Setelah membeli segala sesuatu yang diperlukan, tidak diperlukan dan sesuatu yang tidak berguna tetapi mungkin berguna dalam keadaan darurat, kami melanjutkan perjalanan menuju jalan pegunungan yang mengarah ke rumah keluarga Asanagi.
Saat ini hari sudah siang, tetapi jalan itu redup di bawah naungan pohon-pohon tinggi. Mereka mengatakan bahwa hari akan menjadi lebih terang setelah kami melewati terowongan di depan kami, tetapi aku yakin bahwa aku akan tersesat jika mereka meninggalkanku sendirian di sini. Meski begitu, sinyalnya cukup kuat di sini. Jadi, aku mungkin bisa menemukan jalan keluar dengan smartphoneku.
Sementara aku berpikir bahwa di dalam mobil yang bergoyang dengan lembut, sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul dalam pikiranku.
"Ngomong-ngomong, Umi, orang macam apa Mizore-san itu?"
"Nenek? Aku juga kurang tau sih... Aku hampir tidak pernah mengunjunginya. Jadi, aku tidak tahu banyak tentang dia, tetapi aku sering mengobrol dengannya lewat telepon dan dia terdengar sangat baik. Asal kamu tau, saat aku bercerita tentangmu, Maki. Nenek menyuruhku untuk memperkenalkanmu padanya."
"Begitu, baguslah kalau begitu."
Karena aku adalah orang asing, aku takut dia tidak akan menyambutku bahkan dengan Daichi-san dan Sora-san sebagai penjamin. Mendengar kata-kata Umi membuatku merasa sedikit lega.
"Nenek? Baik hati? ...Kau bahkan hampir tidak pernah melihatnya, tentu saja kau akan berpikir tentang dia seperti itu. Selain itu, dia sudah lama menginginkan seorang cucu perempuan. Jadi, dia sangat lembut padamu."
"Benar juga. Riku-san, kau dulu tinggal bersamanya 'kan? Orang seperti apa dia dari sudut pandangmu?"
"... Ah, dia tipe orang yang tegas. Yah, dia bukan orang yang tidak masuk akal, tapi..."
"Oke, aku mengerti."
Aku sudah menduga bahwa Riku-san akan mengatakan itu.
Yah, selama aku sopan, seharusnya tidak ada masalah.
Ngomong-ngomong, Sora-san. Dari tadi dia terus menunjukkan senyuman sedingin es sejak kami memulai percakapan ini. Yah, aku akan berpura-pura tidak melihatnya.
Tiba-tiba, aku membayangkan menikah dengan Umi. Dalam kasus kami, Ibu kami adalah teman baik dan aku bergaul cukup baik dengan Daichi-san dan Sora-san. Jadi, aku seharusnya tidak memiliki banyak masalah dalam hal itu.
"Jangan khawatir, Maki-kun, orang itu suka menjaga penampilan yang baik, selama kamu bertindak seperti dirimu yang biasa, itu akan baik-baik saja. Hehehe..."
"B-Begitu."
Nada suaranya tenang tetapi ada duri tersembunyi di setiap kata-katanya.
Harus memisahkan apa yang sebenarnya kau pikirkan di dalam dan apa yang kau tunjukkan pada orang-orang di luar, dunia orang dewasa itu sulit, ya?
"Umi."
"Mm."
Sambil bertekad untuk bergaul dengan baik dengan keluarga Umi, aku mencengkeram tangannya erat-erat.
* * *
Setelah itu, dengan mengemudi dengan hati-hati dari Riku-san (bukan berarti Sora-san ceroboh atau apa pun), Umi dan aku berhasil tertidur bersama. Setelah melewati terowongan, kami keluar ke tempat yang lebih terang.
Tujuan kami adalah sebuah kota kecil di pegunungan... Mungkin desa akan lebih tepat dalam kasus ini. Bagaimanapun, di luar pagar pembatas, sawah bertingkat menyebar sejauh mata memandang. Di tepi sawah itu, terdapat berbagai rumah dan bangunan besar.
Kami mungkin akan tinggal di salah satu bangunan besar itu.
Aku membuka jendela untuk melihat pemandangan yang lebih jelas. Tiba-tiba, aroma pengap memasuki mobil.
"Umi, bau apa ini?"
"Oh, kamu menyadarinya 'ya? Ada sumber air panas di sini. Meskipun tidak sebesar dengan pemandian air panas yang terkenal. Btw, Itu ada di penginapan tempat kita akan menginap."
"Eh, aku baru mendengar soal itu.."
"Cuma mau ngasih tau aja. Di sini tidak ada yang namanya 'Pemandian Campuran'. Jadi, kita harus masuk ke pemandian terpisah."
"Tunggu, Umi-san ... Kenapa kau mengatakan itu padaku?"
Ada bagian dari diriku yang merasa kecewa. Tapi sekali lagi, tempat-tempat seperti itu pasti ada orang lain dan aku pasti akan merasa gugup jika aku dilemparkan ke sana.
Meski begitu, aku masih membayangkan Umi hanya dengan handuk mandi berdiri di depanku.. Tidak, kau tidak bisa menyalahkanku, oke.. Maksudku, aku juga anak SMA yang normal.
"Oi, kalian berdua, kita hampir sampai. Tutup jendelanya."
Dari sana, hanya butuh beberapa menit sebelum kami tiba di rumah Mizore-san. Kami meninggalkan barang bawaan kami di penginapan kecuali barang milik Sora-san karena dia akan membawanya. Setelah kami selesai menurunkan barang bawaan, kami menuju pintu depan.
Bisa dikatakan bahwa rumah itu tampak kuno. Itu adalah rumah dua lantai dengan atap genteng. Bangunannya sendiri tidak begitu besar. Tapi tanahnya, termasuk tamannya, sangat luas. Ada sepetak tanah kosong yang tidak wajar di dekat taman. Aku berasumsi bahwa itu adalah tempat di mana rumah orang tua Umi sebelumnya berada.
"Oh, tamannya rapi juga. Pasti seseorang telah merawatnya secara teratur... Hm, apa itu pohon natsumikan?" [TN: Ini adalah jeruk yang tumbuh di prefektur Yamaguchi.]
"Iya. Wah, Maki-kun, sepertinya kamu tahu banyak tentang hal semacam ini?"
"Nggak juga. Hanya saja, kebun kakek-nenekku juga memilikinya. Kesampingkan itu, apakah Mizore-san melakukan ini semua sendiri?"
"Sepertinya begitu. Meskipun dia sudah setua itu, dia masih melakukan hal semacam ini. Terkadang aku penasaran terbuat dari apa sebenarnya tubuhnya itu..."
"Tentu saja bukan dari mesin kalau itu yang kau pikirkan..."
""!""
Tiba-tiba sebuah suara memotong kami dari belakang bersamaan dengan desahan kecewa.
Aku berbalik untuk melihat seorang wanita tua berdiri di sana, mengenakan pakaian yang cocok untuk berkebun. Aku berasumsi orang ini adalah Asanagi Mizore.
"Ara, lama tak bertemu, Ibu mertua. Apa kamu menunggu kami di luar?"
"Tidak, aku sedang mengambil peralatanku yang tertinggal di ladang... Lama tidak bertemu, Riku, Umi-chan."
"Hehe, halo, nenek."
"...Lama tidak bertemu."
"Anggaplah seperti di rumah sendiri. Oh, Umi-chan.. sekarang makin cantik aja yah. Mn? Apa anak laki-laki itu pacar yang kamu bicarakan itu?"
"Iya. Maki, kemarilah, perkenalkan dirimu."
"Mm."
Umi menepuk punggungku dan aku melangkah maju.
"Um, namaku Maehara Maki. Terima kasih sudah memberiku izin untuk datang meskipun aku orang asing..."
Aku menundukkan kepalaku dan berterima kasih padanya.
Bahkan jika Daichi-san dan Sora-san mengizinkanku untuk datang, jika Mizore-san mengatakan tidak, aku tidak akan bisa datang ke sini bahkan jika aku ingin. Itulah mengapa aku berjanji pada diriku sendiri, jika ada sesuatu yang bisa kulakukan untuk membantunya, aku akan melakukannya.
"Ara, meski masih muda, tetapi kamu memiliki sopan santun yang baik. Hei, Riku. Kau harus mencontohnya. Jangan malu berterima kasih pada nenekmu dengan baik seperti ini."
"Aku tahu, ya ampun... Cepat buka pintunya, omelan itu tidak membuat barang bawaan ini lebih ringan."
"Dasar anak yang tidak sabaran... Nah, makan siang yang kupesan akan segera tiba. Umi-chan, kamu bisa bersantai dulu. Kamu juga, Maki-kun."
"Ah, ya. Mohon bantuannya.."
Dan begitulah, sambil berpegangan tangan dengan Umi, aku memasuki rumah Mizore-san. Segera setelah aku melangkah masuk ke dalam, aku bisa mencium aroma nostalgia dari kayu, tikar tatami dan dupa. Suasana di sini sangat berbeda dari rumah Kakek-nenekku.
Setelah meletakkan koper Sora-san di ruangan kosong di lantai dua, kami pergi ke ruangan dengan altar di dalamnya. Ruangan itu berukuran sekitar sepuluh tikar tatami. Di dalam altar, terdapat potret seorang pria. Kemungkinan besar itu adalah suami Mizore-san, dengan kata lain, Kakek Umi. Setelah menerima izin Mizore-san, bersama dengan Umi, aku memberikan doaku di depan altar.
"Mana makanannya, Nek? Aku tidak melihat apa-apa di dapur atau ruang makan."
"Aku memesan beberapa sushi, gadis itu seharusnya bentar lagi tiba..."
Tepat saat dia mengatakan itu, sebuah mobil van perlahan-lahan memasuki tempat itu dan seseorang membawakan kami satu bak sushi dan beberapa barang lainnya.
"Ah, ngomongin gadis itu... Sekarang, di mana uangku?"
"(Halo~ Nenek, aku di sini untuk mengantarkan pesananmu!)"
"Ah, ya, ya. Aku akan mengambil uangnya. Jadi, tinggalkan saja di tempat yang biasa."
"(Iya~)"
Seharusnya itu adalah kang paket. Tapi, ternyata mbak-mbak yang datang. Dari interaksi antara dia dan Mizore-san, mereka tampak cukup dekat. Tapi, sekali lagi, ini adalah pedesaan. Jadi, akan aneh bagi mereka untuk tidak mengenal satu sama lain.
Ketika aku sedang memikirkan hal itu, seseorang meremas ujung pakaianku.
"Hm? Ada apa, Riku-san?"
"Ah, maaf. Tolong jangan katakan apa-apa dan biarkan aku bersembunyi di belakangmu. Aku punya firasat buruk tentang ini..."
"Huh?"
Aku melirik ke arah Umi, mungkin dia akan tahu sesuatu, tetapi dia tampak bingung seperti sama sepertiku.
Dia baik-baik saja beberapa detik yang lalu, apa yang terjadi padanya?
"Halo, 'Shimizu' di sini~ Aku akan meletakkan semuanya di atas meja."
"Oh, terima kasih banyak... Emn, wajah itu... Apa itu kamu?"
"E-Eh? M-Mungkinkah itu?"
Saat wanita muda itu memasuki ruangan dan melakukan kontak mata dengan Sora-san, mereka sepertinya menyadari sesuatu tentang satu sama lain.
"Bibi Sora?!"
"Shizuku-chan?!"
Hampir pada saat yang sama, mereka memanggil nama satu sama lain. Mereka sepertinya saling mengenal satu sama lain, tetapi Shizuku-san ini tampaknya berusia pertengahan dua puluhan, jauh lebih muda dari Sora-san.
Yah, karena Sora-san tinggal di sini cukup lama, dia mungkin biasa berinteraksi dengan anak-anak sekitar, tapi tetap saja...
"Hm?"
Kemudian aku menyadari sesuatu.
Sora-san dan Shizuku-san saling mengenal satu sama lain. Tapi karena perbedaan usia, tidak mungkin mereka berteman.
Jadi, itu berarti...
Shizuku-san adalah teman dari anak Sora-san.
"Ah! Ah! Kalau bibi di sini, maka... Mungkinkah... Orang yang di sana..."
Kemudian Shizuku-san menunjuk ke arah Riku-san, yang masih bersembunyi di belakangku.
Dia menghela napas sebagai jawaban.
"Rikkun?"
"...Lama tidak bertemu, Shi-chan."
Sepertinya tebakanku benar.
Post a Comment