-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

OmiAi [LN] Volume 2 Chapter 2

 CHAPTER 2: HORROR MOVIE WITH MY FIANCE

(FILM/MOVIE HOROR BERSAMA TUNANGANKU)



Liburan musim panas sudah berakhir, dan sekolah mulai lagi.


Buat Yuzuru, ini berarti dia bisa makan masakan Arisa setiap minggu lagi, tapi juga awal dari hari-hari sedikit menyebalkan karena harus di sekolah seharian.


Sabtu setelah liburan berakhir.


Sekitar sebulan kemudian, Arisa datang ke apartemen Yuzuru buat main game.


Game pilihan Arisa hari itu adalah seri balap yang terkenal banget, dimana tukang pipa dan teman-temannya yang lucu-lucu balapan.


Mereka berdua duduk depan TV, mainin karakter pake remote.


Yuzuru agak jago main game ini karena sering main sama temen-temennya.


Dia yakin bisa menang melawan Arisa yang punya bakat main game yang aneh-aneh...


"Tch...uh..."


Tapi, Yuzuru gak bisa konsen karena Arisa yang duduk di sebelahnya.


Setiap kali belok, Arisa keluarin suara sambil miringin badannya ke arah yang sama.


Kalau Arisa miring ke arah yang berlawanan dengan Yuzuru, gak masalah. Tapi, kalau dia miring ke arah Yuzuru, itu masalah.


Mereka duduk bersebelahan dari awal, jadi setiap kali Arisa miring, bahunya yang ramping dan mewah itu kayaknya bakal nyentuh Yuzuru.


Rambut pirangnya yang indah bergerak-gerak.


Puncaknya adalah suara imutnya itu.


Mungkin dia pikir dia lagi semangat, tapi karena suaranya yang seksi, Yuzuru jadi teralihkan.


"Lagi-lagi aku menang, Yuzuru-san."


"Ah...iya."


"Ada apa?"


"Enggak, mataku aja yang capek."


Yuzuru bilang gitu sambil naruh remote.


Terus dia meregangkan badannya dan berbaring di lantai.


Cek jam tangan.


Mereka udah main game cukup lama, jadi memang capek.


Tapi... lebih karena Yuzuru terlalu sadar akan Arisa daripada matanya yang capek.


"Kamu baik-baik aja? Yuzuru-san"


Tapi, Arisa kayaknya gak sadar akan hal itu.


Dia melihat muka Yuzuru dengan ekspresi khawatir.


Mata indah dan bibir yang menggoda itu muncul tepat di depan Yuzuru, membuat jantungnya berdebar kencang.


"Aku baik-baik aja... Cuma perlu istirahat sebentar."


Yuzuru bilang begitu sambil menutup matanya dengan kedua tangan.


Gerakan itu seolah-olah untuk melindungi matanya yang lelah, tapi sebenarnya untuk menutupi wajah Arisa dari pandangannya.


Melihat wajah indah itu dari dekat terlalu berlebihan.


Tapi, Arisa yang sepertinya gak sadar sama sekali, mulai mainin rambut Yuzuru.


Yuzuru bisa ngerasain sentuhan jari-jarinya yang lembut melalui rambut dan kulit kepalanya.


Bikin hati dia makin berdebar, tapi dia gak bisa mengganggu Arisa yang keliatan menikmati.


Setelah beberapa saat...


Tangan Arisa meraih pipi Yuzuru.


Dipegang dengan hangat oleh kedua tangan.


Tapi, ini sudah terlalu banyak buat Yuzuru jadi dia coba menghentikan skinship lebih lanjut.


"Arisa, aku boleh bangun gak?"


"Ah... maaf. Aku jadi terlalu asyik."


Yuzuru perlahan bangun.


Terus dia lihat ke arah Arisa.


__--__--__


Baru sadar deh, kayaknya dia udah berani-berani banget, makanya sekarang malu-maluin, mukanya sampe merah gitu.


Terus dia sesekali lihat Yuzuru.


(……Imut banget sih)


Tanpa sadar, Yuzuru nelen ludah.


Pengen banget dia ngegulung cewek itu, mendominasi, dan meluapkan nafsu……rasanya kayak digerakkan oleh dorongan begitu.


“Fuuuuh...”


Yuzuru keluarin napas panjang, kayak lagi buang hasratnya gitu.


Lalu dia punggungin Arisa.


Setelah itu, dia inget-inget lagi anjing-anjing yang dia pelihara di rumah, buat tenangin hati.


………………


…………


……


(Okelah)


Dan dia hadapin Arisa lagi.


Eh, Arisa malah keliatan takut banget, dengan suara yang penuh kekhawatiran dan ketidakpastian, dia tanya Yuzuru,


“Itu... apa aku bikin kamu tidak nyaman?”


Dia lihat-lihat muka Yuzuru, kayak lagi ngukur suasana hati.


Yuzuru bayangin lagi anjing-anjingnya.


Guk-guk.


“Bukan gitu. Malah sebaliknya...”


“...Sebaliknya?”


Arisa keliatan bingung, miringin kepala.


Lalu matanya melirik ke bagian bawah perut Yuzuru... trus mukanya langsung merah.


Dengan panik dia balik badan, teriak,


“Kamu lagi mikirin apa sih!”


“Yah... sebenarnya, ini lebih karena kamu sih, atau gimana gitu... ini reaksi alami... eh, tapi aku tahu ini salah sih”


Insting Yuzuru bereaksi tanpa bisa dikendalikan oleh akal sehatnya, ya mau gimana lagi.


Ditambah lagi, sekarang udah mulai reda sih.


“Tapi, yang ini aku mau jelasin ya, aku nggak punya niat buat nyakitin kamu. Tapi ya, ada dorongan gitu, aku juga manusia, atau lebih tepatnya cowok, jadi ya gitu deh, harus lebih berhati-hati. Tentu aja, yang paling harus hati-hati itu aku, dan minta kamu buat ngelakuin ini itu kayaknya nggak adil sih”


Ketika Yuzuru bilang gitu, Arisa pelan-pelan menghadap ke dia lagi.


Kulitnya yang kayak mutiara masih merah tipis.


“...Sampe mana yang boleh?”


“Kayaknya ngelus rambut masih ok... tapi, kalau ada persiapan hati dulu. Tolong bilang dulu ya”


“Aku akan hati-hati”


Dengan ekspresi serius, Arisa mengangguk.


Berbeda dari sebelumnya, sekarang mereka jaga jarak yang cukup jauh.


Kalau tiba-tiba jaraknya jadi jauh gitu, rasanya kok ya sedih.


Tapi, Arisa sepertinya juga cuma kaget, dan nggak sampai benci sama Yuzuru... semoga.


Yuzuru terlihat agak sedih, dan Arisa kayaknya ngeh.


Dia tiba-tiba ganti topik.


“Minggu depan itu loh”


“Iya”


“Kali ini, boleh aku yang ngajak... boleh ya?”


Ngajak.


Maksudnya, ngajak kencan dong.


Biasanya, tempat hiburan umum, kolam renang, festival musim panas, itu selalu Yuzuru yang usul terus, jadi kali ini Arisa yang mau ngajak ke sesuatu kayaknya masuk akal.


“Oke, boleh. ...Udah tau mau kemana?”


Ketika Yuzuru tanya, Arisa mengangguk.


“Pengen coba ke bioskop. ...Aku belum pernah kesana sih”


Dan begitu deh, kencan di bioskop jadi terjadwal.

__--__--__


Yuzuru selalu pakai kemeja biasanya ditambah jaket, dan pergi ke stasiun tempat mereka janjian dengan rambut yang diatur pakai wax.


Arisa udah nyampe duluan.


Hari ini masih ada sisa panas musim panas, lumayan panas.


Karena itu, Arisa berpakaian agak sejuk.


Dia pakai blouse transparan ditambah outer, dan rok panjang.


Bagian dada yang transparan kelihatan banget putihnya, cantik banget.


Di telinganya ada anting-anting yang stylish.


Dia pakai makeup tipis, bibir yang udah cantik dari dulu jadi tambah mengkilap karena lipstik, sedikit sensual.


Setiap ketemu, kok kayaknya Arisa makin cantik ya, Yuzuru mikir gitu dalam hati.


"Udah lama nunggu?"


"Enggak, aku juga baru sampai kok"


Setelah ngobrol basa-basi itu, Yuzuru usahakan untuk nggak terlalu lihat bagian dada Arisa yang agak bikin “berbahaya”, sambil ngomongin fashion Arisa hari ini.


"Hari ini kamu keliatannya lebih feminin ya daripada biasanya"


Yuzuru pake kata-kata yang dia sendiri nggak terlalu paham buat memuji Arisa.


Nyatanya, emang cocok banget sama dia, dan berasa lebih “wanita” dari biasanya.


Glamour tapi nggak vulgar.


Itulah kesannya.


Tapi karena malu untuk ngomong langsung, dia bilang dengan cara yang agak samar-samar.


"Terima kasih. Yuzuru-san juga... Keren kok"


"Seneng denger itu dari kamu"


Padahal fashion Yuzuru nggak terlalu beda dari biasanya, beda sama Arisa.


Lalu Yuzuru nanya.


"Jadi film apa?"


"Ini filmnya"


Arisa bilang gitu sambil nunjukin layar handphone ke Yuzuru.


Yuzuru langsung kaget.


"… Eh, ini kan film horor?"


Itu film horor yang belakangan ini terkenal karena katanya serem banget.


"Kamu nggak bisa nonton horor?"


"Enggak, aku sih oke-oke aja... Tapi kamu gimana? Kamu kan dulu bilang takut gelap. Aku pikir kamu tipe yang gampang takut"


Lalu Arisa geleng-geleng kepala.


"Iya sih. … Serem sih, dikit. Mungkin malam ini jadi susah tidur"


"… Lalu kenapa?"


Yuzuru nggak ngerti kenapa Arisa yang takut sama horor malah milih nonton film horor.


Tapi Arisa jawab seakan-akan nanya kenapa itu hal yang aneh.


"Kan orang nonton horor karena pengen merasa takut?"


"Itu sih… Ya, kalau dipikir-pikir, bener juga… gitu ya?"


Film horor itu ya emang nilai jualnya karena serem.


Ya meskipun ada beberapa film horor kelas B yang lebih ke arah komedi, tapi intinya film horor itu ya buat merasa takut.


Kalau ada yang bilang, "Aku sih nggak takut sama horor!"


Mungkin dia nggak bisa nikmatin horor dengan bener.


"Terus, katanya seru… Temen-temen cewek di kelas juga ngomong gitu. Meskipun takut, tapi aku juga penasaran"


"Kupikir kamu tipe yang nggak fomo(ikut – ikutan yang lagi tren)"


Ketika Yuzuru merasa ini tidak biasa untuk Arisa yang seperti "siswi SMA biasa", dia tanpa sadar mengucapkannya.


Lalu, Arisa tersenyum kecil dan menjawab.


"Bukan tidak mau, tapi tidak bisa. Karena kondisi keluarga."


"......"


"Ah, itu cuma lelucon self-deprecating kok."


Melihat ekspresi aneh dari Yuzuru, Arisa buru-buru menjelaskan.


Apakah mulai bisa bercanda seperti itu... merupakan pengaruh yang baik?


Yuzuru sedikit bingung memutuskan...


"Ya, berkat aku... atau tidak, kali ini kita bisa ikutan tren."


"Iya. Yuk, berangkat."


Mereka berdua menuju ke bioskop terdekat.


__--__--__


"Maaf. Ini sebenarnya pertama kali aku ke bioskop. ...Perlu reservasi gak ya?"


"Kalau film yang baru rilis dan lagi populer sih perlu, tapi... ini sudah beberapa waktu setelah rilisnya, jadi seharusnya banyak kursi kosong."


Yuzuru berkata begitu, lalu menuju ke mesin tiket yang ada di hol bioskop.


Yuzuru dan Arisa masih SMA, jadi mereka bisa pakai diskon pelajar.


Tapi...


"Naruhodo..."(Jadi begitu)


"Apa yang terjadi?"


"......Hari ini, kalau datang berpasangan, harganya lebih murah katanya."


Ketika Yuzuru mengatakannya, Arisa sedikit memerah.


Ketika dia malu-malu seperti itu, bikin aku jadi lebih malu lagi, jadi tolong deh.


"Lebih hemat, kan?"


"Sepertinya begitu."


"......Yaudah, kita pakai itu aja. Lebih ekonomis."


Yuzuru sebenarnya tidak kekurangan uang, tapi hemat di saat bisa hemat itu pintar.


Mereka berdua membeli tiket pasangan.


Lalu menunjuk ke stand jualan.


"Untuk sekarang, beli minuman yuk. Mau beli popcorn juga gak? Meskipun belum makan siang."


Ketika Yuzuru bertanya, Arisa mengangguk kecil.


"Makan popkorn di bioskop, hal yang klise. Pengen coba. ...Kita makan berdua aja ya, biar gak kekenyangan."


"Ya, itu lebih baik."


Ternyata popcorn itu bisa bikin perut cepat penuh kalau tidak hati-hati.


Saran dari Arisa pas banget.


"Ada tiga rasa: asin, mentega, dan karamel, mau yang mana?"


Ketika memesan popkorn, pegawai bertanya seperti itu.


Karena Yuzuru oke-oke aja dengan apapun, dia bertanya ke Arisa apa yang dia mau.


"Kalau begitu... karamel deh."


Aku sudah pikir dia akan pilih rasa karamel.


Tidak bisa tidak, aku sampai tersenyum.


"......Kamu lagi senyumin apa?"


"Gak apa-apa kok."


Yuzuru berkata begitu sambil mengalihkan pembicaraan, lalu masuk ke dalam bioskop bersama Arisa.


Setelah duduk sebentar, video peringatan selama pemutaran film mulai diputar.


"Wah..."


"Kenapa, Arisa"


Arisa yang mengeluarkan suara kecil itu ditanya oleh Yuzuru dengan suara pelan.


“A..aku tidak suka itu”


Arisa bilang gitu sambil mengerutkan alisnya.


Di layar, ada film yang terkenal, "Pencuri Film".


"...Ya, nontonnya juga nggak nyaman sih"


Sejujurnya, Yuzuru juga nggak terlalu suka.


Tapi mungkin karena filmnya bikin takut, jadi efeknya kerasa.


"Harusnya lebih serem dari pencuri film ini"


"...Aku, jadi nggak bisa tidur nih"


Arisa bilang gitu dengan muka pucat.


Dia udah gemetaran.


Padahal yang milih horror itu kamu.


Begitu pikir Yuzuru sambil memasukkan popcorn ke mulut.


Filmnya tentang "Tujuh Keajaiban Sekolah".


Katanya sih populer di kalangan pelajar, mungkin karena settingnya di sekolah yang dekat dengan keseharian mereka.


Memang se-serem yang dibicarakan, Yuzuru nggak teriak tapi badannya sempet bergetar karena takut.


Setiap ada hantu atau roh jahat menyerang, jantung jadi deg-degan.


Tapi...


"Hiu!"


"Hya!"


"Kya!"


Setiap kali Arisa berteriak kecil dan nempel ke lengan Yuzuru, itu malah bikin Yuzuru deg-degan.


Dia memang nggak suka hal-hal menakutkan, dan di bagian akhir, Arisa memegang tangan Yuzuru, menutup matanya, dan bergetar.


Mungkin dia nggak nonton filmnya sama sekali di 15 menit terakhir.


Pas filmnya selesai, Yuzuru nyapa Arisa.


"Arisa"


"Wah! Y, Yuzuru-san, ya?"


"Siapa lagi coba. ...Kamu baik-baik aja?"


"Ba, ba, baik kok"


Arisa, yang keliatannya sama sekali nggak baik-baik aja, dibawa Yuzuru keluar dari bioskop lebih cepat.


Kayaknya dia terlalu takut, sampai setelah jadi terang juga masih nempel terus ke lengan Yuzuru.


"Moo, mulai besok... aku nggak berani ke toilet sekolah lagi"


Arisa bilang gitu dengan muka pucat.


Matanya sedikit berair.


"Kalau kamu gak suka hal yang serem, kenapa gak berenti aja dari awal. ……Mulai sekarang mendingan berhenti nonton film horor deh."


Begitu Yuzuru ngomong, Arisa menggeleng-gelengkan kepalanya dengan gemetar.


"Memang takut sih… tapi, seru, lho. ……Aku gak suka yang serem, tapi bukan berarti aku benci film horor."


"……"


Mungkin anak ini agak bodoh ya.


Itu yang beneran dipikirin Yuzuru.


Walaupun, alasan dia mau nonton horor karena pengen liat hal yang menakutkan, itu sendiri gak salah sih.


"Ngomong-ngomong Arisa. ……Aku , boleh gak sih ke toilet sebentar?"


"Jangan! Jangan tinggalin aku sendirian!"


Kata Arisa sambil erat-erat memegang lengan Yuzuru dan menariknya ke dekatnya.


Dengan mata berkaca-kaca dia berkata begitu, susah sih buat ninggalinnya...


"Tapi, aku … udah gak tahan nih."


"Kamu gak bisa tahan?"


"Tahan… sampai kapan?"


"Itu… selamanya."


Arisa kayaknya sadar dia minta sesuatu yang gak masuk akal, ngelirik sambil ngomong.


Tapi dia gak menunjukkan tanda-tanda mau lepas lengan Yuzuru.


Akhirnya, dengan sedikit jahil, Yuzuru nanya sesuatu yang agak kejam ke Arisa.


"Kamu sendiri gimana? ……Minum jus sama banyaknya sama aku , kan?"


Begitu Yuzuru nunjukin itu, kaki Arisa keliatan gemetaran banget.


"Eh? Itu…."


Kayaknya dia gak sadar karena ketakutan.


"……Gimana kalau kita saling temani sampai batas maksimal? Bagaimana?"


"Aku pengen kamu mikirin apa itu namanya akal sehat."


"Iya, iya. Bener juga. ……Yuk, kita ke toilet. Aku bakal siapin mental."


Begitu Arisa bilang, Yuzuru dan dia berjalan ke arah toilet.


Tentu saja, Arisa gak bisa masuk toilet cowok, dan Yuzuru juga gak bisa masuk toilet cewek.


Jadi…


"Kita bakal pisah ya, oke?"


"Cepetan ya, please."


"……Ya, aku akan usaha."


Aku nggak nanya apa yang akan kamu lakukan.


Karena, di film horor tadi ada hantu toilet.


Mungkin, dengan keadaan sekarang, dia masih belum punya keberanian buat masuk toilet sendirian.


Yuzuru bergegas ke toilet untuk menyelesaikan urusannya secepat mungkin demi Arisa.


Dan di sana…


"……Eh?, Hijiri ya?"


Dia melihat sosok pria yang familiar sedang mencuci tangan.


Ketika dia nyoba manggil, pria itu kaget dan matanya terbelalak.


"Loh, Yuzuru ya. ……Aneh juga ya kita ketemu."


"Itu harusnya aku yang bilang. ……Kamu bukan doppelganger-nya Hijiri, kan?"


"Kamu, nonton film itu juga?"


"Kamu juga ternyata nonton."


Ternyata Yuzuru dan Hijiri sama-sama nonton film itu.


Karena waktu masuk dan keluar mereka beda, mereka gak ketemu di dalam.


"Kamu nonton film horor… mungkin, sama seseorang?"


Hijiri nanya ke Yuzuru.


Yuzuru agak ragu mau jawab apa…


Di depan toilet, Arisa lagi berjuang melawan musuh sambil menunggu Yuzuru, jadi nggak lama juga pasti ketahuan kalau dia datang bareng Arisa. Nggak ada gunanya nyoba nipu.


Jadi, mau jujur aja kalau datang sama Arisa tapi...


(Tunggu dulu?)


Tiba-tiba, Yuzuru punya ide cemerlang.


"Eh, Hijiri. Kamu juga... datang sama seseorang kan?"


"Ah... jangan jawab pertanyaan dengan pertanyaan dong."


Hijiri keliatan agak gelisah.


Kayaknya kena deh.


"Cewek ya?"


"Kamu tanya itu buat apa sih?"


"Pasti Tenka-san kan. Kan sebelumnya juga bareng."


"Iya sih... terus? Masalahnya apa?"


Hijiri nanya dengan muka nggak puas, Yuzuru langsung menunduk.


"Maaf, ada satu hal yang mau aku minta."


"Apaan sih, tiba-tiba minta maaf?"


Hijiri bingung pas Yuzuru tiba-tiba menunduk minta maaf.


Biasanya sih Yuzuru minta tolong Hijiri nggak aneh-aneh amat... tapi ini pertama kalinya dia minta tolong dengan serius banget.


"Cewek yang kamu bawa... atau siapa pun itu, asalkan cewek..."


"O, oke! Jujur aja sih, Nagiri, tapi kenapa emangnya?"


Yuzuru langsung megang bahu Hijiri.


Dengan semangat yang membara, dia memohon pada Hijiri.


"Tolong... tolong selamatkan Arisa!!"


Setelah itu, Tenka yang akhirnya bergabung, punya ekspresi bingung...


Tapi dia menemani Arisa ke toilet.


Setelah Arisa berhasil keluar dari krisisnya, atau lebih tepatnya, ketika dia nggak bisa ke toilet, Hijiri dan Tenka...


Mereka ngakak sampe pegangan perut.


Dan, Yuzuru dimarahin Arisa karena bikin dia kesal banget.


Setelah itu.


Karena sudah waktunya makan siang, Yuzuru dan lainnya memutuskan makan bareng di kafe terdekat.


"Pfft!!"


Setelah pesan makanan.


Tenka nggak bisa nahan ketawa pas liat muka Arisa.


Lalu dia menoleh ke samping, badannya gemetar, ketawa pelan.


"Tenka-san, bisa nggak sih kamu berhenti ketawa? Kaki aku sakit nih."


Gashigashi, gashigashi.


Seperti bisa denger suara itu, Arisa terus nendang kaki Yuzuru.


Dengan muka kesel.


Dia mau nunjukin kalau dia lagi marah.


Karena nggak terlalu dekat sama Tenka, jadi amarahnya semua dialihkan ke Yuzuru.


"Eh, Arisa. Emang aku salah sih, tapi kalau aku nggak minta tolong Tenka-san, kamu nggak akan bisa pergi ke toilet kan?"


"......Bisa kok."


"Yaudah, gimana kalau sekarang kita coba pergi lagi?"


"......"


Arisa malu-malu dan mengalihkan pandangannya.


Kayaknya dia masih takut, nggak berani ke toilet sendirian.


Melihat interaksi antara Yuzuru dan Arisa, Tenka mulai ketawa lagi.


Kayaknya dia ketemu sesuatu yang lucu banget.


(....Setan betina, ya)


Yuzuru mulai ngerti sebagian alasan kenapa Hijiri bilang gitu.


Ngomong-ngomong, nggak bisa dibilang kalau cewek itu punya sifat yang baik.


...Walaupun, kalau ditanya Hijiri juga nggak terlalu punya sifat yang baik, jadi mungkin mereka cocok satu sama lain dalam artian tertentu.


"Kayaknya, kalian deket banget ya, Yuzuru"


Pastinya.


Dengan senyum menggoda, Hijiri nanya ke Yuzuru.


Sulit banget kalau cuma bilang "kebetulan ketemu di bioskop".


"Mirip kayak pacaran ya"


Begitu kata Tenka sambil merem melek.


Sikap sopan dan tenang yang dulu terlihat, sekarang hilang, digantikan dengan senyum yang agak jahat.


"Bukan pacaran sih"


"Itu dia"


Yuzuru dan Arisa dengan tegas menyangkal hal tersebut.


Tapi, Hijiri dan Tenka kayaknya nggak terlalu percaya.


Mereka berdua, serempak kayak mau bilang "Ah, ngomong-ngomong aja".


...Pasangan yang serupa, inilah dia.


"Kalian juga sering pergi ke bioskop bareng ya"


Yuzuru nanya ke Hijiri dan Tenka.


Dan... kedua-duanya kayanya udah memutuskan nggak bisa menyembunyikan apa-apa lagi.


Mereka mengangkat bahu.


"Bukan karena kita dekat atau apa... ini karena hubungan keluarga"


"Betul. ...Mungkin kamu tau, sekarang keluarga Zenji dan Nagiri lagi kerja sama dalam bisnis. Jadi dari situ"


Hubungan antar keluarga yang makin erat, membuat mereka sedikit lebih akrab. Cuma itu.


Dan itulah yang mereka klaim.


"Aku pengen nonton film itu. Tapi, pergi ke bioskop sendirian kan malu? Lagian ada diskon pasangan, jadi lebih murah. Makanya aku nekat ajak Hijiri. Eh, dia malah setuju"


Lalu Tenka menegaskan bahwa Hijiri itu cuma bonus, tujuannya adalah film dan diskon pasangan.


"Apaan “nekat”. Takut ya? Katanya gitu"


Di sisi lain, Hijiri tampak agak kesal. Sepertinya dia nggak terlalu pengen nonton film itu, tapi diajak dan akhirnya ikut.


Walaupun ada sedikit perbedaan persepsi, pada dasarnya mereka berdua cuma teman dari lawan jenis.


Jadi, Yuzuru dan Arisa memutuskan untuk ikut dengan setting itu lewat kontak mata.


"Nah, sekarang giliranmu, Yuzuru"


Hijiri nanya dengan tenang, dan Yuzuru menjawab dengan santai.


"Kita juga mirip. Hubungan antar keluarga, sedikit"


Yuzuru menyatakan dengan mengikuti klaim Hijiri dan Tenka.


Ini bukan kebohongan... sebenarnya, mereka dalam hubungan yang cukup serius.


"Aku pengen nonton film yang lagi hit... tapi takut nonton sendirian"


Arisa juga menjawab dengan suara tenang seperti biasa.


Klaim "takut nonton sendirian" dari Arisa terdengar sangat meyakinkan.


...Sebenarnya, kalau kamu nggak suka film horor, ngapain nonton film horor.


Kata-kata Yuzuru dan Arisa membuat Tenka terlihat puas.


Tapi, Hijiri kelihatannya nggak terlalu yakin.


"Beneran cuma teman?"


"Ada yang bikin kamu ragu?"


"Yah... ya sudahlah, kita anggap aja begitu"


Kayaknya Hijiri sadar kalau Yuzuru mau nyembunyiin sesuatu.


Dia memilih untuk nggak usil sebagai teman.


"Maaf ya,"


Yuzuru minta maaf pelan.


Mungkin karena udah cerita ke Souichirou, seharusnya dia juga cerita ke Hijiri yang juga temennya...


Tapi, kalau bisa diomongin tanpa ketahuan, dia pengen ngelakuin itu.


Meskipun jarang banget pergi ke kolam renang berdua sebagai temen, tapi pergi nonton film sih masih masuk akal...


Kalau bisa diterima sebagai alasan “temenan”, dia mau ngelakuin itu.


"....Aku nggak suka ribut, bisa nggak jangan bilang ke siapa-siapa?" 


Arisa minta tolong ke Hijiri dan Tenka.


Mereka berdua langsung mengangguk.


"Enggak bakal ngomong kok,"


"Kami juga berterima kasih kalau kamu nggak cerita tentang kami,"


Hijiri dan Tenka juga minta hal yang sama ke Yuzuru dan yang lain.


Jadi, mereka jadi punya rahasia bersama.


Dengan ini, mereka bisa menghindari situasi dimana rahasianya tersebar di sekolah.


__--__--__



Habis makan, Yuzuru dan Arisa pisah dari Hijiri dan Tenka.


Setelah mereka berpisah... Arisa ngomong pelan.


"Langsung mundur ya mereka,"


"Iya. Mereka cepet ngerti, lega juga,"


Yuzuru dan Arisa berhasil menyampaikan kalau mereka bukan pasangan kekasih.


Tapi, mereka juga sadar kalau Yuzuru dan Arisa bukan cuma teman biasa, tapi mereka berdua nggak usil lebih lanjut, itu sangat membantu.


"Tapi, Yuzuru-san. Kamu udah cerita ke Souichirou-san, tapi nggak ke Zenji-san, itu nggak apa-apa?"


"Itu tentang teman-temanku ya?"


"Iya"


"Hijiri nggak bakal marah cuma karena itu. Yah aku merasa buruk sih"


Hijiri dan Souichirou sama-sama teman dekat Yuzuru.


Seharusnya, kalau udah cerita ke Souichirou, dia juga harusnya cerita ke Hijiri...


Tapi, informasi bisa bocor dari mana saja, jadi lebih baik diam kalau bisa.


Waktu itu sama Souichirou, mereka lagi di kolam renang pakai baju renang, jadi susah buat ngelak.


Dan ada Ayaka yang pinter dan tajam.


Sementara itu, kali ini kondisinya bisa sedikit ditutup-tutupin.


Dan lagi...


"Hijiri itu kelihatannya nggak gitu aja, tapi dia bisa diandalkan dan udah lama kenal, jadi aku percaya dia. Tapi, aku sama sekali nggak tau gimana orangnya Tensa-san,"


Saat itu, nggak cuma Hijri, tapi Tenka juga ada di situ.


Yuzuru bisa percaya banget sama karakter Hijiri, tapi nggak dengan Tenka.


"Tenka-san kayaknya bukan orang jahat sih... Tapi, sifatnya nggak terlalu baik,"


Kayaknya Arisa masih sedikit kesal karena pernah ditertawakan.


Arisa mengerutkan alisnya yang indah.


Yuzuru cuma bisa tersenyum pahit.


"Jadi... selama gak ada yang bisa dipercaya, mendingan kita tutup mulut aja ya. Ngomong-ngomong, kalau nanti ditanya-tanya sama Hijiri dan gak bisa bohong lagi..."


"Kamu percaya sama Zenji-san kan? Kalau gitu, gak masalah. Aku sih gak bisa percaya sama si Zenji-san itu, tapi aku percaya sama kamu."


"Senang deh denger itu."


Tentu aja, percaya sama kemampuan kamu ngeliat orang itu penting...


Tapi lebih dari itu, kayanya dia juga khawatir tentang hubungan antar manusia yang kamu punya.


Mungkin dia khawatir, demi melindungi diri sendiri, kamu malah merusak hubungan pertemanan yang kamu punya, tapi perhatian dari dia itu membuat kamu merasa dihargai.


__--__--__


Nah, daripada cuma bilang "ya, sampai jumpa" doang, kan gak seru. Jadi, Yuzuru dan Arisa memutuskan buat liat-liat mall yang ada di dekat sana.


"Yuzuru-san, ada yang pengen kamu lihat atau beli gak? Aku sih pengen beli baju musim gugur... kalau cukup uangnya, mungkin aku beli coat."


"Aku sih... pengen beli aksesoris dikit."


Ketika Yuzuru jawab gitu, Arisa terlihat agak terkejut.


Bukan berarti dia gak pernah peduli sama penampilan, tapi Yuzuru yang kelihatannya gak terlalu suka dandan, tiba-tiba pengen beli aksesoris, pasti mengejutkan.


Yuzuru, dengan sedikit malu-malu, nyoba ngelak.


"Enggak, maksudku ... kan kamu itu stylish, ya? Kalau jalan bareng, aku juga harus meningkatkan standar. Gak mau kan, malu-maluin kamu."


"Itu sikap yang bagus."


Mungkin karena senang dengan kata-kata Yuzuru, Arisa terlihat lebih ceria.


Meskipun agak bercanda, tapi ada sedikit nada sombong dari cara dia bicara, dan Yuzuru hanya bisa tersenyum kecut.


"Siapa sih, kamu?"


"Calon istri, mungkin?"


"Oh iya, bener juga."


Karena Yuzuru udah punya rencana mau beli apa, mereka langsung menuju ke area yang menjual jam tangan dan perhiasan.


Harga-harganya variatif banget.


Yang mau Yuzuru beli adalah barang yang murah, yang gak akan terlihat aneh meskipun dipakai oleh siswa SMA.


"Kamu mau yang gimana?"


"Aku sih... mungkin buat leher ya. Harganya... gak usah lebih dari sepuluh ribu yen sudah cukup."


Ketika Yuzuru bilang gitu, Arisa menunjuk ke salah satu sudut toko.


"Itu gimana? Kayaknya keren loh."


"Tampaknya simpel, bagus."


Yang ditemukan Arisa adalah kalung sederhana yang terbuat dari batu hitam bernama Black Spinel.


Harganya sekitar tiga ribu yen.


Harganya cukup terjangkau, dan gak akan terlihat aneh meskipun dipakai oleh siswa SMA.


Setelah mendapat izin dari pegawai toko, Yuzuru mengambil Black Spinel itu.


Lalu dia menutup leher dengan sesuatu dan minta Arisa lihat.


"Gimana?"


"Cocok banget sama kamu. ...Kayaknya jadi tambah ada aura seksi gitu."


Arisa bilang gitu sambil sedikit menundukkan matanya yang indah dan berwarna zamrud.


Kayaknya bukan cuma basa-basi deh.


"Aura seksi, ya..."


Apa sih sebenernya aura seksi itu bagi cowok.


Yuzuru sendiri agak bingung apakah dia punya aura seksi itu atau nggak...


Tapi, dia percaya sama kata-kata Arisa, dan memutuskan buat beli itu.


"Eh, Yuzuru-san"


"Ada apa, Arisa?"


"...Kalung itu, jangan dipakai kalau nggak sama aku. Sekolah juga nggak boleh ya."


"Hah... Ya udah, tapi kenapa?"


Yuzuru agak bingung dengan permintaan aneh itu.


Lalu, Arisa sedikit memerah.


"Kalau Yuzuru-san jadi populer sama cewek-cewek lain, aku bakal kesulitan. ...Meskipun cuma pura-pura, aku kan tunangannya Yuzuru-san."


"Lebay amat sih, kamu."


"Bukan lebay. ...Lagian, yang milih itu aku."


Dia kayak mau bilang, ‘jangan sampe pokonya!’


Arisa menatap Yuzuru dengan tatapan tajam.


Alisnya berkerut, matanya yang berwarna zamrud terangkat, dan mulutnya membentuk huruf “e”.


"Oke, aku janji"


Yuzuru agak bingung tapi juga menyetujui permintaan Arisa yang mulai menunjukkan rasa memiliki yang agak aneh itu.


Setelah itu, mereka berjalan-jalan di area aksesoris wanita.


"Indah, ya... Permata"


Dengan ekspresi takjub, Arisa mengagumi batu zamrud yang indah.


Meski Arisa sedikit berbeda dari kebanyakan wanita lain, tampaknya dia suka dengan jenis permata seperti itu.


"Kayak warna matamu ya"


Karena Arisa lagi lihat zamrud, Yuzuru coba becanda.


Lalu, Arisa langsung menepuk dada Yuzuru.


"Stop dong! Kayak pasangan mesum aja kita."


Wajah Arisa langsung merah merona.


Yuzuru juga merasa wajahnya agak panas sambil menggaruk pipinya.


"Ya... Setelah aku bilang, aku juga merasa itu terlalu cheesy(murahan)."


"Serius deh, kamu itu..."


Meski Arisa kelihatannya marah, tapi mulutnya sedikit tersenyum.


Kayaknya dia juga suka dengan kalimat cheesy itu.


"Ngomong-ngomong... Kalau di sini, kamu suka yang mana? Buat pelajaran nanti kasih tahu aku dong."


"Yuk, lihat sekitar"


Sambil jalan-jalan di toko, Arisa memberi komentar "aku suka ini" atau "ini nggak sesuai selera aku" pada setiap perhiasan.


Dia suka desain yang imut-imut, tapi ternyata juga cukup suka yang mewah dan mencolok.


Dan satu hal yang jelas, semuanya mahal.


Tentu saja, kalau desain bagus dan batunya berkualitas, harganya mahal itu wajar, jadi itu menunjukkan bahwa Arisa punya mata yang bagus untuk hal-hal seperti ini...


Tapi, buat Yuzuru, cukup mengejutkan melihat Arisa yang biasanya hemat saat belanja di supermarket, ternyata suka barang-barang yang lumayan mahal.


(Nggak, biasanya kan banyak yang diteken, dan nggak bisa dapetin barang kayak gini... padahal sebenernya pengen banget, barang-barang kayak gini)


Memang sih, standar buat beli lobak di supermarket sama selera perhiasan itu nggak ada hubungannya sama sekali.


"Aku nggak terlalu tau nama-nama jeweler sih... Arisa, kamu tau nggak?"


"Tau sih, nggak terlalu detail juga. Cuma tau yang umum-umum aja"


"Yang terkenal itu apa aja ya?"


"Tiffany, Cartier, Bulgari, Van Cleef & Arpels, Harry Winston itu kan dikenal sebagai lima besar jeweler, terkenal banget tuh"


"Hee"


Arisa lancar banget sebutin nama-nama itu.


Dari kelima itu, Yuzuru cuma tau Tiffany dan Harry Winston aja.


Arisa terus sebutin nama-nama brand lain.


Lebih tau dari yang aku kira.


"Kalau di Jepang... eh, ada apa, Yuzuru? Kok mukanya aneh?"


"Ah, nggak apa-apa kok"


Arisa itu anak yang agak kesulitan bahkan buat beli sabun batu yang agak mahal (sebenernya dia malu untuk minta).


Aku jadi sedikit kasihan mikirin dia yang sebenernya pengen minta banyak hal tapi nggak bisa ngomong.


"Yuk, kita liat-liat baju sekarang"


Setidaknya urusan Yuzuru udah selesai.


Sekarang giliran Arisa, begitu dia ngajak, dia mengangguk.


"Iya, ayo kita liat-liat"


Arisa mengangguk pelan.



__--__--__



"Coat musim gugur ini, oke banget ya"


Begitu bilang, Arisa liat tag harganya... dan mukanya jadi murung.


"Lebih dari budget ya?"


"...Sedikit"


Yuzuru sekilas liat tag harganya.


Menurut Arisa, coat itu lebih mahal dari uang yang dia dapet buat baju dari ayah angkatnya.


Iya sih, memang agak mahal.


Uang saku yang sedikit lebih rendah dari harga coat itu... apakah itu jumlah yang tepat untuk diberikan kepada siswi SMA sebagai uang baju, Yuzuru sendiri kurang yakin.


Pria dan wanita mungkin butuh jumlah yang berbeda.


Atau mungkin dia cuma kehabisan uang karena dipakai untuk hal lain.


Paling nggak, cuma karena nggak bisa beli coat itu aja, nggak bisa langsung bilang kalau ayah angkat Arisa itu pelit.


"Kurang berapa?"


Yuzuru nanya gitu, Arisa dengan muka kecewa bilang berapa yang kurang.


Yuzuru mikir sebentar, terus nanya ke Arisa.


"Suka sama coatnya?"


"...Ya, lumayan"


Dari ekspresi Arisa, keliatan ada rasa penyesalan.


Kalau dia nggak terlalu suka, dia pasti langsung nyerah.


Kalau Arisa masih ragu-ragu, berarti dia cukup suka.


"Mau aku bayarin dulu?"


"Eh? Tapi..."


"Kamu suka ya? Kayaknya barang yang bagus sesuai harga sih. Mungkin aja pas datang lagi udah gak ada. Kalau kamu mau ngembaliin uangnya, aku oke kok."


Karena mereka bukan pasangan sebenarnya, jadi ya... nggak bisa bilang "aku beliin deh"...


Tapi minjemin uang dikit sih gak masalah.


Aku percaya, Arisa itu orangnya pasti ngembaliin.


Untungnya, aku punya uang simpenan dari kerja part time, jadi ada slack-nya.


"…Kalo, Yuzuru-san bilang gitu… ya udah, aku coba dulu deh. Nanti kasih tau aku gimana."


"Oke, silakan."


Pas Yuzuru bilang gitu, Arisa dengan ragu-ragu nyoba coat itu.


Trus dia minta izin sama pegawai toko, dan langsung nyobain di tempat.


"…Gimana?"


"Cocok banget. Keliatannya lebih dewasa, menurutku ."


Coat yang Arisa suka itu ternyata coat tren warna karamel.


Desainnya agak dewasa, tapi Arisa memang punya gaya yang lebih matang dari anak SMA pada umumnya.


Jadi, cocok banget pas dia pakai.


"…Ya udah, beli aja ya? Aku beli nih, ya!?"


Arisa bilang gitu sambil semangat banget masukin coat itu ke keranjang.


Mereka berdua lanjut ke kasir.


"Eh… boleh gak aku ambil poin kreditnya?"


Pas Yuzuru tanya sambil pegang kartu, Arisa cuma angguk kecil.


Setelah bayar pakai kartu, mereka terima tas belanjaan dari pegawai.


Arisa megang tas itu erat-erat.


"Belanjaannya memuaskan. Makasih ya. Nanti aku balikin uangnya."


"Oke. …Ah, tapi gak usah buru-buru. Kalau ada slack(simpanna), baru balikin."


Yuzuru bilang gitu, dan Arisa senyum kecil sambil angguk.


Arisa keliatan lebih happy dari biasanya.


Biasanya matanya tenang kaya danau di musim dingin, tapi sekarang ada semacam cahaya hangat di sana.


Kalau dia punya "ahoge", mungkin udah loncat-loncat.


Karena terlalu imut, Yuzuru tanpa sadar mengelus kepala Arisa.


Awalnya Arisa keliatan bingung, tapi sebentar doang langsung senyum dan biarin aja.


Kayak lagi ngelus anjing, pikir Yuzuru.


Tiba-tiba.


Ada suara aneh.


Yuzuru ngangkat kepala, liat ke arah suara itu…


Ada yang lari kenceng banget.


Orang itu cepet banget ilang dari pandangan.


"Ada apa? Yuzuru-san?"


Arisa, yang masih diusap kepalanya, keliatan bingung liat Yuzuru.


"Ah… nggak, ada orang lari aja."


"Itu sih bahaya."


"Mungkin ada urusan penting."


Tapi ya itu, "ada orang lari" doang ceritanya, jadi gak terlalu penting buat Yuzuru dan Arisa.


Jadi lanjutin usap-usapan kepala…


Gak jadi deh.


"Jadi, mau ngapain sekarang?"


Soalnya tadi asik ngelus, sampe lupa tempat.


Yuzuru langsung sadar dan coba ngalihin pembicaraan.


Arisa terlihat agak malu, memerah pipinya.


"Ya, benar. Kita berdua nggak ada yang mau beli apa-apa juga, jadi gimana kalau kita cuma jalan-jalan liat-liat aja?"


"Jalan-jalan santai tanpa tujuan juga kedengerannya seru ya"


Mall itu lumayan besar, jadi masih ada tempat yang belum mereka jelajahi.


Mereka berdua, Yuzuru dan Arisa, mulai berjalan.


Cuma liat-liat barang aja.


Itu saja udah cukup menyenangkan.


Tapi, karena mereka main-main terus, udah jadi sore.


Jadi, mereka memutuskan untuk makan malam juga.


Kebetulan ada restoran keluarga (famires) dekat sana.


"Aku jarang ke tempat kayak gini sih... Kamu gimana, Yuzuru-san?"


"Ah, iya... kadang-kadang aku pergi sama Shouichirou dan yang lain. Atau kadang sama keluarga"


Ketika Yuzuru bilang gitu, Arisa keliatan agak kaget.


Kayaknya dia terkejut karena keluarga Takasegawa bisa dateng ke tempat kayak gitu.


"Gimana ya, kami memang keluarga yang aneh yang sepanjang tahun pakai kimono, tapi kalau keluar rumah biasanya pakai pakaian biasa kok, dan masuk ke toko yang kebetulan ada juga"


Ibu Yuzuru, Sayori, biasanya masak makan malam di hari kerja dan akhir pekan doang.


Tapi, kalau Sayori lagi males, mereka biasanya makan di luar.


Biasanya itu mendadak, jadi resto cepat saji yang nggak perlu reservasi itu berguna banget.


Ayumi, adiknya, bahkan bilang "Hamburger di famires lebih enak daripada hamburger mama..."


Ya, itu sesuatu yang bisa dibilang wajar.


Kalau hamburger buatan Sayori kalah sama yang di famires, mereka nggak bakal bisa jadi bisnis.


"Aku pesen hamburger demi-glace deh"


Karena dia udah mikirin tentang hamburger, dan juga udah lama nggak makan hamburger ala barat.


Pesanan Yuzuru langsung jadi.


Sementara itu, Arisa keliatan bingung mau pesan apa.


"Jadi bingung ya, banyak banget pilihannya"


"Ya, santai aja, pikirin pelan-pelan"


Setelah bingung cukup lama, Arisa akhirnya pesan doria.


(TL/N : Nasi putih yang dimasak diberi topping daging tumis, seperti ayam atau udang, dan sayuran, lalu diberi saus putih dan keju, dan dipanggang sebagai casserole)


Setelah nunggu sebentar, makanan yang keliatan enak dateng bersama bau yang menggoda.


Yuzuru potong hamburger-nya, dan mulai makan.


Itu rasa yang sudah dia kenal.


Memang, resto cepat saji itu bisa dipercaya karena, di mana pun kamu makan, makanannya lumayan enak.


Tentu saja, menjelajah toko yang dimiliki individu juga seru.


Saat Yuzuru udah makan setengah dari hamburger-nya... dia secara tidak sengaja melihat ke arah doria Arisa.


Tampaknya dia baru makan sekitar seperempatnya.


Ketika mata mereka bertemu, Arisa mengambil sendok baru.


Lalu dia mengambil bagian yang belum dia sentuh, dan meniup-niupnya.


Mungkin dia...


Pas waktu Yuzuru sadar, Arisa langsung nyodorin sendok ke dia.


"Mau coba, kan? Silakan."


"…Nah, makasih ya."


Yuzuru agak maju dikit dan masukin sendok ke mulutnya.


Rasa saus putih dan keju yang kaya langsung nyebar di mulut.


"Gimana? Enak kan?"


"Enak banget."


Walau agak malu-malu.


Tapi mungkin lebih gampang kalau Arisa juga nyobain sendiri daripada cuma dengerin.


Dengan mikir gitu, Yuzuru tusukin fork(garpu) baru ke hamburger dan sodorin ke Arisa.


Wajahnya agak kaget, tapi langsung deh Arisa maju dan buka mulut kecilnya buat masukin hamburger itu.


"Nn…"


"Gimana? Enak gak?"


"Enak banget."


Pipi Arisa sedikit merah.


Kayaknya dia juga malu-malu.


__--__--__


Udah gelap, jadi Yuzuru putusin buat nganter Arisa pulang ke rumahnya.


Mereka jalan bareng.


Siang tadi panas, tapi karena udah mulai masuk musim gugur, malamnya jadi agak dingin.


Mungkin juga karena badan masih kaget sama perbedaan suhu siang malam, dan mereka masih pake baju musim panas yang adem.


"Kamu gak apa-apa? Arisa?"


Buat Yuzuru sih cuma terasa sejuk, tapi Arisa keliatan agak kedinginan.


Pas ditanya, Arisa langsung peluk badannya.


"…Aku emang gak terlalu kuat sama dingin."


"Padahal namamu punya “yuki” yang artinya salju, lho."


"Cuma masalah nama doang kok."


Arisa tersenyum kecil.


Tapi keliatan beneran kedinginan, jadi mungkin memang bener dia gak kuat dingin.


Mungkin juga karena baju yang dipake Arisa kurang tebal.


Pokoknya, gak boleh sampe kedinginan dan sakit.


Yuzuru mikir sebentar, terus tawarin jaketnya sambil tarik-tarik pelan.


"Mau pake?"


"Eh? …Tapi, kamu gak kedinginan?"


"Biar keliatan keren aja."


Setelah Yuzuru bilang gitu, Arisa bilang, "Kalau gitu, aku terima tawaranmu."


Yuzuru lepas jaketnya dan kasih ke Arisa.


Dia hati-hati masukin tangan ke lengan jaket, biar gak kusut.


Jaket itu langsung nutupin badan Arisa seluruhnya.


"Hangat. …Kamu gak apa-apa?"


"Lebih baik daripada tadi."


Kayaknya suhu badannya turun dikit jadi agak kedinginan, tapi gak parah.


"Terima kasih ya… beneran."


Arisa merem melek.


Terus dia pandang ke kaki sendiri.


"Aku sebenernya gak suka musim dingin."


"Karena dingin?"


"Iya. Soalnya gak pernah ada yang mau minjemin jaket pas aku kedinginan."


Maksudnya gak ada yang nolongin atau ada maksud lain, Yuzuru gak tau.


"Tapi, mungkin musim dingin tahun ini… bisa jadi suka. Aku punya perasaan kayak gitu."


"Oke, berarti aku bakal usaha biar kamu bisa suka sama musim dingin. ...Tapi ya, masih lebih dari dua bulan lagi sih."


Ini masih pertengahan September.


Ngomongin soal musim dingin kayaknya masih kecepetan.


"Ngomong-ngomong, Yuzuru-san. Ini mungkin kurang tepat sih nanya gini tapi..."


"Ukuran badan?"


"Bukan itu! ...Maksudku, kamu kan udah bayarin coat buat aku. Jadi, aku penasaran, gimana sih keadaan finansial kamu... Maksudku, kamu gak keberatan kan? Soalnya uang jajan kamu juga pasti terbatas, apalagi kalau itu uang dari orang tua kamu, itu malah bikin aku merasa bersalah."


"Nah itu dia."


Sebenernya pengen bilang gak perlu khawatir, tapi Arisa tuh orangnya memang suka mikirin hal kayak gini.


Selama ini aku gak pernah cerita soal keuangan pribadi, tapi kalau kita bakal terus bareng, mungkin lebih baik dia tau.


"Biaya listrik dan air itu ditanggung sama orang tuaku. Terus, soal uang buat baju juga, mereka yang kasih. Katanya sih, gak mau aku keliatan cupu."


Soal baju, biasanya aku simpen struknya terus nanti minta ganti.


Jelas banget, orang tua Yuzuru itu ada aja kelakuannya, jadi ya hitung-hitungannya agak asal-asalan gitu deh.


"Biaya makan gimana?"


"Paling nggak supaya nggak kelaparan sih, jadi 15 ribu yen. Ditambah lagi uang jajan 5 ribu yen."


"…Kok bisa ya sedikit banget?"


"Ya, namanya juga numpang hidup sendirian, nggak enak dong ngeluh."


Padahal, dengan 20 ribu yen buat biaya makan dan hiburan itu agak ketat sih.


Jadi…


"Sisanya dari uang kerja part-time."


"Eh, kamu kerja part-time?"


"Oh… iya, kayaknya belum bilang ya."


Yuzuru itu jarang banget ikut kegiatan ekstrakurikuler.


Kecuali Sabtu buat Arisa, dia libur lima hari seminggu.


Karena nggak ada hobi yang dia geluti banget, waktu luangnya lebih banyak dipake buat kerja part-time.


"Bisa menghasilkan uang sendiri itu, keren ya."


Arisa ngomong dengan nada yang benar-benar terkesan.


Meskipun Yuzuru senang dipuji… tapi, di sisi lain, dia juga merasa agak bingung.


"Hmm, ya, eh…"


"Ada apa?"


"Itu tadi, mungkin… agak salah deh… pikirku."


Yuzuru ngomong sambil agak terbata-bata, dan Arisa miringkan kepala.


"Aku tuh, kerja bukan karena kepepet, tapi karena senggang aja. Jadi bisa dibilang hobi. Bisa berhenti kapan aja."


Pada dasarnya, hidup sendirian itu kemauan Yuzuru sendiri.


Karena keluarganya cukup mampu, semua itu bisa diizinkan… termasuk biaya sewa rumah yang ditanggung orang tua.


"Kan tugas utama mahasiswa itu belajar, ya? Jadi… kerja part-time atau kegiatan ekstrakurikuler, selama nggak ada kebutuhan mendesak atau nggak punya niat jadi profesional di bidang itu, seharusnya jadi prioritas kedua. Kalau orang tua masih ada, seharusnya anak-anak fokus belajar."


"…Tapi, Yuzuru-san kan berhasil menjaga keseimbangan antara belajar dan kerja."


Memang, nilai Yuzuru nggak buruk.


Dia nggak mengabaikan studinya demi kerja part-time…


"Tapi, aku nggak memberikan usaha penuh. …Seharusnya orang sepertimu yang benar-benar serius belajar. Tapi ya… ini cuma pemikiran pribadi aku sih."


"Boleh aku tanya satu hal?"


"Apa itu?"


"Jadi… kalau kamu sendiri mikir gitu, kenapa nggak melakukan sesuai dengan pemikiranmu itu?"


Itu pertanyaan yang wajar.


Kalau memang merasa kerja part-time itu baik karena bisa menghasilkan uang sendiri, tapi di sisi lain mikir itu nggak baik, itu kan aneh.


Tentu saja… ada alasan yang cukup masuk akal untuk itu.


"Aku ini bukan anak baik-baik. Anak nakal… belajar doang itu kan bosen."


Yuzuru bilang sambil tersenyum nakal.


Tapi… alasan sebenarnya Yuzuru kerja part-time itu lebih mendasar.


Yaitu, masa depan Yuzuru hampir sudah ditentukan.


Kalau semuanya lancar, Yuzuru akan meneruskan bisnis keluarga Takasegawa… artinya, secara praktis dia nggak punya kebebasan memilih karir.


Masa di mana Yuzuru bisa bebas hanya saat dia masih jadi pelajar.


Makanya, orang tua Yuzuru juga mengizinkan dia kerja part-time untuk kesenangan sendiri.


"Memang nggak bisa dibilang anak baik ya."


Sementara itu, setelah mendengar jawaban dari Yuzuru, Arisa menjawab seperti itu.


Yuzuru nggak sengaja ketawa kecut.


"Harusnya kamu nolak itu."


"Tapi..."


"Tapi apa?"


"Aku suka bagian itu dari kamu loh?"


Arisa ketawa kecil.


Jantung Yuzuru berdebar kencang.


Sambil ngobrol-ngobrol gitu, mereka udah sampai dekat rumah Arisa.


"Harusnya aku temani kamu sampai rumah ya?"


Yuzuru nanya gitu.


Biasanya, Arisa bakal bilang, "Sampai sini aja udah cukup."


Tapi...


"...Bisa nggak, hari ini kamu temani aku?"


Kayaknya dia mau Yuzuru antar sampai depan rumah.


Tentu aja, jalan kaki cuma lima menit, jadi bukan masalah besar.


Yuzuru temani Arisa sampai depan rumahnya.


"Kebetulan udah sampai sini, boleh nggak aku sapa orang tua kamu sebentar?"


"Boleh. ...Tapi, kayaknya ayah angkat aku nggak ada di rumah sih."


Arisa bilang gitu, terus dia pencet bel rumah.


Lalu dengan suara yang agak minta maaf, dia ngomong ke orang di seberang interkom.


"Ini aku Arisa. Aku baru pulang. ...Bisa bukain pintu nggak?"


Setelah sebentar, pintu dibuka dengan agak kasar.


Arisa kaget dan badannya gemetar.


Yang keluar adalah wanita paruh baya dengan ekspresi agak kesal.


Itu adalah ibu angkat Arisa, Amagi Eimi.


"Masak, sampe malam gini! Belakangan ini, sering banget..."


"Maaf ya. Aku yang bawa Arisa sampai larut."


Yuzuru maju ke depan, seolah melindungi Arisa.


Lalu dia membungkuk sedikit.


"Ini... Takasegawa-kun. Terima kasih ya udah temani anak aku."


Amagi Eimi sejenak terlihat kaget.


Lalu dengan ekspresi yang agak malu, dia bilang gitu ke Yuzuru.


(...Kalau nggak suka sama Arisa, kenapa sih nentang nikahnya?)


Kelihatannya Amagi Eimi nggak suka sama Arisa.


Bahkan, katanya dia pernah menampar Arisa di acara perjodoan.


Tapi kalau dia nggak suka sama Arisa, seharusnya nggak masalah Arisa nikah sama Yuzuru atau nggak.


Setidaknya, itu pasti menguntungkan buat keluarga Amagi, jadi nggak ada alasan buat nentang.


Sama sekali nggak bisa ngerti.


Tapi, nggak juga pengen ngerti sih.


"Enggak, aku juga senang kok. ...Aku yang bikin dia telat, jadi bener-bener maaf. Tolong jangan salahkan Arisa ya."


Ketika Yuzuru bilang gitu ke Amagi Eimi, dia mengerutkan alisnya.


Tapi, setelah Yuzuru bilang begitu, sepertinya dia nggak bisa terus marahin Arisa.


"Arisa, masuk sana."


"Iya, iya."


Eimi nggak menjawab kata-kata Yuzuru, tapi mempersilakan Arisa masuk ke rumah.


Lalu dengan agak kasar, dia menutup pintu.


__--__--__


Jadi, setelah Yuzuru pulang ke kamarnya di apartemen.


Dia sedikit khawatir tentang Arisa.


"Arisa, dia baik-baik saja nggak ya?"


Membawanya keluar sampai malam, Yuzuru juga merasa bertanggung jawab.


Meskipun situasi keluarga Arisa itu agak rumit, bukan hal yang aneh kalau siswi SMA punya jam malam.


Harusnya dia lebih perhatian sama waktu.


Saat Yuzuru sedang merenung... ada suara notifikasi.


Pas dilihat, itu pesan dari Arisa.


‘Terima kasih sudah melindungi aku’


‘Bisa minta tolong lagi nggak nanti?’


Pesan itu ditulis bersama stiker yang imut-imut.


Yuzuru lega, lalu menghela napas.


Kayaknya nggak ada masalah apa-apa.


‘Siap 86’(Ori : Siap sedia)


Setelah mengirim pesan itu, Yuzuru meletakkan ponselnya di meja.


Lalu dia mulai mengingat kejadian hari ini.


"...Tapi, mereka itu pacaran nggak ya"


Mereka itu Hijir dan Tenka.


Meski mereka sudah sepakat nggak akan usil satu sama lain, tetap aja penasaran.


"Yah, nggak heran sih..."


Kesan yang dia punya, dia itu tipe yang punya dua sisi dan kelihatannya kuat... sekitar itu.


Dia nggak tahu selera cowoknya seperti apa.


Tapi, soal Hijiri, karena cukup kenal, Yuzuru bisa nebak tipe cewek yang dia suka.


Kayaknya Hijiri cocok sama cewek yang kuat.


Meskipun dia sendiri bilang dia suka cewek yang lemah lembut.


Tapi dari yang dilihat, meskipun mereka mungkin akan menyangkal, sepertinya mereka cocok.


Kalau nggak cocok, mereka nggak akan pergi bareng ke bioskop atau tempat lain.


Sudah beberapa kali kencan, mungkin bisa dianggap mereka saling tertarik.


"...Ah, tapi kalau dipikir-pikir, kami juga sih"


Yuzuru tersenyum getir.


Meski dia ngomong (atau mikir) tentang orang lain, kalau dilihat objektif, Yuzuru dan Arisa itu... kayaknya pacaran.


Mereka terlalu dekat untuk sekadar teman akrab lawan jenis belakangan ini, itulah yang Yuzuru rasakan.


...Meskipun karena perjodohan politik atau kenyataan bahwa perjodohan itu sebenarnya sudah disetujui sebagai "perjodohan palsu", itu semua dikesampingkan dulu.


"Pacaran... ya"


Kalau ditanya suka atau nggak suka sama Arisa.


Dipaksa milih, Yuzuru bakal jawab suka.


Sedikit alasan untuk nggak suka.


Banyak alasan untuk suka.


Kalau dengan ini dia jawab nggak suka, itu namanya orang aneh atau setan.


Kalau ditanya mau nggak jadi pacar...


"...Yah, kalau jadi, pasti seru"


Hari-hari bersama Arisa lebih menyenangkan dari yang Yuzuru bayangkan saat dia menerima "pertunangan".


Mereka nggak sepenuhnya cocok satu sama lain, tapi anehnya, bersama dia nggak terasa menyiksa.


Bersama dia, Yuzuru bisa merasa tenang.


Baru-baru ini, kalau Arisa nggak ada, aku mulai ngerasa sedikit kesepian gitu.


Sebaliknya, kalau dia datang ke rumah, rasanya kayak puzzle yang sempurna gitu... Itu yang aku rasain.


"Pasti deh, nggak ada cewek lain yang bisa ngalahin Arisa..."


Yuzuru suka sama Arisa.


Itu pasti.


Dia itu orangnya serius, tapi nggak berarti dia nggak punya humor. Kalau udah ngobrol, bisa aja nih bercanda.


Meskipun ada sisi gelap atau egoisnya, tapi itu nggak masalah.


Malahan, aku suka liat sisi jujurnya.

Dari segi penampilan, dia itu cewek paling cantik yang pernah Yuzuru kenal, dan... kalau boleh jujur, dia bener-bener tipeku.


Yang paling penting, dia jago masak... pengen deh dia masakin miso soup setiap hari.


"Ada deh, ya, beneran ada... malahan kayaknya terlalu bagus buat aku."


Yuzuru berkata sambil mukanya sedikit merah.


Makin dipikir, makin kerasa nggak ada gunanya terus-terusan "pura-pura tunangan".


Tapi, meskipun Yuzuru ngerasa Arisa itu "oke", kalau Arisa nggak ngerasa Yuzuru itu "oke", ya sama aja bohong.


Sebenarnya, Arisa itu gimana ya pikirannya tentang Yuzuru...


"...Biasanya, cewek yang nggak suka sama cowok nggak akan biarin dia elus-elus kepala kan?"


Sejak festival musim panas, Yuzuru ngerasa hubungannya sama Arisa makin deket.


Arisa itu kayaknya nyaman banget sama Yuzuru.


...Pasti deh, dia suka sama aku? Sampe mikir gitu.


"Kalau bukan karena aku ke-GR-an... ya, rasanya nggak buruk."


Tapi, kalau langsung minta "bukan tunangan palsu tapi tunangan beneran" atau "nikah sama aku", kemungkinan ditolak itu tinggi.


Bicara soal nikah untuk anak SMA itu kecepetan.


Tentunya, Yuzuru juga merasa nikah itu kecepetan.


Tapi... kalau jadi pacar, nggak masalah kan?


Tetap pura-pura tunangan, tapi jadi pacar.


Kalau minta gitu, kayaknya bisa diterima.


Nikah atau tunangan bisa ditunda dulu. Lagian, anak SMA biasanya nggak pacaran dengan tujuan nikah sih.


"...Gimana ya?"


Yuzuru tanpa sadar memegang kepalanya.


Jadi pacar Arisa, itu hal yang nggak pernah serius dia pikirkan.


Karena itu, begitu mulai sadar, dia jadi sedikit bingung.


...Tapi, kebingungan Yuzuru cuma sebentar.


"Ya, mungkin aku coba ngungkapin perasaan di kencan berikutnya."


Lelaki keluarga Takasegawa itu tenang dan dapat diandalkan.


Meskipun sedikit bingung, mereka bisa segera tenang dan membuat pilihan yang logis.


Di sini, merenung "Aku pengen jadi pacar Arisa, tapi ngungkapin perasaannya butuh keberanian sih... eh, tapi beneran deh, Arisa suka sama aku nggak ya..." itu nggak masuk akal.


Ditolak itu mungkin, tapi... mending cepet-cepet tau daripada nunggu.


"...Lebih baik lewat telpon ya? Atau harus langsung ngomong?"


Atau mungkin lewat surat lebih berkesan ya?


Sambil Yuzuru lagi mikir gitu...


"Wow!!"


Tiba-tiba ada panggilan masuk.


Yang menelpon... adalah kakek Yuzuru.


"Halo, halo. Ini Yuzuru."


"Um... Apa kabar? Sehat?"


"Ya."


Dari sapaan yang biasa-biasa saja itu, percakapan dengan kakeknya pun dimulai.


"Jadi, ada perlu apa?"


"Apa? Harus ada alasan untuk telepon cucu sendiri?"


"Ya, enggak sih... Tapi ya gitu."


Maksudnya, enggak mungkin dong telepon tanpa alasan apa-apa.


"Mau dengar suara cucu aja?"


"Itu juga sih... Tapi katanya, sebentar lagi hasil simulasi ujianmu keluar, kan?"


"Kan, ada alasan."


"Ya ya... Jadi, gimana? Jangan-jangan... kamu dapet nilai jelek?"


"Kalau bilang jelek, ya... jelek sih."


"....Apa, jelek?"


"Belum tahu, sih. Aku belum dapet hasilnya."


Hasil simulasi ujiannya belum kembali.


Kembalianya... mungkin beberapa hari lagi.


"Oh begitu, begitu... Kalau sudah tahu, kasih tahu aku ya."


"Boleh sih... Tapi, kamu penasaran?"


"Bisa buat pamer cucu."


"He... He..."


Rupanya, di komunitas kakek-nenek, nilai cucu jadi bahan pameran.


"...Tapi jangan sembarangan sebarin nilai orang ya."


"Enggak apa-apa, toh? Enggak bakalan berkurang."


"Enggak berkurang sih, tapi... privasiku..."


Untungnya, seharusnya enggak ada nilai yang memalukan.


Kalau memalukan, kakek pasti enggak akan bilang.


"Ngomong-ngomong... Kali ini, bisa menang lawan Tachibana?"


Suasana dari kakek berubah sedikit.


Oh, ini pembicaraan serius nih... Yuzuru sedikit mengganti sikapnya.


Ini bukan percakapan antara kakek dan cucu, tapi antara pemimpin sebelumnya dan pemimpin berikutnya.


"Itu... gimana ya. Dia kan pintar banget belajarnya."


"Hmm. Ya, kalau cuma belajar sih, lumayan."


Dari seberang telepon, terdengar suara kakek menghela nafas kecil.


"Aku enggak berniat kalah dari dia... eh, merasa kalah sama sekali kok."


"Meski begitu... kelihatannya kamu enggak terlalu kecewa kalah di ujian."


"Itu cuma ujian."


Tentu, ada rasa kecewa...


Tapi enggak ada alasan untuk terlalu fokus pada nilai ujian.


Bukan cuma soal nilai.


"Sejak dulu, Takasegawa kalah dalam hal kekayaan dari Tachibana."


"...Hmm, terus?"


"Tapi yang menang itu kita. Enggak peduli caranya, yang penting di akhir kita yang di atas, kan?"


Ketika Yuzuru menjawab begitu... dari seberang telepon, terdengar tawa kecil.


"Kalau kamu sudah mengerti, baguslah. Tapi... kalah di proses bukan alasan untuk diterima."


"...Akan aku ingat baik-baik."


Ketika Yuzuru menjawab seperti itu, "Kalau begitu, baiklah," kata mantan kepala keluarga dengan suara rendah.


Dan setelah memberikan nasihat, mantan kepala keluarga itu...


Segera kembali ke suara kakeknya.


"Ngomong-ngomong, bagaimana kabarmu dengan putri keluarga Amagi belakangan ini?"


"Bagaimana maksudmu?"


"Udah ciuman belum?"


Ciuman.


Artinya, ciuman.


Ciuman dengan Arisa... Saat Yuzuru membayangkan itu, dia merasa tubuhnya menjadi sedikit panas.


"Tidak mungkin! Kami menjaga hubungan platonic."


Sambil sedikit meninggi suaranya, Yuzuru menjawab.


Lalu kakeknya tertawa kecil sebelum berkata dengan gurauan.


"Tolong, sebelum aku mati, tunjukkan cicitku."


"...Ya, aku akan berusaha."


Yuzuru juga ingin menunjukkan wajah cicitnya.


Tentu saja, apakah itu “dengan Arisa” atau tidak, masih belum ditentukan.


"Hmm, tapi belum ciuman ya. Jadi, bukan berarti kalian tidak akur?"


"Ya, tentu saja tidak."


"Hmm-hmm. Tapi, kalian belum sampai pada titik memutuskan untuk menikah, kan?"


"Tidak, pertunangan..."


"Pada titik ini, pertunangan bisa dibatalkan kapan saja. Kalau dari pihak kita, sih."


Dengan suara agak dingin, kakek Yuzuru berkata demikian.


Keluarga Amagi tidak akan pernah mengizinkan pembatalan pertunangan dari pihak mereka.


Namun, dari pihak kita, pihak Takasegawa, membatalkan pertunangan itu mudah.


Itulah hubungan kekuatan antara keluarga Amagi dan Takasegawa, antara Arisa dan Yuzuru.


"Jika kau tidak suka, kau bisa berhenti. Itu hanya membuang-buang waktu."


Yuzuru merasakan panas yang ada sebelumnya perlahan mereda.


Dengan hati-hati memilih kata-kata, Yuzuru menjawab mantan kepala keluarga itu.


"Tidak, sama sekali tidak... Kami hanya pemalu. Jangan khawatir."


Jika mereka membatalkan pertunangan sekarang, posisi Arisa dalam keluarganya pasti akan memburuk.


Untuk melindungi Arisa, pertunangan ini perlu dipertahankan.


"Hmm... Begitu."


Setelah mendengar jawaban Yuzuru, kakeknya menggumam kecil.


Lalu kali ini, dengan suara yang mengandung tawa, dia berkata.


"Kalau kamu mau, aku bisa sedikit membantu?"


"...Membantu?"


"Artinya, aku akan mendorongmu dari belakang."


Dengan senyum licik, Yuzuru membayangkan kakeknya tertawa di ujung telepon.


Mendorong dari belakang.


Artinya, memberikan tekanan untuk memajukan pertunangan mereka agar Arisa tidak bisa menolak.


Itu adalah penawaran yang dia buat.


Bukan sebagai kakek yang memikirkan cucunya, tapi sebagai mantan kepala keluarga kepada calon kepala keluarga berikutnya... sebuah "intrik".


"Kebesaran hati Anda sangat aku hargai... tapi,"


Dengan sedikit menggigit bibir, Yuzuru menjawab dengan suara sebisa mungkin datar.


"Ini adalah pertunanganku, dan pernikahanku. Aku tidak bermaksud merepotkan Anda."


Setelah Yuzuru menjawab dengan nada formal...


Di ujung telepon, mantan kepala keluarga itu tertawa kecil melalui hidung.


"Kalau begitu, baiklah. ...Kalau kamu berubah pikiran, katakan saja. Aku akan membantu."


"...Ya, tapi aku rasa itu tidak akan terjadi."


"Hahaha... baiklah, semangatlah."


Entah mengapa, kakeknya tertawa sambil menutup telepon. 


Setelah menutup telepon, Yuzuru meletakkan ponselnya di atas meja dan berbaring lemas di kursi.


"Haah"


Setelah menghela nafas panjang, dia bergumam.


"Kayaknya aku harus berhati-hati dan menghindari bertindak tanpa pikir panjang."


Dan dia memutuskan untuk menghapus rencana pengakuannya.


__--__--__


Waktu aku kelas dua SD.


Dia pindah ke sekolahku.


Cewek itu sangat cantik dan menarik.


Sekilas saja, aku langsung jatuh cinta.


Saat dia duduk di sebelahku, aku sangat senang.


Aku sampai berpikir ini takdir.


Dia selalu tampak keren dan tak tergoyahkan oleh apa pun.


Tapi bukan berarti dia dingin, dia baik kepada siapa saja, tanpa membeda-bedakan.


Ketika aku lupa membawa buku pelajaran, dia meminjamkannya tanpa menunjukkan wajah kesal.


Dia memang anak yang baik.


Karena aku suka... aku ingin tahu lebih banyak tentang dia.


Suatu kali, aku pernah pergi ke rumahnya.


Itu pada musim dingin saat aku kelas empat SD.


Dengan niat iseng, aku memanjat tembok tinggi itu dan mengintip ke dalam rumahnya.


Saat itu, aku melihatnya.


Ibu dari gadis itu memukul pipinya.


Ditarik oleh ibunya, dia dilemparkan ke halaman.


Suara pintu kaca yang ditutup dengan keras sangat berkesan.


Meskipun itu adalah senja di musim dingin, dia berada di luar hanya dengan pakaian dalam, tampak kedinginan.


Aku bergegas mendekatinya.


Apa yang aku katakan pada saat itu... aku tidak ingat.


Tidak, mungkin aku tidak bisa mengatakan apa-apa saat itu.


Dia dengan mata dingin berkata satu kata.


"Tolong jangan berhubungan dengan aku," katanya.


Aku tidak punya pilihan selain lari.


Kemudian, aku mendengar cerita dari kakaknya, eh, sepupunya.


Dia gadis yang sangat kasihan, begitu ku tahu.


Dia berasal dari keluarga biasa yang tidak bisa kubayangkan.


Aku ingin melindunginya, ingin membantunya.


Tapi aku hanya anak-anak yang tidak punya kekuatan apa-apa.


Aku bahkan tidak tahu harus apa.


Namun, aku terus berpikir apakah ada yang bisa kulakukan untuknya.


Aku mencoba berbicara dengannya, membantu dengan pekerjaan sekolah, dan lain-lain.


Setiap kali, dia mengucapkan terima kasih dengan senyum yang indah.


Jika kami bisa perlahan mendekatkan jarak.


Dan saat aku menjadi dewasa...


Sambil berpikir begitu, aku menjadi siswa kelas enam SD.


Aku mendengar dari sepupunya, dia akan masuk SMP swasta yang cukup bagus.


Jadi aku meminta orang tuaku untuk membiarkanku mengikuti ujian masuk SMP.


Orang tuaku mungkin berpikir aku mulai tertarik belajar, mereka mendukungku sepenuhnya dan juga memasukkan aku ke bimbel.


Dengan cara atau lain, aku bisa lulus. 


Aku pikir pas SMP, jarak antara kita bakal makin deket.


Aku yakin banget, kehidupan sekolah ke depan bakal seru abis.


Tapi...


Anehnya, itu gak terjadi.


Mungkin karena kita udah masuk masa puber.


Mulai kerasa ada tembok antara cowok dan cewek.


Ekstrakurikuler juga dipisah antara cowok dan cewek.


Ditambah, pas SMP, nasib Aku kurang beruntung, cuma sekali bisa sekelas sama dia.


Kelas tiga SMP.


Pas mau ujian masuk SMA, denger-denger dia masuk SMA swasta.


Butuh waktu sekitar empat sampai lima puluh menit naik kereta.


Sekolah yang dibilang bagus dan jauh itu.


Katanya sih bukan sekolah unggulan banget, tapi aku bandingin nilaiku sama nilai yang dibutuhin buat masuk sekolah itu, bedanya jauh banget.


Aku usaha banget biar bisa masuk SMA yang sama...


Tapi, gak kayak pas ujian masuk SMP, aku gagal.


Rasanya putus asa.


Tapi, Aku sama dia tetanggaan.


Pasti masih ada kesempatan untuk ketemu.


Gak ada kesempatan itu bukan berarti gak ada.


Kalau SMA gak bisa, masuk universitas yang sama juga oke.


...Itu yang Aku pikirin, tapi ternyata aku terlalu optimis.


Saat orang kehilangan kontak, mereka jadi cepat banget jadi jauh.


Kadang-kadang ketemu, cuma bisa saling angguk.


Itu aja hubungan kita.


Waktu berlalu, bulan Juli.


Pas pulang dari bimbel, lewat depan rumah dia... Aku ketemu dia.


Tapi kali ini, ada yang beda.


Ada cowok asing berdiri di samping dia.


Cowok itu lebih tinggi dariku, tampangnya oke, dan punya aura yang tenang.


Awalnya aku kira dia kerabat atau apa gitu.


Soalnya keliatannya lebih dewasa dari anak SMA.


Keliatannya muda, mungkin mahasiswa.


Aku mikir gak mungkin mahasiswa punya hubungan sama cewek SMA, jadi mungkin dia anak orang kaya dari keluarga "Amagi" atau apa gitu, gitu prediksi ku.


Dia bilang dengan suara yang tenang dan ekspresi santai, dia teman sekelasnya.


Itu yang bikin aku kaget.


Tapi, dipikir-pikir, memang keliatan masih ada kepolosan di wajahnya yang rapi itu.


Dia juga, sama sepertiku, baru beberapa waktu lalu SMP.


Cara bicara dan sikapnya sangat lembut dan sopan.


Dia berdiri satu langkah di belakang dia, dengan sopan.


Kayaknya dia ngikutin dia, gitu posisinya.


Dan kayaknya dia selalu ngintip-ngintip, mencari tahu mood dan pendapat, perintah dia.


Aku pikir, jijik banget.


Lalu, Aku gak ingat apa yang aku bilang.


Yang pasti, Aku cuma ngarang alasan dan kabur.


Cuma teman sekelas.


Jadi, buat dia, cowok itu cuma teman cowok biasa.


Dia udah nolak banyak cowok yang nembak dia.


Gak mungkin sekarang, dia jadian sama teman sekelas cowok.


Aku coba yakinin diri aku sendiri. 


Meskipun begitu... aku jadi penasaran, penasaran banget, sampai-sampai gak bisa berhenti mikirin.


Beneran cuma teman sekelas doang?


Atau teman biasa?


Atau mungkin, mungkin saja...


Cuma mikirinnya aja udah bikin gak bisa tidur karena cemas.


Tapi, gak punya nyali buat nanya langsung.


Kalau ketemu, cuma saling angguk doang.


Hari-hari begitu terus berlalu... sampai akhirnya bulan September tiba.


Suatu hari, aku pergi belanja baju bareng keluarga.


Dan... dia ada di sana.


Mau nyapa, tapi... di sampingnya ada cowok itu.


Mereka kelihatan asik ngobrol.


...tanpa sengaja, aku langsung sembunyi.


Dia ngambil coat yang desainnya keliatan dewasa, cocok buat musim gugur.


Trus liat dompetnya, dan keluarlah helaan napas.


Kayaknya, dengan uang jajan dia, gak mungkin bisa beli itu.


Trus dia ngomong sesuatu ke cowok itu.


Ngobrol bentar.


Lalu ngomong ke pegawai toko, dan nyoba pake coat itu.


Trus dia ngomong lagi ke cowok itu.


Cowok itu bilang sesuatu, dan dia keliatan seneng banget.


Trus... aku denger dikit suara mereka.


"Aku bakal beli ini ya?"


Kayak gitu suaranya.


Dengan semangat, seakan-akan memastikan, dia nanya ke cowok itu.


Aku langsung sadar.


Dia minta cowok itu buat beliin coat, dan cowok itu mengangguk.


Cowok itu keluarin kartu kredit dari dompet, dan dengan gampangnya beli coat mahal, merek terkenal itu.


Dia terima kantong kertas yang berisi coat dari pegawai toko.


Senang banget, dia peluk itu kantong dengan kedua tangannya.


Gak dekat sama siapa-siapa.


Bunga di puncak gunung yang tinggi.


Seperti serigala yang anggun dan sendirian.


Cowok itu perlahan mengulurkan tangannya ke dia.


Lalu, mengusap rambutnya yang indah dan halus.


Dia sama sekali gak menolak.


Malahan, dia pasrah.


Mata dia menyipit, kelihatan nyaman.


Bener-bener seperti pasangan yang mesra.


Gak tahan liat ekspresinya yang lemes banget itu.


Jadi, aku liat muka cowok itu.


Cowok itu... dengan senyum menyebalkan di wajahnya.


Kelihatannya seperti ada yang dia rencanakan yang gak baik.


Pengen banget teriak, "Jangan tertipu."


Sebenarnya, pengen teriak... tapi gak punya keberanian.


Mual mulai naik. Begitu sadar, aku udah ada di toilet cowok.


Cuci muka di wastafel.


Di cermin, ada cowok dengan wajah pucat... itu aku.


Cintaku udah berakhir sebelum sempat mulai. 


(TL/N : Buat yang bingung, monolog diatas kemungkinan besar berasal dari laki-laki yang nyamperin Yuzuru & Arisa di Vol1)



Previous Chapter | ToC | Next Chapter


Post a Comment

Post a Comment

close