NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Billionaire Program: Nanji, Kai to Ougon wo Motomeyo Volume 1 Chapter 1

 Penerjemah: Tanaka Hinagizawa 

Proffreader: Eina


Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


Chapter 1

Puas dengan Sedikit Uang Juga Merupakan Sebuah Bakat


Kesan yang kudapat cukup sederhana—semuanya ada di akademi ini.  

Hal pertama yang menarik perhatianku adalah keindahannya. Desain akademi dengan kaca berlapis dua dan suasananya yang monoton memancarkan ketenangan yang mengingatkanku pada sebuah institusi penelitian.  

Di sisi lain, akademi ini juga memperhatikan keramahannya, seperti pohon dan tanaman yang ditanam di antara celah yang ada, gazebo untuk beristirahat, dan alun-alun pusat tempat para siswa bisa berkumpul untuk bersantai bersama. Sepertinya, saat akademi ini dibangun, terjadi persaingan sengit di antara para arsitek terkenal, dan hasilnya benar-benar sebuah mahakarya.  

...Kemewahan dan fungsionalitas dari fasilitas akademi tidak berhenti di situ saja. Area akademi ini dulunya merupakan tanah milik pemerintah yang kemudian dibeli dan diubah menjadi taman miniatur yang mewah, yang kini telah dibagi menjadi beberapa area dengan tujuan yang jelas.

Ada area khusus untuk fasilitas akademik seperti perpustakaan dan pusat seni. Ada area lain yang dilengkapi dengan lapangan olahraga dan gedung olahraga dalam ruangan yang cocok untuk kegiatan olahraga. Selain itu, ada juga area untuk hiburan dengan fasilitas seperti permandian air panas buatan, sauna, gaming house, dan kafe – kafe. Area yang sempurna untuk semua hobi dan untuk kegiatan sehari-hari.  

Akademi yang penuh kemewahan ini berada hampir di pusat distrik Shibuya, Tokyo.  

Akademi Chojabara. Sebuah institusi pendidikan yang dikelola oleh Grup Chojabara, konglomerat kaya yang memiliki total aset senilai 1000 trilliun yen──sebuah akademi impian bagi siswa sepertiku.  


  $ 

POV -> Serizawa Arika


(TLN: Tiba tiba udah ganti POV aja)

2 Maret. Di kursi teras sebuah kafetaria yang terletak di area hiburan akademi yang dikenal sebagai "Street".  

"Serizawa Arika, kan?"  

"──Ya."  

"Serizawa..huh..."  

Aku memberi penanda buku di buku yang kubaca dan menaruhnya di meja kafe.  

Dibalut dengan jas lab putih bersih yang menutupi blazer berwarna kuning terang, orang yang duduk di hadapanku—Takatsukasa Minato, seorang siswa tahun ketiga di Akademi Chojabara—tetap terlihat seperti biasa bahkan ketika aku memintanya untuk duduk denganku. Bahkan, dia menerima tawaranku dan tampaknya sedang memikirkan hal lain juga.

"…Ini mungkin hanya asumsi tanpa dasar, mari kita langsung ke intinya."

Dia langsung melihat ke mataku dan berkata

"Serizawa. Kelihatannya kamu khawatir dengan "Apakah akademi ini layak untuk dimasuki?"──tidak ada keraguan tentang itu. Setidaknya, aku berpikir begitu."  

Dia dengan cepat mengatakan pemikirannya.  

"Seperti yang kamu tahu, Akademi Chojabara adalah tempat di mana bahkan siswa dapat secara legal mengelola sejumlah uang yang besar melalui berbagai aktivitas dalam akademi. Tidak hanya Jepang, bahkan seluruh dunia tidak memiliki tempat seperti ini lagi. Melihat pendanaan dan negosiasinya dengan pemerintah, untuk menirunya saja akan mustahil."


"Uang" yang dimaksud oleh Takatsukasa-senpai persis seperti kedengarannya. Yen Jepang, baik dalam bentuk uang kertas maupun koin. 

Sederhananya, selalu ada uang yang terlibat dalam setiap aspek di akademi ini.  

Dia juga mengatakan bahwa siswa yang berhasil meraih prestasi yang layak dalam ujian akademik, acara akademi, dan kegiatan ekstrakurikuler akan diberikan imbalan uang yang besar dari akademi sebagai bentuk investasi terhadap siswa tersebut.  

Selain itu, meskipun memiliki pendapatan, para siswa juga memiliki pengeluaran seperti keperluan sehari-sehari, SPP untuk bisa terus lanjut di akademi, dan donasi-donasi yang diperlukan yang menjadi syarat kelulusan. Tidak hanya pendapatan yang besar, pengeluarannya juga cukup besar.

Lalu, adanya kompetisi antar siswa dengan sistem zero-game dimana yang menang menjadi lebih kaya dan yang kalah menjadi lebih miskin sudah menjadi aturan umum yang sah. 

(TLN: Ini memang namanya zero-game ya, jadi sistemnya itu yang menang bakal ngambil sesuatu dari yang kalah. Misalnya A dan B bertaruh 1000, A win, maka A + 1000 dan B – 1000. Makanya disebut 0 (zero) karena semuanya dari pemain dan tidak ada ekstra dari luar.)

Dia juga mengatakan bahwa para siswa yang masih di bawah umur dan tidak berpengalaman dapat menjalankan bisnis apa pun dan akademi mendorong mereka untuk secara aktif mengumpulkan aset mereka.  

…Apakah ini utopia ideal, atau sarang tipu daya dan rencana jahat? Hal seperti itu memberi kesan yang agak menyeramkan karena jumlah uang yang berputar di dalam akademi tidak berada dalam kisaran puluhan ribu atau ratusan ribu yen saja.  

Jutaan, puluhan juta, bahkan kadang lebih dari ratusan juta terus berputar,dan lebih dari itu, yang mengelola jumlah sebesar itu adalah siswa yang bahkan masih di bawah umur. Ini terdengar seperti cerita konyol yang bisa membuat siapa pun tertawa, tetapi semua ini benar adanya. Pada awal tahun 2000-an, Perdana Menteri saat itu menyetujui Akademi Chojabara sebagai "Akademi Ekonomi Khusus Nasional" sebagai salah satu tindakan jangka panjang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jepang.  


"Tidak pernah terpikirkan sebelumnya untuk membuat para siswa SMA melakukan hal-hal seperti itu. Walaupun ada kritik seperti masa depannya belum terjamin, dan yang terpenting, itu tidak sehat...... Tetapi, hasilnya terus bermunculan."  

Seolah untuk menekankan poinnya, senior itu mengambil HP-nya yang terletak di samping buku baru di meja.

HP itu adalah merek dalam negeri yang diproduksi oleh perusahaan yang didirikan oleh lulusan terbaik dari angkatan pertama Akademi Chojabara. Sekarang, menurut beberapa statistik, perusahaan ini menguasai hampir 50% pangsa pasar dalam negeri.  

(TLN: Mungkin kalian lebih tahu dengan istilah “Market Share” dibanding pangsa pasar)

…Hanya ini saja sudah merupakan pencapaian signifikan yang membuktikan nilai dan keberadaan akademi ini, dan bahkan tanpa itu, prestasi para alumninya telah menyebar ke berbagai industri.  

Seorang insinyur yang mengembangkan sistem operasi AI yang inovatif dan berhasil menarik banyak sponsor.  

Seniman jenius yang terus membuat para kolektor di seluruh dunia terkagum dengan seni kontemporer buatannya.

(TLN: Seni kontemporer itu seni modern yang sedang tren)

Pemain bisbol yang membeli hak managemen tim di tingkat liga lokal dan ikut bermain sebagai salah satu pemain.

Para lulusan ini, yang tampaknya berhasil menjalankan filosofi pendidikan dari akademi, tidak diragukan lagi sedang mendukung perekonomian Jepang saat ini dengan modal yang telah mereka bangun sendiri.  

"Aku harap aku tidak terlalu jauh, tapi kupikir karena keberadaan seperti Senpai sehingga opini publik mulai berubah."

(TLN: Kalau agak bingung di kalimat awal, maksudnya siapa tau senpai itu ga suka di puji karena ada problem(kadang ada orang berbakat tapi nganggep diri mereka beban).)

──Takatsukasa Minato, lulusan terbaik tahun ini, pasti ditakdirkan untuk memiliki masa depan yang cemerlang juga.  

" [Selama 3 tahun di akademi, dia berhasil mengumpulkan aset personal dengan nilai hampir 10 milliar Yen, dan akan membangun sebuah perusahaan penelitian medis swasta setelah lulus] ... maaf karena telah mengutip yang dikatakan oleh media."

Ini adalah hasil dari sistem yang hanya ada di akademi ini. Aset yang dikumpulkan oleh para siswa dapat digunakan secara bebas selama mereka berada di akademi, dan setelah lulus, semua aset mereka, dikurangi sumbangan yang diperlukan, sepenuhnya dialihkan kepada masing-masing dari mereka untuk jadi modal. Ini menjadi premis sehingga beberapa orang melihat akademi ini sebagai “Akademi penghasil uang”."  

Mungkin ini di gila tapi memang seperti itulah tempat ini.  

"Terkejut?, 10 milliar adalah jumlah uang yang luar biasa"  

"Ya, tentu saja… Namun, lebih dari itu, aku terkesan dengan ambisi Senpai."  

Dalam wawancara tertentu, Senpai berbicara tentang tujuan hidupnya: “Ingin mengembangkan obat untuk kanker“.  

Tujuan yang sangat tinggi dan sulit. Namun, kenyataan bahwa dia membangun asetnya di akademi untuk tujuan itu, dan siap untuk mulai melakukannya setelah lulus, terlalu luar biasa untukku.  

Tidak peduli berapa banyak kesulitan atau rintangan yang dia hadapi sepanjang jalan, dia tetap berusaha untuk terus maju.

"…Aku baru mengumpulkan modal awal saja dan belum mencapai apa-apa. Jangan memujiku."  

Dia hanya merendah sebagai respons terhadap pujianku.  

"Tapi apakah itu menjadi contoh yang tepat? … Bahwa akademi telah menghasilkan orang-orang dengan tujuan yang beragam, seperti aku dan para lulusan lainnya, mendukung asumsiku."

Selagi menekankan bahwa itu hanya asumsi pribadinya, Takatsukasa-senpai melanjutkan perkataannya.  

"Biasanya itu tidak mungkin. Namun, dengan menetapkan uang sebagai penilaian mutlak, itu bisa berfungsi untuk menerima segala jenis siswa. Apakah seseorang memiliki bakat khusus atau tidak, mereka diterima selama mereka memiliki uang—karena di sini, uang adalah segalanya. Tidak ada yang tidak dapat dicapai dengan uang, dan tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan dengan uang. Anggaplah ini sebagai mikrokosmos masyarakat."  

"Mikrokosmos, huh?" Mungkin dia merasakan sesuatu dari reaksiku yang datar.  

(TLN: Mikrokosmos itu kayak lingkungan sosial kecil tapi seolah-olah itu lingkungan besar itu sendiri. Kurang lebih versi mini. Semoga kalian dimengerti kalo ga cari google aja)

"Itu ungkapan sinis." katanya dengan nada merendahkan diri, namun dia tidak menarik kembali pernyataannya.  

"Bayangkan saja, ketika para siswa memasuki masyarakat, apakah mereka akan dievaluasi hanya berdasarkan kemampuan akademis atau atletik mereka? Meskipun mereka memiliki cita-cita atau impian yang mulia, apakah itu akan dihormati tanpa syarat?"  

"…Sayangnya, mungkin tidak."  

"Benar sekali. Tidak peduli seberapa luar biasa kemampuan individu seseorang atau seberapa tulus usaha mereka, tidak ada yang akan memperhatikannya. Gagasan bahwa proses lebih penting daripada hasil atau bahwa dunia ini bukan hanya tentang uang hanyalah kata-kata manis saja... Jadi, di mana sebenarnya nilai fundamental manusia berada?"  

Sebelum aku bisa menjawab, Senpai melanjutkan perkataannya.  

"Itu adalah dengan menghasilkan uang. Tidak peduli seberapa banyak yang ditutupi, semuanya selalu kembali pada uang. Oleh karena itu, semua konsep harus dinilai bukan berdasarkan maknanya sendiri, tetapi berdasarkan modal yang bisa dibuatnya. Tentu saja, itu tidak berarti kamu harus mengabaikan segalanya. Motivasi untuk menghadapi rintangan juga sangat penting, dan itulah yang memotivasiku juga."  

Kepribadian dari senpai yang bocor sedikit membuat kata-katanya semakin kuat.  

"Namun, jika mereka ingin mewujudkan ide-ide tersebut, maka mereka juga harus membuktikan bahwa mereka bisa meningkatkan kas negara. Dunia ini tidak semurah itu sehingga bisa bergantung pada sebuah idealisme saja."  

"…Ya, aku pikir itu benar." kataku, seolah mencoba mencerna perkataannya, aku meminum air tonik di gelasku dengan sedotan—karbonasinya terasa cukup kuat."

(TLN: air tonik itu kurang lebih mirip soda tapi ada bedanya dikit. Searching aja di google)

"Untuk merangkum semuanya, tiga tahun yang kuhabiskan di akademi ini adalah pengalaman yang tidak ternilai dan tidak tergantikan, dan kebijakan pendidikan yang konsisten juga benar adanya. Sementara pengembangan bakat dan kemampuan diserahkan pada setiap individu itu sendiri, akademi juga menanamkan sebuah aturan umum untuk kita tentang “Pentingnya membangun dan mengelola modal sendiri”."

Takatsukasa-senpai terlihat sangat dewasa ketika dia berbicara sehingga sulit untuk dipercaya bahwa dia hanya beda 3 tahun denganku.

Itu karena dia telah dewasa—karena dia telah menghabiskan waktu di akademi ini—sehingga kesimpulannya berasal dari pengalaman dia sendiri.  

"Untuk saat ini, kupikir itulah yang Serizawa ingin cari tahu. Maaf."  

Ponsel senpai berdering, dan setelah melakukan panggilan singkat, dia berdiri dari kursinya.  

"Seorang mitra bisnis dari AS menghubungiku. Maaf, tetapi apakah kita bisa mengakhiri pembicaraan kita sekarang?"  

"Maaf telah berhutang budi padamu, Baiklah ── Terima kasih atas kesempatan yang diberikan."  

Menanggapi ucapan terima kasihku yang datar, Takatsukasa-senpai membalas, "Tagihan sudah dibayar."  

… Aku merasa bersalah atas semua bantuan yang telah kuterima.  

Namun, pada akhirnya, senpai memberiku kesempatan untuk membalas budi.  

"…Serizawa. Aku ingin bertanya sesuatu, jika tidak keberatan."  

"Ya, tentu saja." Dengan antusias ingin membantu, aku menunggu kata-katanya selanjutnya

"Jika kamu diterima di akademi ini—apa yang akan kamu lakukan setelah memiliki uang di tanganmu?"  

"…"

"Itu pertanyaan pribadi. Jika kamu lebih memilih untuk tidak menjawab, tidak masalah. Tapi aku ingin bertanya kepada seseorang sepertimu, yang belum mengambil ujian masuk."  

Setelah pertanyaannya, suasana menjadi lebih tegang. Jelas bahwa Senpai bukan hanya sekedar ingin tahu saja. Jawaban yang salah akan membuatnya kecewa.

Jadi, untuk menunjukkan rasa terima kasihku yang mendalam atas kesempatan yang diberikan senpai, aku berkata.  

"Satu-satunya tujuanku adalah untuk menggunakan segala sesuatu yang aku peroleh dari akademi ini dengan benar dan mengamankan posisi Perdana Menteri negara ini."


$


"…Fiuhh." Setelah meninggalkan cafe, aku berjalan sendirian di jalan utama──campuran permen soda yang aku makan sebelumnya dan aroma musim semi menciptakan sensasi menyegarkan yang perlahan menyebar ke seluruh tubuhku.  

Tentu saja… aku gugup. Hanya fakta bahwa aku berhadapan dengan seorang siswa dari Akademi Chojabara saja sudah cukup menakutkan, tapi beruntungnya aku bertemu dengan seseorang seperti Takatsukasa-senpai, yang telah menjadi di siswa terbaik akademi. Meskipun dia mungkin tidak sadar tentang hal itu, tapi aku tidak bisa tidak merasa tertekan.

(TLN: Kalau ada yang bingung kok beruntung kalau tertekan, jadi maksudnya dia beruntung karena bisa ketemu dengan siswa terbaik yang memiliki keterampilan dan jago mengelola modal / uang)

Aku tahu bahwa ini akan terjadi, dan meskipun begitu, aku tetap mendekatinya karena—.

Aku ingin mengonfirmasi satu hal terakhir. Bahwa di sini, di akademi ini, aku bisa menguasai pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mengelola modal yang hanya bisa didapatkan melalui berurusan dengan uang, dan pada akhirnya menjadi seseorang yang pantas untuk itu.

(Tln: Semoga tidak bingung di sini beda uang/aset dengan modal. Modal itu maksudnya uang yang nanti setelah lulus akan kalian gunakan sebagai biaya awal dari yang ingin kalian lakukan sedangkan uang/aset disini maksudnya itu uang yang kalian peroleh/dapat untuk bisa jadi modal nantinya di masa depan.)

"Tapi—tidak apa-apa. Jika siswa terbaik tahun ini adalah orang itu, maka pilihanku pastilah tidak salah."  

Saat gula di mulutku larut, tekadku bergema di dalam diriku. 

Tidak ada kebohongan dibalik tujuan atau semangat kusampaikan kepada Takatsukasa-senpai.  

Oleh karena itu, yang tersisa hanyalah untuk terus membuahkan hasil yang jelas dan layak. 

Sebagai permulaan, aku pasti akan lulus ujian masuk besok sebagai siswa teratas—.


"…Aku tidak diberitahu bahwa aku harus membayar."

Suara geram yang rendah itu sangat tidak cocok dengan suasana damai di sore hari.  

"Bukankah mereka yang mengikuti ujian masuk bisa menggunakan seluruh fasilitas secara gratis? Atau aku yang salah?"  

"U-Umm, mungkin itu berlaku untuk area lain selain Street… Dan juga, jika ini diteruskan, itu bisa berakhir seperti makan lalu kabur, atau semacam itu…"  

Suara-suara itu berasal dari dekat pintu masuk restoran Italia dua tingkat. Di sana, seorang pria dan seorang wanita saling berhadapan.  

Salah satu dari mereka adalah seorang staf wanita yang mengenakan celemek hijau tua. Dia mungkin salah satu siswa akademi atau pekerja paruh waktu dari luar──tetapi melihat kepanikan dan betapa gugupnya dia, mungkin yang terakhir lebih cocok.  

Satunya laki adalah seorang laki-laki dengan fisik yang bagus. Dia cukup tinggi bahkan jika dilihat dari jauh, dan dia mengenakan blazer hitam yang berbeda dari seragam akademi. Tatapannya yang terlihat seperti hewan buas dan kata-katanya di awal, membuatnya terkesan kasar.  

"…Orang itu pasti berbahaya bukan"  

"Yah, karena status kita, normalnya kita akan menjaga jarak ya kan."  

"Ah..Salah satu peserta ujian masuk?"  

"Wah… peserta tahun ini benar-benar eksentrik."

(TLN: Eksentrik itu mencolok ya kalau ga tahu)  

Para pejalan kaki hanya menonton adegan itu dengan rasa ingin tahu.

…Tapi, menyalahkan mereka juga tidak adil. Karena, tidak ada orang yang ingin terlibat dalam masalah orang lain, dan akan tidak sopan untuk melibatkan mereka yang hanya kebetulan ada di sana.  

Tapi… yah. Aku sudah memahami situasinya dengan baik dan apa yang harus kulakukan.

Prinsip yang selalu kupegang adalah—untuk tidak pernah mengabaikan situasi di depanku.  

"—Aturan tentang penggunaan fasilitas benar seperti yang dikatakan staf itu."  

Melangkah di antara siswa laki-laki dan staf wanita, aku segera berbicara.  

"Banyak toko komersial dalam Street yang dijalankan oleh perusahaan yang bekerja sama dengan akademi. Mereka hanya menyewa tempat dan tanah, yang berarti mereka di luar yurisdiksi akademi. Oleh karena itu, biayanya tidak gratis—ini sudah dijelaskan saat orientasi, bukan?"  

"…Hah? Kau siapa?"

(TLN: yurisdiksi semacam area kekuasaan. Disini sengaja pakai “kau” karena memang ngomongnya kasar)  

"Sama denganmu, Aku adalah siswa yang datang untuk mengikuti ujian masuk."  

Bahkan kalau anak laki-laki di depanku ini adalah orang dewasa atau siswa akademi, tindakanku tidak akan berubah. Namun, mengingat kami di posisi yang sama, aku tidak bisa begitu saja membiarkannya.  

"Tiba tiba datang dan banyak ngomong… Aku tidak tahu apa-apa tentang itu." 

"Bahkan jika kamu berpura-pura tidak tahu, kamu yang akan bermasalah jika ada yang memanggil staf akademi."  

"Kau akan melaporkanku? Ugh, ini sangat merepotkan… Ini bahkan bukan urusanmu."  

"Jika seseorang menyebabkan masalah, pengawasan terhadap peserta seleksi lainnya akan jadi lebih ketat dan itu tidak adil. Dari perspektif mereka, masalah ini tidak ada kaitannya dengan mereka."  

"…Menarik. Sekarang aku benar-benar ingin memukulmu."  

Katanya, lalu dia tiba tiba mendekat yang membuatku semakin sadar akan perbedaan tinggi di antara kami. Mudah untuk tahu kalau dia ingin mengintimidasiku.

"Oi. Bukan berarti aku tidak punya uang. Hanya saja aku tidak suka dipaksa menerima penjelasan yang berbeda dari yang kudengar…Mengerti?"  

"S-Saya akan berkonsultasi dengan staf seniorku tentang pembayarannya, jadi mari kita damai dulu untuk saat ini…"  

Staf wanita yang telah melihat dengan putus asa dari samping mencoba untuk membujuknya, tetapi sarannya mungkin hanya sampai kepadaku. Anak laki-laki itu terlihat marah dan mengabaikan sarannya.  

Jika intimidasi akan menakutiku… aku tidak akan terlibat sejak awal.  

"Akan kujelaskan sebanyak yang diperlukan sampai kamu mengerti. Jika hatimu baik, kamu harus meminta maaf kepada staf dan bayar tagihannya. Sekarang, ini masih bisa diselesaikan dengan hanya kesalahpahaman kecil."

"…………Ah, aku mengerti. Kau benar-benar menjengkelkan…"

Dia yang dengan jelas mendengarku terlihat kesal──.

"—Ah." Tiba tiba, pemandangan seolah melambat. Anak laki-laki itu mengangkat tangannya, dan aku merasa dia akan memukulku. Tetapi akan sulit untuk menghindarinya.  

Yang bisa kulakukan hanyalah menutup mata dengan refleks…  

"…!!!……………………?"  

…Sebuah suara ringan yang disertai dengan hembusan angin, tiba-tiba terdengar tepat di depanku.

"Ap──Apa-apaan ini, kau muncul dari mana…"  

"—Seperti yang kamu lihat, dari atas. Meskipun ini adalah hari curang dan pesta belanja terakhirku dalam bulan ini, aku bisa melihat bahwa situasinya tidak terlalu baik."

(TLN: Hari curang atau “Cheat Day” kalo ga salah hari dimana kita bisa makan sesuka hati bagi yang diet)

Pada saat yang sama, beberapa lembar uang 10.000 yen melayang turun dari udara… Tidak, itu tidak benar.  

Itu mungkin mata uang asing, mungkin 100 dolar atau lainnya. Selain itu, aku melihat bahwa salah satu jendela di lantai dua restoran Italia itu terbuka, jadi uang-uang itu pasti diterbangkan oleh angin dari sana.

…Entah bagaimana itu menenangkanku untuk bisa melihat situasinya lagi.  

Barulah kesadaranku beralih kepada dia, yang telah turun dengan uang-uang itu.  

"Tidak ada yang terluka, kan? Untuk mental setelah diintimidasi—jangan khawatir. Sebagai orang yang serba bisa, aku bisa segera mengubah pengalaman ini menjadi menyenangkan."  

Katanya, lalu dia berbalik dan melirikku dari samping—dia cukup tinggi. Lalu, rambutnya yang lurus dan gelap dengan garis-garis pirang.

Mungkin darah campuran? Dari tampaknya yang tajam dan wajahnya yang tampan membuatnya terlihat seperti dari luar negeri, dan ekspresinya yang memancarkan kesombongan tapi menyegarkan. Secara keseluruhan, dia memancarkan aura kehadiran yang unik.


"Baiklah—Do or Die(Lakukan atau mati). Jika disuruh pilih maka jelas aku akan memilih yang pertama."


Dia mengucapkannya bahasa Inggris itu dengan fasih dan jelas. 

Pada saat itu—aku belum mengerti apa pun tentang dirinya atau arti dari kata-katanya.


POV -> MC


Suasanya seolah bisa meledak kapan saja bukan?  

Tetapi bahkan dalam situasi tegang seperti itu, aku tidak bisa untuk tidak memandang gadis yang berdiri di belakangku.

…Briliant(Indah). 

Kecantikannya yang alami dan mencolok, mengingatkanku pada permata lapis lazuli. Rambut hitam yang mulus dengan panjang sebahunya dan kulitnya yang terlihat segar dan cerah. Tingginya mungkin 5 kaki dan 4 inci, sekitar 160 cm, ditambah dengan posturnya yang membuat pesonanya semakin terlihat jelas.  

Yang paling mencolok adalah matanya. Berbeda dengan sosoknya yang terlihat luwes, ada secercah kekuatan tertentu dalam dirinya. Dia memiliki pesona yang tidak tertahankan seolah gravitasi itu sendiri.  

Dia benar-benar sangat cantik. Aku juga bisa merasakan secara intuitif bahwa dia memiliki sesuatu yang lebih dari penampilannya saja. 

Itulah sebabnya aku ingin tahu lebih banyak tentangnya—Dan tanpa ragu.  

“Siapa namamu?”  

“…Hah?”  

“Namamu. Bisakah kamu memberi tahuku?”  

Terkejut oleh pertanyaanku yang tiba-tiba, dia tampak sedikit bingung.  

Namun, kejutan itu sepertinya menguntungkanku, dan dia pun menjawab dengan jujur.  

“—Arika. Serizawa Arika.”  

“Serizawa… Arika, ya? Itu nama yang manis dan terdengar bagus. Cocok untukmu.”  

“…Ini pertemuan pertama kita, kan?”  

Aku ingin memberikan kesan pertama yang lebih bagus, tetapi…  

“Apa-apaan ini, sial… Semua orang sangat mengganggu…”  

Aku tidak bisa membiarkan siswa yang jelas-jelas tidak senang itu sendirian.  

“Arika—Berdasarkan situasinya, sepertinya kamu ingin menyelesaikan masalah ini, kan?”  

“Itu… Ya, tentu saja.”  

“Maka, aku yang akan menangani ini.”  

“Eh?”  

Tanpa menunggu jawaban darinya,

Apakah itu ya atau tidak, sekali aku, Shiguma Shido, sudah memutuskan sesuatu, tanggapan lebih lanjut tidak diperlukan.  

“Apakah kamu akan tunduk dengan kedok pembelaan diri atau menjelaskan situasinya kepada pihak administrasi dan membiarkan mereka menanganinya, atau sebaliknya—apa kamu hanya tidak ingin membayar tagihannya? Kalau benar,maka jika seseorang menanggung biayanya, masalahnya akan selesai.”  

Setelah mendarat, aku mengambil selembar uang yang jatuh dari celanaku. 

“Aku tidak memerlukan ini. Oleh karena itu, jika Arika mau, aku bahkan bisa membuangnya.”

"…Tidak perlu?" Meskipun khawatir dengan kondisi siswa laki-laki itu, Arika tetap bersuara dengan tenang.  

"Pertama-tama, itu satu dolar, kan?"  

"Apakah ada masalah dengan itu?"  

"Aku rasa kamu tidak bisa menggunakannya di sini."  

…Ups. Ngomong-ngomong, ini Jepang.  

"Apakah ada mesin penukaran mata uang asing di suatu tempat di sekitar sini…?"  

"Ada toko toserba, tapi… tidak, itu bukan maksudku."  

Setelah pertukaran itu, Arika berbicara dengan suara tegas:  

"Aku ingin menyelesaikan ini sesuai dengan aturan yang ada, dan memastikan tidak ada yang terluka lebih dari yang diperlukan."  

"…Murni persuasi, ya? Harus kuakui, itu yang paling sulit."  

Tapi, entah kenapa—rasanya sangat seperti dirinya.

"Oke—hei, kamu yang punya potongan rambut blok dua. Kamu sudah mendengarnya, kan? Karena kalau kamu mendengarkan, kecuali kamu benar-benar bodoh, kamu pasti tahu kesimpulan yang telah kami dapat dan juga bahwa Serizawa Arika bahkan menunjukkan rasa belas kasihan terhadapmu, benar?"  

"…Belas kasihan? …Konyol. Aku tidak peduli dengan ujian masuk atau apa pun itu…"  

"Aku mengerti. Mungkin kamu punya situasi tersendiri… Tapi, kamu harusnya bisa mengeluarkan amarahmu dengan cara lain. Setidaknya, meluapkannya kepada orang lain, terutama wanita, sama sekali tidak dapat diterima."  

"Pilihan kata-katamu sangat menjijikkan… Aku tidak ingin mendengar sebuah ceramah."  

"Oh, itu benar juga. Jika kamu benar-benar ingin meluapkan kemarahanmu, bagaimana kalau ke dirimu sendiri? …Latihan kekuatan sendiri itu juga bagus, tahu? Bukan hanya mudah untuk melakukannya di kamarmu sendiri tapi juga bisa membantumu melihat tubuhmu yang berubah dari hari ke hari dan juga bisa melepaskan serotonin."

(TLN: Serotonin adalah hormon yang lumayan berperan dalam emosi juga)  

"Berhenti bercanda…"  

Aku berpikir untuk merekomendasikan beberapa suplemen protein juga, tetapi sepertinya dia sudah hampir meledak. Baiklah, mari kita menutup masalah ini.  

"Diamlah dan bayar—ngomong-ngomong, berhenti menggunakan metode primitif seperti sebelumnya. Itu hanya akan menciptakan lebih banyak masalah dan tidak ada yang akan merasa baik, dan yang terpenting, aku tidak akan membiarkannya." 

Kemampuan untuk membalas kekerasan dari orang jahat bukanlah omong kosong semata.

"Jika kamu masih ingin bertarung sungguhan—aku akan membiarkanmu mengambil memulainya."  

Aku menggerakkan leherku dari kiri ke kanan sambil mempertahankan sikap yang menunjukkan bahwa aku tidak akan mundur.

Sama seperti di film yang pernah aku tonton, aku akan menjatuhkan lawanku dengan tangan kosong. Untuk melindungi Arika dan staf wanita dari percikan masalah apa pun, aku dengan senang hati akan meniru aktor utama dari film itu juga.  

"Apakah dia baik-baik saja setelah jatuh dari lantai dua?"  

"Bukankah karena dia baik-baik saja sehingga dia mencoba untuk berkelahi? "

"Orang berambut pirang itu benar-benar keren ya?"  

"Dia terlihat seperti siswa internasional."  

"Ini bukan saat yang tepat untuk itu." 

"Haruskah kita menghubungi kantor akademi?"  

"…"  

"…"  

"…Aku sudah mengingat wajah kalian."  

Entah karena persuasi kami yang gigih atau karena banyak orang yang menonton.  

Setelah melemparkan uang 5000 yen ke tanah, anak laki-laki itu pergi dengan cepat.  

Aku telah diingat… Aku lebih suka mendengar kata-kata itu dari seorang wanita, jika memungkinkan. 

Saat aku melihat uang yang berserakan di tanah, aku tidak bisa tidak senyum kecil.

"Terima kasih banyak… Aku tidak tahu bagaimana caraku untuk membalasnya, tapi…"  

"Aku menolak tip apapun. Aku tidak membantu untuk hal sepele seperti itu—yang lebih penting, apakah kamu memiliki shift kerja sampai malam? Dan sepanjang liburan musim semi? Jika iya, setidaknya berikan aku info kontakmu."  

Setelah staf wanita itu berterima kasih dan aku menyelesaikan pembayaranku sendiri selagi aku bertukar beberapa kata dengannya. Hanya Arika dan aku yang tersisa.

"Terima kasih karena telah membantuku… dan juga, ini."  

Arika mengungkapkan rasa terima kasihnya dan memberikanku sekumpulan uang dolar.  

"Tidak, aku yang ceroboh. Tentu saja, di Jepang akan menggunakan Yen—Jika aku tidak bisa menukar uang di toko toserba, aku pasti akan berakhir seperti orang berambut blok dua itu juga."  

"Jika orang yang menghentikannya juga melakukan hal yang sama, itu tidak akan lucu tahu."

Sambil memberikan tanggapan yang logis, ekspresi Arika sedikit melunak.  

"Bagaimanapun, berkat kamu, kita bisa mencapai solusi yang relatif damai. Gangguan yang berdampak pada toko telah diminimalkan, dan jika kamu tidak menengahi—"  

"Tanpa diragukan lagi, Arika akan berakhir terluka. Itu adalah waktu yang sempurna."  

Dengan tangan terlipat di dada, aku memberi respon yang kupikir wajar—tapi tampaknya, itu tidak demikian.

"Itu bukan masalahnya."  

"…? Maksudmu apa?"  

"Persis seperti yang kukatakan tadi. Meskipun aku mungkin masih bisa menahan kekerasan darinya, tapi jika itu terjadi, dia mungkin sudah diusir dari akademi sebelum menjalani ujian masuk."  

"…Apakah itu buruk? Bukankah dia penyebab masalah ini?."  

"Itu mungkin benar, tetapi… meskipun begitu, dia pasti datang ke sini dengan suatu ambisi. Oleh karena itu, aku ingin menghindari adanya korban dan pelaku. Dan itu berhasil dihindari berkat kamu. Aku benar-benar berterima kasih."  

…Arika mengatakannya dengan tulus dan serius.  

Dia tidak peduli dengan dirinya sendiri dan lebih memprioritaskan orang lain dalam situasi itu.  

"—Itu tidak benar."

Tidak bisa menahannya lagi, Aku secara naluriah meletakkan tanganku di bahu Arika.  

"Tu—tunggu sebentar…"

"Pikirkanlah. Bagaimana jika kamu berakhir dengan bekas luka di wajahmu? Dan bahkan jika situasi itu terselesaikan dengan baik, bagaimana jika kamu kemudian menjadi target balas dendamnya lalu mendapat pengalaman yang mengerikan?… Ketika seorang wanita cantik menangis, maka itu bukan hanya kemalangan, tetapi juga kerugian besar untukku."

"U-untukmu? Aku tidak benar-benar mengerti, tetapi… tidak, aku mengerti, jadi bisakah kamu menjaga jarak…"  

"Juga—bagaimana mungkin seseorang yang tidak bisa melindungi dirinya sendiri bisa melindungi orang lain?" 

"…………" Setelah mendengarkan nasihat tulusku, Arika mengalihkan pandangannya seolah merenung, kemudian menggelengkan kepalanya dan berkata

"Yah, itu benar…aku akan mencoba mempertimbangkan cara yang lebih baik di masa depan."  

Meskipun tanggapannya agak tidak memuaskan, tampaknya dia mengerti maksudku.  

Aku mengangkat tanganku dari bahunya dan menghela nafas. Dan setelah itu.

"…Karena kita berdua sedang mempersiapkan ujian, mari kita akhiri di sini."  

"Yah, sudah cukup larut juga, tetapi izinkan aku memperkenalkan diri."  

Meskipun kata-kata kami saling tumpang tindih tanpa sengaja, aku dengan tegas mengambil alih percakapan.  

"—Namaku Shiguma Shido. Aku dari Los Angeles dan hobiku adalah berolahraga dan menonton film. Untuk kelebihanku sendiri ada terlalu banyak sehingga sulit untuk menjabarkan semuanya… tetapi jika aku harus mengatakannya, mungkin wajahku? Berbeda dengan kelebihan lainnya, kamu harusnya bisa langsung menyadarinya saat melihatku."

"…"

"Kenapa kamu terkejut? Apakah ada yang salah?"

"Ada berbagai hal yang ingin aku khawatirkan."  

Arika lalu berdeham dan melanjutkan perkataannya.  

"Untuk saat ini, apakah aman untuk mengasumsikan bahwa kamu di sini sebagai siswa yang akan mengikuti ujian masuk?"

"Oh, itu hal pertama yang ingin kamu tanyakan? …Yah, seperti yang mungkin kamu tebak, itu benar."

Sambil menjawabnya, aku membandingkan posisi kami masing-masing.


Di Akademi Chojabara, ada dua cara untuk bisa diterima.  

Cara pertama adalah Seleksi Ujian AO. Pendaftaran dibuka lebih awal, sekitar musim panas SMP. Peserta dievaluasi melalui tes akademik, wawancara, esai, prestasi sosial mereka dan lainnya. Lalu akhirnya, akademi akan memilih siswa-siswanya dari hampir ribuan peserta untuk diterima.

(TLN: Ujian masuk AO(Administration Office) itu ujian dimana seleksinya dengan tes + interview dan berkas. Penerimaannya bergantung apakah peserta sesuai dengan yang diinginkan sekolah itu atau tidak)

Cara kedua adalah Seleksi Umum. Berbeda dengan yang pertama, tidak ada nyawa tambahan untuk ini. Dan juga, sepertinya tidak akan ada penerimaan tambahan dari daftar peserta. Jika kamu gagal, maka semuanya berakhir. Pada dasarnya, kesempatan terakhir.

(TLN: Mungkin yang kurang tahu penerimaan tambahan itu apa, jadi di Jepang kalau misalnya diterima 100 dari 110 peserta lalu ada yang mengundurkan diri 2 orang, maka yang ada di urutan 101 102 yang sebelumnya ditolak jadi diterima karena 2 dari yang diterima mundur. Gampangnya slot giveaway)

Siswa yang sedang mengikuti seleksi diwajibkan untuk tinggal di akademi selama seminggu dari 1 Maret hingga 7 Maret. Pada hari pertama, yaitu kemarin, ada orientasi dan pengarahan umum tentang akademi, serta tes akademik dan fisik.

Dan hari ini, ada pengarahan yang dijadwalkan jam 4 sore.  

…Namun, itu pasti bukan hanya pengarahan biasa.  

Karena, 5 hari berikutnya akan benar-benar menentukan hasil dari seleksi ini.


"Kita sudah memperkenalkan diri satu sama lain. Sekarang juga, aku memiliki sesuatu yang ingin kukatakan kepadamu."  

"…Saya tidak terlalu ingin mendengarnya, tetapi karena kamu membantuku, aku akan mencoba untuk mendengarkannya."  

Melihat Arika yang merasa sedikit ragu, aku tetap melanjutkan perkataanku.  

Aku akan dengan jelas menyatakan apa yang kuinginkan.


"—Apakah kamu mau berkencan dengan pertimbangan untuk menikah di masa depan bersamaku?"  

"………………………………………………Apa?"  

"Dan juga, maukah kamu menghabiskan waktu untuk berkeliling akademi denganku sampai waktunya tiba?"  

"…T-tunggu, jangan menyimpulkan semuanya sendiri lalu mengalihkan pembicaraannya."

Masih ada sekitar dua jam sebelum pengarahan. Selain itu, peserta diizinkan untuk berkeliling akademi, mungkin bagian dari orientasi. Melihat bagaimana Arika dan para peserta lain berkeliaran, dan aku yang melihat masalah yang tadi, membuktikan bahwa saat ini adalah waktu bebas bagi para peserta.

"Aku baru saja selesai makan dan aku ingin berbicara dengan seseorang daripada berkeliaran sendirian, dan jika seseorang itu adalah gadis cantik seperti Arika… aku tidak akan komplain."  

Apakah kamu mengerti? Jika iya, maka ayo kita pergi—begitu pikirku.  

Setelah mendengar tawaran dariku, Arika mulai berjalan sendiri.  

…Tanpa mengatakan kemana kami akan pergi. Bahkan tidak menerima maupun menolak ajakanku.  

"Sungguh mengejutkan bagaimana perasaan bahaya bisa sekuat ini… Ini adalah pengalaman yang berharga."  

Arika terlihat sedang memikirkan sesuatu dan aku hanya mengikuti di belakangnya seperti anak bebek.

"Aku mungkin tidak perlu menanyakannya lagi, tetapi demi kejelasan, tolong berikan aku balasan."  

"Aku pikir itu sudah jelas tanpa harus dijawab. Maaf, tapi aku harus menolak."  

…WTF. Serius? Dan terjadi lagi.  

Bersamaan dengan reaksiku, aku melihat ada yang berubah dari dirinya.  

Meskipun perubahannya cukup halus, tapi ekspresi lunak Arika telah menghilang. Karena itu, suasana baik yang ada sebelumnya juga hilang, dan dia menatapku dengan tegas, mirip dengan bagaimana dia melihat pria berambut dua blok tadi—atau mungkin bahkan lebih buruk.  

"…Sebagai premis, aku menghargai apa yang kamu lakukan. Meskipun aku berinisiatif untuk menengahinya, kamu tetap membantu meskipun tahu akan kesulitannya. Jadi, sejujurnya, aku senang."  

"Jika aku bisa membantu, aku senang. Lalu tentang pernikahannya…"  

"Tapi," katanya, seolah menahan emosinya, ekspresi Arika mengeras.  

"Ini dan itu adalah hal yang berbeda. Baik kamu maupun aku memiliki tujuan dan alasan masing-masing untuk berada di sini, dan kita juga sedang mempersiapkan untuk ujian kita—benar?"  

"…Yah, itu pada dasarnya benar."  

Arika kemudian menghela napas lega. Dia terlihat seolah telah berjuang keras, seolah-olah dia baru saja berhasil berkomunikasi dengan alien yang mendarat darurat di Bumi.  

"Jika kamu mengerti… maka tolong jangan katakan hal-hal yang tidak masuk akal."  

"Hal-hal yang tidak masuk akal—yang mana? Aku benar-benar ingin berkencan denganmu. Atau mungkin aku tidak cukup baik? Jika iya, itu berarti bukan karena kemewahan. Tidak masuk akal untuk menolak seseorang seperti Shiguma Shido ini kecuali ada alasan luar biasa."

Kecuali, tentu saja, jika kamu sudah memiliki seseorang yang telah kamu janjikan untuk cinta abadimu.  

"Aku tidak membicarakan alasannya. Aku membicarakan tentang bagaimana itu aneh untuk membuat tawaran seperti itu dalam situasi ini… Dan dari mana datangnya kepercayaan diri yang berlebihan itu?"  

"Dari dalam diriku, tanpa batas. Jika memungkinkan, aku ingin menggunakan energi itu untuk pembangkit listrik sendiri."  

"Oh, begitu… Jika kamu begitu percaya diri dengan daya tarikmu, maka kamu perlu mencari seseorang yang menghargaimu. Seseorang selain aku tentunya, dan idealnya, bukan di tempat ini."  

"…Aku melakukannya pagi ini."  

Tiba-tiba teringat dengan kejadian 3 jam lalu membuatku tanpa sengaja memiringkan kepalaku.  

"Namun, setiap gadis yang kuajak berkata hal-hal seperti “Saya gugup” “Saya tidak mengenalmu dengan baik” dan “Akan memalukan jika orang menyebar rumor tentangku”—semua jenis respon negatif. Mungkin tidak adil untuk menyamaratakan orang-orang negara, tetapi bukankah gadis-gadis Jepang terlalu pemalu?"  

"Apakah mereka pemalu atau tidak, bukankah semuanya benar… huh?"  

Arika terlihat bingung.  

"Tadi, kamu menyebutkan sesuatu tentang mengarah ke pernikahan, benar bukan?"  

"Ya, aku mengatakannya."  

"Tapi kamu juga mendekati gadis-gadis lain pagi ini."  

"Ya, aku melakukannya." 

"Jika kamu berpikir bahwa dengan memiliki wajah yang tampan berarti kamu bisa lolos dengan segalanya, itu adalah kesalahan besar."  

"Aku akan sedikit malu jika tiba-tiba dipuji begini…"  

"Aku tidak memujimu!"  

Sepertinya kami memiliki aturan yang berbeda, dan wajah Arika mulai memerah.  

"Itu aneh untuk mencoba mendekati siapa pun dan semua orang seperti itu. Itu tidak benar."  

"Tidak semuanya tahu? Hanya gadis-gadis yang benar-benar ingin kukenal lebih baik saja."  

"Apa kriterianya? Jika hanya penampilan… maka aku akan kecewa."  

"Penampilan jelas merupakan faktor utama. Aku tidak akan menyangkal itu."  

Wajah dan tubuh yang cantik secara alami pasti menarik. Tentu saja, itu jelas.  

"Tapi bukan hanya tentang itu saja. Aku juga menganggap sifat, mental, dan kepribadian sama pentingnya. Selain itu, penampilan seseorang bisa dinilai karena usaha pribadi orang itu, bukan? Pria merawat janggut dan alis mereka, wanita berdandan, dan aku berolahraga secara teratur—semua ini adalah usaha. Tidakkah kamu pikir seseorang yang terus berusaha pada hal seperti itu adalah orang yang baik?"  

"…"

Mungkin karena dia merasa argumenku valid, dia membalasnya dengan argumen yang berbeda.  

"Lalu bagaimana dengan mengatakan hal yang sama kepada banyak gadis? Secara objektif, itu tidak tulus."  

"Bukankah itu aneh untuk tetap mengejar satu orang terus menerus dan berpikir bahwa semuanya akan berjalan dengan baik? Aku bukan anak samurai jadi aku tidak akan menemukan benang merah takdirku hanya dengan menunggu tahu? Selain itu, apakah kamu memiliki pengalaman yang cukup sehingga kamu bisa menilai mana yang benar dan salah dalam hubungan pria dan wanita?"  

"…"  

Arika kembali terdiam. Bukannya aku ingin memaksanya setuju dengan kata-kataku.  

"Aku mengerti. Aku sekarang tahu kamu adalah orang yang sembrono…"  

Dengan nada seperti sedang mengingat rumus baru, Serizawa Arika mengerutkan dahinya.

"Lompat dari jendela untuk menyelamatkanku mungkin hanya untuk membuatku berutang budi, bukan?"  

"Tidak, bukan itu. Aku hanya ingin membantumu dan staf itu."  

"Tidak ada gunanya membuat alasan unt──"  

"Apakah perlu alasan khusus untuk membantu seseorang?"  

"…"  

Dia terdiam untuk ketiga kalinya dalam waktu singkat ini. Mungkin dia kurang pandai dalam berbicara.

"Jika aku ingin memeras sesuatu, aku sudah akan melakukannya sejak awal. “Karena aku membantumu, jadi pacaranlah denganku. Tidurlah denganku”—apakah itu benar-benar bijak? Tentu saja tidak. Shiguma Shido tidak akan pernah memilih metode paksaan seperti itu ataupun memerlukannya. Jika aku memaksimalkan daya tarikku sendiri, aku yakin aku akan secara alami menemukan wanita yang cocok denganku."

(TLN: MC mayan sering ngomong dari POV luar dirinya ya dan memang sering ganti kata “wanita” ama “gadis”. Emang tergantung konteks umum atau khusus) 

"Ti-tidur bersama… S-sebaiknya kamu tidak mengatakan hal seperti itu pada orang yang kamu temui untuk pertama kalinya."  

"Baiklah. Aku akan lebih berhati-hati di masa depan."  

"Jangan membuat masa depan tanpa izin."  

Setelah menghela napas, Arika terus memberi penolakan.

"Bahkan jika kita menjadi sangat akrab, itu tidak akan ada gunanya kan."  

"Jika kamu mencari keuntungan dalam hubungan pribadi, itu hanya akan membuat hatimu lelah tahu."  

"… Ngomong-ngomong, apakah kamu tahu perbandingan siswa yang diterima jalur seleksi AO dengan seleksi umum di akademi ini?"

Selagi mengabaikan keagresifanku, Arika tiba-tiba mengalihkan topik.  

"Entah, Bagaimana perbandingannya?"  

"95:5."

"Itu cukup cepat… Apakah kamu sudah menghafalnya?"  

"Kuota penerimaan biasanya sekitar 200 setiap tahun, dan hanya 5% dari mereka yang adalah jalur seleksi umum. Apakah kamu mengerti betapa ketatnya rasio itu?"  

"Karena salah satu dari kita akan gagal, bukankah itu sia-sia untuk jadi lebih dekat? Aku mengerti dengan pemikiran sempit itu, tetapi itu tidak berarti aku harus menyerah untuk berinteraksi seperti sekarang."  

"Apakah kamu percaya diri bisa lulus?"  

"Jika kamu ingin aku mengatakannya, maka ya. Bahkan hal-hal yang tidak ingin kulakukan tetap bisa kulakukan."  

"Aku rasa itu tidak menjawab pertanyaanku… Tidak, lupakan saja."  

Seolah menyerah untuk saling mengerti, Arika mencoba menutup percakapan.  

"Aku sudah mengucapkan terima kasih dengan baik untuk bantuanmu... Jadi tolong jangan ikuti aku lagi."  

"Hee. Biasa juga cantik, tapi muka marahnya juga imut."  

"Ap-apakah kamu sedang mengejekku?"  

Meski dia cukup keras kepala, tapi sensorku malah semakin kuat.

(Tln: Maksudnya makin kepincut dia)

Penampilannya yang cantik, kecerdasan yang terlihat dari tindakannya, dan rasa keadilan yang peduli akan orang lain dan berinisiatif untuk bergerak duluan.  

Mungkin dia adalah wanita yang ditakdirkan untuk tujuanku.  

"Oke. Jika kamu tidak mundur setelah semua ini, aku akan benar-benar memanggil staf akademi."  

"Bahkan dengan orang yang mencoba menggodamu, kamu masih ragu-ragu?"  

"Dalam kasusmu, kamu masih boleh untuk mengikuti seleksinya hanya dengan peringatan tegas saja. Jadi tidak ada masalah"  

"… Kamu cukup perhitungan juga..."  

Aku rasa aku perlu memilih kata-kata berikutnya dengan hati-hati. Aku cukup bisa merasakan batas yang kalau dilewati akan mengacaukan semuanya, dan aku sedang merasakannya saat ini.  

Oleh karena itu, Aku bertanya hal yang bukan untuk menggali lebih dalam tapi untuk mengkonfirmasi saja.  

"… Ngomong-ngomong, Arika. Bolehkah aku bertanya sesuatu yang sudah membuatku penasaran?"  

"Apa itu?"  

"Yah, jika aku salah, aku minta maaf terlebih dahulu, tapi—apakah ayahmu adalah Perdana Menteri Jepang saat ini?"  


$


Meski sudah berhati-hati, aku malah mengacaukannya ……karena jawabannya tidak akan datang.

Sepertinya, topik ini sangat sensitif untuknya. Ekspresinya benar-benar menghilang dan tanpa sepatah kata pun, dia langsung pergi meninggalkanku.  

Jadi, apakah itu benar, dan alasan dia masuk kesini masih jauh dimasa depan untuk diketahui.


Previous Chapter | ToC | 

0

Post a Comment



close