[Bagian 2]
Kami meninggalkan penginapan dan menuju tempat parkir di belakang gedung. Ada rute-rute lain yang mengarah ke sumber air panas, tetapi ini adalah satu-satunya rute yang terawat dengan baik. Jadi, kami memutuskan untuk mengikuti rute yang satu ini.
Tidak ada orang lain selain kami di sini, meskipun kami mengetahuinya ketika kami tiba. Selain suara burung dan serangga, kami hanya bisa mendengar sayup-sayup suara air terjun.
Seluruh tempat itu tenang, suasana yang sempurna bagi dua orang untuk menikmati jalan-jalan santai.
"Tunggu, Maki. Gunakan ini terlebih dahulu agar tidak digigit serangga atau nyamuk.."
"Ah, benar juga. Makasih sudah mengingatkanku, Umi. Aku benar-benar lupa.."
".... Fufufu~ Tapi, kamu gak lupa bawa yang itu, bukan~?"
"Tidak, itu ngikut sendiri, kau tahu.."
"Ahaha, apa-apaan itu?"
Untuk berjaga-jaga, aku membawa kotak yang kubeli di minimarket. Meskipun, aku tidak berharap untuk melakukannya di luar untuk pertama kalinya, itu akan terlalu liar.
Nah, jangan berpikir tentang itu. Umi menyemprotkan repellent pada kulitku. Karena aku mengenakan kemeja lengan panjang dan celana pendek, dia hanya perlu menyemprotkannya di leher dan kakiku. Kupikir akan ada banyak serangga di gunung dan di atas itu, malam hari bisa menjadi sangat dingin, itulah sebabnya aku berpakaian seperti ini.
"Yup, sudah selesai. Giliranku, Maki, lakukan padaku."
"Mm."
Sekarang giliranku untuk menyemprotnya.
Saat ini, dia mengenakan one piece polka dot dan itu terlihat manis pada dirinya. Sama sepertiku, dia mengenakan lapisan pakaian di atas, tetapi pakaian bawahnya lebih pendek dariku. Jadi, aku harus menyemprotkan repellent dalam jumlah yang lebih banyak pada kaki putihnya.
"Bisakah kamu lakukan pada leherku juga? Untuk berjaga-jaga."
"Mm? Tentu."
Saat dia berbalik dan menyisir rambutnya ke atas, tengkuknya yang putih memasuki pandanganku bersamaan dengan aroma lembut dari sampo yang selalu dia gunakan.
Ini bukan pertama kalinya aku melihat tengkuknya karena dia selalu mengikat rambutnya selama pelajaran olahraga. Tapi, situasi itu sangat berbeda dari sekarang. Ada perbedaan antara tengkuk yang terlihat jelas dan tersembunyi di balik rambut. Setidaknya bagiku, ada perbedaan.
Pemandangan itu membuatku sedikit menelan ludah. Hanya sedikit...
Gawat. Apa yang kupikirkan di tempat seperti ini?
"Ada apa, Maki?"
"T-Tidak, bukan apa-apa kok. Daripada itu, aku mulai 'ya...?"
"Mn, silakan."
Aku menyingkirkan pikiran mesumku dan dengan ringan menyemprotk lehernya.
Tenanglah, pikiranku... Tenang...
Tapi sayangnya, Umi berhasil memahami apa yang sedang terjadi dalam pikiranku.
"Baiklah, selesai."
"Makasih, Maki. Ecchi.."
"A-Apa? Kenapa tiba-tiba-?"
"Jangan berpura-pura bodoh. Aku tahu apa yang kamu pikirkan. Ya ampun, apa yang ingin kamu lakukan padaku di tempat seperti ini, hm~? Uuh, aku takut~"
"Kaulah yang menakut-nakutiku dengan bertingkah seperti itu."
"Kalau begitu, haruskah kita kembali sekarang?"
".... Tidak, bukannya aku keberatan kau melakukan sesuatu seperti ini."
"Sesuatu seperti apa~?"
"Menggodaku seperti ini, ayolah!"
"Ehehe, bagus kalau kamu jujur. Ayo kita pergi."
"...Mm."
Setelah bercanda untuk sementara waktu, kami akhirnya mulai berjalan lagi.
Jalan setapaknya curam di sana-sini, tetapi itu bukanlah jalan yang paling sulit untuk dilalui, sebagian besar karena jalan itu terawat dengan baik.
Jalan-jalan kami sangat menyenangkan, dengan kami menjalin jari jemari kami sambil menikmati pemandangan di sekitar kami.
"'Hati-hati dengan hewan liar'... Ada seekor tanuki dan seekor rusa yang tergambar pada papan petunjuk, kurasa mereka tinggal di gunung ini?"
"Mm. Aku hanya datang kesini beberapa kali. Tapi, aku biasa melihat mereka berkeliaran di sana-sini. Meskipun aku mendengar bahwa mereka hampir tidak terlihat saat ini."
"Begitu, baguslah."
Namun, masih ada kemungkinan bahwa kita akan menemukan mereka. Jadi, kita harus tetap waspada. Aku mencari tahu cara menghadapi hewan liar di smartphoneku sambil berjalan.
Saat kami menaiki tangga, bau belerang semakin kuat. Akhirnya, tanda 'sumber air panas di 200m' terlihat. Tanda itu berarti bahwa kami sudah setengah jalan menuju tujuan kami.
Karena itu adalah tempat yang sempurna untuk beristirahat, kami melakukan hal itu dan mengeluarkan teh yang kami beli dari toserba.
"Kupikir jalan kaki itu mudah. Tapi, ini lebih melelahkan daripada yang aku pikirkan. Apa kamu masih kuat buat jalan, Maki?"
"Tentu saja. Anggap saja ini sebagai latihan untukku."
Di masa lalu, aku mungkin akan pingsan pada titik ini. Tapi sejak aku mulai melakukan sedikit latihan setiap hari, setidaknya aku bisa melakukan sebanyak ini.
Yah, ini berkat omelan Umi setiap hari bahwa aku bisa seperti sekarang. Meskipun, saat ini aku merasakan kenikmatan yang sama dari berolahraga seperti halnya bermain game.
"Kamu kelihatannya bertambah berotot akhir-akhir ini... Bolehkah aku menyentuh perutmu, Maki?"
"Tentu."
"Hmm~ Seperti yang kupkirkan, kamu banyak berubah. Sementara itu, perutku terlihat agak gendutan.."
"Begitu? Menurutku kau juga gak banyak berubah kok.."
"Beneran, tau! Muu, coba sentuh perutku kalau kamu nggak percaya.."
Mengatakan itu, Umi mendekat ke arahku. Aku dengan sopan menggerakkan tanganku dan menyentuhnya, meskipun tidak secara langsung, karena dia masih mengenakan pakaiannya.
... Dia mungkin benar, tetapi itu tidak begitu terlihat. Dan juga, rasanya sangat lembut dan nyaman untuk disentuh... Yah, kurasa ini adalah topik sensitif bagi wanita pada umumnya. Jadi, aku tidak boleh mengatakan sesuatu yang tidak perlu di sini.
"Ngh... Maki, t-tempat itu sedikit..."
"A-Ah... M-Maaf!"
Aku begitu asyik menyentuh perutnya sehingga aku tidak menyadari bahwa tanganku bergerak ke tempat yang berbahaya. Tubuh Umi menegang saat aku melakukan itu.
Jika hal ini terus berlanjut, itu akan menimbulkan masalah. Jadi, aku menarik tanganku menjauh dari perutnya.
"...Ah, Maki..."
"Ada apa?"
"T-Tidak , hanya saja..."
Dia tiba-tiba membisikkan sesuatu padaku saat dia tersipu malu.
"Kenapa kamu berhenti?"
"Ugh..."
Pada saat itu, jantungku berdebar lebih cepat dari biasanya.
Post a Comment