Seru sih, tapi Arisa masih ngerasa ada yang kurang.
Bukan, kurang itu nggak tepat sih.
Lebih ke... masih ada yang belum dilakuin.
(...belum, kan)
Arisa menyentuh bibirnya sendiri, bergumam.
Cuma mikirin dikit aja, udah bisa ngerasa badannya panas.
Sebelum liburan dan sekarang.
Hubungannya sama Yuzuru nggak terasa maju.
Kalo dibilang stabil sih iya.
Tapi bisa juga dibilang stagnan.
(Apalagi mandi bareng...)
Mandi bareng, nunjukin tubuh telanjang di depan Yuzuru, itu buat Arisa malu banget.
Tapi... kalo dipikir-pikir, "karena kesempatan, yuk mandi campur," dan bisa mandi bareng secara alami, itu cuman kali ini.
Kalo ngelewatin kesempatan ini, nggak tau deh kapan lagi.
(Seandainya Yuzuru yang ngajak dengan paksa...)
Arisa juga pengen mandi bareng Yuzuru, pengen ciuman.
Cuma, rasa malu yang menghalangi.
Jadi kalo Yuzuru yang ngajak dengan paksa, mungkin Arisa bisa lebih berani... mungkin.
"Eh, tapi, nggak ah..."
Saat Arisa lagi bingung...
"Oh, Arisa-san"
Tiba-tiba, ada yang nyapa.
Yang nyapa adalah pemilik penginapan ini.
"Sudah menikmati waktu Anda?"
"Iya, sangat."
Arisa menjawab dengan senyum.
Dia bilang onsen itu nyaman, dan makanannya enak banget.
"Itu bagus. ...Oh iya! Sudah coba onsen outdoor di kamar Anda?"
"Eum, pagi ini sudah."
"Wah, dari pagi! ...Bareng Yuzuru-kun?"
"Ah, nggak dong!"
Arisa terkejut bukan main karena ditanya begitu oleh pemilik penginapan.
Dia langsung geleng-geleng kepala.
"Jadi... itu belum... bagi kami..."
"Oh, begitu? ...Padahal dengar-dengar kalian dekat loh."
Jadi, pemilik wanita itu ngomong dengan sedikit kecewa gitu.
Trus dia ngegampar tangannya gitu deh.
"Kalau kamu mau... gimana kalo aku pinjamin baju buat mandi di air panas?"
"Baju buat mandi di air panas? Ada gitu ya..."
Biasanya sih, kalo di pemandian air panas atau di tempat mandi umum, orang-orang tuh gak boleh pake handuk atau apapun pas mandi.
Soalnya takutnya airnya jadi kotor gitu.
Tapi, ada juga orang yang karena berbagai alasan, ingin tutupin badannya pas mandi di air panas.
Nah, buat orang-orang kayak gitu ada tuh baju khusus buat mandi itu.
"Gimana, mau gak?"
"Kalau gitu... saya pinjam ya."
Gak mungkin lah nolak kebaikan orang.
...Bukan berarti karena udah minjem, harus mandi juga sih.
Cukup minjem aja udah cukup.
"Nanti saya suruh orang bawain ya. ...Eh, tapi"
"Iya?"
"Pasti jadi tunangan anaknya keluarga Takasegawa itu... banyak tantangannya ya?"
Dia nanya gitu sambil bisik-bisik.
Kayaknya si pemilik wanita ini bayangin ada semacam 'perang antar wanita' gitu deh.
"Iya sih... ada sedikit ribetnya."
Arisa cuman bisa senyum pahit gitu deh.
Memang sih, ada sedikit masalah. ...Tapi gak seperti yang dibayangin pemilik wanita itu.
"Bener kan!?"
"Iya... saya masih harus hati-hati sampe sekarang."
Itu sih beneran dari hati.
Arisa pengen orang itu tetep cinta sama dia, dan pengen dia makin cinta.
Ada rasa gak mau kehilangan gitu.
"Iya ya... pasti masih banyak tantangan."
Pemilik wanita itu angguk-angguk gitu.
Tapi, kalo ditanya apakah ada persaingan antar wanita seperti yang dia bayangin, itu masih tanda tanya besar sih.
"Kamu sama Yuzuru-kun itu, dari kecil udah kenal?"
"Eh? Oh... bukan, kami sekelas di SMA sih."
"Oh, gitu ya... , dulu Yuzuru-kun sama temen-temennya yang dari kecil pernah nginep di sini loh..."
"Temen dari kecil, ya? Itu... Ayaka-san, Souichiro-san, Chiharu-san, ya?"
Arisa nyebutin nama-nama temen Yuzuru yang dia tau.
Mereka dulu waktu kecil pernah nginep di ryokan ini sama Yuzuru, gak heran sih.
"Oh, iya... Kamu kenal sama mereka?"
"Seangkatan di sekolah."
"Heh, gitu ya..."
Sang pemilik mengangguk setuju.
"Jadi... sepertinnya jadi rebutan sama Chiharu-san ya?"
"Eh? Kenapa?"
"Enggak, dulu... lebih dari sepuluh tahun yang lalu, anak perempuan keluarga Uenishi itu, katanya jadi calon tunangan Yuzuru-kun, dari keluarga Takasegawa dan keluarga Uenishi..."
Namun, mengabaikan hal itu, Yuzuru mencium dahi itu.
"Gimana?"
"...Sepertinya baik-baik saja."
Dengan nafas panas, pipinya memerah, dan matanya yang berkaca-kaca menatap Yuzuru, Arisa berkata demikian.
Kemudian, mereka berdua menghadapkan tubuh mereka satu sama lain.
Dan mereka berpelukan erat.
Mereka saling menatap.
Ketika Yuzuru perlahan mendekatkan wajahnya, Arisa menutup matanya.
Bibir Yuzuru menyentuh pipi lembut Arisa yang berwarna merah muda.
"Aku juga... boleh?"
"...Iya."
Ketika Yuzuru menjawab, Arisa dengan mata tertutup erat, menggigil dan perlahan mendekatkan bibirnya ke pipi Yuzuru.
Bibir lembut Arisa menyentuh pipi Yuzuru.
"Berhasil..."
"Berhasil ya."
Arisa tersenyum bahagia sambil Yuzuru dengan lembut mengusap rambutnya.
Dengan nyaman, Arisa merem melek.
"Arisa"
"Iya"
"Boleh lagi nggak?"
Ketika Yuzuru bertanya, Arisa dengan wajah merah kecil mengangguk.
"Iya... silakan."
Yuzuru kemudian lagi-lagi memeluk Arisa.
Tubuh Arisa sangat lembut, dan juga hangat.
Dan kemudian...
"Nh..."
Dia menempelkan bibirnya ke leher putih Arisa.
Arisa terlihat jelas menggigil.
"Di sini boleh?"
"Nh... iya..."
Arisa mengangguk dengan kepala.
Selanjutnya, Yuzuru pelan-pelan mendekatkan mulutnya ke telinga Arisa.
Lalu, dengan lembut meniupkan nafas.
"Ah, eh, itu..."
Ketika dia mencium telinganya, Arisa bergetar seketika.
"...Tidak bisa"
Dengan suara lemah, Arisa berkata begitu.
Tapi, Yuzuru tidak merasa kalau dia benar-benar menolak.
"Arisa. Aku cinta kamu"
Yuzuru berbisik di telinga Arisa.
Nafas yang dikeluarkan bersama kata-kata itu, membuat telinga dan kepala Arisa sedikit geli.
"Ng, ngomong begitu... tetep aja nggak bisa ya"
Di sisi lain, Arisa membengkakkan pipinya dan berkata dengan manja.
Dan...
"Ini balasannya"
Setelah berbisik di telinga, dia mencium telinga Yuzuru.
Lalu menekan bibirnya ke leher Yuzuru.
"...Arisa"
"Yuzuru-san..."
Mereka saling memandang, bertukar ciuman di pipi dan dahi.
Semakin banyak mereka berciuman, semakin panas tubuh mereka meleleh.
"Yuzuru-san... itu"
"Apa?"
"Bibirnya... gimana?"
Arisa berkata sambil menatap Yuzuru.
Pandangan Yuzuru secara alami tertarik ke bibir mengkilap Arisa.
Bibir yang diolesi lip balm itu terlihat lembab dan sangat lembut.
"...Beneran boleh?"
"Kalau Yuzuru-san... aku mau"
Dengan berkata begitu, Arisa menatap Yuzuru dengan tajam.
Dia bisa melihat tubuhnya sedikit bergetar.
"...Gak usah dipaksa"
Yuzuru berkata sambil mengelus rambut Arisa dengan lembut.
Lalu mencium pipinya.
"Ah..."
Arisa merasa tenang.
Sepertinya dia tegang.
"Hari ini bisa cium pipi. Itu sudah kemajuan besar"
"...Iya"
"Masih ada kesempatan lain. Kita nggak usah buru-buru"
Dengan berkata begitu, Yuzuru memeluk Arisa.
Arisa, dalam pelukan Yuzuru, tampak merasa aman, tapi juga terlihat sedikit kecewa.
…
"Yuk, kita tidur"
Yuzuru berkata sambil mengoperasikan remote dan mematikan lampu.
Tapi, karena Arisa takut gelap, mereka tidak mematikan semua lampu.
Lampu malam tetap menyala.
"Tunggu, Yuzuru-san"
"...Ada apa?"
"A, aku... ingin mengatasi ketakutan gelapku"
"...Heh"
Secara tiba-tiba Arisa mengatakan hal yang tak terduga.
"Kenapa tiba-tiba?"
"Eh? Itu, um..."
Arisa ragu-ragu.
Setelah sejenak diam, dia menjawab.
"Kamu bisa tidur lebih nyenyak di tempat gelap kan, Yuzuru-san?"
"Ya, memang sih, tapi..."
"Rasanya nggak enak minta kamu menyesuaikan diri demi aku, jadi aku pikir aku harus mengatasinya"
(TL/N : Idaman fix si arisa)
Yuzuru bisa tidur lebih nyenyak dalam kegelapan, dan kualitas tidurnya juga lebih tinggi.
Kali ini, bisa tahan tidur pake lampu tidur beberapa hari sih... tapi suatu saat nanti Yuzuru sama Arisa bakal nikah, dan bakal tidur di ruang yang sama tiap hari.
Kalo dipikir-pikir buat masa depan, lebih baik Arisa mengatasi ketakutannya sama gelap, demi kesehatan Yuzuru.
Gak ada yang salah sama pendapat Arisa.
Tapi...
(Kayaknya, baru kepikiran sekarang ya...)
Yuzuru merasa ada yang aneh.
Tapi ya, gak ada gunanya curiga.
"Ya udah, aku matiin ya..."
"Tunggu, tunggu dulu!"
Ketika Yuzuru mau matiin lampu, Arisa dengan panik nyegah dia.
"Jadi... gak jadi matiin?"
"Bukan, bukan itu... Masih ada lanjutannya."
"Hmm"
"Aku ingin mengatasi ketakutanku sama gelap, tapi... yang serem ya tetep serem. Jadi... bisa gak, kita tidur bareng?"
Yuzuru agak kaget dengan usulan mendadak itu.
Tapi, kalo cuma tidur bareng, mereka udah pernah lakukan sebelumnya.
"Oke, gak masalah."
"Terima kasih banyak!"
Dan dengan senang hati, Arisa merangkak masuk ke dalam selimut Yuzuru.
...Jaraknya agak dekat.
"Aku matikan ya?"
"Iya!"
Yuzuru mematikan lampu.
Seketika, gelap menyelimuti sekitar.
Kemudian, Arisa dengan erat memeluk Yuzuru.
"Ah, Arisa...?"
"Ada apa?"
"Enggak, itu... Terlalu deket gak sih?"
Seperti koala yang memeluk pohon, Arisa melilit tubuh Yuzuru.
Dengan kedua tangannya, dia menggenggam erat lengan Yuzuru, dan kakinya melilit kaki Yuzuru.
"Kan, serem."
"Kalo terlalu takut, kita nyalain lampu tidur aja gimana?"
"Itu gak bisa!"
Arisa dengan tegas menolak usulan Yuzuru.
Kemudian dia bertanya dengan sedikit kecemasan.
"Ganggu ya?"
"Enggak, bukan itu masalahnya tapi..."
Kalo ini Juli atau Agustus, mungkin bisa dibilang "gerah" tapi... ini kan Mei.
Gak terasa panas hanya karena dipeluk Arisa, dan juga gak kesulitan bernapas.
Tapi...
"Itu, ada yang... menyentuh gitu..."
"Apa itu?"
"Enggak... Oppai gitu..."
Tepat di antara bukit dada Arisa, lengan Yuzuru terjepit.
Karena kaki mereka juga saling melilit, kaki Arisa yang telanjang langsung bersentuhan dengan kaki Yuzuru.
"Kalo menyentuh... itu masalah ya?"
"....Eh?"
"Kita kan tunangan. Kalo tunangan... gak boleh ya?"
"Itu, itu..."
"Kalo... gak suka, gimana?"
Dengan sedih, Arisa berkata begitu.
Ditanya gitu, Yuzuru gak bisa bilang gak boleh.
"Gak, aku suka kok."
"Jadi... boleh nggak?"
"...Boleh kok"
Begitu Yuzuru menjawab, Arisa makin mendekatkan dirinya ke Yuzuru.
Dari celah yukata yang terbuka, kadang-kadang kulit mereka bersentuhan.
(Wah, ini nggak baik...)
Sebenarnya, di hati Yuzuru, dia nggak keberatan dipeluk Arisa kayak gini.
Mana ada cowok yang bakal nolak dipeluk, tidur bareng, dan dimanja gadis yang dia suka. Kalo ada, berarti dia nggak terlalu suka sama gadis itu.
Masalahnya adalah, ini terlalu menyenangkan sampai-sampai...
Yuzuru juga cowok, jadi dia punya nafsu.
Kontak fisik kayak gini pasti bakal membangkitkan hasrat itu.
Dan tubuhnya bakal bereaksi.
Kalo Arisa sadar, itu nggak bakal baik.
(Aku nggak pengen dia takut...)
Cowok harusnya bisa santai aja! Tapi mental Yuzuru nggak sekuat itu.
Dia takut kalo Arisa takut, merasa jijik, atau bahkan membencinya...
"Yuzuru-san, kamu wangi..."
Entah Arisa sadar atau nggak tentang perasaan Yuzuru, dia malah ngomong gitu.
Napas Arisa menyentuh leher Yuzuru.
"O-oh, gitu ya. Selama aku nggak bau keringat ya udah deh..."
"Aku gimana?"
"Eh?"
"Wangi apa aku? ...Coba cium."
Yuzuru nggak bisa menolak.
Dia mendekatkan hidungnya ke rambut Arisa dan mencium aromanya.
"Gimana?"
"...Kayak sabun batu, mungkin?"
"Itu wangi yang bagus nggak?"
"Iya, wangi kok"
"Aku senang dengernya"
Hari ini Arisa agak agresif.
Bukan hari ini sih.
Lebih tepatnya, Arisa setelah keluar dari pemandian umum.
(Apa dia ngalamin sesuatu yang bagus?)
Atau malah sebaliknya.
Yuzuru menggelengkan kepalanya.
"Ngomong-ngomong, Yuzuru-san"
"Hm?"
"Kemarin malam... kamu memelukku, kan?"
Jantung Yuzuru berdebar.
Tentu saja, Yuzuru sendiri nggak ingat dia memeluk Arisa.
Tapi memang benar pagi itu dia bangun sambil memeluk Arisa.
"Bukan... kalo bantalnya beda, susah tidurnya"
"...Beneran? Atau kamu sebenarnya bangun?"
"...Mana mungkin"
Memeluk Arisa yang lagi tidur... itu nggak mungkin dia lakukan.
Main-main kecil sih, dia pernah beberapa kali.
"Boleh kok, kalo kamu mau"
"Eh... apa?"
"Memeluk... kalo Yuzuru-san mau meluk aku, boleh kok"
Kata-kata itu membuat Arisa mendekatkan tubuhnya ke Yuzuru.
Yuzuru merasakan kedua bukitnya menyentuh lengan.
"Itu tawaran yang menyenangkan"
Meski begitu, Yuzuru nggak jadi memeluk Arisa.
Lalu Arisa bertanya padanya.
"...Kamu nggak mau meluk aku?"
"Hari ini... kayaknya nggak deh"
Kalo ditanya mau memeluk atau nggak, sebenarnya dia mau.
Tapi pas di peluk, hal yang Yuzuru tahan-tahan, bisa kesentuh sama Arisa.
Tentu aja, mereka masih pake pakaian, jadi gak langsung menyentuh... tapi, bisa ngerasa dikit-dikit lah.
Yuzuru gak mau Arisa tau soal itu.
"......Oh gitu."
Arisa keliatan kecewa, ngomong dengan suara yang sedih.
"Arisa."
"Iya."
"......Yuk, tidur."
"Oke......"
Dengan suara yang agak berat, Arisa jawab usulan Yuzuru.
Mereka berdua pejamkan mata.
Cuma ngerasa kehangatan satu sama lain, dan degupan jantung mereka sendiri......
Mereka menghabiskan malam tanpa bisa tidur.
__--___---__
Keesokan harinya.
Yuzuru bangun.
Pas liat sebelah......
"Uh, uhmmm......"
Arisa, sama kayak pagi kemarin, atau mungkin lebih parah kondisinya.
Entah kenapa, kata "setelah itu" muncul di pikiran Yuzuru.
Tentu aja, mereka gak melakukan apa-apa.
"Mandi......"
Yuzuru memutuskan untuk masuk ke pemandian terbuka yang ada di kamar tamu.
Kemarin pagi juga dia pakai pemandian terbuka ini, jadi gak ada yang baru lah.
"......Huff"
Sambil merendam diri di pemandian terbuka, Yuzuru menghela napas dalam-dalam.
Dia merasa cukup puas dengan ryokan ini.
Seneng bisa menghabiskan waktu dua malam tiga hari bersama Arisa, dan merasa hubungan mereka jadi lebih dekat, seperti pasangan kekasih.
(Tapi, kenapa ya kemarin?)
Meskipun begitu, Yuzuru sedikit merasa ada yang aneh dengan tiba-tiba "dere"nya Arisa semalam.
Bukan berarti gak biasa sih.
Arisa kadang-kadang bisa tiba-tiba berani gitu.
Tapi biasanya ada alasan atau latar belakangnya. Kayak... pas dia demam tinggi, gitu.
"......Cuma perasaanku aja kah?"
Tapi, ya kalau emang dia lagi pengen dimanja atau diperhatiin... Yuzuru juga harus nerima aja.
Semua orang kadang-kadang pengen dimanja atau diperhatiin... atau malah sebaliknya, gak bisa ngerasa gitu.
Kalau dibilang cuma mood yang naik turun, ya sudah itu saja.
Plak!.
Saat itu, ada suara pintu terbuka.
Pas Yuzuru liat ke arah suara......
"Eh, hehe......"
"Ah, Arisa!?"
Arisa yang tersipu malu berdiri di sana.
Dia cuma bungkus tubuhnya dengan handuk putih... tapi selain itu, gak pake apa-apa.
Tulang selangka dan bahunya yang putih, dan kakinya yang panjang, tampak kabur di balik uap air.
"Ah, eh...... um, eh......"
Yuzuru bingung.
Dan karena kebingungan, dia tanpa sengaja berdiri.
"Kyaa!"
Arisa berteriak.
Dia nutupin mukanya dengan kedua tangan.
Yuzuru keburu-buru nutupin bagian yang nggak boleh keliatan pake dua tangannya, terus dia langsung nyemplung lagi ke air panas.
"Maaf ya. Eh... itu, aku udah cukup mandi, jadi aku mau keluar. ...Bisa nggak kamu liat ke arah lain?"
Kayaknya Yuzuru nggak sadar kalo dia masuk.
Dari situ, Yuzuru coba nggak ngeliat ke arah Arisa sambil ngomong.
Di sisi lain, Arisa nutupin mukanya pake dua tangan—sambil ngintip dari celah-celah jarinya—dan jawab.
"Ng, nggak usah... nggak perlu sampe begitu."
"Yah, kamu bilang nggak perlu tapi..."
"A, aku nggak bisa bikin Yuzuru-san repot gara-gara aku!"
Walaupun kata-katanya seperti itu, suara Arisa terdengar anehnya kuat.
Kayaknya dia lagi usaha keras buat ngontrol situasi.
"Tapi... eh, itu..."
"Tenang aja! I, ini baju mandi... yang aman meski dicelupin ke air panas! Aku pinjem dari penginapan!"
Arisa tarik bagian dada baju mandinya sambil bilang gitu.
Yuzuru langsung panik dan ngalihin pandangannya karena takut ngeliat yang nggak-nggak.
"O, oh gitu... tapi, aku nggak bawa gituan..."
Kayaknya Arisa udah siap-siap banget.
Tapi Yuzuru sama sekali nggak siap. Jelas, dia juga nggak siap secara mental.
Ngeliat Arisa dengan keadaan begitu, Yuzuru merasa nggak mungkin dia bisa tetap tenang.
Apalagi sekarang masih pagi banget.
Lebih gampang terpengaruh dibanding siang hari, Yuzuru nggak yakin bisa tetap normal di depan Arisa.
"Ada juga yang buat Yuzuru-san!"
Begitu bilang, Arisa nunjukin semacam handuk putih yang dia pegang.
Pas diliat lebih deket, kayaknya ada semacam kancing gitu.
Sepertinya itu mirip sama handuk yang biasa dipake anak SD waktu pelajaran renang, cuma buat nutupin bagian bawah aja.
"Jadi, gimana?"
"Ditanya gimana juga..."
Yuzuru bingung mau jawab apa sambil muka Arisa merah-merah.
Sejujurnya, ini terlalu tiba-tiba jadi Yuzuru belum siap secara mental.
Tapi suasana nggak memungkinkan buat bilang "nggak, nggak bisa."
"O, oke..."
Yuzuru akhirnya cuma bisa mengangguk.
"..."
"..." (G, gimana ya...)
Setelah Arisa masuk ke dalam air panas, beberapa saat...
Yuzuru membelakangi Arisa.
Ada dua alasan.
Satunya karena dia merasa nggak boleh ngeliat.
...Padahal baju renang lebih terbuka daripada baju mandi, tapi baju mandi ini terasa lebih memberi perasaan "nggak boleh diliat" yang aneh banget.
Lebih-lebih lagi karena situasi daripada pakaian atau seberapa terbuka.
Alasan lainnya adalah karena bagian pria Yuzuru, yang bereaksi.
Meski tertutup baju mandi, ada banyak halangan buat dia ngeliat ke arah Arisa.
"Yuzuru-san... bisa nggak kamu liat ke sini?"
"Eh, tapi..."
"...Yuzuru-san"
Ada sesuatu yang lembut menyentuh punggung Yuzuru.
Arisa memeluknya dari belakang.
Saat Yuzuru sadar akan hal itu, dia merasa seperti ada arus listrik yang mengalir di kepalanya.
"Ah, Arisa... itu, jauhin aku dong."
"Kalau gitu, lihat ke sini."
Lalu Arisa bilang dengan suara sedih.
"...Aku kesepian."
Kalau sampe tunangannya bilang gitu, Yuzuru nggak punya pilihan selain nurut.
"Oke."
Setelah Yuzuru bilang gitu, Arisa pelan-pelan menjauh.
Terus Yuzuru juga pelan-pelan, membalikkan badan menghadap ke Arisa.
"Yuzuru-san... gimana?"
"...Cantik banget."
Yuzuru jujur dengan pendapatnya.
Kulit yang sedikit merah karena panas dari pemandian air panas itu sangat cantik dan berkilau.
"Gitulah ya..."
Arisa sedikit tersenyum.
"...Seneng aku."
Lalu dia merem melek.
Walaupun cuma sedikit kata, tapi pujian Yuzuru sepertinya sampai ke hati.
"Nih ya, Arisa."
"Iya?"
"...Kemaren, kenapa sih?"
Meskipun ada baju renang, tapi dia yang kemaren malu-malu buat mandi bersama, sekarang malah... dia sendiri yang ngajak, bahkan dengan paksa.
Harusnya ada alasan, ada sesuatu yang terjadi.
"Ermm..."
"Masalah, mau curhat, keluhan, apapun deh... kalo ada sesuatu... tolong bilang."
Yuzuru langsung nanya, sambil menatap mata Arisa yang warnanya hijau zamrud.
Arisa sedikit menggoyangkan matanya...
"...Ada satu hal yang ingin aku tanya."
"Ya."
"...Apakah benar Chiharu-san itu mantan tunangan Yuzuru-san?"
Mantan tunangan Yuzuru, Chiharu?
Yuzuru bingung, apa maksudnya.
Paling tidak, Yuzuru dan Chiharu bukan sepasang kekasih, dan mereka juga nggak pernah bertunangan.
"Siapa yang bilang itu?"
"Pemilik penginapan... katanya, diperkenalkan sebagai calon tunangan..."
"Ahhh."
Ada satu hal yang Yuzuru ingat.
Dia ngangguk, "Oh, iya."
"Jadi beneran?"
"Beneran dalam artian... orang tua kita cuma wacana doang, nggak sampe tunangan sih."
"Jadi begitu...?"
Arisa terlihat sedikit cemas.
Yuzuru mikir mendingan dia ceritain semua dari awal biar Arisa nggak cemas lagi.
"Tau nggak, hubungan antara Takasegawa dan Uenishi itu buruk loh? Kamu tau kan?"
"Em, iya sih."
"Jadi, mereka pikir kalo anak laki-laki dan perempuan dari kedua keluarga itu bisa jadian, hubungan antara kedua keluarga pasti bakal membaik... Itu yang dipikirin sama ayahku dan ibunya Chiharu. Cuma dipikirin aja sih."
Iya, cuma dipikirin doang.
Rencananya langsung bubar di awal.
"...Kenapa nggak jadi tunangan?"
"Ya, pertama-tama karena hubungan antara kedua keluarga itu terlalu buruk. ...Generasi ayah sih mungkin setuju, tapi generasi kakek nggak setuju."
‘Aku tidak mau liat cicit yang berdarah Uenishi.’
Jadi, katanya sambil mengerutkan alis, gitu deh.
Pokoknya, penolakan dari generasi kakek nenek itu kenceng banget.
"Yang kedua... Ini sih alasan utama, sebenernya Chiharu, atau tepatnya ibunya Chiharu, bukan penerus keluarga Uenishi dari awal. Tapi, karena berbagai hal ribet, akhirnya dia naik jadi penerus... dan hasilnya Chiharu yang jadi calon penerus selanjutnya dari keluarga Uenishi... jadi ya, gimana dong?"
Yuzuru dan Chiharu kan calon penerus dari keluarga masing-masing.
Kalo mau nikah, salah satu harus mundur.
Ayahnya Yuzuru sama ibunya Chiharu, nggak ada niatan sedikit pun buat ngeluarin anak mereka dari posisi penerus.
"Trus... gimana ya, kalo cuma masalah calon tunangan, seharusnya banyak banget... lebih dari sepuluh orang lah. Jadi... baik dulu atau sekarang, nggak ada yang spesial banget sama Chiharu."
Setelah ngomong gitu...
Yuzuru nambahin.
"Dari semua itu... yang dipilih ayahku kakek... dan yang paling penting, aku, ya kamu. Di dunia ini nggak ada tunangan yang lebih baik dari kamu. Jadi... tenang aja."
Chiharu termasuk, ada kemungkinan Yuzuru bakal direbut sama wanita lain...
Yuzuru, mikirin itu, dengan lembut bilang ke Arisa.
"Oh... gitu ya. Paham deh..."
Arisa sepertinya agak lega, sambil ngomong gitu.
"Tenang aja. Aku... nggak pernah mikir Yuzuru-san sama Chiharu-san bakal gimana-gimana. Cuma..."
"Cuma apa?"
"Ya, aku nggak pengen dibenci Yuzuru. Pengen terus jadi tunangannya..."
"Aku nggak bakal benci kamu kok."
Yuzuru bilang gitu dengan tegas.
Tapi Arisa geleng-geleng kepala.
"Bukan itu... maksudku, bukan aku curiga atau apa."
"Terus apa..."
"Ya, aku ini penakut."
Arisa bilang pelan, kayak nyalahin diri sendiri.
"Penakut?"
"Bahkan ciuman aja... nggak bisa bener. Malu-malu terus..."
Dengan suara kecewa, Arisa ngomong.
Dia kayaknya nyalahin diri sendiri.
"Jadi, aku takut Yuzuru-sann jadi kesel... itu yang aku takutin, aku khawatir."
"Oh, gitu..."
Kekhawatiran dan rasa takut kalau Yuzuru bakal kesel.
Perasaan nggak mau dibenci sama Yuzuru.
Perasaan Arisa itu... Yuzuru bisa sangat merasakannya.
"Yang penakut itu aku."
Yuzuru ngomong seakan-akan membuang kata-katanya.
Lalu, Arisa dengan terkejut ngangkat mukanya.
"Yuzuru-san?"
"Maaf. Aku selama ini ragu-ragu, kan?"
Yuzuru itu ragu-ragu dan penakut.
Dan dia nggak sadar akan hal itu.
Berbeda dengan Arisa yang sadar dan berusaha memperbaiki diri.
"Bukan gitu! Kamu salah... Yuzuru-san itu baik, selalu memperhatikan aku..."
"Bukan itu."
Yuzuru menolak pembelaan Arisa.
Kepedulian. Perhatian.
Memang Yuzuru menggunakan itu sebagai alasan untuk menghindari kontak fisik dengan Arisa.
Kalau Arisa sedikit ragu, malu, mereka nggak seharusnya melakukan itu.
Itu cuma alasan.
"Aku takut kalo kamu bakal membenci aku."
Itu alasan utamanya.
Aku nggak mau dibenci sama Arisa.
Karena terlalu mikirin itu, aku jadi penakut, nggak berani ngomongin apa yang aku inginkan atau rasain ke Arisa dengan jelas.
Selalu ngasih jawaban yang nggak jelas.
Bukan itu saja, aku bahkan ngasih alasan seperti "aku nggak mau ngerepotin Arisa..." dan malah nyalahin Arisa.
"Aku bakal bilang jujur, Arisa."
Yuzuru bilang gitu sambil megang bahu Arisa yang putih.
"Ya, apa?"
Bodi Arisa gemetar.
"Aku cinta sama kamu."
"Aku tau."
"Makanya, aku pengen mencium kamu. Bukan nanti, kalo bisa. Aku pengen mencium kamu sekarang. Sebenernya udah pengen banget."
"Oh, gitu ya... Iya, iya."
Malu-malu tapi...
Arisa memerah sambil mengalihkan pandangannya.
Kalo Arisa ngeliatin aku dengan ekspresi gitu, Yuzuru jadi pengen mundur.
Tapi, di saat yang sama... pengen maksa maju.
"Aku juga pengen mandi bareng. Pas kamu masuk, aku kaget, tapi sejujurnya aku senang. Dan sekarang, baju renang ini ganggu."
"Eh, ah, ini... ini mah kelewatan..."
Arisa bilang gitu sambil malu-malu memeluk dirinya sendiri.
Dia sadar nggak ya?
Gestur kecil kayak gitu yang bikin pria bingung.
"Terus, itu, Yuzuru-san. Ka, kamu... deket banget... dan itu... nyentuh..."
"Ah, ini..."
Setelah Arisa ngasih tau, Yuzuru sedikit mundur.
Tapi, dia menggelengkan kepala, menghilangkan keraguannya.
"Ini... itu, natural aja kalo aku di depan kamu. Gak bisa ditahan."
Post a Comment