlah besar botol 9% ke dalam keranjang, aku pergi ke sisi Umi untuk berbelanja bersama. Ini dihitung sebagai pengeluaran tambahan, tetapi aku mendapat cukup uang dari Ibu. Jadi, seharusnya tidak apa-apa.
"Apa yang harus kita beli, Maki? Penginapan seharusnya menjual segala sesuatu yang kita butuhkan, tetapi aku ragu harganya mungkin mahal."
"Mari kita beli jus dan beberapa hal lain seperti cemilan. Bahkan jika kita tidak bisa menghabiskan semuanya selama perjalanan, kita bisa menghabiskannya saat kita pulang nanti."
"Mm, kay~"
Segera setelah itu, kami mengambil beberapa cola dan cemilan yang menarik perhatian kami. Aku baru saja makan soft serve yang besar belum lama ini, tetapi aku sudah lapar lagi. Aku adalah pria yang rakus, ya, aku tahu.
"Hmm... kira-kira ini bisa bertahan selama tiga hari enggak, ya? Juga sisirnya..."
Dengan keranjang penuh, aku pergi ke bagian kosmetik.
Saat aku menjelajahi rak-rak pajangan untuk set sikat gigi dan barang-barang lainnya, sebuah kotak tertentu menarik perhatianku.
[0.01]
Nomor itu ditampilkan pada kemasan dengan huruf besar.
"I-Ini..."
Aku tahu bahwa mereka menjualnya di toserba, tetapi ini adalah pertama kalinya aku melihat dan mengambilnya. Aku tidak pernah tertarik sebelumnya, tetapi kotaknya terlihat sangat hidup.
Pihak sekolah pernah membagikan beberapa di kelas sebelumnya dan aku membawanya untuk perjalanan ini.
Kemungkinan kami bisa melakukannya sangat kecil karena Riku-san akan bersama kami, tapi tidak sepenuhnya nol.
"Tunggu, apa yang kupikirkan? Apa aku benar-benar berpikir untuk pergi ke rumah seseorang dan melakukannya di sana?"
Sebelum pikiran jahat mulai memenuhi pikiranku, aku meletakkan kotak itu kembali. Tapi karena aku panik, kotak itu jatuh ke lantai.
"Ada apa, Maki?"
"Ugh..."
Tentu saja Umi menyadari benda itu di lantai.
Dia melirik wajahku sebelum mengalihkan pandangannya ke arah kotak yang aku jatuhkan.
"Um, Umi-san... I-Itu..."
"Ecchi."
Umi, dengan sedikit rona merah di pipinya, memalingkan wajahnya dariku.
Aku bisa mengatakan bahwa aku hanya mengambilnya secara tidak sengaja. Tapi sekali lagi, itu bukan kebohongan bahwa aku memendam pikiran semacam itu. Jadi, mencoba untuk membuat alasan untuk diriku sendiri akan menjadi timpang.
Setelah mengembalikan kotak itu ke tempat semula dan menempatkan sisir yang kucari ke dalam keranjang, aku pergi ke sisi Umi.
"Muu, serius, kamu tidak bisa menahannya, ya, Maki?"
"Maaf... Aku tidak sengaja, oke?"
"Kamu tidak perlu meminta maaf, aku tidak marah atau apa pun, tapi... kamu nggak jadi beli itu?"
"Huh?"
Saat kami berdiri bersama di antrean, Umi membisikkan hal itu kepadaku.
Wajahnya semakin merah dari detik ke detik saat cengkeramannya pada tanganku semakin erat.
..... Apa ini? Apakah kita memikirkan hal yang sama?
"Y-Yah, meskipun kita tidak benar-benar membutuhkannya. Tapi, kau tahu? U-Untuk jaga-jaga... Ada pepatah 'Siapkan payung sebelum hujan...!"
"Ah, b-benar juga. U-Untuk jaga-jaga, kan? M-Mhm... b-bahkan jika kita tidak bisa melakukannya dalam perjalanan ini, kita mungkin akan mendapatkan kesempatan nanti, b-benar?"
"M-Mnm.. Cepat ambil sana! Biar aku yang memegang keranjang belanjaannya.."
"O-Oke... Aku akan mengambilnya dulu.."
Aku dengan cepat kembali untuk mengambil boks.kecil barusan sebelum menyelipkannya di antara tumpukan cemilan di dalam keranjang.
Aku punya beberapa dalam dompetku.. Tapi, memiliki lebih banyak tidak ada salahnya, kan?
Post a Comment