NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tatoe Mou Aenakutemo, Kimi no Ita Kiseki wo Wasurarenai V1 Chapter 4

 Penerjemah: Kazehana 

Proffreader: Kazehana


Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


Kini, Bulan Juni. Seorang Anak Laki-laki Yang Menyukai Roti Kari


 Keesokan harinya begitu tiba di kelas, Miyu berlari menghampiriku dengan kecepatan yang seolah-olah hendak bersujud, dan tiba-tiba meminta maaf.

 "Maaf! Aku benar-benar minta maaf, Ai!"

 "A-ada apa?"

 Aku duduk di kursiku, merasa sedikit tertekan oleh semangat Miyu. Meski rasa lesu kemarin masih sedikit tersisa, hari ini tidak ada pelajaran olahraga, jadi sepertinya aku bisa menjalani hari seperti biasa.

 "Aku kirim pesan ke ponselmu, tapi kau belum melihatnya, ‘kan? Belum terbaca."

 "Ah ... maaf."

 Kemarin aku merasa tak enak badan dan berbaring sampai sore, dan aku memang tidak terbiasa sering memeriksa ponsel, jadi aku tidak mengecek notifikasi.

 "Kemarin kau tidak masuk karena peringatan tujuh tahun kematian, ‘kan?"

 "Oh, iya."

 Meskipun aku tidak menghadiri acara peringatan tujuh tahun kematian itu, aku memutuskan untuk tidak mengatakan bahwa aku terkena flu karena Miyu pasti akan sangat khawatir.

 "Jadi begini, kemarin hari penentuan petugas untuk festival renang sekolah."

 Festival renang sekolah adalah acara khusus di sekolah kami. Sekolah kami memiliki klub renang yang kuat dengan level yang bisa mengikuti kejuaraan nasional, dan beberapa tahun lalu kolam renang indoor dibangun agar klub renang bisa berlatih sepanjang tahun. Bahkan dalam pelajaran pendidikan jasmani, renang dilaksanakan dari Mei hingga Oktober, periode yang lebih panjang dibandingkan sekolah menengah pada umumnya. Yah, aku sudah menjelaskan situasiku kepada guru, jadi aku hanya mengamati pelajaran di kolam renang.

 Ngomong-ngomong, aku memberitahu teman-teman sekelas bahwa aku alergi klorin, sehingga tidak bisa masuk kolam. Hanya Miyu yang tahu kebenarannya. Alasanku memilih sekolah yang fokus pada renang ini, meskipun aku tidak bisa berenang lagi, adalah karena dekat dengan rumah dan Miyu ingin masuk ke sini. Sebelum kecelakaan itu, dan setelahnya pun. Miyu tetap berteman baik denganku tanpa berubah. Saat ujian masuk SMA pun, dia mengajakku untuk masuk ke sekolah ini bersama-sama. Aku yang tidak punya energi untuk membuat teman baru sangat berterima kasih pada Miyu.

 Begitulah, sekolah yang kami masuki ini memiliki acara tahunan bernama festival renang sekolah, di mana ada lomba estafet renang antar kelas yang diadakan di kolam renang indoor pada awal Juli. Estafet diikuti oleh tiga laki-laki dan tiga perempuan. Karena akan tidak adil jika anggota klub renang ikut serta, kami harus memilih peserta dari kelas yang bukan anggota klub renang. Setiap kelas juga harus memilih satu laki-laki dan satu perempuan sebagai petugas yang akan mengukur waktu pertandingan dan menyiapkan peralatan.

 Melihat Miyu meminta maaf seperti ini, jangan-jangan ....

 "Jangan bilang ... aku terpilih menjadi petugas?"

 "I-iya ...." Miyu mengangguk dengan takut-takut menanggapi pertanyaanku. Aku memegang kepalaku.

 "Yang benar saja ...."

 "M-maafkan aku! Ini salahku! Karena tidak ada yang sukarela, jadi diputuskan dengan undian. Aku yang mengambil undian untukmu, dan ternyata kena ...."

 "Jadi begitu ...."

 Sampai hari festival renang, para peserta harus tetap di sekolah setelah jam belajar selesai untuk berlatih, dan petugas juga harus menemani mereka. Sejak kelas satu, tugas ini sudah terkenal sangat merepotkan, jadi wajar saja semua orang enggan. Aku juga kalau bisa tidak ingin melakukannya, tapi apa boleh buat kalau sudah terpilih. Ini kan hasil undian, bukan salah Miyu.

 "Yah, tidak apa-apa. Aku akan melakukannya dengan baik."

 "Aku benar-benar minta maaf ...."

 "Lagi pula aku memang berencana untuk tidak masuk kolam tahun ini juga, jadi mungkin lebih baik aku menjadi petugas saja."

 "Sudah kuduga Ai akan berkata begitu! Aku tahu kau akan mengerti!"

 Begitu aku setuju, Miyu langsung berubah sikap tanpa rasa bersalah dan memuji-mujiku. Aku menggumamkan "Jangan terlalu percaya diri" sambil bercanda dan mendorong pelan bahunya. Kemudian Miyu tersenyum sambil menunjukkan ekspresi yang sedikit nakal.

 "Oh iya, ngomong-ngomong tentang petugas laki-laki yang terpilih ... Sepertinya akan menyenangkan bekerja sama dengannya."

 "Eh? Siapa?"

 "Mizuno-kun!"

 Mizuno ... -kun?

 "Maaf, dia siapa, ya?"

 Aku memiringkan kepala, tidak ingat nama itu. Miyu membelalakkan mata terkejut.

 "Hah!? Kenapa kau tidak ingat teman sekelasmu!? Sudah dua bulan sejak kita masuk kelas 2-2 lho!? Dan ini Mizuno-kun, lho!?"

 " .... Hah."

 Aku yang menjalani hari-hari yang monoton tidak berusaha mengingat wajah orang lebih dari yang diperlukan. Bahkan teman sekelas saat kelas satu pun, pada akhirnya aku tidak ingat semuanya. Bagaimanapun juga, karena lebih sering berbicara dengan anak perempuan, aku bisa lebih mudah menghapal. Tapi karena jarang berinteraksi dengan anak laki-laki, mereka tidak terekam dalam ingatanku. Baru dua bulan sejak naik ke kelas dua. Aku baru mulai bisa mencocokkan nama dan wajah beberapa anak laki-laki yang menonjol.

 "Lihat! Di sana! Yang sedang berbicara dengan Nitta-kun di dekat jendela itu Mizuno-kun!"

 Miyu berkata dengan nada tidak sabar karena aku sama sekali tidak mengerti. Aku mengarahkan pandanganku ke arah jendela dan melihat laki-laki yang sedang berbicara dengan Nitta-kun. Nitta Kouki-kun adalah anggota reguler klub sepak bola sejak kelas satu. Dia tinggi, wajahnya tampan, dan populer di kalangan anak perempuan. Dengan rambut hitam pendek dan kulit kecokelatan karena terbakar matahari. Senyumnya yang memperlihatkan gigi putih bersinar saat mencetak gol, bagaikan sosok anak laki-laki ideal yang muncul dalam manga shoujo. Dia benar-benar tipe cowok keren tulen.

 Meski tidak berinteraksi langsung, karena dia orang yang menonjol, aku bisa dengan mudah mengingatnya. Tapi, Mizuno-kun yang sedang berbicara dengan Nitta-kun itu sama sekali tidak tersimpan dalam memori otakku. Tingginya sama dengan Nitta-kun, mungkin sekitar 170 cm lebih. Matanya sipit dan hidungnya yang mancung bisa disebut sebagai wajah rupawan. Gaya rambutnya yang halus dengan poni sedikit panjang sangat cocok untuknya.

 Berbeda dengan Nitta-kun yang merupakan tipe cowok keren tulen, ekspresi wajahnya yang tersenyum ramah dan ceria memberi kesan anak laki-laki yang polos dan bersemangat. Penampilannya termasuk tipe yang mencolok. Bahkan tanpa berbicara pun dia sepertinya bisa menarik perhatian anak perempuan.

 Padahal dia sangat mencolok, kenapa aku bisa tidak tahu nama dan wajahnya, ya? Aku merasa sedikit aneh, tapi karena bukan masalah yang penting bagiku, aku memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya.

 Oh, jadi itu Mizuno-kun. Karena kami akan menjadi petugas bersama, lebih baik aku ingat benar-benar.

 "Oh iya, ngomong-ngomong. Petugas laki-laki juga susah ditentukan, tapi kami mengundi petugas perempuan terlebih dahulu."

 "Hmm."

 "Dan begitu kau terpilih, tiba-tiba Mizuno-kun mengajukan diri. Dia bilang, 'Kalau begitu, aku saja yang jadi petugasnya.'"

 "Hah?"

 Mendengar perkataan Miyu yang tak terduga, aku tanpa sadar mengeluarkan suara tercengang.

 "Waktunya pas sekali lho, seolah-olah dia mengajukan diri karena kau terpilih~"

 Miyu berkata dengan nada menggoda sambil tersenyum jahil.

 "Tidak mungkin, ‘kan. Dia bahkan orang yang tidak kuingat. Kami hampir tidak pernah berinteraksi. Mana mungkin seperti itu."

 Aku tersenyum kecut sambil mengatakan hal yang sudah jelas. Mungkin kami bahkan belum pernah berbicara. Lagi pula, aku bukanlah gadis dengan penampilan mencolok yang bisa langsung menarik perhatian cowok keren seperti itu. Sayangnya.

 "Oh, benar juga. Kalau dipikir-pikir, memang begitu ya."

 Miyu mengangguk paham dengan ekspresi sedikit kecewa.

 "Tapi kenapa ya Mizuno-kun mengajukan diri jadi petugas? Padahal kalau dia langsung mengajukan diri, pasti ada cewek yang bilang 'Kalau begitu aku juga mau'. Dengan begitu Ai tidak perlu jadi petugas."

 "Sial, dasar Mizuno-kun itu ...."

 Ketika aku menggerutu dengan nada kesal, Miyu tertawa geli.

 Tapi, memang benar. Waktu setelah sekolah akan tersita selama tiga minggu, dan menjadi petugas festival renang sama sekali tidak menguntungkan. Kenapa dia mengajukan diri ya?

 Sambil mendengarkan cerita Miyu dengan pikiran melayang, aku memandang samar-samar ke arah Mizuno-kun yang sedang bercengkerama dengan Nitta-kun.

 Seperti biasa, aku melewati pelajaran dengan setengah hati, sesekali mencuri pandang ke arah Mizuno-kun, hingga akhirnya waktu istirahat siang tiba. Mungkin karena kemarin terkena flu, pagi ini aku sama sekali tidak berselera makan. Sarapan pun nyaris tidak tersentuh. Makan siang biasanya bekal buatan Nacchan, tapi karena tidak yakin bisa makan dengan baik, hari ini aku berencana membeli sesuatu yang bisa kumakan sesuai selera di kantin sekolah.

 Karena kondisiku sudah membaik, aku memutuskan untuk membeli roti. Tapi, karena sudah lama tidak ke kantin, aku lupa akan aturan tidak tertulis di sekolah dan terlambat datang. Anak laki-laki dari klub olahraga yang berselera makan tinggi biasanya langsung melesat ke kantin begitu bel pelajaran keempat berbunyi untuk mendapatkan makanan favorit mereka. Akibatnya, roti-roti populer cepat sekali habis terjual. Ketika aku tiba dengan santai, kantin sudah lengang dan roti yang tersisa tinggal sedikit.

 Hmm, yang mana, ya. Ah, masih ada melon pan, beruntung sekali. Mungkin aku akan ambil sandwich keju juga.

 Saat aku sedang memilih-milih, tiba-tiba terdengar suara kecewa seorang anak laki-laki dari sampingku.

 "Lho, curry pan dan korokke pan sudah habis, ya?"

 Suaranya sedikit serak, terdengar polos dan jujur, tapi memikat. Tanpa sadar aku menoleh ke arah suara itu.

 "Oh, Yoshizaki-san."

 Pemilik suara itu ternyata Mizuno-kun. Begitu mata kami bertemu, dia langsung tersenyum tanpa ragu. Padahal bagiku ini seperti pertemuan pertama. Bahkan mungkin kami belum pernah berbicara sebelumnya .... Sepertinya dia tipe yang bisa langsung akrab dengan siapa saja di kelas tanpa canggung. Sambil memikirkan hal itu sekilas, aku pun membalas senyumnya tipis.

 Lalu, sambil menatap lekat-lekat roti yang tersisa, dia berkata, "Cepat sekali habisnya, ya? Sudah tinggal sedikit begini."

 "Kalau mau dapat yang diinginkan, harus berlari kesini begitu bel berbunyi."

 "Serius? Dunia ini memang kejam."

 Dia berbicara dengan nada seolah kami sudah lama kenal, membuatku tanpa sadar terbawa suasana.

 "Dari yang tersisa, mana yang enak?"

 "Kalau suka yang manis ... mungkin melon pan. Atau roti sosis juga enak."

 "Oh begitu, kalau begitu aku ambil itu, deh."

 Mizuno-kun mengambil melon pan dan roti sosis, lalu melakukan transaksi dengan ibu kantin.

 "Tapi aku ingin sekali makan curry pan. Perutku sudah siap menyambut curry pan, lho."

 Sambil menerima kembalian dari ibu kantin, Mizuno-kun berkata dengan nada amat sedih. Ekspresinya seperti anak anjing yang ditinggal pemiliknya, itu membuatku ingin tertawa, sekaligus merasa ada sesuatu yang menggemaskan dari dirinya.

 "Kamu suka curry pan, ya?"

 "Iya. Curry saja sudah enak, apalagi dibalut dengan roti goreng, bukankah itu makanan ciptaan dewa?"

 Makanan ciptaan dewa. Ungkapan itu begitu brilian, membuatku terkesan.

 "Kalau kamu suka sekali, curry pan di toko kami enak, lho."

 Terpesona oleh kecintaannya pada curry pan, tanpa sadar aku mengucapkan itu.

 Eh? Apa yang kukatakan? Aku belum pernah cerita soal toko kami pada teman sekelas.

 Aku tidak ingin terlalu terlibat dengan teman sekelas lebih dari yang diperlukan, dan tidak terlalu ingin mereka datang ke toko. Mendengar itu, dia membelalakkan matanya terkejut.

 "Eh?! Keluargamu punya toko roti?!"

 "Eh, i-iya."

 "Di mana tokonya?!"

 "Umm. Dari sekolah lurus terus ... di seberang kedai ramen dekat pantai. Namanya toko 'Navy Mermaid'."

 "Serius?! Dekat sekali! Aku akan mampir kapan-kapan!"

 "T-terima kasih."

 Aku terbawa suasana dan memberitahunya, tapi kalau Mizuno-kun datang ke toko, Nacchan pasti akan berharap yang aneh-aneh. Yah, sudahlah.

 "Oh, aku harus pergi. Kouki sudah menungguku."

 "Oke."

 "Terima kasih infonya soal rekomendasi roti dan toko rotimu. Oh iya, satu lagi."

 "Apa?"

 "Mohon kerja samanya untuk tugas festival renang nanti."

 Mizuno-kun tersenyum cerah sambil berkata begitu, lalu berbalik pergi sebelum aku sempat menjawab.

 Jadi itu ya Mizuno-kun yang akan jadi rekan tugasku.

 Sepertinya dia tipe yang populer. Dan kalau bisa ngobrol santai begini, rasanya akan mudah bekerja sama dengannya. Aku memang tidak berniat berusaha terlalu keras, hanya ingin menyelesaikan tugas dengan baik. Meskipun agak tidak enak hati juga. Untuk sementara, aku bertekad untuk bekerja sebaik mungkin dan tidak mengecewakan perasaannya. Entah kenapa, rasanya aku tidak tega membuat kecewa Mizuno-kun yang terlihat sangat jujur dan serius itu.

 "Baiklah, bagi siswa laki-laki yang bersedia menjadi peserta festival renang, silakan angkat tangan."

 Seusai pelajaran, saat waktunya bimbingan kelas.

 Aku dan Mizuno-kun sedang menjalankan tugas pertama kami sebagai petugas, yaitu memilih peserta.

 Aku berdiri di samping Mizuno-kun yang berbicara di atas podium. Dimulai dengan pemilihan peserta laki-laki. Tapi, tidak ada yang merespons pertanyaan Mizuno-kun. Jika terpilih jadi peserta, mereka harus mengorbankan waktu setelah sekolah untuk latihan. Wajar saja tidak ada yang bersemangat.

 Astaga. Untuk apa sih mengadakan acara yang tidak diinginkan siapa pun?

 Hanya karena klub renang sekolah kuat dan ada kolam renang bagus, rasanya para guru terlalu bersemangat ,... Sepertinya semua orang juga berpikir begitu.

 "Tidak ada yang mengajukan diri? Kalau begitu, untuk yang pertama ... Kouki!"

 Tiba-tiba Mizuno-kun dengan senyum lebar menunjuk Nitta-kun, membuatku .... tidak, seluruh kelas terkejut.

 "Hah? Jangan seenaknya memutuskan dong!"

 Nitta-kun berdiri dan protes. Tapi wajahnya tersenyum, jadi sepertinya dia tidak benar-benar keberatan.

 "Kalau terpilih, aku tak bisa ikut klub sepak bola sampai festival renang selesai."

 Nitta-kun berkata dengan bibir mengerucut. Tapi ....

 "Tidak masalah. Bagi jenius sepertimu, tidak latihan sedikit justru bagus kan?"

 Mizuno-kun berkata dengan senyum lebar dan logika yang tidak masuk akal. Seisi kelas pun dipenuhi tawa.

 "Iya benar, ayolah Kouki. Kamu lumayan cepat berenang kan."

 "Kami ingin lihat Kouki-kun berenang dengan keren!"

 Mengikuti arus yang diciptakan Mizuno-kun, teman-teman di sekitar Nitta-kun mulai menggodanya. Melihat pemandangan itu, Mizuno-kun mengangguk puas, di sisi lain Nitta-kun tersenyum masam.

 "Yoshizaki-san juga berpikir kalau si jenius Kouki sebaiknya ikut, kan?"

 "Eh ...!?"

 Aku yang tadinya hanya mengamati adegan ini dengan pikiran kosong, terkejut ketika Mizuno-kun tiba-tiba menanyakan pendapatku.

 "Eh ... ya. Aku setuju."

 Aku berhasil menjawab, terbata-bata. Mendengar itu, Nitta-kun menghela napas dengan berlebihan.

 "Yah, apa boleh buat. Baiklah, aku ikut."

 "Kalau begitu, peserta pertama adalah Nitta Kouki-kun!"

 Seisi kelas bertepuk tangan riuh sambil bersorak "Hore!"

 Tapi, ini baru satu orang. Masih harus memilih dua laki-laki lagi dan tiga perempuan. Haah... kayaknya bakalan lama.

 Saat aku berpikir begitu ....

 "Tapi, Souta. Kau juga harus ikut."

 Nitta-kun menyebut nama Mizuno-kun sambil menyeringai. Mizuno-kun tampak terkejut, seolah tidak menyangka akan ditunjuk.

 "Eh? Tapi aku kan petugas ...?"

 "Tidak ada aturan yang melarang petugas ikut lomba. Lagi pula, kau kan jago berenang. Sayang kalau cuma jadi petugas saja."

 "Yah, tapi aku sibuk. Tugas sebagai petugas ...."

 "Orang jenius sepertimu pasti bisa mengatasinya."

 "Jenius apaan ...."

 Kelas kembali tertawa mendengar sanggahan Mizuno-kun. Kemudian terdengar suara-suara, "Ayo Souta, kau kan jago berenang!"

 Lalu ....

 "Yah, apa boleh buat. Baiklah, aku ikut."

 Mizuno-kun akhirnya setuju, meniru kata-kata Nitta-kun sebelumnya. Teman-teman sekelas yang tampaknya ingin menghindari festival ini bertepuk tangan meriah sekali lagi.

 "Nah, tinggal satu lagi untuk laki-laki ... Kalau tidak ada yang mengajukan diri, kita akan memilih berdasarkan catatan waktu tercepat."

 Sambil berkata begitu, Mizuno-kun melihat kertas yang diberikan guru olahraga. Di sana tertulis catatan waktu gaya bebas 25 meter untuk seluruh siswa di kelas. Begitulah. Sudah menjadi kesepakatan tak tertulis setiap tahun, jika tidak ada yang mau, peserta akan dipilih berdasarkan catatan waktu tercepat. Tidak masuk akal jika orang dengan catatan waktu bagus menolak, dan malah orang yang lebih lambat menjadi peserta. Jadi, jika dipilih dengan cara ini, hampir tidak ada hak untuk menolak. Yah, tentu saja ada pengecualian untuk anggota klub yang punya pertandingan penting di musim panas, atau yang harus bekerja paruh waktu karena alasan keluarga.

 "Kalau begitu, yang tercepat adalah ... Naitou Ryouta."

 Aku terkejut mendengar nama yang tak terduga itu. Aku tahu Naito-kun karena dia sering tidur di kelas dan dimarahi guru. Bukan hanya saat pelajaran, bahkan saat istirahat pun aku sering melihatnya tertelungkup di meja dengan earphone terpasang. Karena image-nya yang santai itu, aku tidak menyangka dia jago berenang.

 Rambutnya sedikit bergelombang dengan beberapa highlight cokelat dan poninya yang panjang menutupi matanya, jadi aku tidak terlalu tahu seperti apa wajahnya.

 Tapi, aku ingat Miyu pernah bilang, "Kalau diperhatikan, wajahnya manis juga."

 Kadang-kadang aku juga melihatnya bersama Nitta-kun saat makan siang, jadi mungkin dia lumayan akrab dengan Mizuno-kun juga. Semua orang di kelas, termasuk aku, menatap ke arah Naito-kun. Tapi .... Seperti biasa, dia sedang tertelungkup di mejanya. Sepertinya dia sedang tidur dan sama sekali tidak mendengar pembicaraan sebelumnya. Mizuno-kun berjalan cepat dan berdiri di samping Naito-kun. Lalu dengan lembut, dia mencabut earphone dari telinga Naito-kun.

 " ... Nggh ...."

 Naito-kun sepertinya terbangun karena musik tiba-tiba hilang dari telinganya. Dia mengeluarkan suara lirih, mengangkat wajahnya, lalu meregangkan tubuh ke arah langit-langit. Kemudian, dengan mata masih sayu, dia menatap Mizuno-kun.

 " ... Selamat pagi, Souta."

 Naito-kun menyapa sambil mengucek matanya, tanpa rasa bersalah. Mizuno-kun tidak tampak tersinggung, dan tetap tersenyum polos.

 "Baru saja diputuskan kau akan menjadi peserta festival renang. Selamat, ya."

 Mizuno-kun berbicara dengan tegas, seolah ini sudah menjadi keputusan final. Mendengar itu, mata mengantuk Naito-kun perlahan-lahan mulai bangun. Sepertinya dia langsung terbangun sepenuhnya karena kata-kata Mizuno-kun. Lalu, dengan ekspresi serius yang terkesan dibuat-buat, Naito-kun berkata,

 "Kalau aku bilang tidak mau ... bagaimana?"

 "Mungkin aku akan memberitahu guru kalau kau sering mendengarkan musik dengan earphone tersembunyi di lengan baju saat pelajaran."

 Sambil tetap tersenyum, Mizuno-kun mengancam dengan sesuatu yang bisa jadi masalah serius bagi Naito-kun.

 Eh? Jadi Naito-kun melakukan hal seperti itu?

 "Dengan senang hati saya akan berpartisipasi."

 Sepertinya si cowok santai ini memutuskan bahwa lebih baik sabar selama tiga minggu daripada perbuatan buruknya dilaporkan. Di luar dugaan, Naito-kun setuju dengan mudah. Tepuk tangan kembali terdengar. Anak laki-laki yang tidak terpilih menampakkan ekspresi lega.

 Jadi, akhirnya ....

 "Dengan begini, tiga peserta laki-laki sudah terpilih. Selanjutnya, kami akan meminta sukarelawan dari pihak perempuan."

 "Ada yang bersedia?"

 Aku menambahkan satu kalimat untuk mendukung ajakan Mizuno-kun. Tapi, sepertinya akan sulit untuk pihak perempuan. Aku bukan tipe yang bisa seenaknya menunjuk orang atau mengancam seperti Mizuno-kun, lalu dimaafkan dengan tawa. Aku hanyalah Yoshizaki yang tidak menonjol, berbaur dengan kelas tanpa mencolok. Dan entah karena mereka peduli dengan kecelakaanku atau apa, tidak ada yang berusaha terlalu dekat denganku.

 Tiba-tiba ....

 "Um .... Aku. Aku mau."

 Miyu mengangkat tangannya ragu-ragu. Mungkin dia merasa bertanggung jawab karena aku terpilih menjadi petugas. Miyu cukup atletis, sepertinya dia juga punya catatan waktu yang lumayan bagus, jadi tidak masalah dipilih. Bagus, Miyu.

  "Baiklah, peserta pertama adalah Miyu ... Sasagawa-san."

 Aku tersenyum padanya dengan penuh rasa terima kasih. Mungkin karena prosesnya lebih lancar, tepuk tangan yang terdengar tidak seheboh saat pemilihan peserta laki-laki.

 "Maaf, masih kurang dua orang lagi. Apakah ada yang bersedia?"

 Mendengar pertanyaanku, anak-anak perempuan dalam diam membuang muka, sementara anak laki-laki memasang wajah bosan seolah berkata, "Cepatlah selesaikan ini."

 "Tidak ada yang mau? Ah, bagaimana kalau Katou-san?"

 Mizuno-kun mulai mengajak Kato-san yang kebetulan bersilat mata. Katou-san membelalakkan matanya sejenak, lalu tersenyum manis dengan ekspresi bingung.

 "Ah, tapi aku berenangnya lambat," ujarnya dengan suara melengking yang dibuat-buat, seolah mencoba merayu. Aku hanya tersenyum hambar.

 Katou-san ini, yah, bisa dibilang tipikal gadis genit yang suka cari perhatian. Mulai dari riasan wajah hingga gaya rambutnya selalu mengikuti tren terkini. Bahkan gerak-gerik dan ekspresinya pun diatur sedemikian rupa untuk memikat hati para lelaki. Sungguh mengagumkan, pikirku.

 Aku tidak ambil pusing dengan tingkah laku Katou-san yang berlebihan itu. Tapi, seperti yang sering terjadi pada tipe orang sepertinya, sikapnya berubah drastis ketika berhadapan dengan sesama perempuan. Karenanya, beberapa gadis tampaknya merasa jengkel padanya.

 "Oh, begitu? Yah, kalau memang tidak mahir berenang, tidak apa-apa," ujar Mizuno santai, sepertinya tidak sadar Katou-san sedang menggodanya. Atau mungkin dia menyadarinya tapi memilih untuk mengabaikannya.

 "Maaf ya, Mizuno-kun. Ah, andai saja aku bisa jadi panitia dan bukan peserta," keluh Katou-san sambil melirik ke arahku dengan tatapan tajam.

 Mizuno, Nitta, dan Naito. Para peserta lomba renang ini memang deretan pemuda tampan. Tak heran jika orang seperti Katou-san sangat ingin bergabung dalam lingkaran mereka. Terlepas dari motif Katou-san, kalau dia mau menggantikanku, aku sama sekali tidak keberatan. Tolong gantikan aku sekarang juga, batinku penuh harap. Tapi, sebelum aku sempat berkata apa-apa, Mizuno berucap dengan nada yang tak terbantahkan, "Tidak, posisi panitia sudah diisi olehku dan Yoshizaki."

 Katou-san, yang percaya diri akan penampilannya, mungkin berharap Mizuno-kun akan berkata, "Eh? Aku juga ingin berpasangan dengan Katou-san." Mendengar perkataan Mizuno, wajahnya langsung cemberut dan dia terdiam.

 Ah, padahal aku ingin dia menggantikanku. Kenapa Mizuno setegas itu menolak Katou-san? Tapi, suasananya tidak memungkinkan untuk memaksa pergantian panitia, jadi aku pun menyerah.

 "Kalau begini terus tidak akan ada keputusan. Dua orang lagi akan dipilih berdasarkan catatan waktu tercepat."

 "Hmm ...." gumamku sambil mengamati daftar catatan waktu para siswi.

 Dua orang teratas selain anggota klub renang adalah ....

 "Ehm, Mikami dan Sakashita."

 Mai Mikami-san dari klub voli dan Koharu Sakashita-san dari klub musik tiup. Sakashita tampaknya sudah menduga hal ini, dia tersenyum pasrah dan berkata, "Oke." Tapi, Mikami hanya menatapku tanpa berkata apa-apa. Wajahnya terlihat sedikit kesal, membuatku merasa terintimidasi. Tapi karena Mikami tidak menyuarakan keberatan, aku memutuskan untuk menganggapnya hanya perasaanku saja. Aku jarang berbicara dengan Mikami, tapi dari pengamatanku di kelas, dia tampak sebagai sosok kakak yang ceria dan bersahaja, dengan banyak teman. Mikami yang jangkung dan berambut pendek terkesan tomboy, tapi wajahnya yang cantik membuatnya populer di kalangan siswa laki-laki. Aku sering melihatnya mengobrol akrab dengan anak-anak klub olahraga laki-laki. Rasanya dia bukan tipe yang akan keberatan dipilih sebagai peserta lomba renang.

 "Baiklah, untuk yang terpilih sebagai peserta, mohon kerja samanya"

 "Latihan dimulai besok, jadi bagi yang terpilih, sampai jumpa, ya! Oke, bubar!"

 Berbeda dengan ucapanku yang kaku, Mizuno berbicara dengan ramah. Teman-teman sekelas pun mulai bersiap pulang dengan ekspresi lega seolah berkata, "Akhirnya selesai juga."

 Aku pun merasa lega karena tugas besarku sebagai panitia telah selesai dengan lancar.

 Tapi ...

 Setelah bimbingan kelas berakhir, aku merasa perlu mengucapkan terima kasih kepada Mikami dan Sakashita yang terpaksa terpilih sebagai peserta. Pertama-tama, aku menghampiri Sakashita yang berada di dekatku. Dia tidak tampak keberatan telah terpilih sebagai peserta lomba dan tersenyum ramah ketika aku berkata, "Terima kasih sudah bersedia."

 "Aku memang tidak terlalu jago olahraga, tapi sampai SMP aku ikut klub renang, jadi setidaknya aku bisa berenang."

 "Oh, klub renang ya ...."

 Klub renang. Dulu sekali aku juga pernah ikut. Gaya kupu-kupu keahlianku. Tapi diriku yang dulu—begitu bersemangat dan lurus ke depan—kini telah tiada. Kesempatan untuk menikmati berenang dari lubuk hati, pasti tak akan pernah datang lagi padaku.

 "Aku akan berusaha agar tidak menjadi beban."

 "Ah, tidak. Catatan waktumu tampaknya sangat bisa diandalkan."

 "Aku akan berjuang."

 Sakashita yang berkacamata dengan rambut bob pendek dan tampak pendiam ini sepertinya akan berlatih dengan sungguh-sungguh. Aku merasa lega. Nah, habsi ini aku harus berbicara dengan Mikami. Tadi saat kupanggil namanya, dia tampak tidak senang dan itu sedikit menggangguku ....

 Kulihat sekeliling kelas, Mikami sedang asyik mengobrol dengan teman-teman perempuannya dari klub olahraga. Aku mendekati mereka.

 "Ah, Mikami. Bisa bicara sebentar?"

 Mendengar panggilanku, Mikami menghentikan percakapannya dan menoleh ke arahku. Ekspresinya seketika menegang. Ternyata bukan perasaanku saja tadi ....

 Aku sedikit menyesali keputusanku untuk menyapanya dengan santai.

 " ... Ini tentang lomba renang, ‘kan?"

 Aku mengangguk dan dia pun berpamitan pada teman-temannya, "Kalau begitu, sampai nanti ya."

 "Um, maaf karena tak ada yang mengajukan diri, jadi kami memilih berdasarkan catatan waktu. Mohon kerja samanya, ya," ujarku dengan wajah tak sadar apa pun, seolah tak menyadari gelagat Mikami. Aku merasa jika aku menunjukkan keraguan, itu justru akan semakin membuatnya kesal. Entah kenapa aku merasa begitu. Tapi ....

 "Aku tidak mau melakukannya."

 Aku terkejut mendengar ucapannya yang tiba-tiba. Wajah cantik Mikami yang biasanya cerah kini dipenuhi ekspresi dingin. Sikapnya sangat berbeda dari image-nya yang biasanya ceria dan ramah pada siapa saja.

 "Eh?"

 "Kubilang, aku tidak mau. Kenapa tidak kau saja yang melakukannya, Yoshizaki? Mizuno saja bisa jadi panitia sekaligus peserta."

 "Tapi. .. aku alergi klorin," jawabku.

 Dia pasti tahu bahwa aku selalu absen dari pelajaran renang.

 Yah, sebenarnya alergi itu hanya alasan palsu, sih.

 " ... Apa itu benar?"

 "Eh?"

 "Apa benar kau alergi?"

 Apa maksudnya? Apa dia ingin mengatakan aku hanya membolos pelajaran renang? Yah, memang benar sih ....

 Aku terdiam dan hanya menatap Mikami. Lalu ....

 "Kau memasang wajah seolah bertanya-tanya kenapa aku mengatakan hal seperti itu."

 "Ya," jawabku jujur. Aku benar-benar bingung, tapi lebih dari itu, aku merasa ini merepotkan.

 "Yah, sudah. Aku akan melakukannya dengan baik. Aku tidak ingin merepotkan teman-teman sekelas."

 "Begitu ...."

 Kalau begitu kenapa dia harus bersikap seperti ini padaku?

 " ... Hanya saja."

 "Hanya saja, apa?"

 "Aku punya dendam pribadi padamu, Yoshizaki-san. Aku tak ingin bekerja sama denganmu. Tapi mau bagaimana lagi, aku akan melakukannya."

 "Eh ...."

 Aku terpaku mendengar ucapan yang sama sekali tak kusangka itu. Dendam pribadi? Apa maksudnya? Saat kelas satu kami berbeda kelas, dan sejak naik ke kelas dua pun aku hampir tidak pernah berbicara dengan Mikami. Padahal kami nyaris tidak pernah berinteraksi, tapi dia bilang dendam ...? Seolah menyadari kebingunganku, Mikami mengalihkan pandangannya dariku.

 "Kurasa kau tidak akan mengerti meski memikirkannya. Ini lebih seperti dendam tak berdasar."

 Aku yang ditinggalkan sendirian hanya bisa termangu, tak mengerti apa yang terjadi. Sejak kecelakaan itu, aku selalu berusaha meminimalkan interaksi dengan orang lain. Sudah berapa lama ya, sejak terakhir kali aku diperlihatkan permusuhan secara terang-terangan seperti ini? Karena itulah, aku sama sekali tidak bisa membayangkan alasan Mikami membenciku. Tapi, aku merasa tersentak. Terkadang aku merasa bersalah karena hanya aku yang selamat dari kecelakaan itu. Kenapa orang seperti aku? Orang yang sejak kecelakaan itu hidup tanpa tujuan sepertiku? Kenapa aku yang selamat? Tatapan Mikami yang menusuk seolah mengecam keberadaanku, setidaknya begitulah yang kurasakan.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close