-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

OmiAi [LN] Volume 2 Chapter 5

 CHAPTER 5: FEELINGS TOWARD MY ``FIANCÉE''

(Perasaan yang sejujurnya terhadap `` Tunangan”ku)



Pada hari Sabtu itu, kebetulan, adalah hari setelah Halloween.


Arisa bawa tas kertas, terus dateng ke rumah Yuzuru.


"Har ini juga mohon bantuannya ya"


"...Ah"


Yuzuru yang nyambut Arisa, langsung kaget dan tarik nafas.


Mungkin karena udah makin dingin, musim gugur yang makin dalam... Arisa pakai baju yang keliatan lebih hangat dari biasanya.


Lebih tepatnya... sweater rajut yang keliatan super hangat.


Sweater warna krim itu nempel sempurna di tubuh Arisa, nunjukin garis tubuhnya yang cantik.


Jadi, dada yang berisi itu, mau gak mau masuk ke pandangan... Tentu saja, bukan sesuatu yang dibenci, malah sebaliknya.


Tapi, meskipun bagian atasnya keliatan hangat, bagian bawahnya keliatan agak dingin.


Anehnya, Arisa pakai rok mini.


Kaki yang panjang dan cantik, terbungkus oleh stocking hitam yang mengilap, terlihat dari rok pendek itu.


Di antara cewek seumurannya, dia termasuk yang cukup kurus.


Tapi, gak terlalu kurus, masih ada dagingnya, keliatan sangat lembut.


Sambil sedikit deg-degan, Yuzuru ngajak Arisa masuk ke dalam rumah.


"Itu, Yuzuru-san. ...Karena kan lagi Halloween gitu di mana-mana. Aku bikin kue nih."


Begitu kata Arisa, dia ngeluarin cangkir plastik yang cantik dari tas kertasnya.


Kayaknya semacam puding.


"Aku bikin puding labu. Semoga cocok di lidah kamu"


"Terima kasih, Arisa"


Yuzuru berterima kasih pada Arisa, terus terima puding itu.


Lalu, Arisa tersenyum pahit.


"Sebenarnya kemarin, aku dapat kue dari Ayaka-san, Chiharu-san, Tenka-san, dan Zenji-san"


"Arisa juga dapat ya, dari mereka berempat"


Sama seperti Arisa, Yuzuru juga dapat kue dari mereka berempat.


Ayaka dan Chiharu yang suka dengan festival itu mempersiapkan kue sudah diperkirakan.


Tapi, Tenka dan Hijiri, terutama Tenka, menyiapkan kue Halloween itu di luar dugaan.


Mereka berdua bukan tipe yang suka festival.


Tapi, mungkin sebagai bagian dari interaksi sosial, mereka mempertimbangkan hal itu.


"Yuzuru-san juga dapat ya... Sebenarnya, aku malu karena gak menyiapkan apa-apa"


"Ah, tapi itu yang normal kan"


Gimana di luar negeri gak tau ya...


Di Jepang, cuma dianggap pesta kostum biasa.


Orang yang ngasih kue ke satu sama lain memang gak jarang, tapi yang gak menyiapkan juga harusnya gak jarang.


Yuzuru memikirkan Ayaka dan Chiharu pasti bawa, jadi dia menyiapkan beberapa balasan... tapi gak terlalu punya keinginan untuk aktif membagikan.


"Tapi, aku sedikit merasa bersalah gitu"


Merasa bersalah...


Kayaknya gak sampe segitunya, tapi keliatan dia memikirkannya.


"Gak usah terlalu dipikirin"


"...Beneran ya?" 


Wah, Arisa kayaknya sedikit cemas gitu deh. Terus, Yuzuru dengan agak lebay gitu mengangguk-ngangguk sambil nunjukkin.


"Kalo kamu merasa bersalah dan pengen ngasih mereka kue sebagai hadiah, mungkin tahun depan bisa coba deh?"


"Iya, bener juga ya... Kalo dipaksain ngasih balik, orangnya juga bisa jadi merasa bersalah."


Kayaknya Arisa udah mutusin buat nyiapin hadiah tahun depan deh.


Nah, Arisa kasih Yuzuru puding, dan Yuzuru bawa balasan dari kulkas.


Biasanya sih kotak kue dari toko kue barat itu.


Yang beda kali ini... kotaknya ada gambar Halloween.


"Kalo dari aku sih... ya, meskipun selalu nyiapin, ini jadi balasannya juga aneh sih."


Dia taro kotaknya di meja, buka dan nunjukkin isinya ke Arisa.


Arisa ngintip ke dalam dan matanya langsung melebar kaget.


"Ini, aku tahu loh. Temen-temen di kelas sempet ngomongin ini."


"Ngomongin apa?"


"Yang terbatas itu kan? Harus antri dulu baru bisa beli!?"


Arisa agak excited gitu ngomongnya.


Yuzuru cuma mengangguk.


"Iya, tadi pagi aku bangun pagi-pagi buat antri beli ini."


Yang Yuzuru beli itu kue Halloween terbatas.


Di musim ini, toko kue barat langganan Yuzuru menjual kue labu spesial.


Mungkin Arisa bakal bikin kue Halloween buat dia?


Jadi, Yuzuru agak berusaha nih, beli kue ini.


"Aduh, jadi merasa bersalah nih. Aku cuma bikin puding biasa aja..."


"Daripada merasa bersalah, mending dipuji dulu deh."


Daripada minta maaf, mending dihargai gitu loh.


Yuzuru setengah bercanda gitu bilang.


Eh, Arisa malah merem melek gitu.


"Jadi... mau aku elus-elus gitu?"


"Eh!?"


Yuzuru kaget, sampe keluar suara aneh.


Arisa pipinya sedikit merah, tapi dia cengar-cengir.


"Kan yang minta dipuji Yuzuru-san."


"Iya, memang sih... tapi..."


"Kalo udah minta izin, berarti boleh dong aku elus?"


Memang sih, dia sempet bilang gitu.


Yuzuru sendiri sering elus kepala Arisa, jadi kalo Arisa bilang, "Kamu nggak adil kalo nggak kasih aku elus," Yuzuru juga nggak bisa nolak.


"Kepalaku dielus nggak akan seru kok."


"Aku sih seru-seru aja."


Arisa bilang gitu terus dia duduk bersila.


Terus dia tepuk-tepuk pahanya yang keliatan lembut itu.


"Eh? Gak mungkin..."


"Sebagai ucapan terima kasih. Katanya sih, cowok suka ginian... Yuzuru-san nggak suka?"


"Gak, nggak... nggak gitu."


Melihat keindahan kakinya, Yuzuru langsung menelan ludah.


Jujur, dia suka banget.


Meskipun pikirannya bilang nggak baik, tapi dia kalah sama pesonanya, dan Yuzuru akhirnya letakkin kepalanya di atas lutut Arisa.


Terus dia bisa liat tumpukan lemak yang keliatan lembut itu.


Buah yang ranum itu melawan gravitasi, mengarah ke atas.


Karena nggak bisa tahan lagi secara rasional, Yuzuru memutuskan untuk memalingkan muka.


Tapi, itu langsung dia sadari sebagai kesalahan.


Soalnya, daripada bagian belakang kepala, pipinys lebih bisa ngerasain kelembutan paha Arisa.


Bau sabun batu dan sedikit bau keringat menggerogoti akal sehat Yuzuru.


"Makasih ya, sudah antri dari pagi-pagi buatku."


Begitu katanya, Arisa mulai mengelus kepala Yuzuru.


Setiap jari Arisa menyentuh rambut, telinga, dan leher belakang, ada sensasi merinding yang berlari di tubuhnya.


"Ah... udah, nggak kuat."


"Ahh!"


Karena rasanya nggak mungkin menahan lagi, Yuzuru berusaha kabur dari Arisa dengan berguling.


Di sisi lain, Arisa mengeluarkan suara kesepian.


"Masih, aku belum puas mengelusnya."


"Aku sudah puas jadi aku pergi."


Ketika Yuzuru menjawab begitu, Arisa membuat wajahnya jadi bentuk huruf 'へ' yang menunjukkan ketidakpuasan.


"Setelah membiarkan aku mengelus, lalu puas dan kabur... Kamu nggak perlu mirip seperti kucing sih."


"Awalnya, aku nggak berniat jadi kucing kok."


Yang minta mengelus dari awal adalah Arisa.


Yuzuru jadi merasa sedikit tidak puas dengan itu.


Nah, karena Arisa sudah repot-repot membuatnya, Yuzuru langsung mencoba makan puding labu yang dibuatnya.


Dia menusukkan sendok ke dalam cangkir.


Kayaknya ini tipe yang agak keras.


Begitu dimasukkan ke mulut, rasa telur yang kaya dan rasa serta manis labu menyebar di mulut.


Teksturnya juga enak.


Ketika dimakan bersama saus karamel di dasar, pahit dan manisnya bertambah, membuat rasa yang berbeda lagi.


"Gimana? Enak nggak?"


"Iya, enak banget. Seperti kue sebelumnya, kamu juga jago bikin kue ya."


Yuzuru memujinya begitu, dan Arisa malu-malu menggelengkan kepalanya.


"Ah, nggak kok. Memang sih, kadang-kadang aku bikin pakai sisa tepung, telur, susu, jadi mungkin lebih bisa daripada orang lain. ...Tapi kalau ikutin resep, siapa saja bisa bikin dengan mudah kok."


"Itu karena skill masakmu yang tinggi sih..."


Di sini, muncul satu pertanyaan.


Apa Arisa bisa membuat semua jenis masakan? Apakah ada yang dia tidak bisa?


"Kamu ada masakan yang nggak bisa dibuat?."


"Emm... Aku kurang bisa masak masakan Cina. Rasanya sulit."


"...Baru sadar, aku jarang makan masakan Cina buatanmu ya."


Kata 'kurang bisa' dari Arisa yang jago masak, mungkin berarti masih jago bagi orang biasa.


Tapi memang sepertinya dia nggak terlalu yakin, dan kebanyakan masakan yang Arisa buat adalah masakan Jepang atau mungkin kroket, udang goreng, omurice dan lain-lain yang lebih ke arah masakan Barat.


Mungkin dia belum pernah buat masakan Cina sama sekali.


"Berbeda dengan kaldu ikan atau kaldu rumput laut, rasa masakan Cina itu... susah melebihi bumbu penyedap rasa."


"Arisa anti bumbu penyedap rasa gitu ya?"


Sebagai catatan, Yuzuru dibesarkan dengan 'bumbu penyedap rasa' dari ibunya, jadi dia nggak punya masalah dengan itu.


Tentu saja, dia lebih suka penyedap rasa buatan Arisa.


"Bukan begitu. Aku juga pakai tergantung kondisinya. Hanya saja... rasanya kalah gitu. Merasa terhina."


"......Oh, I see."(Aku melihat, salah. Aku paham, benar)


Nyatanya sama sekali nggak ngerti.


Apa yang membuatnya merasa kalah?


Apakah dengan budaya masakan Cina?


Atau dengan bumbu penyedap rasa itu sendiri?


Apa keuntungan Arisa meskipun dia menang?


Aku bertanya-tanya, tapi tidak mengungkapkan dengan lantang.


"Terus, kayaknya kurang api ya. Setiap buat nasi goreng, aku kurang puas dengan."


"Nasi goreng ya... Memang sih, itu masakan yang dalam ilmunya."


Nasi goreng juga sering dibuat Yuzuru.


Peperoncino dan nasi goreng itu masakan yang simple tapi dalam... banyak orang yang aneh-aneh gitu keras kepala sama masakan ini.


"...Kalo masakan Cina, Ayaka mahir lho."


"Oh ya?"


"Iya. Beberapa kali diajak makan, enak banget. Katanya diajarin sama koki Cina kenalan."


Ternyata Ayaka jago masak.


Apalagi masakan Cina, sampe merawat wajan besinya gitu keras kepala.


"...Kira-kira dia mau ngajarin aku gak ya?"


"Pasti mau, dia pasti seneng banget ngajarin orang."


Pasti bangga banget pas ngajarin.


"Yaudah, aku minta diajarin deh. ...Aku bakal usaha bisa masakin masakan Cina yang enak."


"Kutunggu deh. Masakanmu itu kan selalu jadi penantianku setiap minggu."


"Serius?"


"Iya, tiap hari juga pengen makan."


Kalo bisa makan masakan Arisa tiap hari, itu pasti bahagia banget.


Orang-orang di rumah besar Amagi harus sadar kalo mereka itu beruntung.


"...Tiap hari, ya. Jadi, aku buat ya?"


"Eh?"


Yuzuru kaget dengan usulan Arisa.


Ini lebih dari yang dia harapkan, kalo dia mau buat tiap hari, itu lebih baik lagi...


"Maksudnya, tiap hari kesini?"


"Itu sih susah... Maksudku, mungkin aku bisa buat bento."


"Bento!?"


Dibikinin bento sama cewek imut tiap hari.


Buat cowok, ini kabar yang sangat menyenangkan.


"...Tapi, itu kan repot?"


"Aku biasa kok bikin bento sendiri tiap pagi. Jadi, kerjanya sama aja. Ah, tapi biaya bahan ya."


"Cuma biaya bahan?"


Meski bilang kerjanya sama, tapi tetep aja kerjaannya nambah.


Yuzuru merasa gak enak kalo gak bayar "upah" Arisa...


"Tenang aja. Kan kamu udah banyak bantu aku, kayak bayarin jaket dan lain-lain. Lagian... aku pengen bikin buat Yuzuru-san."


Arisa sedikit merona saat bilang itu.


Dia bilang pengen bikin, jadi rasanya gak sopan kalo Yuzuru maksa bayar "upah".


"Yaudah, aku terima itikat baiknya. ...Nanti aku cari kesempatan buat balas budi."


"Gak usah repot-repot balas budi..."


"Boleh dong kalo aku pengen balas budi?"


Ketika Yuzuru bilang gitu, Arisa tersenyum getir.


Lalu, dia mengangguk pelan.


Sambil ngobrol-ngobrol, Yuzuru udah habis makan pudingnya.


Langsung dia ambil kotak yang tadinya ditaruh di kulkas, dan pindahin ke piring.


"Ini balasan buat pudingnya."


"Terima kasih."


Arisa menatap kue itu dengan serius.


Lalu, dia menatap Yuzuru.


"Ada apa?"


"Eh, inget... kita belum ngomongin kata-kata standar buat Halloween ya." 


Sebuah kata yang standar.


Jadi, itu kayak "Kalo ga ngasih permen, aku bakal jailin loh?"(Trick or treat)


"Ngomongin hal yang udah biasa, kamu juga ga cosplay-an. Entah ada artinya apa engga."


Sambil cengar-cengir, Yuzuru ngomong gitu...


Terus, Arisa ngeluarin sesuatu dari kantong kertas.


Itu adalah dua jenis bando.


Satunya telinga kucing, yang lain telinga anjing.


"...Wah, Persiapanmu mantap juga ya"


"Ini kudapet dari Ayaka-san"


"Yah, pantesan"


‘Besok, coba deh kamu sama Yuzuru bikin pesta Halloween.’


Kayak gitu deh kira-kira, sambil Arisa ngasih Yuzuru cosplay item yang Ayaka paksain ke dia.


"Yuzuru-san, kamu tim anjing kan. Ini telinga anjingnya buatmu"


"…Makasih ya"


Terus, Yuzuru coba pake tuh telinga anjing.


Dan nanya ke Arisa.


"Gimana?"


"...Hehe, cocok loh"


"Kamu barusan ketawa kan?"


"Engga kok"


"...Ya udah, aku udah pake ini, kamu juga harusnya pake."


Yuzuru ngajak Arisa yang rada enggan buat pake bando telinga kucing.


Setelah berpikir sebentar, Arisa akhirnya pake bando itu di kepala.


Terus dengan malu-malu, dia nunduk dan pipinya sedikit memerah, bertanya ke Yuzuru.


"...Gimana?"


"Lumayan... imut..."(kawai nee~ >_<)


Berbeda dengan Yuzuru, telinga kucing sangat cocok dengan Arisa.


Walaupun merasa mungkin telinga anjing lebih cocok untuk kepribadian Arisa, tapi tetep aja dia keliatan imut.


"Be, beneran? ...Eh, Yuzuru-san"


Arisa menghadap Yuzuru lagi.


Terus dengan muka merah padam, dia batuk-batuk kecil sebelum menirukan kucing dengan melengkungkan pergelangan tangannya.


"Kalo ga dikasih permen... aku bakal jailin, nyaa~"


"..."


"Eh, Yuzuru-san! Jangan diam dong, diam itu yang paling bikin bingung!!"


Dengan muka merah kayak rebusan udang, Arisa megang bahu Yuzuru dan goyangin dengan keras.


Sementara itu, Yuzuru yang terpesona oleh keimutan Arisa, mulai merasa panas di muka karena gugup dan malu.


"...Aku kembalikan pudingnya, jadi jangan jail ya?"


"Engga bisa dong! Maksudmu gimana sih!?"


Dengan keras, Arisa terus memukul-mukul badan Yuzuru dengan tinjunya.

__--__--__


"Yuzuru itu..."


"Bawa bento, katanya..."


Sepeti ngeliat sesuatu yang ga bisa dipercaya.


Sepertinya dunia bakal kiamat besok.


Itu ekspresi yang ditunjukkin oleh Souichirou dan Hijiri.


"Biarkan aja dah, apa salahnya aku bawa bento?"


Begitu kata Yuzuru, sambil buka kotak bento yang dia terima dari Arisa pagi itu.


Masih hangat karena tipe kotak yang bisa menjaga suhu.


Ada dua kotak bekal.


Satunya berisi nasi dengan umeboshi. Dan yang lainnya penuh dengan lauk yang stylish.


Typical Arisa banget, ga ada makanan beku sama sekali.


...Mungkin ini juga karena dia ga mau kalah?


"Yukishiroshiro-san kah?"


Yang nebak bener adalah Souichirou. 

Yuzuru itu gak bisa kan dapetin bekal dari ibunya soalnya dia tinggal sendiri, dan juga mustahil Yuzuru yang masak bekalnya sendiri. Jadi, pikirannya itu udah bener.


"Yah, begitulah."


Abis jawab gitu, dia ambil sumpit... dan pertama-tama cobain ayam gorengnya.


Rasanya pas, gak terlalu kuat dan gak terlalu lembek.


Meskipun udah lama dibuat, tapi kulitnya masih kriuk-kriuk.


Pas digigit, malah lebih lembut dari yang dia kira dan rasa dagingnya nyebar di mulut.


(Masakan Arisa emang enak banget ya)


Yuzuru memutuskan untuk bilang kalau masakannya enak besok paginya.


Ngomong-ngomong, ada tiga kotak bekal yang dia puter gantinya.


Tapi emang beneran enak sih.


Masakan Arisa yang baru dibuat itu spesial banget rasanya, tapi dia juga bisa bikin lauk yang tetep enak meskipun udah dingin.


Dan gak cuma enak, penampilannya juga cerah dan dia juga perhatiin keseimbangan gizinya.


Beneran deh, salut banget.


"Apaan sih... cuma aku doang ya, yang makan makanan kantin sekolah?"


Souichiro bawa bekal dari ibunya.


Selama ini cuma Yuzuru dan Hijiri yang makan makanan kantin, Souichiro doang yang bawa bekal, tapi itu juga cuma sampe hari ini.


"Tapi, bekal dari istri di umur SMA?"


"Udah kayak nikah aja."


Soichiro dan Hijiri ngeledek, setengah bercanda setengah serius gitu.


Btw, Hijiri udah tau tentang "pertunangan" dari Arisa.


Karena ada acara belajar bareng dan Halloween, kayaknya Arisa jadi deket sama Tenka.


Mereka pikir gak enak kalo terus-terusan dirahasiain, jadi akhirnya cerita deh ke Hijiri sama Tenka.


Buat Yuzuru sendiri, merahasiakannya itu agak bikin tegang, jadi sekarang dia merasa lebih lega.


"Setidaknya, aku bayar biaya bahan-bahannya kok."


"Orang biasa gak bakalan mau masak hanya dengan biaya bahan-bahannya doang."


"Kalo aku yang minta, memangnya Yukishiro-san juga bakal masakin aku?"


"Ya, gak mungkin lah."


Arisa bukan tukang masak bekal.


Meskipun kerjaannya sama, tapi pasti butuh waktu dan effort, dan dia masakin bekal cuma karena dia punya perasaan yang cukup kuat ke Yuzuru.


Apakah itu persahabatan atau lebih, itu sih... gak tau.


"Beneran nih, kalian gak jadian? ...Ya, secara teknis udah 'tunangan' sih."


"Dari ceritanya, kalian itu kayak pasangan yang udah deket banget. Ada rencana buat nikah gak?"


"Ah, jadi nanya gitu?"


Yuzuru sendiri sadar kok.


Awalnya dia 'berperilaku sebagai tunangan' buat kencan, tapi belakangan ini jadi lebih menikmati.


Arisa juga pasti sama.


"...Ya, aku suka sama Arisa."


"Jelas dong."


"Udah lama aku pikir, tipe cewek barat gitu, langsung sasaran buat tipe kamu ya."


"Bukan Cuma karna mukanya doang sih."


Seperti yang Hijiri bilang, Arisa itu, termasuk gayanya yang luar biasa, langsung kena banget sama selera Yuzuru.


Ditambah lagi, dia juga punya sifat yang baik.


Dia itu baik, perhatian, dan menghargai Yuzuru.


Arisa bilang dia punya sifat buruk... tapi itu juga lucu sih.


Dan juga, dia jago masak. 


Dan yang paling penting, seperti yang bisa dilihat dari kejadian Halloween, dia cukup asyik dan bisa bercanda juga...


Seru kalau bareng dia.

"Tapi kalau ditanya apakah ada perasaan cinta, itu aku gak yakin sih."


"Jadi, suka sebagai teman?"


"Suka sebagai lawan jenis, bukan?"


"Iya, memang suka sebagai lawan jenis. Tapi... hanya karena suka, belum tentu ada perasaan cinta yang kuat, kan?"


Setiap cowok pasti ada satu atau dua cewek yang mereka perhatikan.


Bahkan cowok yang udah punya istri atau pacar, meskipun gak selingkuh atau apa, kalo ada cewek yang cantik dan baik, pasti mikir 'bagus juga'.


"Intinya, aku merasa nyaman dengan hubungan kita sekarang, jadi aku gak terlalu ingin memaksanya maju lebih dari ini. Yang paling penting..."


Gak semua pasangan kekasih atau suami istri, mulai hubungan mereka dengan perasaan yang sangat mendalam.


Malahan, banyak yang mulai berkencan karena "begitu saja".


Jadi, gak ada yang salah dengan Yuzuru jadi pacar Arisa...


"Tapi, aku... kurasa gak baik kalau aku jatuh cinta sama Arisa."


Meskipun Yuzuru dan Arisa terlihat sejajar, sebenarnya hubungan mereka gak bisa dibilang sejajar.


Yuzuru bisa menolak untuk menikah dengan Arisa, tapi Arisa gak bisa menolak.


"Keterikatan" antara Yuzuru dan Arisa, bisa terjadi karena Yuzuru sendiri yang gak ingin menikah.


Dengan kata lain... walau kedengarannya buruk, Yuzuru seolah-olah memiliki kuasa atas hidup dan mati Arisa.


Jadi, kalau Yuzuru jatuh cinta sama Arisa, alias Yuzuru ingin menikah, Arisa gak bisa menolak.


Dan, Yuzuru menjelaskan pemikirannya itu kepada Souichirou dan Hijiri.


"Nah, begitulah ceritanya. Jadi, untuk saat ini, aku ingin mempertahankan hubungan kita. Aku gak ingin menjadi pacar hanya karena ingin memaksakan perasaanku ke dia."


Setelah berkata begitu, Yuzuru membayangkan wajah ayahnya.


(Ayah pasti orang yang gak pilih-pilih cara. Mungkin, sifat lemah lembut Arisa udah lama dia ketahui... harus hati-hati)


Takasegawa Kazuya, pada pandangan pertama, mungkin terlihat lembut, tapi sebenarnya dia sangat tenang, kejam, dan dingin.


Tentu saja, itu hanya satu sisi dalam pekerjaan, dalam urusan pribadi dia adalah ayah yang baik dan sayang keluarga, jadi Yuzuru juga menghormati ayahnya sebagai ayah yang baik...


Tapi, kenyataan bahwa dia bisa dengan mudah menggunakan putranya Yuzuru sebagai alat pernikahan politik, itu juga fakta.


Kalau dia bisa menggunakan putranya tanpa ragu, apalagi dengan Arisa yang adalah orang asing.


Melindungi Arisa dari keluarga "Amagi", tentu saja penting, tapi dari keluarga "Takasegawa", itu mungkin lebih penting.


Tenang, kejam, dingin.


Tidak memilih cara untuk mencapai tujuan. 


Keluarga yang jago merencanakan dan selalu punya cara licik.


Itu reputasi keluarga "Takasegawa" dari pandangan orang banyak, dan itu memang benar adanya.


Ancaman dari keluarga "Takasegawa" itu, Yuzuru, orangnya sendiri, paling tahu.


Dibanding ayah atau kakeknya, Yuzuru cuma bisa ketawa dalam hati, mikirin dirinya yang kayak lagi rebel.


"...."


Di sisi lain, setelah dengerin kata-kata Yuzuru, Souichirou sama Hijiri saling pandang.


Terus mereka nanya ke Yuzuru.


"Kalau kamu beneran jatuh cinta, terus pengen dia dengan segala cara, kamu bakal gimana?"


"Kalau Yukishiro-san yang datang ngejar kamu, kamu bakal gimana?"


Yuzuru cuma angkat bahu.


"Yah, nanti juga liat situasi aja."


***


Seminggu lebih dikit setelah Halloween.


Hari itu, ada simulasi ujian nasional yang ketiga.


Setelah simulasi, Yuzuru dan Arisa lagi ngitung skor mereka di apartemen.


"Kalau terus-terusan simulasi gini, emang bener-bener capek ya..."


Setelah selesai ngitung, Arisa meregangkan badannya.


Baru dua minggu yang lalu ada simulasi dengan tingkat kesulitan tinggi, jadi dalam sebulan ini mereka udah ngadepin dua simulasi.


Meskipun ada Halloween buat sedikit hiburan...


Arisa juga keliatannya udah capek.


"Tapi ya sudahlah... setidaknya, ini simulasi terakhir buat sekarang."


"Iya, bener. ...Gimana kalau Sabtu depan, kita... keluar aja? Sebagai hiburan."


Maksudnya, ngajak jalan-jalan alias kencan.


Belakangan ini mereka lebih banyak "kencan di rumah", yang isinya belajar, jadi ide buat jalan-jalan sangat disetujui.


Tapi...


"Sebenarnya, ada yang mau aku omongin."


"Ada masalah, ya?"


"Iya. ...Apa boleh adikku, Ayumi, ikut sama kita?"


Arisa terkejut dengan usulan Yuzuru.


***


Semuanya bermula dari malam sebelumnya.


"Halo?"


"Nii-san, ini aku!"


"Siapa, penipu?"


"Ini aku, Takasegawa Ayumi!"


"Oh, Ayumi ya."


"Bukan 'oh, Ayumi'. Aku menelponmu, harusnya kamu tahu!"


Ayumi kesal di seberang telepon.


Tentunya, Yuzuru cuma bercanda, dan Ayumi juga pura-pura marah sebagai bagian dari candaan.


Mereka bersaudara, jadi adu mulut kayak gini biasa aja.


"Jadi, ada apa? ...Besok Sabtu, kan ada simulasi."


Meskipun Sabtu, mereka harus datang ke sekolah buat simulasi.


Meskipun aneh, harusnya simulasi di luar tapi malah di dalam sekolah.


"Kamu lagi belajar?"


"Iya, lagi belajar. Jadi, cepetan ya."


"Aku pengen belanja baju di pusat kota hari Sabtu atau Minggu depan."


"Jadi, kamu pengen aku ikut sebagai bodyguard sekaligus pembawa barang?"


"Iya, setengahnya benar."


Mereka bersaudara lumayan akur, dan Ayumi sering minta Yuzuru jadi bo

dyguard sekaligus pembawa barang belanjanya.


Bahkan setelah Yuzuru mulai hidup sendiri, masih aja gitu.


Tapi... "setengahnya", maksudnya apa ya? 


Yuzuru miringin kepalanya.


"Yang setengahnya lagi apa?"


"Nii-san, kamu kan ga ngerti sama sekali soal baju perempuan."


"Bisa lah membedakan mana yang lucu sama yang enggak."


"Tapi Nii-san kan ga tahu soal tren atau brand."


Memang sih, Yuzuru ga ngerti brand baju wanita.


Ga tertarik soalnya.


Kalo soal brand jam tangan atau jas, dia agak paham karena tertarik.


"Jadi,aku pengennya Arisa-san juga ikut."


"Arisa?"


"Kan udah waktunya cari baju musim dingin. Arisa-san juga perempuan, pasti ngerasain hal yang sama kayak aku. Sekalian ngedeketin hubungan, pengen belanja bareng."


"Oke deh."


Tapi, Yuzuru baru aja terima bayaran hutang uang dari Arisa.


Dia khawatir kalo Arisa ga punya cukup uang.


"Ya udah, nanti aku tanya."


"Thanks ya. Nii-san, sampai jumpa."


"Iya iya, sampai jumpa juga."




"Jadi, gitu ceritanya."


"Okelah."


Setelah denger penjelasan dari Yuzuru, Arisa kayaknya paham dan mengangguk.


Dan dia mengangguk pelan.


"Boleh aja."


"…Uangnya ga masalah?"


Yuzuru ga tau berapa uang saku yang Arisa terima.


Tapi, kemungkinan besar ga banyak.


Keluarga Takasegawa punya prinsip 'pakaian, kosmetik, alat tulis, buku pelajaran ga termasuk uang saku', jadi Ayumi pasti bisa dapetin cukup banyak uang buat baju dari orang tuanya.


Kalo ikut belanja sama Ayumi, dompet Arisa bisa kering.


"Di keluargaku, uang saku itu gak per bulan, tapi sesuai kebutuhan."


"Sesuai kebutuhan?"


"Kayak… kalo butuh ganti baju secara rutin, tiap kuartal dikasih jumlah tertentu buat beli baju. Kalo buat kencan, dikasih tiap butuh… gitu deh. Jadi kalo bilang ke ayah angkatku mau belanja baju sama Yuzuru-san dan adiknya… mungkin bisa dapet lagi, selain uang baju musim dingin yang baru ajaku dapet, jadi ga perlu khawatir."


Dari dulu, Yuzuru selalu penasaran soal keuangan Arisa.


Misalnya dia bilang 'belum pernah beli sabun yang agak mahal', tapi suka pakai baju yang stylish.


Dan pas kencan, dia ga pernah ragu pas bayar bioskop atau makan.


Ga jelas dia punya uang saku atau ga… gimana sih?


Tapi, dengan kata-kata Arisa barusan, semua jadi jelas.


Mungkin, ayah angkat Arisa ngasih dia hidup yang cukup tanpa kekurangan.


Dia pasti ngasih uang buat kencan dengan Yuzuru, dan juga buat beli baju.


Tapi… mungkin karena dia laki-laki, dia ga mikirin 'milih sabun'.


Pasti banyak hal lain yang kayak gini.


Bagi Arisa, melihat orang lain punya sesuatu yang dia ga punya bisa bikin dia merasa rendah diri, dan itu bisa jadi sumber kompleksitas, tapi karena itu bukan barang kebutuhan hidup, dia ga bisa minta uang buat itu sama ayah angkatnya.


"Oke… jadi, ini malah bagus buat kamu, ya?" 


Kalau dapet uang jajan berdasarkan tujuan, dompet Arisa nggak bakal merasa sakit.


Malah, punya tujuan itu buat Arisa berarti ada alasan buat dapet uang, jadi untung dong.


"Iya, sih... Tapi, bakal merepotkan ayah angkatku."


Dengan ekspresi agak bersalah, Arisa ngomong begitu.


Sebenarnya, yang maksa pertunangan sama pernikahan itu kan ayah angkatnya, dan itu butuh biaya, jadi seharusnya Arisa nggak perlu segan...


Tapi, kayaknya dia tetep merasa khawatir.


"Jangan khawatir... Karena pertunangan kita, ayah angkatmu juga dapet untung yang nggak sedikit kok."


"…Tapi, kita belum nikah kan? Masih bisa dapet untung dalam situasi gini?"


Yuzuru agak tersangkut dengan kata "belum" itu, tapi dia memilih untuk nggak nanya.


Terus, dia jawab pertanyaan Arisa.


"Kayaknya orang tuaku udah invest cukup banyak di perusahaan yang ayah angkatmu kelola. Mungkin... cerita investasi itu udah ada sebelum kita bertunangan, tapi setelahnya jumlah investasi meningkat, jadi pasti ada pengaruhnya."


Sebenarnya, yang diincar ayah angkat itu lebih ke fakta bahwa dia bisa masuk ke bawah naungan Takasegawa dan reputasi dari orang-orang di sekitarnya.


Pertunangan Yuzuru dan Arisa belum diumumkan secara resmi, tapi informasi pasti bocor dari suatu tempat, dan sebenarnya ayahnya Yuzuru bertindak dengan asumsi bahwa informasi pertunangan akan bocor... eh, malah aktif menyebarkannya.


Dengan cara itu, mereka menyebarkan kabar bahwa Amagi masuk ke bawah naungan Takasegawa.


Dank keluarga Amagi juga menyebarkan informasi itu untuk mengumpulkan pinjaman.


Kalau cuma keluarga Amagi sendiri, orang lain mungkin ragu, tapi kalau tahu ada keluarga Takasegawa di belakangnya, orang yang mau ngeluarin uang juga banyak.


Yuzuru juga penasaran sama gerakan uang ini... bukan cuma orang dari keluarga Takasegawa, tapi keluarga Tachibana, Uenishi, Satake sekitarnya juga udah mulai ngalirin uang dari awal... spesifiknya, sebelum mereka ketemu di kolam renang.


…Well, orang-orang ini kalau diikuti garis keturunannya, pasti ada hubungannya di suatu tempat.


Jaringan seperti itu sudah terbentuk.


Kalau orang tua Yuzuru ngasih bau-bau cerita pertunangan ke keluarga cabang Takasegawa atau kerabat, informasi itu bakal cepat tersebar.


"Jadi, meskipun kita nggak jadi nikah nantinya, hanya dengan fakta pertunangan saja... ayah angkatmu udah dapet untung yang lumayan. …Ya, jadi nggak apa-apa kali ya. Boleh lah minta-minta sedikit... tapi aku nggak tahu detail keuangan keluarga Amagi, jadi nggak bisa ngomong sembarangan."


Keadaan keuangan perusahaan yang goyah sama keadaan keuangan keluarga yang goyah itu beda.


Cuma karena keuangan perusahaan membaik, nggak berarti keuangan keluarga Amagi langsung membaik.


"…Iya, sih. Kalau dipikir-pikir, itu biaya yang perlu. Boros nggak boleh ya."


Dengan sedikit tersenyum, Arisa berkata. 


Biaya buat akrab sama adik tunangan adalah biaya yang perlu, dan minta itu adalah hak yang wajar. 


Dengan berpikir begitu, rasa bersalahnya kayaknya sedikit berkurang deh.


"...Iya, aku rasa kamu bener."


Tapi, itu berarti kita harus nikah dulu dong?


Itulah yang dipikirin Yuzuru di dalam hatinya sambil asal-asalan menyetujui.


__--__--__


"Maaf nunggu ya, Yuzuru-san."


"Ah, aku juga baru sampai kok."


Tempat janjian mereka adalah sebuah stasiun di tengah kota.


Melihat pakaian Arisa yang baru datang, Yuzuru... sedikit lega.


Kali ini, bajunya nggak menonjolkan bentuk tubuhnya kayak terakhir kali.


Dia pakai kemeja panjang hitam dengan cardigan tipis warna putih, dan celana panjang lebar.


Dan dia juga pakai coat musim gugur yang itu lagi.


Kurang lebih stimulusnya, Yuzuru jadi sedikit lebih santai.


"Ayumi-san mana?"


"Terlambat kayaknya. Harusnya sebentar lagi sih..."


Tiba-tiba.


Plak! Tiba-tiba ada yang peluk dari belakang kayak nabrak.


"Nii-san!"


"Kamu telat loh, Ayumi."


"Aha, maaf ya. Tadi kejebak macet nih."


Kayaknya dia datang naik taksi.


Dia mungkin menghindari naik kereta karena takut kejadian nggak enak kayak digerayangin.


"Arisa-san, lama nggak ketemu."


"Iya, lama nggak ketemu, Ayumi-san."


Ayumi langsung lari ke Arisa dan pegang tangannya.


"Maaf ya, jadi merepotkan kamu."


"Ah nggak, nggak apa-apa kok. Asal bisa membantu, aku senang."


"Kamu selalu keliatan stylish sih. Aku percaya banget sama kamu! ...Gantinya, aku kasih tahu deh apa yang disukai Nii-san."


"Ahahaha... Boleh, boleh."


Dengan kata-kata Ayumi, Arisa hanya bisa tertawa sambil menjawab.


Sementara itu, Yuzuru jadi lebih waspada dengan kata-kata "apa yang disukai Nii-san".


Dia harus hati-hati supaya dia nggak ngomongin hal yang aneh.


"Kayaknya bakal lama ya? Yuk, kita cepetan."


Mendengar kata-kata Yuzuru, Arisa dan Ayumi langsung mengangguk barengan.


Mereka masuk ke shopping mall yang ada dekat stasiun, tempat yang banyak toko mewah.


"Nee nee, Arisa-san. Menurutmu yang mana yang lebih cocok?"


Ayumi nanya sambil pegang dua jenis coat musim dingin.


Satunya berwarna beige(something like coklat terang), satunya lagi abu-abu.


Kalau Yuzuru sih, pasti bakal bilang "dua-duanya cocok" kek gitu.


...Sebenarnya, buat Ayumi yang cantik, dua-duanya pasti cocok sih.


"Menurutku dua-duanya cocok sih... Tapi ya, yang pertama lebih ke imut-imut gitu, yang kedua lebih ke cantik elegan gitu."


"Hmm, yang pertama kayaknya kekanak-kanakan ya?"


"Iya sih. Tapi, itu juga imut kok."


"...Yang abu-abu lebih keliatan dewasa ya?"


"Iya. Seperti bisa buat keliatan lebih tua satu dua tahun gitu."


Setelah mikir sekitar beberapa detik...


Sepertinya Ayumi memilih yang abu-abu, dan Yuzuru masukin coat itu ke keranjang yang dia pegang.


(...Dia peduli ya.)


Di mata Yuzuru, Ayumi selalu jadi adik yang imut, jadi image(kesan) anak-anaknya itu yang nempel. 


Jadi, aku agak kaget waktu denger dia peduli sama omongan orang lain bilang dia masih kekanak-kanakan.


Padahal dia masih SMP kelas 2, wajar dong kalo masih keliatan anak-anak.


Tapi kayaknya dia pengen cepet-cepet besar.


"Udah selesai belanjanya?"


Belanjaan cewek tuh lama banget.


Apalagi kalo berdua. Ngobrol mulu, jadi makin lama.


Yuzuru udah mulai capek.


"Udah sih baju-bajuannya. Tapi, aku masih pengen liat-liat sepatu nih. Kamu juga pengen kan, Arisa?"


"Iya, sih. ...Masih ada uang juga, pengen beli boots."


"Oke deh."


Daripada ngomong panjang lebar, Yuzuru memutuskan untuk tetap nemenin mereka berdua.


Langsung aja selesain bayar baju-bajunya.


(...Kali lain mungkin harusnya aku ajak Souichiro sama Hijiri juga ya)


Kalo ada tiga cowok, mungkin nggak bakal sebosan ini.


Tapi, kalo dipikir-pikir, kalo ngajak dua orang itu berarti bakal ada Ayaka, Chiharu, sama Tenka juga dong.


Jadi belanjaan lima cewek.


Pasti bakal sampe malem.


Mikirin itu aja udah ngeri, jadi Yuzuru berenti mikirin itu.


"Yuk, kak. Ke tempat sepatunya."


Ayumi ngajak Yuzuru ke toko sepatu.


Yuzuru ngasih tas belanjaan ke Arisa sama Ayumi.


"Maaf ya... Boleh aku ke toilet dulu?"


Maksudnya, dia mau ke toilet.


Ayumi malah cemberut.


"Eh, cepetan ya!"


"Lebih cepet dari sesi belanja kalian kok."


Yuzuru bilang gitu, terus langsung nyari toilet.


...


Karena susah nyari toilet, jadi makan waktu sekitar lima belas menit.


Pasti Ayumi udah bete...


Yuzuru mikir gitu sambil buru-buru ke tempat mereka janjian.


(Kenapa ya, aku udah nemenin mereka belanja, dikit-dikit marah kalo disuruh nunggu)


Meski merasa nggak adil, tapi dia tetap buru-buru karena nggak bisa bikin dua putri tunggu lama.


Eh, pas dia sampe...


Arisa sama Ayumi lagi ngobrol sama cowok yang Yuzuru kenal.


Tapi, lebih ke Ayumi sama cowok itu yang ngobrol.


Arisa kayaknya cuma ngeliatin dari belakang.


(Begitu aku nggak liat sebentar... Ribet deh)


Yuzuru mikir gitu sambil buru-buru mendekat ke mereka. 


__--__--__


Akhir bulan September.


"...Lagi-lagi minggu ini juga ya"


Saat Kobayashi Yota sedang menunggu seseorang di kafe dekat rumahnya, dia teringat kejadian pagi ini.


Hari ini Sabtu dan... lagi-lagi minggu ini, Arisa Yukishiro pergi ke suatu tempat.


Rumah Yota tidak jauh dari rumah Arisa, kalau pakai teropong dari balkon, bisa sedikit lihat keadaannya.


Paling nggak, dia punya firasat kenapa. Soalnya, kalau sudah malam, bisa lihat ada cowok yang nganterin dia pulang ke rumah.


Namanya, Takasegawa Yuzuru.


Seorang cowok seumuran dengan Yota.


Tentu saja, dia nggak pernah bilang kalau dia itu pacar Arisa...


Tapi, dari cara mereka lewat depan rumah Yota setiap minggu, keliatan banget kalau mereka itu pacaran.


"Hah... Pasti bahagia ya"


Setiap malam Sabtu.


Kalau ngintip dari pintu depan, bisa sedikit denger pembicaraan Arisa dan Yuzuru.


Arisa yang biasanya nggak pernah nunjukin ekspresi, bisa denger suara ketawanya yang keliatan seneng.


Itu seharusnya... hal yang bagus.


Harusnya sih begitu.


Tapi... nggak bisa seneng.


Ada perasaan yang nggak enak, berputar-putar di dalam dada.


Padahal aku yang pertama suka sama dia.


Aku yang seharusnya bikin dia bahagia.


Iri. Cemburu. Sadar kalau itu perasaan jelek.


Tapi... nggak bisa menahan perasaan itu.


"Kalau aku... sedikit lagi..."


Kalau aku pintar. Kalau aku ganteng. Kalau aku lahir dari keluarga kaya.


Pasti terus mikir gitu. Gak bisa berhenti mikirinnya.


"...Maaf, bikin kamu nunggu ya"


Pas ngangkat muka... di situ ada orang yang Yota tungguin.


Haruto Amagi. Sepupu Arisa.


Mereka kenal dan kadang-kadang kontak-kontakan.


Yota bisa tau masalah rumit keluarga Arisa karena Haruto yang cerita.


Dan... Haruto tau kalau Yota suka sama Arisa.


"Enggak, aku juga baru datang kok"


Sambil jawab gitu, Yota mikir pas ngeliat Haruto duduk...


...Dia tau nggak ya kalau Arisa udah punya pacar? Pikirnya.


"Ngomong-ngomong... Arisa-san, punya pacar ya"


Kayak nggak peduli aja.


Santai banget.


Kayak lagi ngomong cuaca bagus ya, Yota bilang ke Haruto.


Tapi Haruto... mukanya jadi murung.


"Itu..."



"Eh, aku nggak apa-apa kok. ...Sejak awal juga, dia itu bunga yang nggak bisa aku raih. Orangnya keliatan baik, namanya Takasegawa kan? Kalo dia satu sekolah sama Arisa-san berarti pintar ya. Terus mukanya... lumayan ganteng. Orang yang cocok buat Arisa-san... Aku sih nggak ada apa-apanya..."


Makin diomongin, makin kerasa nggak enak.


Akhirnya, nggak bisa ngomong apa-apa lagi.


Aku garuk-garuk kepala, terus ngeluarin napas panjang.


Liat Yota kayak gitu... Haruto keliatan ragu-ragu, tapi kayaknya dia udah mutusin mau ngomong apa.


"Soal itu, Yota-kun. Sebenarnya... itu bukan pacarnya Arisa"


"Eh?" 


"Jadi, aku bilang ini karena kamu, ya... Ayahku bilang jangan cerita-cerita ke orang lain tentang hal gelap ini, jadi tolong kamu juga hati-hati. Dia... Takasegawa Yuzuru itu, tunangan Arisa."


"Tunangan!?"


Yota langsung teriak kenceng banget.


Terus dia langsung panik, nutup mulut pake kedua tangannya.


"Iya. ...Itu juga perjodohan politik."


"Pernikahan politik..."


Kayaknya dia merasa kayak denger setting cerita SF atau fantasi gitu.


Dia kaget banget karena mikir hal kayak gini masih bisa terjadi di Jepang jaman sekarang.


"Arisa dipaksa, dijodohkan gitu... Keluarga Takasegawa itu, kan terkenal banget di dunia bisnis dan politik. Mungkin, dia suka sama Arisa. Makanya pake uang dan kekuasaan buat ngiket Arisa jadi tunangannya."


"Serius, sih..."


Memang keliatannya orang kaya gitu sih.


Dan bener-bener keliatan kayak orang yang nggak menyenangkan.


Tapi, Arisa keliatannya bahagia waktu dilihat dari luar.


Orang yang disukain Arisa pasti orang yang baik.


Pasti aku yang salah lihat karena cemburu, bikin halusinasi gitu.


"Tapi, si Arisa-san keliatannya senang..."


"Ayah pasti ngancem biar akrab sama Takasegawa... Keluarga Takasegawa itu salah satu keluarga yang nggak boleh dibikin musuh di negara ini."


Haruto bilang gitu, trus seperti ngingetin Yota dengan serius.


"Kamu denger ya? Ini rahasia. ...Kita berdua harus selamatkan Arisa."


"......Iya."


Yota yang bingung cuma bisa ngangguk-ngangguk.


...


Pas pulang ke rumah, dia riset tentang keluarga Takasegawa.


Terus dia nemu banyak informasi.


Kayaknya mereka salah satu keluarga yang punya banyak uang di Jepang.


Dan keliatannya mereka keluarga tua yang dibilang bangsawan, sering ngelakuin pernikahan politik dari dulu.


Ada juga info mereka ngelakuin bisnis gelap sama pemerintah Amerika, atau mereka bagian dari organisasi yang mengontrol Jepang dari bayangan.


Tapi sebagian besar informasi itu nggak punya sumber yang jelas, jadi susah percaya itu bener atau nggak.


Ada juga info yang terlalu aneh sampe bikin ketawa.


Khususnya yang berbau teori konspirasi... Biasanya orang nggak bakal percaya gitu-gitu aja.


Tapi... kalau percaya kata-kata Haruto, kayaknya nggak sepenuhnya salah juga.


Dan kalau dipikir-pikir dengan tenang, melihat Arisa yang biasanya anggun dan tinggi hati, tiba-tiba bertingkah patuh kayak anjing, itu aneh banget.


Jadi, Arisa itu lagi diancam.


Tapi... sekarang tau gitu, apa yang bisa dilakuin?


Melawan keluarga yang menakutkan ini, Yota yang cuma orang biasa nggak mungkin menang.


Nggak bisa ngapa-ngapain, hari-hari terus berlalu.


Dia kesal karena nggak bisa apa-apa, cuma bisa liat Arisa terjebak dalam racun laki-laki itu.


...


Dan... suatu hari Sabtu di bulan November.

Itu bener-bener kebetulan.


Pas lagi pengen refreshing ke pusat kota, terus kepikiran buat mampir ke mall beli baju.


Di situ, dia ketemu Arisa.


Yukishiroshiro Arisa.


Dia lagi sama anak cewek SMP yang belum pernah diliat sebelumnya. 


Dan laki-laki, Takasegawa Yuzuru... tidak ada.


Pas sadar, udah ngomong.


"Eh, itu... Arisa-san, kan? Kebetulan banget ya"


"...Kobayashi-san, ya? Beneran kebetulan banget"


Arisa terlihat sedikit kaget.


Entah kenapa merasa bersalah, Yota langsung ngomong kayak mau ngeles.


"Sebenernya, ada urusan deket sini. Pas lagi iseng mau liat-liat baju, eh tiba-tiba ketemu.Lagi belanja?"


Kan keliatan.


Yota langsung nyesel sendiri.


Tapi Arisa kayaknya nggak terlalu peduli, jawabnya santai.


"Iya, benar"


Dia tetap dengan ekspresi tenang dan cool seperti biasa.


Tapi... entah kenapa kayaknya jadi lebih imut dari sebelumnya.


Pengen punya.


Mau.


Gak mau ngasih ke cowok kaya dan ganteng itu.


Begitu kuat pikirannya.


"Eh, Arisa-san"


"Apa?"


"Denger-denger, kamu udah tunangan ya..."


Tiba-tiba suasana di sekitar Arisa berubah.


Seketika, kayak suhunya turun sampai titik beku... begitu rasanya.


Matanya sedikit terangkat, pupilnya jadi dingin kayak permukaan danau.


"Dari mana kamu dengar itu?"


"Eh? ...Dari Haruto-san"


"...Tch"


Itu suara lidah yang dicedakkan.


Arisa yang biasanya gak keliatan marah, kali ini jelas banget keliatan kesel.


"Mohon jangan sebarkan hal ini. Hal ini akan merepotkan Yuzuru-san"


"...Jadi, kamu memang dipaksa ya"


"…Hah?"


Entah situasinya gimana, tapi Yota mikir kalo Arisa disuruh gak ngomongin soal tunangan itu ke orang lain.


Karena dipaksa, Arisa gak bisa minta tolong.


"Dipaksa tunangannya kan? Haruto-san yang bilang. Itu loh, Takasegawa... Yuzuru, yang memaksa pake uang dan kekuasaan! Kalau aku bisa, aku mau bantu..."


"Kamu ngomong sembarangan banget ya"


Suara dingin terdengar.


Itu suara dari cewek SMP yang belanja bareng Arisa.


...Karena terlalu fokus ngomong sama Arisa, sampe lupa.


"Kamu itu..."


"Takasegawa Ayumi, adiknya Yuzuru. Langsung aja ya, saya merasa tidak nyaman"


Cewek bermata biru, Ayumi, maju selangkah sambil dengan tenang bilang begitu.


Meski lebih kecil... entah kenapa ada aura yang kuat.


Langsung mundur.


"Nii-sanku memaksa Arisa-san? Dengan dasar apa kamu bilang gitu?"


"Eng... enggak... tapi, kan, pernikahan politik itu aneh! Salah!"


Pernikahan itu harusnya karena saling suka dan cinta.


Menikah atau bertunangan karena uang, keuntungan, atau hubungan antar keluarga itu salah.


Secara umum, itu harusnya salah.


Aku benar.


Yota mencoba meyakinkan dirinya sendiri.


Sementara itu, Ayumi... 


"Orang tuaku, mereka nikah karena perjodohan. Tapi kamu bilang, kelahiran aku dan Nii-sanku itu salah?"


"Eh, bukan gitu maksudnya..."


"Alasan nikah, bentuk pasangan atau kekasih itu kan beragam."


Tanpa sadar, Yota kebingungan mau jawab apa.


Kalo dia tenang, mungkin bisa aja dia punya satu dua bantahan. Tapi, kepala dia langsung penuh sama kekosongan, gak bisa mikir apa-apa.


Makanya, dia langsung ngomong tanpa mikir.


"Arisa-san itu disiksa."


Begitu dia ngomong, mata Arisa langsung bergetar karena terkejut.


Mungkin dia bakal nyakitin Arisa... pikirnya, tapi mulutnya gak bisa berhenti.


"Dipaksa nikah. Dengan imbalan uang banyak! Ini kan gak bener!! Nikah karena uang!!"


"..."


Ayumi tampak sedikit kaget, tapi ekspresinya cepat berubah jadi tenang.


"Apa yang salah?"


"Eh, tapi... kan..."


Aku merasa ini semacam argumen yang gak masuk akal.


Tapi gak bisa langsung nemuin kenapa ini terasa salah... Tapi harus bisa ngelawan.


Yota berusaha keras nyari kata-kata.


Tapi sebelum dia bisa ngomong, Ayumi yang mulai bicara.


"Apapun itu... apa yang dilakukan Yuzuru-san buat bantu uang ke siapa pun, itu urusan kami."


"Tapi, beda..."


"Apa yang beda?"


"Ini... ini kayak... ya! Kayak perdagangan orang!"


Gak mungkin tindakan menjual beli orang, menjual Arisa seperti barang, itu bisa diterima.


Ini kejahatan, pikir Yota.


"Di mana?"


"Eh, tapi... kan... kalo nikah karna uang..."


"Pertunangan antara Nii-san dan Arisa-san, dan keputusan ayah saya buat pinjamin uang ke perusahaan yang dipimpin oleh kepala keluarga Amagi, itu cerita yang beda."


Kayak robot.


Ayumi bilang begitu.


Ekspresinya tanpa emosi, hanya mekanis... dan itu sangat menakutkan.


"Ya, kalo kamu pikir ini perdagangan orang, terserahmu... tapi ini masalah keluarga Takasegawa dan Amagi. Gak ada hubungannya sama kamu."


"Ke, kepolisian..."


"Kepolisian itu gak campur tangan dalam urusan sipil. Mereka gak punya hak buat nyampur urusan transaksi keluarga Takasegawa dan Amagi, atau pertunangan Nii-san dan Arisa-san. ...Itu kan udah jelas?"


Dengan nada meremehkan, Ayumi bilang itu.


Kepolisian? Mereka gak takut.


Kayaknya, itu yang dia mau bilang.


Yota ingat.


Keluarga Takasegawa punya pengaruh besar di dunia bisnis dan politik.


Yota secara refleks mundur.


Melihat Yota begitu, Ayumi makin menekan dengan bertanya.


"Sebenarnya, kamu itu siapa buat Arisa-san?"


"Eh? Aku, aku itu..."


Aku itu apa buat Arisa.


Pacar? Itu mustahil.


Teman? ...Gak terlalu dekat.


"Aku itu... teman sekelas Arisa-san waktu SMP, tinggal di deket rumahnya..."


"Jadi, orang lain ya." 


Orang lain.


Ya... Yota adalah orang lain.


Bagi Arisa, dia tidak lebih dari orang lain.


"Ti, ti-tidak, aku... aku itu... suka sama kamu, Arisa-san..."


"Kamu cuma orang lain, jangan ikut campur urusan tunangan orang lain ya."


Lalu, Ayumi sedikit, hanya sebentar saja, tersenyum di sudut bibirnya.


"Atau, kamu mau menikahinya? Kalau memang Arisa-san cuma dipaksa, berarti kamu punya kesempatan loh?"


Pandanganku jadi berputar-putar.


Rasa jarak jadi aneh.


Mataku berkedip-kedip.


"Eh, tidak..."


Tanpa sadar, aku melihat Arisa.


Dan dia...


Mengalihkan pandangannya dengan canggung.


Aku tahu.


Bahwa apa yang aku katakan itu nggak nyambung.


Bahwa Arisa sama sekali tidak peduli sama aku.


Dan... bahwa Arisa menyukai Takasegawa Yuzuru.


Pandanganku menjadi gelap.


Refleks, aku mencoba kabur.


Saat aku berbalik...


"Ah..."


Di sana, ada seorang pria dengan mata biru dalam.


Takasegawa Yuzuru berdiri di sana.


Dia, dengan wajah yang agak tak percaya tapi sedikit marah, berkata dengan suara tenang.


"Ayumi. Ini apaan sih ribut-ribut?"


__--__--__


"Atau, kamu mau menikahinya? Kalau memang Arisa-san cuma dipaksa, berarti kamu punya kesempatan loh?"


Ketika Yuzuru berlari mendekat ke lokasi, dia mendengar suara Ayumi.


Dengan satu kalimat itu, dia langsung paham situasinya.


Rupanya, anak laki-laki yang bernama Kobayashi Yota itu, sepertinya salah paham tentang hubungan antara Yuzuru dan Arisa.


Mungkin dia pikir Yuzuru memaksa Arisa untuk pacaran pakai uang dan kekuasaan.


Makanya, ketika Yuzuru nggak ada, dia coba deketin Arisa.


Dalam proses itu, dia ngomong sesuatu yang bikin Ayumi marah...


Dan saat mereka lagi ngomong, Ayumi sadar kalau Kobayashi itu suka sama Arisa, dan jahilnya dia bilang, "Atau, kamu mau nikah?"


Yuzuru dan Ayumi, karena mereka terlatih berdebat oleh orang tua mereka, jadi mereka bisa menang dalam berdebat, setidaknya dengan kata-kata, terhadap orang yang nggak terlatih.


"Kamu harus berani menyatakan pendapatmu."


"Jangan pernah mengakui kesalahanmu dulu."


Itu ajaran orang tua mereka...


"Ayumi. Ini apaan sih ribut-ribut?"


Yuzuru, dengan nada menegur, bertanya pada Ayumi.


Ayumi tampaknya sadar kalau Yuzuru sedikit marah.


Dengan wajah tidak puas, dia menunjuk ke arah Kobayashi.


"Orang ini menghina Nii-san dan Arisa-san. Jadi, aku balas. Emang salah?"


"Harusnya kamu lebih memikirkan tempatnya."


Yuzuru menjawab dengan tenang.


Lalu, Ayumi tampak sedikit panik dan melihat sekeliling.


Tentu saja, dengan keributan sebesar itu, perhatian orang-orang di sekitar pasti tertuju ke mereka.


Ajaran orang tua mereka pada dasarnya adalah "Tunjukkan ke orang lain bahwa kamu benar", tapi melakukannya di mal itu terlalu berlebihan.


Setelah menenangkan Ayumi, Yuzuru kemudian menghadap ke Kobayashi.


"Udah lama ya, Kobayashi-kun."


"Eh? Oh, iya." 


Yuzuru ngucapin salam dengan sopan, trus dia ini kayak bingung gitu dan ngangguk-ngangguk aja.


Pas ngeliat dia kayak gitu, Yuzuru langsung ngeluarin hape terus bilang,


"Gimana kalau kita tukeran nomor?"


"Eh? Eh, nggak, maksud kamu apa sih..."


"Kayaknya kamu punya yang mau ditanya ke aku, kan? Itu yang aku pikirin."


Soalnya, dari kejadian ini Yuzuru juga mulai punya alasan buat ngobrol lebih jauh sama dia.


Repot juga kalau ada salah paham yang aneh-aneh, jadi mendingan dibicarain sekarang.


"Kamu juga pasti punya yang mau dibicarain, kan? Kita cari hari lain buat ngobrol lebih lanjut, gimana?"


"Tapi, tapi..."


"Kamu juga butuh waktu buat mikirin semuanya kan?"


Pas Yuzuru ngomong dengan nada yang nggak bisa ditolak, si dia akhirnya ngangguk-ngangguk, keliatan agak terpaksa gitu.


Kayaknya dia orangnya pemalu dan gampang dipengaruhi.


Setelah tukeran kontak, mereka berpisah di situ.


Dia langsung kabur pergi.


Setelah ngeliat dia pergi, Yuzuru balik ngomong ke Arisa dan Ayumi.


"Kalian berdua baik-baik aja kan?"


"Iya, kami baik-baik aja kok"


"Iya. Eh, Nii-san. Jangan-jangan kamu..."


"Nanti aku cerita ke kamu"


"Oke deh"


Untungnya, setelah itu mereka bisa menyelesaikan kencannya tanpa kejadian apa-apa lagi.


__--__--__


Nah, Yuzuru kemudian dengerin cerita dari Ayumi dan ngasih tau dia tentang situasinya.


Secara umum, semua yang Yuzuru pikirin itu bener adanya.


Dia juga bilang ke Ayumi buat nggak ngomongin masalah Arisa yang katanya disiksa sama orang lain, dan Yuzuru kontak sama Kobayashi.


Untungnya, esok hari Minggu mereka bisa ketemu.


Yuzuru janjian di kafe dekat stasiun rumahnya.


Duduk tanpa ngomong apa-apa, terus pesan kopi.


Setelah kopinya datang...


Yuzuru mulai ngomong.


"Ayumi udah cerita ke aku"


"Ah, itu..."


"Kayaknya di pikiranmu, aku ini maksa Arisa buat pacaran, ya?"


"....Maaf"


Kelihatannya dia sadar kalo dia udah bilang sesuatu yang nggak sopan.


...Walaupun sebenernya memang bener kalo Arisa dipaksa buat bertunangan, jadi nggak salah juga sih.


"Aku terima permintaan maafmu. Dan... mungkin Ayumi kelewat batas. Aku minta maaf juga atas nama adikku."


Karena Kobayashi udah ngaku salah duluan, Yuzuru juga ikutan minta maaf.


Yang terakhir dari Ayumi itu jelas-jelas kelewat batas.


Sekarang, mereka perlu jelasin satu hal.


Dari mana info tentang tunangan itu bocor, itu yang perlu dijelasin.


Walaupun bukan rahasia besar, tapi sebaiknya memang nggak usah disebar-sebar...


Tapi kenapa orang lain yang nggak ada hubungannya bisa tau tentang tunangan, dan lagi pula dengan info yang salah lagi, itu yang perlu dijelasin.


"Aku denger dari Haruto-san"


"Oke deh"


Yuzuru inget gimana Arisa bersikap ke Haruto.


Arisa nggak percaya sama Haruto... Ternyata keputusannya nggak salah. 


Gak tau kenapa dia nyebar info itu, tapi pasti ada maksudnya yang nggak perlu. 


Meskipun bukan orang yang terkait, rasanya pengen banget orang-orang nggak nyebarin info penting yang bisa ngubah hidup Yuzuru sama Arisa ke orang yang nggak kenal.


Ini, harusnya jadi hal yang perlu diadukan secara resmi ke keluarga Amagi lewat ayahnya Takasegawa Kazuya.


...Tapi, di satu sisi, Kobayashi yang salah dapet info bisa dibilang korban juga sih.


Soalnya, termasuk patah hati, ada tempat buat simpati.


Tapi, nggak berarti aku bakal maafin dia karena udah ngebuat Arisa atau Ayumi terancam bahaya.


Meski nggak mau maafin, nggak ada yang bisa dia bayar ke kita, dan kalau kita bikin dia marah-marah malah tambah ribet. Jadi, Yuzuru memutuskan untuk menelan rasa marah dan ketidaknyamanannya.


Mungkin buat dia nggak ada yang bisa hilang, tapi buat kita ada.


Dengan pikiran itu, Yuzuru mulai bicara dengan nada yang jelas.


"Pertama, aku mau jelasin, nggak ada kejadian aku memaksa Arisa buat pacaran. Sejak awal, aku juga nggak terlalu semangat dengan pertunangan ini."


"Beneran?"


"Kamu pikir aku ini orang jahat gitu?"


Kalau iya, itu salah paham.


Aku nggak niat jadi orang baik-baik amat, tapi aku juga nggak merasa punya muka orang jahat.


"Enggak, tapi... kan Arisa-san itu cantik."


"Meski cantik, aku masih SMA. Terlalu cepat buat mutusin masa depan. Itu yang masuk akal."


Nilai-nilai kita sama kok.


Dan, dia menekankan hal itu.


Efeknya terasa, Kobayashi mulai lunak sikapnya.


"Oke... iya, sih."


"Betul. Aku dan Arisa cuma berteman baik karena pertunangan keluarga. Dan pertunangan ini juga nggak resmi. Jadi... kalau nggak ada yang berubah, mungkin bakal berakhir dengan sendirinya."


Soal pertunangan palsu, karena nggak bisa percaya sama dia, jadi nggak bisa diceritain.


Tapi, ngomong-ngomong juga nggak penting banget sih.

"....Tapi, uang buat pertunangan itu dibayar, kan?"


"Lebih tepatnya pinjaman, utang. Itu juga jumlahnya gede banget."


Yuzuru bilang gitu, terus ngasih tau jumlahnya ke Kobayashi.


Kayaknya jumlahnya jauh lebih besar dari yang Kobayashi bayangin.


"Yang minjemin itu ayahku. ...Kamu pikir ada orang tua yang mau pake uang sebanyak itu buat urusan asmara anaknya?"


Tentu saja, kalau Yuzuru jelek banget dan udah tua, dan butuh uang sebanyak itu buat dapetin pasangan, ceritanya beda...


Tapi Yuzuru masih muda, nggak perlu buru-buru.


Untuk Arisa, nggak mungkin nilai sebanyak itu... setidaknya menurut orang tua Yuzuru.


"Kamu ngerti nggak? Ayahku itu minjemin uang sebagai bagian dari bisnis, jadi pinjaman dan pertunangan itu nggak ada hubungannya. ...Jadi, sebagai harga Arisa buat pertunangan, nggak ada cerita keluarga Takasegawa bayar uang ke keluarga Amagi."


Setelah Yuzuru bilang gitu, Kobayashi jadi diam.


Masih ada yang nggak dia pahami, mungkin? Yuzuru dalam hati bertanya-tanya.


Saat dia lagi mikir gimana jelasin...


".........maaf."


"Hah?"


"Maaf banget!"


Kobayashi bilang gitu sambil nunduk dalam.


Ini bikin Yuzuru agak kaget.


"Karena iri, aku salah paham dan berlaku sembrono... aku udah nyakitin Arisa-san dan adikmu. ...Maaf banget." 


"Eh, nggak... Angkat kepalamu dong. Semuanya cuma karena salah paham yang nggak beruntung."


Meskipun begitu, di dalam hatinya, Yuzuru merasa lega.


Yang bikin Ayumi jadi masalah adalah, dia terlalu keras ngancurin Kobayashi.


Kalau udah gitu, ya wajar kalau dia dendam.


Kalau Kobayashi jadi kayak stalker, dan mulai berbahaya buat Arisa atau Ayumi, itu masalah besar banget.


Apalagi kayaknya Arisa sama Kobayashi tinggalnya deketan, jadi makin bahaya.


Itu yang bikin Yuzuru khawatir.


Tapi, ternyata Kobayashi lebih jujur dari yang dia kira.


Ini sih untung dalam sial.


Ya, mungkin itu juga sebabnya dia bisa ditipu kali ya.


"Aku bakal bilang ke Haruto-san juga, kalau ini cuma salah paham... gitu."


"Ahh... Aku bakal seneng banget kalau kamu bisa ngomong gitu."


Meskipun udah bilang gitu, Yuzuru mikir kalau mungkin aja itu nggak bakal dipercaya.


Tapi dia nggak ngomong itu.


"Eh, Takasegawa-san. Boleh aku tanya satu hal lagi nggak?"


"....Apa?"


"Kamu suka sama Arisa-san nggak?"


"....Itu pertanyaan yang sulit."


Perasaan Yuzuru ke Arisa, nggak jauh beda dari waktu dia cerita ke Souichiro atau Hijiri.


Jadi, dia suka, tapi nggak kayak cinta gitu.


Kira-kira begitu.


"Oh, jadi gitu ya."


Meskipun jawaban Yuzuru agak ngambang, tapi Kobayashi kayaknya puas dengan jawaban itu.


"Tasegawa-san, menurutku, kamu cocok banget buat jadi pasangan Arisa-san."


"Kamu..."


"Aku... nggak apa-apa. Aku... nggak cocok buat Arisa-san. Apapun yang terjadi."


Entah Yuzuru dan Arisa jadian atau nggak.


Cinta pertamaku nggak bakal kesampaian.


Itu yang Kobayashi tegaskan.


"Arisa-san... kayaknya paling bahagia pas lagi sama Takasegawa-san. ...Berkat Takasegawa-san, aku bisa move on. Terima kasih ya."


Setelah bilang gitu, dia taro uang kopi di meja dan cabut.


Yuzuru ditinggal sendirian.


"Paling bahagia, ya..."


Yuzuru ngeliat ke langit-langit sambil bergumam.


__--__--__


Awal Desember.


Hasil dari dua tes simulasi yang sulit, yaitu tes simulasi tingkat tinggi dan tes simulasi nasional putaran ketiga, akhirnya dibagikan.


Hari Sabtu di minggu itu.


Yuzuru dan Arisa sama-sama ngeluarin napas panjang pas liat nilai mereka.


"Lagi-lagi, kita kalah sama Ayaka-san ya."


"Iya... tu anak, bener-bener gila."


Baik Yuzuru maupun Arisa, kalah sama Ayaka.


Jadi, dalam peringkat sekolah, Ayaka nomor satu, dan Yuzuru serta Arisa masing-masing nomor dua dan tiga.


Arisa ngeliat Yuzuru dengan mata kesal.


"Ngomong-ngomong, Yuzuru-san juga aneh, sih... Apalagi bahasa Inggrisnya."


"Ya, aku kan memang udah bisa ngomong Inggris dari dulu. Ayah sama kakek ngajarin aku."


Kakek Yuzuru itu campuran Amerika.


Jadi, bahasa Inggrisnya lancar banget.


Dan ayah Yuzuru yang dibesarkan sama kakeknya itu juga bisa ngomong bahasa Inggris.


Makanya wajar aja kalau Yuzuru bisa bahasa Inggris.


Tentu aja, dia bukan native speaker(pembicara asli), jadi ada sedikit kesalahan juga sih. 


Tapi tetep lebih jago dibanding orang Jepang lainnya, jadi lumayan punya keuntungan juga.


"Bagus ya... Aku, bahasa Inggrisnya nggak terlalu jago sih."


"Kayaknya sih ya."


Arisa emang lagi giat-giatnya belajar bahasa Inggris, tapi nilai bahasa Inggrisnya nggak begitu bagus.


Berarti itu mata pelajaran yang dia nggak suka.


"Aku, kelihatan bisa nggak sih?"


"...Ya, kelihatannya bisa ngomong sih."


Orang Jepang sering mikir semua orang kulit putih itu bisa ngomong bahasa Inggris.


Arisa kelihatannya emang, kayak bisa bahasa Inggris gitu.


"Aku campuran Rusia, Prancis, dan Jepang, jadi nggak ada unsur bahasa Inggrisnya sama sekali. Lagian aku lahir dan besar di Jepang, jadi ya repot juga kalau diharapkan bisa."


"Ya, cuma bisa bilang turut berduka sih."


Yuzuru nggak akan sadar kalau nggak dikasih tau, jadi dia nggak pernah punya masalah kayak gitu.


Dalam arti tertentu, dia lumayan beruntung.


"...Ngomong-ngomong, Arisa"


"Apa?"


"...Kamu punya rencana buat malam Natal?"


Sekolah Yuzuru selesai pada tanggal 24 Desember.


Upacara penutupannya sendiri selesai di pagi hari...


Jadi kalau Arisa nggak punya rencana pribadi, mereka bisa menghabiskan malam bersama.


"Ngga ada rencana. Tapi... iya sih. Biasanya... kalau tunangan, bakalan menghabiskan waktu bersama ya."


Arisa sedikit merona saat berkata itu.


Ekspresi wajahnya seakan... ada rasa suka pada Yuzuru.


Jantung Yuzuru berdebar kencang.


Sejak dia berbicara dengan Kobayashi hari itu, dia jadi sering memikirkan Arisa.


Yuzuru menggelengkan kepala, mencoba mengusir pikiran itu.


"Jadi, kita menghabiskan waktu bersama, setuju?"


"Iya. Dengan senang hati."


Arisa tersenyum saat berkata itu.


Senyumannya sangat manis dan indah.


Seandainya tidak ada "pertunangan", apakah Arisa akan tetap memberikan jawaban yang sama?


Pikiran itu melintas di benaknya.


"Jadi, tempatnya bagaimana? Mau kencan? Ke taman hiburan atau, itu sih klise ya."


"Taman hiburan, ya?... Pasti ramai banget ya."


"Ya, begitulah."


Di tempat yang ramai, sepertinya mereka nggak bisa menghabiskan waktu dengan santai.


"Katanya sih, itu hari untuk menghabiskan waktu dengan orang yang spesial. Yuk, makan di rumah aja."


"Ya sudah..."


Orang yang spesial.


Kata-kata itu membuat Yuzuru merasa ada yang aneh sebentar.


"Tapi, kalau makan di rumah, bebanmu jadi..."


"Jangan khawatir... Aku ingin Yuzuru-san mencoba masakanku."


Jantungnya berdetak kencang lagi.


Yuzuru tanpa sadar mengalihkan pandangannya dari mata indah Arisa.


"Kalau kamu bilang gitu, ya sudah, aku terima tawaranmu."


"...Ngomong-ngomon

g, Yuzuru-san"


Arisa memanggil nama Yuzuru dengan nada suara yang serius.


Matanya yang berwarna hijau berkilauan.


"Ada apa?"


"Kamu suka warna apa?... Maksudku, dalam hal fashion gitu."


Kenapa tiba-tiba dia nanya gitu ya? 

Dan Yuzuru, untuk sesaat, merasa bingung... tapi segera dia paham.


Mungkin ini hadiah Natal.


Sepertinya Arisa lagi mau buat sesuatu buatan tangan untuknya.


"Betul. ...Kalau aksesoris sih, aku juga suka yang mencolok. Seperti yang kamu kasih itu."


Yuzuru bilang begitu sambil nunjukin gelang kulit yang Arisa buat dulu.


Dia pakai itu hari ini juga, bareng jam tangannya.


Warnanya cukup mencolok, jadi nggak kalah sama jamnya.


Arisa malu-malu menundukkan kepala.


"Tapi, kalau pakaian... mungkin aku suka warna yang lebih tenang."


"Warna yang lebih tenang, ya?"


"Iya. ...Ngomong-ngomong, kenapa kamu tanya?"


Dengan niat iseng, Yuzuru bertanya pada Arisa.


Lalu Arisa menggelengkan kepala dan tangannya dengan besar.


"Ng, nggak apa-apa! Cuma penasaran aja kok!!"


Arisa yang menyangkal itu...


Sangatlah menggemaskan.


Tanpa sadar, Yuzuru mengulurkan tangannya ke kepala Arisa.


Arisa tidak menolak, dia menerimanya.


Yuzuru mengusap rambutnya yang halus dan indah seperti benang linen.


Arisa menyipitkan matanya dengan nyaman.


"Kamu jahat ya, Yuzuru-san."


"Apa yang?"


"Kamu pasti tahu."


"Apa, aku nggak bisa tebak sampai situ."


"...Harapin aja ya."


"Iya, aku mengharapkannya."


Untuk beberapa waktu, mereka berdua menghabiskan waktu bersama.



__--__--__



Upacara penutupan sekolah berakhir di pagi hari.


Hari itu, Arisa tidak pulang ke rumah, dia langsung pergi ke rumah Yuzuru.


Mereka berdua ganti pakaian biasa, makan siang di kafe terdekat dengan cepat.


Setelah itu, mereka mulai persiapan Natal yang sebenarnya.


Untuk bahan makanan, Yuzuru sudah membeli sesuai yang diminta sebelumnya, jadi tinggal masak saja.


"Jadi, Yuzuru-san. Aku akan masak, tolong kamu yang dekorasi ya."


"Oke, serahkan padaku."


Biasanya Yuzuru nggak ngurusin dekorasi Natal, tapi hari ini dia mau menghabiskan waktu bersama Arisa.


Pikirannya seperti itu, entah kenapa jadi semangat sendiri.


Dan saat Yuzuru selesai mendekorasi...


Aroma yang enak mulai tercium.


"Yuzuru-san, sudah jadi. Bisa tolong bantu aku untuk menyajikan?"


"Iya, oke."



Baakutte.


Salad karangan bunga dengan alpukat dan udang.


Beef stew.


Ayam panggang.


Ayam goreng.


Kentang goreng.


Kue Natal.



Itu menu hari ini.


Kecuali baakutte yang dibeli dari toko roti, semuanya buatan tangan Arisa.


"Yuk, kita toast."


Yuzuru mengambil minuman botolan dari kulkas.


Cantik dan bening, bisa lihat gelembung soda di dalamnya.


"Itu, aku penasaran... jangan-jangan, sampanye?"


"Kalau aku bilang iya, Arisa mau gimana?"


Yuzuru bertanya setengah bercanda... lalu Arisa, setelah berpikir sebentar, menjawab. 


"...Gak bisa. Minum alkohol padahal masih di bawah umur, itu salah. Aku bakal marahin Yuzuru-san."


"Keras banget sih. ...Tapi, tenang aja. Ini jus kok."


Ini jus apel rasa sampanye.


Jadi, ini minuman non-alkohol.


...Sebenarnya, Yuzuru biasanya minum alkohol saat Natal atau tahun baru, atau kumpul sama keluarga besar, tapi kali ini dia memutuskan untuk menahan diri.


Dia pikir Arisa pasti bakal marah.


"Yah, demi suasana, coba deh. Kalau gak suka, gak apa-apa kok ditinggal. Aku juga siapin minuman lain."


"Iya, sih, oke deh. Karena udah disiapin."


Yuzuru siapin gelas sampanye, terus tuangin jus ke dalamnya.


Lalu, dia dan Arisa angkat gelas mereka.


"Yuk, kanpai"


"Iya, kanpai."


Mereka pelan-pelan nabrakkin gelas.


Lalu cicipi jusnya.


Meskipun cuma mirip sampanye dari tampilannya, rasanya beda sama sampanye.


Tapi, tetep aja, ini jus yang segar dan enak.


"Gimana? kamu suka gak?"


"Kurasa aku cukup suka."


Bilang gitu, Arisa senyum dan coba minum lagi.


Meski bukan alkohol beneran, kulit Arisa kelihatan sedikit memerah, keliatan agak menggoda.


"Yaudah, karena udah sampe sini... makanannya mari kita coba."


"Iya, silakan."


Mulai dari appetizer(makanan pembuka), Yuzuru ambil salad wreath.


Terlihat cantik seperti hiasan Natal...


"Enak, nih. Dressing buatan Arisa lebih enak dari yang dijual di pasaran."


"Terima kasih. Aku buat sesuai dengan sayur yang digunakan di salad."


"Kamu emang hebat sih."


Ketika Yuzuru memujinya, Arisa jadi malu dan pipinya merah.


Lalu dia garuk-garuk pipinya.


Sangat menggemaskan.


Lalu mereka coba beef stew.


Dagingnya langsung lembut di mulut.


"Dagingnya lembut banget."


"Aku masak lama, sih. ...Biasanya gak sempat karena butuh waktu lama, tapi ini salah satu masakan andalanku."


Arisa bilang itu dengan sedikit bangga.


Masakannya emang enak.


Tapi lebih dari itu...


"Seru, ya."


"Terima kasih. ...Kalo dipuji kayak gini, aku jadi semangat masaknya."


"...Ah, bukan itu maksudku. Memang masakan Arisa enak, itu bener."


Ketika Yuzuru bilang gitu, Arisa kelihatan bingung.


Rambut pirangnya yang indah sedikit bergoyang.


Matanya yang berwarna zamrud menatap Yuzuru dengan seksama.


"Ada apa?"


"...Akhirnya, aku rasa karena aku bersamamu, makanya seru."


Masakan Arisa memang enak.


Tapi, lebih dari itu.


Makanan yang dimakan bersama Arisa jadi terasa lebih enak.


"Ah, ...itu, maksudku. Gak biasa sih ngomong kayak gini, agak malu."


Yuzuru garuk pipinya.


Dia merasa mukanya panas. 


"Terima kasih ya udah mau nemenin aku hari ini. Seru banget loh. ... Tahun depan juga, bisa nggak temenin aku lagi?"


"I, iya... Senang sekali."


Arisa jawab sambil malu-malu tapi dengan jelas.


Entah kenapa, Yuzuru jadi merasa malu.


Rasanya, sekarang dia bisa ngomongin hal yang biasanya malu-maluin untuk diucapin.


"Arisa"


"....Ada apa?"


"....Ke depannya juga, eh itu, bisa nggak kamu masakin aku?"


Begitu Yuzuru bilang gitu, ekspresi Arisa jadi kaku.


Terus dengan sedikit jeda, mukanya merah banget, kayak gurita yang baru direbus.


"....Arisa?"


Yuzuru manggil Arisa yang lagi diam.


Terus Arisa kayak sadar gitu, dan langsung tegak.


"I, iya! S, senang sekali!"


Terus Arisa langsung pegang tangan Yuzuru.


Yuzuru kaget banget, bingung.


"Ah, eh... maaf!"


Arisa yang sadar langsung merah mukanya dan buru-buru lepasin tangan Yuzuru.


Terus, dia batuk-batuk dikit.


"Jadi, makanannya udah kelar ya... Gimana kalo kita tukeran kado?"


"Iya, sepertinya pas."


Yuzuru juga mulai ngerasa malu.


Bakal ganti suasana yang pas banget.


Mulai dari Arisa.


Dia ngambil bungkusan yang dibungkus rapi dari tasnya.


"Itu, Yuzuru-san. ....Ini hadiah buatmu"


"Oh, terima kasih. ....Boleh dibuka nggak?"


"Iya"


Yuzuru dengan hati-hati buka kertas kado itu.


Yang muncul adalah...


"Syal ya"


Dibuat dari benang wol abu-abu, alat pemanas yang di rajut tangan.


Ada bordiran emas bertuliskan "YUZURU".


Keliatannya hangat banget.


Warnanya juga tenang, cocok dipake sama baju apa aja.


Yang paling penting... bisa ngerasain perasaan dari Arisa.


"Terima kasih, Arisa. Kebetulan banget, aku mulai pake dari hari ini ya"


Tapi karena sekarang bakal mengganggu, Yuzuru dengan sopan lipat dan taruh di lantai.


Terus giliran Yuzuru juga bawa hadiah buat Arisa.


Dia kasih Arisa sebuah tas kertas biru-hijau.


"Ini, apa....boleh dibuka?"


"Silahkan"


Arisa dengan ekspresi tegang buka tasnya.


Terus dia buka kotak perhiasan biru-hijau di dalamnya.


"Aku yang pilih sih, jadi nggak tau deh kamu suka desainnya atau nggak. ...Gimana?"


Arisa dengan tangannya yang gemetar, mengambil kalung itu.


Kalung pink gold itu.


Karena takut kalau ngasih yang mahal Arisa jadi minder, jadi bukan barang yang mahal banget... tapi barangnya bagus kok.


"Ini beneran ya? Kalau dibandingin sama hadiahku...."


"Kan Arisa selalu buatin aku bekal atau makan malam. ...Cukup kok dari uang kerja part-time aku, jadi tenang aja"


Yuzuru jawab gitu, Arisa pegang kalung itu dengan kedua tangannya, dan ditekan ke dadanya.


Terus dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, dia lihat ke Yuzuru.


"Aku akan jaga baik-baik. ....Sekarang, boleh aku pakai?"


"Ayo, tunjukin." 


Yuzuru bilang gitu, Arisa mengangguk terus dia pasang kalung itu di leher cantik yang indahnya.


Sesuai dugaan Yuzuru... emang cocok banget.


Tampak lebih meriah.


"Gimana, gimana?"


"Cantik loh. ...Aku pikir kamu pasti cocok"


"...Terima kasih banyak"


Arisa senyum-senyum bahagia.


Melihat Arisa yang terlihat bahagia, Yuzuru merasa senang banget udah milih kalung itu.




__--__--__




Yuzuru memutuskan buat nganterin dia pulang.


Sambil gandengan tangan, mereka berdua jalan di malam hari.


Waktu yang menyenangkan itu cepet banget berlalu.


Sudah sampai dekat rumah Arisa.


"Yuzuru-san, hari ini... terima kasih ya. Ini bakal jadi kenangan seumur hidup buatku"


"Seumur hidup itu lebay kali"


Yuzuru bilang gitu...


Arisa langsung geleng-geleng besar.


"Bukan lebay kok... Seriusan, ini Christmas yang paling menyenangkan setelah lama banget. Karena Yuzuru-san, aku jadi... mungkin suka sama musim dingin"


"Karena aku janji mau bikin kamu bisa suka sama musim dingin"


Tapi...


Kayaknya dari tengah-tengah, Yuzuru lebih banyak usaha buat seneng-seneng.


Menyadari bahwa membuat Arisa bahagia, bikin dia senyum... jadi tujuan hidupnya sendiri.


"Musim dingin masih panjang kok. ...Harapin aja hal yang menyenangkan ya"


"Iya, tentu saja. Asal sama Yuzuru-san, nggak peduli musim dingin, musim semi, musim panas, atau musim gugur juga pasti seru"


Denger kata-kata senang gitu.


Perasaan dalam banget muncul.


"Aku juga... Arisa. Asal sama kamu, apa pun yang kita lakukan pasti menyenangkan"


Yuzuru dengan tulus menyampaikan perasaannya ke Arisa.


Andai bisa... pengen terus sama dia.


Gak pengen pisah.


Tapi... udah sampai depan rumah.


"Yuzuru-san, kalau gitu... aku duluan ya"


"Iya, selamat malam. Arisa"


"Selamat malam"


Mereka saling ucapin salam perpisahan.


Arisa pelan-pelan, berbalik badan, mau mulai jalan...


"Tunggu sebentar"


Tanpa sadar Yuzuru memanggil Arisa.


Arisa berbalik... heran miringin kepalanya.


"Ada apa?"


...


Yuzuru sendiri kurang paham kenapa dia manggil.


Mungkin... karena gak mau pisah.


Karena mau tetap bersama, jadi dia manggil.


Tapi di musim dingin yang panjang ini, gak mungkin tahan dia terus di luar.


Jadi...


"Eh, Arisa"


"Iya"


"Aku boleh minta satu hal?"


"Apa itu?"


"...Boleh peluk aku nggak"


Dia ingin merasakan kulitnya lebih lama lagi.


Sebelum berpisah, ingin menanamkan kehangatan dan kelembutannya ke dalam dirinya.


Mendengar permintaan Yuzuru, Arisa sejenak terkejut membuka matanya lebar.


Tapi, langsung sesudah itu matanya yang berwarna zamrud itu menyipit.


Dia tersenyum lembut. 


Kulitnya berwarna merah mawar.


"Boleh kok"


Arisa berkata begitu sambil membuka kedua tangannya.


Yuzuru terasa seperti ditarik mendekat kepadanya... dan dengan kedua tangannya yang terbuka lebar, ia memeluknya.


Hangat.


Lembut.


Dari rambut pirang berwarna flaks, aroma yang sangat enak tercium.


Deg-degan, aliran darah di seluruh tubuh jadi lebih kencang.


"Sudah, cukup. Arisa."


"…Begitu ya."


Dengan perasaan yang masih ingin bertahan, Yuzuru melepaskan Arisa.


Wajahnya… merah sekali.


Yuzuru juga pasti begitu.


"Jadi, sampai jumpa lagi nanti ya."


"Iya, nanti lagi."


Yuzuru menonton Arisa masuk ke rumahnya dengan seksama.


Lalu, ia berbalik dan mulai berjalan di jalan malam.


Ketika ia menengadah ke langit, bintang-bintang bersinar.


Ia tanpa sadar menghela nafas.


"Masalah nih…"


Lalu Yuzuru menggenggam syal yang diberikan Arisa dengan kedua tangannya.


Tubuhnya masih terasa hangat dari Arisa.


Ingin Arisa.


Ingin membuatnya jadi miliknya sendiri.


Ingin memiliki semua; masakannya, syalnya, kasih sayangnya, senyumnya, wajah marahnya, wajah malunya, wajah menangisnya, mata indahnya, bibir yang penuh itu, rambut yang halus, kulit putihnya yang seperti porselen, tubuh lembutnya, dan semua yang tersembunyi di balik pakaiannya...


Ingin memiliki semuanya, untuk dirinya sendiri.


Tidak ingin memberikan apa pun kepada pria lain.


Jadi...


"Maaf, Arisa. ...Aku sudah memutuskan. Aku akan mendapatkanmu, dengan cara apa pun."


Yuzuru menyatakan dengan tenang.


__--__--__


Di sebuah bar, dua orang duduk di kursi bar.


Satu orang adalah pria dengan mata biru dan rambut hitam, tampak lembut.


Takasegawa Kazuya.


Ayah Yuzuru, dan juga kepala keluarga Takasegawa saat ini.


Orang lainnya adalah pria dengan mata amber dan rambut hitam, tampak sulit didekati.


Tachibana Toranosuke.


Paman Ayaka, dan kepala keluarga Tachibana saat ini (dia mengaku sebagai "pelaksana").


Di depan mereka, ada gelas yang sudah kosong.


Sepertinya mereka sudah minum cukup banyak.


"Aku dengar dari gosip, Kazuya"


Toranosuke memanggil Kazuya dengan nama depannya dengan akrab.


Seperti Yuzuru dan Ayaka, mereka juga memiliki hubungan yang dekat.


Mereka memanggil satu sama lain dengan nama depan di situasi pribadi.


"Hmm, gosip ya. Itu... gosip yang baik atau? Sebuah hadiah untuk perbuatan sehari-hari, mungkin?"


"Memang, mungkin itu adalah hadiah untuk perbuatan sehari-hari. Tapi... yang aku dengar adalah gosip yang buruk."


Bartender meletakkan koktail di bar tanpa berkata-kata.


Toranosuke dan Kazuya mengambil gelas mereka dan meminum isinya.


"Takasegawa membeli wanita dengan uang"


"...Haha"


Kazuya tidak mengiyakan atau menyangkal kata-kata Toranosuke.


Namun, dia sedikit menyipitkan matanya.


Melihat Kazuya seperti itu, Toranosuke, dengan nada menghina tapi matanya tertawa, menegurnya.


"Kalau kamu mau bantuan, serahkan anakmu ya. Kalian Takasegawa memang tidak berubah, selalu kotor."


"Kamu mendengar yang buruk saja. ...Urutannya terbalik. Aku memberikan pinjaman untuk membantu keluarga yang anakku sayangi. Tolong jangan salah paham." 

Lalu, Kazuya memutar gelas yang berisi koktail dengan ringan menggunakan tangannya.


"Selain itu, entah pernikahan ini akan berjalan lancar atau tidak... Aku tetap ingin melanjutkan bisnis dengan kelurga Amagi."


"Hoo..."


"Dia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh keluargaku... Aku tidak ingin menjadi keluarga yang ketinggalan zaman."


Ada sedikit kekhawatiran tentang kemampuan Amagi Naoki sebagai seorang pengusaha.


Namun, Kazuya menghargai kemampuannya sebagai seorang teknisi.


Itulah sebabnya dia mengakui perusahaan orang tersebut sebagai mitra bisnis, dan putrinya sebagai tunangan putranya.


"Mungkin karena aku orang tuanya, tapi Yuzuru sudah mencapai nilai yang cukup sebagai seorang pria. Jadi dia tidak akan kesulitan menemukan pasangan hidup. Tidak ada alasan untuk membayar dengan uang. Kamu mengerti, kan?"


Yang penting adalah bisnis, dan uang.


Bantuan untuk Amagi Naoki diberikan karena dianggap akan memberikan keuntungan besar bagi keluarga Takasegawa di masa depan.


Ini bukan "harga pembelian" Arisa.


Keluarga Takasegawa bukan keluarga yang terlibat dalam perdagangan manusia.


Kazuya menegaskan sambil minum minumannya.


"Makanya, kan?"


"…Apa yang kamu coba katakan? Toranosuke."


"Kamu tidak ingin melepaskan 'pohon uang' ke tempat lain, makanya kamu minta 'sandera', kan?"


"Kamu ini bicaranya kasar, ya."


Kazuya mencubit cokelat yang disajikan sebagai makanan ringan.


"Apa yang aku minta adalah 'bukti kepercayaan'. Dan itu juga merupakan 'bukti kepercayaan' dari diriku. Ini berdasarkan kesepakatan bersama. Naoki-san juga positif tentang membentuk hubungan keluarga dengan kita. Ada manfaat bagi kedua belah pihak."


Jika dia melarikan diri setelah mendapatkan pinjaman besar, itu akan menjadi kerugian besar.


Dan bagi Amagi, dia juga ingin menghindari hanya diambil teknologi dan pengetahuannya lalu dibuang.


Itulah mengapa, Amagi dan Takasegawa sama-sama menawarkan anak-anak mereka yang berharga.


Artinya, tujuan utama bukanlah keuntungan ekonomi—dukungan dan pinjaman untuk Amagi—tetapi keuntungan politik—pernyataan bahwa Amagi Naoki berada di bawah Takasegawa.


Kazuya menjelaskan ini kepada Toranosuke...


"Itu argumen yang cerdik. Pikirkan tentang hubungan kekuasaan. Kalian selalu pandai berbicara."


"Hah... Sulit dipercaya kamu tidak mengerti setelah aku menjelaskan sebanyak ini. Tachibana, yang pelit, mungkin tidak mengerti interaksi hangat antara dua keluarga ini."


Sebenarnya, bagi Amagi Naoki, pertunangan Yuzuru dan Arisa adalah hal yang sangat dihargai.


Itu adalah bukti bahwa Takasegawa menghargai Amagi.


Tentunya... hubungan kekuatan antara kedua keluarga sangat jelas.


Meskipun kedua belah pihanya setuju, ada orang seperti Toranosuke—meskipun dia hanya mengejek dan tidak serius—yang bisa melihat Takasegawa sebagai mengancam dengan uang dan kekuasaan.


Tapi, biarkan mereka berkata apa saja.


Keluarga Takasegawa memang memiliki banyak musuh.


Tidak mungkin bersahabat dengan semua orang di dunia ini.


Oleh karena itu, tidak ada pilihan selain menerima kenyataan.


"Namun, ada sesuatu yang menggangguku."


"Hmm, apa yang membuatmu ragu?"


"Mengapa kamu memilih anak perempuan yang tidak berhubungan darah? Amagi punya anak perempuan dan anak laki-laki yang berhubungan darah." 


Selain Arisa Yukishiro, Naoki Amagi juga memiliki seorang putri dan putra yang memiliki hubungan darah dengannya.


Jadi gini, ceritanya tentang seseorang yang jadi sandera atau bukti kepercayaan...


Dibanding yang nggak ada hubungan darah, yang ada hubungan darah itu lebih berguna.


"Ngomong-ngomong, ini cerita antara kita aja ya"


"Hmm"


"Awalnya, rencananya itu anak perempuan dari... keluarga Amagi yang berhubungan darah itu loh"


Kalo ditanya, lebih suka yang ada hubungan darah atau nggak, pasti yang ada dong.


Buat keluarga Amagi juga, ngasih yang nggak ada hubungan darah ke keluarga Takasegawa itu... kayaknya nggak sopan banget.


Jadi ya, yang dipilih anak perempuan yang ada hubungan darahnya itu wajar aja.


"Tapi, anaknya masih kelas 6 SD. Yuzuru bilang dia nggak mau"


"Iya sih, bener juga"


"Kan? Makanya dipikir-pikir lagi, mau ditunda dulu"


Rencananya kira-kira, empat tahun lagi.


Pas anaknya keluarga Amagi umur 15 tahun, Yuzuru umur 19 tahun, baru deh mau dikenalin. Itu rencana awalnya.


"Tapi aku sendiri nggak merasa harus ada hubungan darah sih"


Bagi Kazuya, Yuzuru nikah sama anaknya keluarga Amagi... Amagi Mei... itu nggak harus-harus banget.


Paling nggak, nggak sampai ngotot banget sampe anaknya dipaksa.


"Jadi kalo gara-gara ini sampe berantem sama anak, nggak mau juga sih"


"Hmm. Ya... nggak tau deh apa yang bisa jadi penyebab keributan keluarga"


Toranosuke manggut-manggut lebay.


Organisasi besar itu runtuhnya dari dalam, bukan dari luar. Udah gitu aja dari dulu.


"Hmm, terus... apa yang bikin kamu terburu-buru?"


"....Aku nggak terburu-buru kok. Yang terburu-buru itu... ayah"


"....Ayahmu?"


Toranosuke miringin kepala.


Ayah kazuya yang jadi kepala keluarga sebelumnya, yaitu kakeknya Yuzuru, itu bukan orang bodoh.


Pasti ada alasan logis di balik tindakannya.


Nggak mungkin dia ngasih saran nikah ke Yuzuru tanpa alasan yang berarti.


"Mungkin buat orang yang udah tua, liat cucu cantik dan cicit itu lebih penting dari masa depan bumi kali ya"


"...."


Pasti ada alasan logisnya.


Tapi... buat Kazuya atau keluarga Takasegawa secara keseluruhan, itu cerita lain.


"Mata tajam si kakek mungkin juga kabur pengen liat cicitnya"


Toranosuke ngomong sendiri.


Lalu dia tanya lagi ke Kazuya.


"Jadi ayahmu pengen liat cicitnya, itu udah jelas. Tapi... kenapa akhirnya pilih yang nggak ada hubungan darah?"


Kazuya nggak langsung jawab...


Dia pelan-pelan minum koktailnya.


Lalu dengan muka yang sedikit merah karena alkohol, dia bilang.


"Cinta anakku, itu alasannya"


"....Ha?"


Apa-apaan ini?


Toranosuke miringin kepalanya.


Kazuya mulai menjelaskan ke Toranosuke yang bingung itu.


"Sebenernya, Yuzuru sama Arisa... maksudnya anak perempuan keluarga Amagi yang nggak ada hubungan darah itu, mereka satu kelas tau"


"Hmm... terus?"


"Ketika aku kasih sinyal soal omongan perjodohan ke Yuzuru... dia bilang, "Aku nggak mau tunangan kalo bukan sama cewek rambut pirang dan mata biru yang cantik!""


"...." 


Yukishiro Arisa punya rambut yang bisa dibilang mirip sama warna emas, dan matanya juga hampir mirip warna biru laut.


Terus, yang paling penting, dia itu cantik banget.


Terus ada teman sekelasnya, Yuzuru, yang bilang dia suka sama yang rambutnya mirip emas dan matanya biru.


Ini artinya...


"Ngga heran kalo dia ngga mau dijodohin. Anakmu udah punya orang yang disuka."


Ini udah kayak langsung nunjuk ke Arisa aja.


Yuzuru bilang, kalo bukan Yukishiro Arisa, dia ngga mau nikah.


...Tapi, sebenernya ini salah pahamnya Kazuya.


Yuzuru tau nama "Amagi"...


Tapi, dia ngga tau kalo waktu itu Takasegawa dan Amagi itu lagi deket, dan ngga tau juga kalo "Yukishiro" Arisa itu keluarga dari Amagi.


Terus di catatan keluarga ternama di otak Yuzuru, "Yukishiro" ngga ada.


Dia pikir Arisa itu cuma anak dari keluarga biasa yang kebetulan cantik dan agak kaya, jadi ngga nyangka kalo bakal dijodohin sama dia.


"Tapi, dia itu rambutnya emas... ngga bisa dibilang ngga juga sih, tapi agak gitu ya?"


Toranosuke ingat lagi wajahnya Arisa waktu datang ke rumah Tachibana, sambil bilang gitu.


Rambut Arisa itu, ada yang bilang coklat, ada juga yang bilang emas.


Jadi, ngga bisa langsung bilang itu emas.


Matanya juga, bukan biru, tapi lebih ke hijau... tapi ya tergantung cahaya juga sih.


"Mungkin dia malu, jadi sengaja ngelilit-ngelilit informasinya. Kalo ngga malu, harusnya langsung bilang namanya."


"…Oh gitu ya?"


"Ya gitu."


Toranosuke agak ngga yakin, tapi karena Kazuya keliatan yakin banget, dia akhirnya terima-terima aja.


"…Yaudah deh. Tapi, kamu ngga masalah kalo yang kamu nikahin itu ngga ada hubungan darah?"


"Kalo udah jadi keluarga, ya ngga apa-apa. Ngga perlu ngotot soal hubungan darah."


Perjodohan antara keluarga Takasegawa dan Amagi itu buat memperkuat hubungan... atau bisa dibilang, ngga lebih dan ngga kurang dari itu.


Jadi, ngga ada alasan harus ngotot soal hubungan darah langsung.


Tapi, sebelum nikah, mungkin mereka harus ngadain adopsi resmi biar Arisa jadi bagian dari Amagi, biar Takasegawa ngga repot.


Tapi itu bisa nanti, setelah pertunangan resmi.


Ngga perlu buru-buru.


"By the way, apa pendapat Naoki-san? Baginya..."


Kalo bisa memperkuat hubungan, biasanya orang bakal lebih mau nikahin anak kandungnya.


Keluarga Takasegawa itu salah satu keluarga terpandang di negara ini.


Anak yang ada hubungan darah, dan yang ngga...


Biasanya, orang bakal lebih sayang sama yang ada hubungan darah, dan mau nyariin jodoh yang baik buat dia.


"Dia senang kok. Kalau sama keluarga Takasegawa, dia merasa aman."


"Hmm… jadi dia ngga mau nikahin anak kandungnya karena sayang, gitu?"


"Aku ngga tau…"


Kazuya angkat bahu.


Soal rumah tangga keluarga Amagi, dia ngga bisa ngomong banyak.


Atau lebih tepatnya, dia ngga tertarik. 


Untuk Kazuya, posisi Arisa di dalam keluarganya nggak penting banget sih.


Yang dia minatin cuma siapa yang bakal jadi penerus Amagi...


Tapi itu juga, nggak terlalu berpengaruh ke banyak orang.


Kalo penerus Amagi itu capable, ya udah lanjutin hubungan aja.


Kalo nggak, ya pakai Arisa buat rebut posisinya.


Dingin, kejam, dan tanpa perasaan.


Itulah penilaian orang-orang tentang Takasegawa Kazuya, keluarga Takasegawa secara keseluruhan.


"Gimana sih sama orang-orangnya sendiri? Anak Amagi... Yukishiro Arisa, kan? Kalo dia benci sama anak mu, ya nggak jadi deh ceritanya."


"Ya, bener sih. Aku juga pengen yang dicintai anakku jadi bagian dari keluarga."


Kazuya nggak nolak pernikahan politik.


Malahan dia mendukung banget.


Tapi, dia nggak mau maksa mereka buat nikah kalo nggak mau.


Kalo ada perselisihan dalam keluarga, bisa rugi besar.


Dia nggak mau ada api perselisihan.


Kalo Yukishiro Arisa bener-bener benci banget sama Yuzuru...


Ya terpaksa harus nyerah.


Tapi...


"Menurutku, mereka kayaknya saling suka deh. Aku berharap mereka nikah... dan kasih aku cucu yang imut-imut."


"Jadi, kamu juga suka sama dia?"


"Tentu. Baik hati, cantik, pinter. Masakannya juga enak. Bisa mendukung Yuzuru. Sebagai menantu keluarga Takasegawa, dia orang terbaik."


Kazuya dengan senang hati bilang gitu.


Terus karena dia lagi mabuk... mulai bicara sembarangan.


"Kayaknya dia bisa ngasih aku cucu yang sehat-sehat deh."


"Langsung ngomong gitu, ya? Kalo nggak mau dibenci sama menantu,mending jangan deh."


"Tau sih. Tapi, cucu yang imut-imut itu lebih baik kan? Cucu, cucu... kita juga bakal jadi kakek-nenek ya..."


"Cucu, ya. Topik yang nggak menarik buat aku yang belum punya anak."


Toranosuke ngeluh.


Dia belum nikah, jadi ya nggak punya anak.


Tapi... dia punya keponakan, Ayaka, jadi darah keluarga Tachibana nggak akan punah.


"Kamu kan punya keponakan yang lucu. ...Ngomong-ngomong, gimana kabarnya? Ayaka dan anak perempuan Uenishi, dengan Souichiro-kun..."


"Ah... jangan tanya."


"Dari cara kamu ngomong, masalah itu belum selesai ya?"


Toranosuke keliatan capek banget, tapi Kazuya masih seneng.


Hubungan Yuzuru dan Arisa kayaknya bakal lancar, jadi dia merasa lega.


"Masalah ini juga nggak lepas dari keluarga Takasegawa. Kalo anakmu tenang aja nikah sama Uenishi, ceritanya bakal lebih simpel."


"Kan udah aku bilang, nggak bisa dipaksa. Hubungan sama Uenishi, kita harapkan dari anak Yuzuru aja deh."


"Huh, seenaknya aja."


"Yang seenaknya kamu kali. Kalo kamu punya anak, bisa aja Ayaka kamu nikahin. Baik ke Satake, ke kita, atau keluarga lain. Tapi ya, itu omongan sekarang."


"Penerus keluarga Tachibana itu Ayaka."


"Keras kepala juga ya... kamu ini."


"Bebas deh mau bilang apa." 


Sambil ngomongin hal-hal yang nggak penting, mereka berdua minum miras.


Terus... tiba-tiba, Toranosuke nanya ke Kazuya.


"Ngomong-ngomong... kalo hubungan antara Yuzuru sama Arisa jadi buruk, kamu bakal gimana?"


"Itu udah putus cinta ya... Maksa-maksa juga nggak bakal bawa hasil yang baik sih"


Kayaknya nggak ada cara lain, Kazuya nyerahkan bahu.


Anaknya yang patah hati sih kasihan, tapi itu juga bagi

an dari pengalaman hidup.


Kalo anaknya kehilangan minat sama Arisa, ya udah, nggak apa-apa.


Pasangan yang keliatan akrab hari ini, bisa jadi musuhan besoknya juga bisa terjadi.


Bagi Kazuya Takasegawa, Yukishiro Arisa bisa diganti dengan orang lain dengan mudah.


Kehilangan dia juga nggak bakal bikin rugi.


"Terus..."


Toranosuke bertanya.


"Kalo Amagi Naoki malah menawarkan putri kandungnya sebagai gantinya, kamu bakal gimana?"


Kazuya tersenyum kecil dan menjawab.


"Sangat disambut. Bagiku, sama aja... eh, malah lebih baik kalo itu putri kandungnya." 



Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close