NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Tsun'na Megami-sama to Darenimoienai Himitsu no Kankei V1 Chapter 1

Penerjemah: Rion 

Proffreader: Rion 


 Chapter 1 - Tetangga pertama

初めての隣人

Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.



Berpisah dengan semua orang di persimpangan jalan, aku pergi sendirian ke supermarket murah untuk berbelanja. 

Setelah membeli berbagai hal, aku masih perlu berjalan selama dua puluh menit lagi. Di kawasan perumahan yang tenang, ada apartemen yang sangat baru sampai bisa dikatakan masih tergolong 'baru dibangun'. 

Ruang nomor 202 adalah tempat aku tinggal sejak musim semi tahun ini.

Sekolahku melakukan penggabungan, dan bagaimanapun juga, untuk pergi ke sekolah sekarang dari rumahku membutuhkan waktu terlalu lama. Itulah sebabnya, meski masih kelas 2 SMA, aku sudah mulai hidup sendiri. 

Sepertinya, ada juga beberapa orang lain yang hidup sendiri sepertiku. Untuk Junya sendiri, dia bilang harus bersekolah dengan perjalanan satu jam satu arah karena rumahnya ketat... aku yakin itu pasti berat. 

Yah, bahkan ketika aku di rumah, orang tuaku hampir tidak pernah ada di sana karena pekerjaan. Rasa-rasanya, aku seperti sudah hidup sendirian sejak awal.

Bahkan, sewaktu aku meminta izin untuk hidup sendiri, mereka masih saja tampak sibuk dan sama sekali tidak tertarik, itu terasa sedikit menyedihkan. 

Eh, apa aku terdengar seperti anak kecil? Padahal, aku sudah tidak pada usia untuk merasa kesepian. Sungguh...

"Aku pulang..."

Meskipun tahu tidak ada siapapun, aku tetap tak pernah melewatkan sapaan. Mungkin sudah jadi sebuah kebiasaan. 

Aku sudah selesai membongkar barang dan mengatur perabotan selama liburan musim semi ini. 

Interior ruangan diatur dengan furnitur berwarna gelap yang aku sukai, membuat rasa nyaman hadir di mana pun aku berada. 

Untuk hal ini, orang tuaku menghabiskan cukup banyak uang. Mereka selalu hanya baik dalam hal bayar-membayar. 

Baiklah, untuk sekarang... mari mengganti seragam ke pakaian biasa. Serangga-serangga dalam perutku juga mulai bergemuruh. Mereka meminta untuk cepat-cepat diberi makan. 

"Entah lelah atau kesepian, lapar tetap jadi satu bagian tak terelakkan dari manusia."

Begitulah hidup. Meski merepotkan, aku harus tetap makan. 

Yosh, inilah menu hari ini. Seorang teman bagi mereka yang hidup sendiri, hidangan terbaik yang tidak akan ditolak seberapa banyaknya itu dibuat. Yah benar, itulah kari.

Bahan-bahannya cukup sederhana, hanya bawang bombay, kentang, wortel, dan daging ayam, tapi kesederhanaan inilah yang membuatnya luar biasa. 

Sebenarnya, aku ingin membuat campuran bumbu sendiri, tapi aku baru saja datang ke sini. 

Aku tak punya persiapan apapun, jadi hari ini aku akan bersabar dengan bumbu kari instan yang dijual di supermarket.

Ngomong-ngomong, aku termasuk dalam golongan orang yang menggemari kari pedesaan dengan bumbu dan bahannya yang begitu kaya. Kari versi kota yang bahannya telah meleleh menjadi satu seperti ini tidak terlalu cocok untukku.

Saat aku memasak nasi dan membuat kari, aroma harum mulai menyebar memenuhi ruangan.

Hmm, ini dia ini. Aroma bumbu kari yang khas benar-benar menggugah selera.

Tinggal menunggu sebentar lagi sampai semuanya matang. Nasi putihnya juga segera siap, jadi aku bisa bersantai di sofa sambil menunggu.

Aku merilekskan bahu sambil menjelajahi SNS di ponsel.

Tanpa suara, aku menekan like pada satu gambar dari ilustrator favoritku ketika...

"---Hm?"

Itu...? Ada suara dari ruangan sebelah...? Mungkin, ini pertama kalinya aku mendengar suara dari sana. Oh ya, sebagai pengingat.... tetangga sebelah pergi selama libur mysim semi.

Aku belum menyapa mereka, mungkin ini kesempatan bagiku untuk melakukannya.

Eh, dimana kue-kuenya... ah! Sialan. Waktu itu aku lapar dan sudah memakan semuanya, jadi tidak ada kue yang tersisa sekarang.

Hmm... biarlah. Aku akan membawa kari sebagai hadiah. Tidak tahu apa itu akan sesuai selera mereka atau tidak, setidaknya itu masih jauh lebih baik daripada menyapa tanpa membawa apapun.

Aku menyesuaikan rasa dengan saus Worcestershire atau saus tomat, dan memasaknya lagi selama dua puluh menit. Akhirnya, kari selesai. 

Karena tidak tahu apakah mereka tinggal bersama sebagai satu keluarga atau seseorang yang hidup sendiri, aku memasukkannya ke dalam wadah Tupperware dengan porsi yang sedikit lebih banyak.

Siapa tetanggaku, ya? Aku agak gugup. ...Bagaimana kalau ternyata mereka orang yang menakutkan?

Dilain sisi, jika tidak menyapa dan kemudian terlibat dalam masalah tetangga di kemudian hari, itu juga merepotkan. Jadi, aku harus menahan rasa cemasku disini.

Setelah sedikit merapikan diri di depan cermin, aku keluar ke koridor dan berhenti di depan pintu tetangga.

Kamar nomor 201 berada di sudut. Tidak ada nama di pintu.

Aku mengambil napas dalam-dalam satu, dua kali... dan... ini dia.

*Ding---dong---*

Ketika aku menekan bel, suara ceria terdengar di koridor.

Dari balik pintu terdengar suara yang terburu-buru.

Ah... sial, ini tepat waktu makan malam. Sepertinya aku membuat mereka sibuk dengan kunjungan dadakan ini. Seharusnya aku memikirkan waktu yang lebih baik.

"Ya, ya---"

...Suara wanita, ya? Dan terdengar sangat muda, suaranya imut. Wah, aku jadi semakin gugup. Seorang siswa SMA laki-laki yang tinggal sendiri dan tetangganya adalah wanita muda, rasanya seperti perkembangan cerita komedi romantis. Ini sangat menarik.

Setelah menunggu beberapa detik di depan pintu, kunci dibuka dan pintu perlahan terbuka.

Pertama-tama, aku akan menyapa duluan.

"Halo, senang bertemu denganmu. Aku baru saja pindah ke sebelah beberapa waktu lalu. Maaf atas keterlambatan perkenalan ini... eh, apa...?"

"Oh, terimakasih atas kesopananmu... dan, eh...?"

Melihat wajah orang yang keluar, pikiranku seketika membeku.

Rambut panjang yang bersinar indah memantulkan cahaya lampu putih di koridor. Mata yang panjang dan terkesan dingin itu terbuka lebar. Pada saat yang sama, mulut yang biasanya terikat erat terbuka lebar; seolah sulit menerima kenyataan.

"…Eh…?"

"…………"

Jika ini adalah pertemuan pertama, tak diragukan lagi aku akan jatuh cinta pada pandangan pertama kepada perempuan ini... Sayangnya, ini bukan pertemuan pertama. Terlebih lagi, jika ingatanku benar, kami berdua memiliki kesan terburuk satu sama lain.

Seorang gadis cantik tiada tara yang mengadakan rapat bersama denganku di ruang OSIS beberapa saat lalu.

---Yukimiya Hyouka, berdiri di sana.

"Yu, Yukimiya...?"

Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain memanggil namanya karena keterkejutan yang terjadi.

"…Ketua OSIS, Yatsuhashi...?"

Yukimiya yang juga tampak tidak percaya, memanggil namaku.

" "…………" "

Kami saling menatap tanpa bergerak. Tidak, lebih tepatnya aku tidak bisa bergerak karena ada begitu banyak pikiran yang berkecamuk di dalam kepalaku.

Kenapa Yukimiya ada di sini? Kenapa dia keluar dari ruangan sebelah? Tidakkah dia memeriksa layar interkom saat melihat siapa yang berkunjung?

Aku datang untuk menyapa tetangga. Namun, yang keluar adalah Yukimiya.

Tunggu, apa maksud dari semua ini?


SMA Perempuan Shiramine adalah sekolah yang cukup bergengsi. Aku pernah mendengar bahwa dalam ujian masuk, mereka terkadang menanyakan tentang latar belakang keluarga. Oleh karena itu, sebagian besar siswi yang bersekolah di sana adalah putri sejati, dan aku pikir Yukimiya juga salah satu dari mereka.

Namun, Yukimiya ada di sini sekarang. Bukan di sebuah mansion besar atau di lantai atas sebuah gedung pencakar langit yang mewah, melainkan di sebelah ruang apartemenku.

"Er... bagaimana dengan keluargamu...?"

"Tidak ada. Aku tinggal sendiri..."

"Aku mengerti.... Oh ya, aku juga."

"Be... begitu..."


TL/N: Disini Yukimiya manggilnya 'kamu' (あなた - Anata), sesuai dengan watak & kepribadiannya yang agak kaku. Sedangkan Yatsuhashi make 'kau' (お前 - Omae).


...Apa ini, percakapan kosong apa yang kita lakukan? Kami berdua.

Tapi dari percakapan tadi, aku jadi sedikit mengerti.

Yukimiya tinggal sendiri. Itu berarti, mungkin karena keadaan keluarga atau kebijakan tertentu, dia terpaksa hidup sendiri. Entahlah, aku tak begitu yakin juga.

Sebelum aku selesai mengatur pikiran, Yukimiya yang lebih dulu pulih dari keadaan beku, menatap dengan tatapan dingin seperti biasa.

Ugh, hentikan itu! Badan ini bisa membeku meskipun ini baru awal musim semi.

"Kenapa kamu bisa ada di sini? Penguntit? Orang mesum? Orang mencurigakan?"

"Itu semua hampir berarti sama. Seperti yang sudah aku bilang tadi, aku pindah ke sebelah musim semi ini."

"Kamu pindah ke sini karena tahu aku tinggal di sini? Menjijikkan."

"Wah, wah? Padahal kalau aku tahu, aku malah tidak akan mau pindah ke sini."

Hari ini saja di sekolah aku sudah diperlakukan dengan dingin, dan sekarang juga dalam kehidupan pribadi aku diperlakukan dingin, apa dia kira aku ini masokis?

Tidak, aku sama sekali bukan masokis. Mungkin aku sedikit merinding, tapi itu bukan karena aku masokis, melainkan karena tatapan dinginnya... yah begitulah, aku tidak berbohong.

Sambil menghela napas pelan, aku menyadari bahwa kari yang kupegang jadi sedikit dingin. Sepertinya, aku cukup lama terpaku di sini.

"Jadi, sepertinya kita akan menjadi tetangga dari sekarang. Yah, kita bersekolah bersama, dan tinggal bersebelahan, mari kita saling membantu sebagai tetangga dan berteman baik."

Tentu saja, itu hanya ucapan sopan biasa. Jika bisa, aku tidak mau terlibat, aku hanya ingin hidup tenang, damai, tanpa ada masalah, itu adalah keinginanku sebenarnya.

Tapi jika aku secara gamblang mengatakan itu, hubungan kami akan jadi semakin canggung. Meskipun sudah cukup tajam seperti pisau, hubungan kami bisa jadi penuh duri seperti ada diatas tumpukan pedang. Jika terus hidup seperti ini, baik di sekolah maupun dalam kehidupan pribadi, suatu hari nanti mungkin perutku akan berlubang.

Jadi, meskipun hanya di permukaan, aku ingin menunjukkan niat baik. Ini penting. Lagipula aku sudah dewasa sekarang.

"...Menjijikkan. Kamu ada niat tersembunyi, kan?"

...Si bodoh ini.

---Tidak, tenanglah diriku. Jika aku mulai marah di sini, itu pasti merusak semuanya. Bagaimanapun, aku harus menunjukkan bahwa diriku adalah seseorang yang sudah dewasa di sini.

"Tidak ada. Itu hanya ketulusanku."

"Begitukah menurutmu?"

Percayalah, setidaknya pada bagian itu... Ah, tapi jika posisinya terbalik, mungkin aku juga tidak akan percaya. Ya, aku merasa mungkin Yukimiya benar dalam hal ini.

"Ehem. Ngomong-ngomong..."

"Hm? Ada apa?"

Yukimiya tampaknya tertarik pada apa yang ada di tanganku. Sepertinya, dia penasaran dengan isi tupperware itu.

"Oh, ini? Karena aku tidak bawa kue sebagai salam perkenalan. Aku membawakan kari yang kebetulan aku buat untuk makan malam... apa kau suka kari?"

"Kari..."

Pandangan Yukimiya terpaku pada tupperware. ---Tiba-tiba, suara aneh terdengar di koridor.

Seperti suara gemuruh, atau lebih tepatnya... bunyi grrrrrr, seperti itu.

Aku tidak ingin memikirkannya, tapi apa itu suara perut Yukimiya...? Dia berpura-pura tidak tahu... atau, apa aku cuman salah dengar?

"K-kau lapar?"

"Tidak."

"Tapi tadi itu..."

"Tidak."

"............"

"Tidak."

Aku bahkan belum mengatakan apapun.

Ketika aku mencoba mengangkat tupperware ke atas, Yukimiya juga mengikuti hal itu dengan pandangannya.

Dia mengikuti gerakan ke kiri dan kanan, tidak pernah melepaskan pandangannya dari tupperware. Seperti kucing yang menunggu makanannya. Aku bahkan mulai berpikir dia agak lucu.

Selama itu, perut Yukimiya terus berbunyi. Untuk seseorang yang baru pulang sekolah dan merasa lapar, itu bisa dianggap bukan bunyi perut yang normal.

"Pfft, lihatlah. Kau itu sudah pasti kelaparan."

"Aku bilang tidak. Jangan meremehkanku."

Kalau begitu, coba katakan itu sambil mengalihkan pandanganmu. Seberapa keras kepala sih dia ini?

Aku menghela napas melihat betapa keras kepalanya Yukimiya. Dan... tiba-tiba, aku menyadari suasana didalam ruangan. ...Situasi itu masuk ke dalam pandanganku.

"...Hah?"

...Uh... Eh, apa? Apa ini... kesalahan penglihatan?

Tanpa sadar, aku mengalihkan pandangan dari Yukimiya dan menatap tajam ke dalam ruangan di belakangnya.

Sejumlah besar pakaian kotor menumpuk di lorong. Wadah cup mie kosong dan nampan makanan siap saji dari minimarket terisi penuh dalam kantong. Ada juga botol air mineral yang masih dalam kardus, mungkin stok yang dibeli. Di dalam wastafel, terdapat banyak piring dan peralatan makan yang sudah lama terendam air, tidak tahu sudah sejak kapan.

Ruang tamu yang terlihat dari ujung lorong juga dalam kondisi serupa. Tidak, lebih tepatnya, dalam keadaan yang menyedihkan. Jujur saja, itu sangat jorok.

Lalu, dekat layar untuk memeriksa gambar dari interkom juga bertumpuk banyak sampah, sehingga hampir mustahil untuk mendekatinya. Itulah alasan mengapa saat aku datang, dia tidak bisa memeriksa siapa itu.

Jadi selama ini dia... hidup di ruangan seperti ini...?

Karena dia seorang gadis dari keluarga yang berada, aku bisa membayangkan kalau dia mungkin tidak bisa memasak atau bersih-bersih. Tapi, ini adalah tingkatan kotor yang tidak akan pernah bisa aku bayangkan sebelumnya.

"...? Apa yang kamu lihat, Ketua OSIS Yatsuhashi... ah?!"

Yukimiya, sepertinya baru menyadari bahwa aku telah melihat ke dalam ruangannya, wajahnya memerah dan dia menutup pintu dengan posisi tangan di belakang.

"...Kamu melihat?"

"Jika aku bilang tidak, memangnya itu bisa membuatmu senang?"

Menghadapi tatapan tajamku tanpa rasa sungkan, Yukimiya dengan lembut mengalihkan pandangannya.

Tampaknya dia menyadari bahwa keadaan ruangan itu adalah kesalahannya sendiri. Namun, dia tidak suka saat ada seseorang yang melihatnya tanpa izin, wajah cemberutnya bahkan tidak berubah.

Benar-benar... aku tidak bisa menahannya.

"Yukimiya, tunggu di sini."

"Eh?"

"Cuma bilang, tunggu saja."

"Eh... baiklah."

Setelah meninggalkan Yukimiya yang bingung, aku bergegas kembali ke dalam ruanganku, mengisi tupperware yang tersisa dengan nasi yang baru saja dimasak, dan kembali ke koridor.

"Nah, ini. Aku juga membawa nasi. Makanlah bersamaan."

"...Apa maksudmu?"

"Apa maksudnya? Dengan kondisi ruanganmu yang seperti itu, kau pasti tidak bisa memasak nasi dengan benar, kan?"

Mempertimbangkan keadaan di balik pintu itu, sulit untuk percaya bahwa dia bisa hidup dengan layak. Aku tidak bisa membayangkan seseorang yang hidup seperti itu bisa memasak nasi. Hanya kari saja terasa kurang, dan itu tidak cukup.

Yukimiya terpaku pada tupperware dengan kari dan nasi didalamnya. Matanya tampak bersinar terang.

"...Aku... tidak menerima yang namanya belas kasihan."

"Kau bilang begitu tapi matamu tidak bisa berpaling. Terimalah saja."

Saat aku menekan tupperware yang berisi kari dan nasi kepadanya, Yukimiya menelan ludahnya dengan keras. Ternyata dia mempunyai kepribadian yang mudah ditebak, Yukimiya itu.

"Kari ini pedasnya sedang. Aku sudah coba menyesuaikannya agar tidak terlalu pedas. Tupperwarenya, kembalikan setelah dicuci... ah, tidak usah dicuci. Kembalikan saja setelahnya."

Dengan keadaan wastafel itu, siapa tahu sudah berapa lama itu tidak dibersihkan. Aku bahkan mulai takut kalau bakteri akan menempel kalau dia mencucinya di tempat seperti itu.

Namun, Yukimiya tampaknya menangkapnya dalam artian lain dan menatapku dengan wajah yang suram.

"...Jadi itu maksudmu."

"Hah, apa?"

"Kamu ingin menjilat sisa makananku, kan? Dasar mesum."

"Haruskah aku memukulmu?"

Jangan berpikir aku tidak bisa berbuat apa-apa hanya karena dia seorang perempuan. Aku percaya pada kesetaraan gender. Jika aku bilang akan melakukan itu maka aku pasti akan melakukannya.

"Itu hanya candaan."

"Wajahmu itu tidak bisa dibedakan antara saat serius dan bercanda."

Ah, bahkan sekarang dia bersikap sedikit sombong. Apa itu? Wajah sombongnya terlihat lucu juga.

Saat aku merasa sedikit canggung dan menggaruk pipi, Yukimiya memeluk tupperware itu dengan hati-hati.

Yukimiya menunjukkan senyuman polos seperti tunas yang bermekaran di bawah salju. Itu adalah senyuman menawan yang dikabarkan bisa membuat siapa saja jatuh cinta; membuat tenggorokanku tercekat.

Secara naluriah aku tahu bahwa ini adalah senyuman asli Yukimiya.

"Terima kasih, Ketua OSIS Yatsuhashi. Aku akan menikmatinya dengan senang hati."

"Ah, ya. Aku juga senang kalau kau mau melakukannya."

...Membayangkannya, kapan terakhir kali seseorang makan masakanku?

Orang tuaku sibuk dan jarang di rumah, jadi setidaknya dalam beberapa tahun ini tidak pernah terjadi... dan... hei, ini sedikit membuatku gugup.

"Aku akan mencuci tupperware sebelum mengembalikannya. Aku bukannya sebiadab itu sampai mengembalikan tanpa mencuci."

"Tapi kau tidak bisa mencuci piring, kan?"

".................., Aku bisa."

Apa-apaan? Jeda apa itu?

Yah, selama dia mengembalikannya, tidak masalah bagiku apakah dia mencucinya atau tidak.

"Kalau begitu, aku pergi."

"Ya. ...Selamat malam."

"Ah. Selamat malam."

Setelah selesai mengucapkan salam untuk pergi meninggalkan Yukimiya, aku kembali ke ruanganku sendiri.

.............

"Hah... aku lelah..."

Tiba-tiba, aku merasa lesu karena kelelahan mental.

Tidak pernah terpikir olehku bahwa aku akan pindah tepat ke sebelah ruangan Yukimiya Hyouka. Jika ini adalah pertemuan pertama, mungkin aku bisa merasa beruntung, tapi sayangnya aku sama sekali tidak merasa begitu.

Yah, kemungkinan besar aku tidak akan terlibat dalam kehidupan sehari-hari dengannya. Aku tidak berencana untuk terlibat, dan dia juga pasti tidak ingin terlibat denganku---

*Ding-dong-ding-dong-ding-dong-ding-dong-dip-dip-dip-dip-dip-dip-dip-dip-ding-dong!*

"Berisik!"

Apa ini? Apa tiba-tiba aku punya masalah dengan orang-orang dari lingkungan sekitar?

Untuk berjaga-jaga, aku memeriksa dari layar interkom. Dan... Yukimiya yang berwajah pucat berdiri di sana.

Eh, apa ini? Apa yang sebenarnya terjadi?

Apa yang membuat Yukimiya terlihat seperti itu?

Dengan tergesa-gesa aku keluar; menemukan Yukimiya yang menggigil.

Dia terlihat ketakutan... mungkinkah ada orang mencurigakan di dalam ruangannya...!?

"Yukimiya, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?"

..........

Yukimiya menggeleng tanpa berkata-kata. Apa, apa yang terjadi sebenarnya...?

Saat aku bingung dengan perbedaan sikapnya, Yukimiya menarik bajuku ke depan ruang apartemen miliknya.

Dia memberi isyarat untuk membukanya.

Padahal dia terlihat tidak ingin dilihat sebelumnya... jika benar-benar ada orang mencurigakan, seharusnya memanggil polisi, bukan? Aku ini hanya pelajar SMA biasa.

Untuk berjaga-jaga, aku tidak membuka pintu sepenuhnya, tapi mengintip dari celah sempit.

...Tidak ada apa-apa. Disana hanya terbentang ruangan kotor yang diterangi lampu LED.

Mungkinkah di ruang tamu...? Jika itu masalahnya, aku tidak bisa melakukan lebih banyak lagi...

Saat aku berpikir demikian... *gasa-gasa-gasa*. Kantong sampah di depan terlihat bergetar... dan sesuatu melompat keluar.

Yang muncul adalah tiga bayangan cukup besar.

Saat mereka berhenti di tengah koridor, identitas mereka menjadi jelas... dan tubuh serta pikiranku diam membeku.

Gerakan dan suara gemerisik dari sesuatu hitam itu memberikan rasa jijik yang mendalam kepada kami. Kilau hitamnya, bentuknya, suaranya, gerakannya, semuanya membuat kulitku merinding. 

Menakutkan bahkan untuk mendekat. Bayangan hitam itu mengeluarkan suara dan kembali ke tumpukan sampah.

Itu----KECOAK!

"Arhhh~~~~~~!?!?!?!?"

"Jangan dorong, Yukimiya...!"

Pemilik kamar, Yukimiya, berteriak tanpa suara dan bersembunyi di belakangku.

Dia pasti sangat membencinya. Dengan mata berkaca-kaca dan tubuh gemetar, dia terus mendorongku ke depan.

Tapi, tidak-tidak-tidak-tidak-tidak-tidak! Aku juga tidak suka, bahkan bisa dibilang kecoak adalah apa yang paling aku takuti di antara semua serangga!

"Hei, Yukimiya, kau itu tuan rumahnya kan! Kaulah yang harus mengurusnya!"

"Aku tidak bisa. Aku mohon... tolong lakukanlah sesuatu...!"

"Apa-apaan bahasa formal tiba-tibamu itu?!"

Aku mengerti perasaannya, tapi jangan coba-coba menyerahkan masalah ini padaku!?

Menelan ludah, aku mencoba menutup pintu dan melarikan diri... lalu aku sadar.

Tunggu? Ruangan kotor ini bersebelahan dengan tempatku.

Jika aku membiarkannya seperti ini, mungkin saja suatu saat nanti makhluk-makhluk jahat itu akan masuk ke ruanganku juga bukan...? Atau... jangan-jangan.. mereka sudah masuk?!

Aku cukup suka kebersihan, dan aku juga cukup suka memikirkan tata letak furnitur di ruanganku.

Jadi, jika hewan itu ada disana... Seram!

"Mungkin sebaiknya kau membersihkannya. Dengan kondisi seperti ini, sulit bagimu untuk hidup."

"Ya, tapi aku tidak tahu cara membersihkannya! Dan aku juga bingung kapan harus membuang sampah!"

Seriusan, kau bisa hidup sendiri dengan kondisi seperti itu!?

Guh, grrr... uh...! Haah... tidak ada pilihan lain, aku harus mempersiapkan diri.

"Yukimiya, di mana alat-alat kebersihan punyamu?"

"Oh ada, tapi aku lupa meletakkannya di mana."

"Sudah kuduga."

Dengan kondisi ruangan seberantakan ini, tidak mungkin dia bisa tahu dimana letak segala sesuatunya.

Aku segera kembali ke tempatku, mengambil kantong sampah, detergen, dan berbagai alat kebersihan lainnya, lalu menuju ke ruang apartemen Yukimiya.

Celemek, sarung tangan karet, penutup kepala, masker, kacamata pelindung.

Aku bersiap untuk apa pun, termasuk kuman dan hama yang ada disana.

"Maaf, Yukimiya. Demi kehidupan damaiku sendiri, aku harus membersihkan ini, suka atau tidak suka."

"Tunggu, tunggu, tunggu! Kamu, Ketua OSIS Yatsuhashi, berniat masuk kedalam ruang apartemenku?"

"Sebelum 'makhluk itu' memperluas kekuasaannya ke tempatku, aku harus menghentikan sumber masalahnya. Aku tidak ingin melihat 'makhluk itu' ada disana. Meskipun ini mungkin sudah terlambat."

Ketika aku menatap seolah menyalahkannya dengan nada bercanda, Yukimiya kembali mengalihkan pandangan.

"Itu memang benar tapi..."

"Aku tahu kau pasti enggan membiarkan aku masuk kedalam ruanganmu, tapi tolong bersabarlah hanya untuk saat ini."

Jika ini adalah ruangan seorang gadis yang rapi dan terorganisir, aku bahkan akan merasa sungkan dan gugup untuk masuk.

Namun, ini adalah ruang apartemen yang berantakan. Tidak ada tempat untuk sungkan. Bahkan, aku tidak mau melepas sepatuku.

Selain itu, jika tempat ini menjadi bersih, dia mungkin akan sedikit berterima kasih padaku, mungkin...

Sekarang masih awal musim semi jadi masih baik-baik saja, tapi jika ini terjadi di musim panas, bau busuknya akan menjadi sebuah bencana.

Itu benar-benar sesuatu yang sangat ingin aku hindari. Bau yang buruk bisa membuat suasana hatiku jadi jelek.

"Yukimiya, bisa kau menunggu di luar? Atau kalau kau mau, tunggu saja di ruanganku sambil makan kari. Disana bersih, jadi silakan bersantai."

"Apakah itu sindiran karena tempat ini begitu kotor?"

"Bukan begitu."

"Cuma bercanda."

Leluconmu itu susah dimengerti, tahu?

Aku tak bisa terus berbicara di koridor seperti ini. Aku harus cepat menyelesaikannya agar tidak membuat Yukimiya menunggu lebih lama lagi.

Saat aku akan melepas sepatu dan masuk ke kamar... *guik*. Bajuku ditarik dari belakang.

Yang melakukannya tidak lain adalah Yukimiya.

"Yukimiya, aku tahu kau tidak ingin aku masuk tapi---"

"Bukan, bukan itu. Emnn... a-aku juga akan melakukannya."

"…Eh?"

Ketika aku menoleh kembali, Yukimiya tampak malu-malu; mengalihkan wajahnya.

"Ruang apartemenku yang kotor ini, tidak bisa aku serahkan semuanya padamu. Dan lagi... ada, pakaianku juga..."

"Ah... ya, itu benar. Aku akan merasa terbantu jika kau juga ikut melakukannya."

Jika dipikir-pikir, keberadaan pakaian yang dilepas tentu saja berarti ada pakaian dalam yang dilepas juga... Mengingat keadaannya, meskipun dicuci, sepertinya itu tidak akan dilipat. Dan dia pasti tidak ingin pakaian itu disentuh oleh laki-laki seperti aku. Bahkan untukku, aku pasti juga merasa tidak nyaman jika berada di posisi terbalik.

"Kalau begitu, aku akan mengumpulkan sampahnya, dan Yukimiya, tolong kumpulkan barang-barangmu yang tidak ingin orang lain lihat."

"Baik."

Sementara Yukimiya memakai masker yang kuberikan dan mengumpulkan pakaian yang berserakan di seluruh ruangan, aku, dengan rasa takut akan serangan kecoak; mulai memasukkan sampah secara acak ke dalam kantong plastik besar.

Aku bertanya-tanya, seberapa banyak yang belum dibuang, ya? Kantongnya satu per satu terisi penuh. Ini sudah terlalu banyak, kan? Hei, kalau sudah begini, kecoa nya sudah pasti akan muncul, kan?

Jumlah barang pribadi miliknya cukup sedikit sedikit, sebagian besar sampah hanya berasal dari wadah bekal minimarket dan cup mie instan. Kotak dan kardus yang berisi sesuatu, juga ternyata lebih sedikit dari yang kubayangkan.

Besok adalah hari pengambilan sampah plastik. Dengan ini, semula akan segera bersih.

Aku melakukan pemilahan sampah seminimal mungkin, dan membuang sebagian besarnya dari lorong.

Lanjut ke ruang tamu, kondisinya juga sangat memprihatikan.

Di sudut ruangan, ada Yukimiya yang sedang dengan sabar melipat pakaian yang sudah dicuci.

Terlihat sempit dan sulit untuk bergerak. Meskipun itu adalah akibat dari perbuatannya sendiri.

"Kau itu... bisa tinggal di ruangan seperti ini?"

Kalau aku, mungkin dalam tiga hari sudah jadi gila.

"Hanya butuh meja belajar dan tempat tidur untuk hidup, tidak ada lagi yang perlu dikhawatirkan. Nutrisi terpenuhi, lingkungan belajar terpenuhi, kualitas tidur terpenuhi. Itu saja cukup."

"Tapi akibatnya ruang apartemenmu jadi sarang kecoak."

".........."

Jangan abaikan aku!

Meski letaknya berada di sudut, struktur ruangannya sama dengan milikku. Yah, itu wajar karena kami tinggal bersebelahan di gedung apartemen yang sama.

Namun, hanya karena kamar ini begitu kotor, rasanya jadi terlihat jauh lebih sempit. Aku tak pernah tau kalau smpah bisa membuat perbedaan sebesar ini... sepertinya aku harus lebih menjaga kebersihan ruanganku mulai sekarang.

Mulai dari sampah yang paling dekat, aku mengisinya ke dalam kantong, dan pertama-tama menuju ke kamar tidur.

Tata letak ruangan adalah 2DK dengan ruang tamu dan kamar tidur yang dipisahkan oleh pintu. Cukup luas dan nyaman untuk digunakan, dan aku sendiri bisa tinggal disini dengan sewa yang cukup murah karena diskon pelajar.

Masuk dari ruang tamu ke kamar tidur, dan, ya, bagian dalam juga cukup kotor.

Sebelumnya, orang ini berbicara tentang perlunya kualitas tidur, tapi apa yang dia bicarakan?

"Kau, ini...."

"Apa, apa? Tidak masalah, kan? Aku masih bisa tidur disana."

"Bukan itu masalahnya."

Aku tak bisa membayangkan bisa mendapatkan 'tidur berkualitas' di kamar yang seperti ini. Aku pasti terkena penyakit.

Namun, seperti yang dikatakan Yukimiya, tepat disekitar tempat tidur dan meja belajar, sampahnya relatif sedikit.

Tidak bisa dikatakan bersih, tapi masih dalam rentang yang bisa dihidupi.

"Tapi..."

Ah, benar-benar... baik itu aroma wanita atau bau sampah... semuanya sangat intens dan kaya. Mungkin karena Yukimiya sebagian besar hidup di sini, terasa ada aroma yang menyebar di setiap sudutnya.

Meski begitu, bau sampah yang tidak sedap itu masih bisa tercium.

Untuk sementara, meskipun tidak bisa menjemur tempat tidur, aku akan menyemprotkan penghilang bau. Selimut harus dijemur, dan seprai harus dicuci.

Aku harus menyerahkan ini pada Yukimiya. Setidaknya, itu... tidak, tidak mungkin. Aku perlu mengajari dia cara melakukan hal-hal seperti ini.

Disekitar tempat tidur, ada lebih banyak pakaian yang berserakan daripada di sudut lainnya.

Meskipun tampak sempurna di sekolah, tapi beginilah penampilan dia di kamarnya sendiri... aku penasaran berapa banyak pakaian yang dia punya, meski harusnya tidak perlu sampai sebanyak ini.

Memasukkan plastik bekas belanja, bungkus permen, serta bungkus makanan ringan yang jelas-jelas sampah ke dalam kantong plastik; ternyata Yukimiya juga makan-makanan seperti ini. Agak mengejutkan... ya?

Tiba-tiba, aku menyentuh sesuatu yang belum pernah aku rasakan sebelumnya, sesuatu yang lembut... kain? Kain hitam? Kecil dan lembut. Terlalu tipis untuk sebuah saputangan... apa ini?

Kurasa itu sampah, tapi aku akan memberikannya pada Yukimiya untuk berjaga-jaga. Yah, tidak ada gunanya meninggalkannya begitu saja di sini.

"Hey Yukimiya, ini jatuh dari celah tempat tidur."

"Apa?"

"Ini."

Aku memberikan itu kepada Yukimiya.

Yukimiya tampaknya juga tidak tahu, dan ketika dia membuka kain itu... sebuah segitiga hitam datang menyapa.

Sebuah segitiga yang sedikit seksi dengan renda dan pita kecil yang transparan.

Ya, ini adalah celana dalam.

Dan itu milik Yukimiya.

".........."

".........."

Situasinya jadi canggung.... terlalu canggung!

Kami berdua membeku karena kejadian tiba-tiba.

Maaf, apa reaksi yang benar dalam situasi seperti ini? Tolong beritahu aku, para pakar!?

Aku dan Yukimiya saling menatap... dan wajah Yukimiya menjadi merah dalam sekejap.

"Ah, uh...!?"

"Eh, um..."

Wajahku juga panas. Sangat panas. Mungkin, aku menjadi se-merah Yukimiya. Karena, ini adalah... celana dalam, seksi hitam dari seorang... teman sekelas, dan lagi seorang gadis cantik...!

"Apa, apa...!"

Astaga, sepertinya aku akan mendapat tamparan sebentar lagi...!

Itu akan sangat tidak adil jika aku ditampar.

Aku benar-benar tidak ingin wajahku dipukul. Aku bukan masokis, aku bahkan bisa benar-benar menangis karenanya!

Dalam situasi seperti ini, apa yang bisa aku lakukan adalah...

"Aku benar-benar minta maaf atas kejadian ini."

Meminta maaf dengan sepenuh hati.

Tapi kenapa harus aku yang minta maaf? Itu misterius.

Secara ketat, Yukimiya-lah yang salah karena meninggalkannya begitu saja.

Sejak awal, memang seharusnya dia tidak meninggalkan pakaian berserakan, tapi tetap saja, pihak laki-laki lah yang diharuskan meminta maaf di saat seperti ini. Meskipun aku tidak tahu kenapa jadi begitu.

Yukimiya, mungkin tidak menyangka akan menerima permintaan maaf sungguh-sungguh dariku. Ia membuka mulutnya; seolah-olah kehilangan tempat untuk meletakkan tangan yang sudah yang terangkat.

"...Tidak apa-apa, kamu tidak perlu meminta maaf. Ini salahku."

Ya! Aku selamat...!

Itu menyelamatkanku. Jika hubungan kami menjadi buruk karena ini, semuanya tidak akan pernah jadi lebih baik.

Yukimiya menyembunyikan pakaian dalamnya dan kemudian menghela napas pelan.

"Ayo selesaikan ini cepat. Aku lapar."

"Makanya aku bilang, makan kari di tempatku saja. Aku akan berusaha tidak menyentuh pakaianmu, jadi santai saja di sana."

"Entahlah. Kamu bilang begitu tapi mungkin kamu berencana untuk mencurinya."

"Apa kau pikir aku ini pelaku kejahatan seksual?"

"Cuman bercanda."

Apa-apaan lelucon---sensor---mu itu?


Dari sana, kami membersihkan sampah dan pakaian tanpa sepatah kata pun, dan dua jam kemudian, ruang tamu dan kamar tidur menjadi sangat bersih hingga terlihat sangat berbeda.

Untuk sampahnya, kami menaruhnya di koridor luar untuk sementara.

Dengan jumlah sampah sebanyak itu, menyimpannya di dalam kamar hanya akan mengganggu.

Aku menaruh produk mengusir kecoak di berbagai tempat, dan kemudian tinggal diakhiri dengan menyapu dan mengepel; hanya dengan itu saja, semua sudah hampir selesai.

Atau lebih tepatnya... setelah membersihkan sampah, benar-benar tidak ada apa-apa di kamar ini. Selain tempat tidur dan meja belajar, hanya ada meja dan rak yang benar-benar minimalis, dan hampir tidak ada barang-barang kecil lainnya. Bisa dipercaya jika dikatakan kalau Yukimiya adalah minimalis, karena benar-benar tidak ada apa-apa di sini.

Namun begitu, Yukimiya tampak tidak memikirkannya sama sekali, dia melihat-lihat ruang tamu yang telah bersih dengan mata berbinar.

"Wow... sekarang lantai parketnya bisa terlihat jelas..."

"Jujur, kondisi sebelumnya itu sangat aneh... dari sekarang, pastikan kau bisa membuang sampahnya dengan benar."

"Aku tahu, aku tahu. Aku akan melakukannya dengan benar. ...Sebisa mungkin."

Eh, apa yang baru saja dia gumamkan di akhir kalimat tadi?

Rasa-rasanya aku harus datang memeriksa secara berkala. Jika tidak, kamarnya akan penuh dengan sampah lagi dan menjadi tempat berkembang biaknya kecoa, itu tidak akan lucu jika benar-benar terjadi.

"Haa... Nah, mari kita gunakan mesin cuci di sela-sela pembersihan. Aku akan mengajarimu cara menggunakannya. Bagaimanapun juga, kau pasti asal menjalankannya."

".........."

"...Yukimiya?"

"Ah, um. Ya."

...Dia sangat patuh, entah bagaimana itu aneh.

Menuju mesin cuci di samping dapur, dia memasukkan pakaian sambil mendapatkan instruksi.

Karena dia mungkin tidak ingin aku menyentuh pakaiannya, aku menjadi pihak yang sepenuhnya memberikan instruksi, seperti sedang menggunakan remote control.

"Masukkan deterjen dan pelembut ke dalam lubang ini. Setelah itu, mesinnya bisa bekerja secara otomatis, jadi ingat untuk mengisinya kembali kalau sudah sedikit. Oke?"

".........."

"...Yukimiya, kau paham?"

"...Eh? Ah, ya. Aku mengerti."

...? Entah kenapa, sepertinya ada yang aneh sejak tadi.

Seperti tidak ada semangat dalam kata-katanya, atau tidak berenergi... Ah, mungkin dia memikirkan tentang bagian ketika aku melihat pakaian dalamnya tadi?

...Tidak, tidak mungkin. Aku tidak berpikir Yukimiya adalah tipe orang seperti itu.

Lalu apa yang dia pikirkan...? Aku tidak tahu.

"Apa ada yang sedang kau pikirkan?"

"Ah, tidak, itu hanya... aku hanya berpikir kamu sangat terbiasa melakukannya."

"Itu hanya karena kau sendiri terlalu tidak tahu menahu."

"Bagiku semua ini bukan masalah. Di rumah, biasanya pembantu yang melakukan semua pekerjaan sehari-hariku. Tapi kamu, Ketua OSIS Yatsuhashi, pasti berbeda, kan?"

"Yah, keluargaku bukanlah tipe keluarga kaya yang bisa punya pembantu seperti itu."

Jadi keluarga Yukimiya itu memang benar-benar kaya sampai punya seorang pembantu rumah tangga. Itu menakjubkan.

"Tidak ada alasan khusus. Hanya saja kedua orang tuaku bekerja dan aku sudah melakukan sebagian besar pekerjaan rumah sejak aku di taman kanak-kanak, jadi ya, aku sudah terbiasa sejak awal."

"Taman kanak-kanak...!?"

Sepertinya perkataanku ada di luar dugaannya; Yukimiya terlihat sangat terkejut. Bagiku sendiri, itu adalah sesuatu yang sangat biasa, jadi aku tak pernah merasakan sesuatu yang khusus. Tapi, ketika aku berbicara tentang hal ini, kebanyakan orang memang biasanya terkejut.

"Kedua orang tuaku berangkat kerja pagi dan pulang larut malam. Aku mempelajari semuanya untuk bertahan hidup. Yah, itu saja. Itulah sebabnya, aku bisa melakukan pekerjaan rumah jauh lebih baik ketimbang dirimu."

"Jangan memilihku sebagai objek perbandingan."

Itu masuk akal sekali.

Nah, sementara mesin cuci berputar, mari kita selesaikan pembersihan hari ini.

Dengan mesin penyedot debu tanpa kabel yang kubawa, aku mulai menyedot debu di dalam ruangan. Ini benar-benar bisa menyedot dengan sangat baik. Sedikit menyebalkan, berapa banyak yang sudah menumpuk? Hal semacam ini bisa membuatmu sakit, dan jika tidak beruntung, bisa menyebabkan alergi juga.

Saat aku membersihkan setiap sudut ruangan secara menyeluruh, Yukimiya yang mengikutiku dari belakang dengan canggung berkata,

"...Maafkan aku, Ketua OSIS Yatsuhashi, atas tadi..."

"Eh, untuk apa?"

"Itu... meskipun aku tidak tahu, aku telah menginjak masalah rumah tanggamu."

Eh, dia mengkhawatirkan hal itu? Sungguh sangat bertanggung jawab, atau lebih tepatnya, terlalu serius.

"Tidak perlu khawatir. Kau terlalu banyak memikirkannya."

"Siapa pun akan memikirkannya, apalagi jika seseorang menginjak-injak masalah rumah tangga mereka dengan sembarangan... Aku sendiri juga akan merasa tidak nyaman kalau seseorang menyelidiki tentang rumahku."

Apakah begitu? Orang tua yang bekerja dan melakukan pekerjaan rumah tangga sejak kecil sepertinya cukup umum. Dalam kasusku, aku hanya memulainya sedikit lebih awal.

Tapi, jika aku memikirkan lebih dalam tentang apa yang dia katakan, sepertinya Yukimiya tidak ingin orang lain menginjak-injak masalah rumah tangganya. Itulah mengapa dia sangat memikirkannya.

"Kalau begitu, aku akan menerima permintaan maafmu. Tapi sungguh, tidak perlu memikirkannya."

"Harap lakukan itu."

...Seorang gadis yang kurang mempesona. Eh, walaupun dia terlihat cantik sih...


Setelah itu, Yukimiya dan aku membagi tugas untuk menyeka debu dan mencuci di wastafel selama satu jam.

Akhirnya, ruangan menjadi bersih, dan menjadi tempat yang layak untuk huni untuk manusia.

Sudah lama aku tak melakukan pembersihan yang begitu berat. Ini membuatku ingat pada momen saat aku meninggalkan noda minyak dalam microwave sewaktu di rumah, yang berujung pada noda yang tidak pernah hilang selama enam bulan lamanya.

Yukimiya juga terkesan, dia melihat sekeliling ruang apartemen dengan ekspresi seolah-olah ini kali pertama dia datang.

"Hanya dalam tiga jam, bisa jadi sebersih ini..."

"Sebenarnya, aku ingin melakukan lebih banyak lagi, tapi sudah malam. Aku sudah mengatur pengering otomatis untuk cuciannya, jadi kalau masih terasa setengah kering, kau harus menjemurnya. Oh iya, pastikan kau benar-benar melipatnya nanti."

"Aku tahu itu. ...Terima kasih."

"Kita tetangga. Membantu satu sama lain itu wajar."

Jika aku bisa menjalani kehidupan yang damai tanpa mendapatkan kritikan hanya dengan melakukan ini, aku akan lebih dari senang untuk melakukannya. Aku sudah cukup mendapat banyak kritikan di sekolah, aku tidak ingin mendengarnya lagi dalam kehidupan pribadiku juga. Aku merasa cukup pandai memisahkan apa yang kupikirkan secara pribadi dan apa yang aku katakan di luarnya.

Waktu sudah menunjukkan lebih dari pukul 22.00. Sungguh, aku merasa lapar sampai rasanya bisa pingsan. Kami tidak makan, tidak minum, dan bahkan tidak istirahat sama sekali selama waktu pembersihan.

Yukimiya tampaknya merasakan hal yang sama, suara perutnya mulai bergema dengan keras.

Ketika aku menoleh ke arah Yukimiya, dia segera mengalihkan pandangannya.

"...Itu bukan aku."

"Tidak, itu tak mungkin."

"Ugh..."

Sepertinya dia menyadari bahwa tidak mungkin baginya berkelit, Yukimiya memelototiku dengan wajahnya yang memerah. Itu tak terlihat begitu menakutkan karena alasannya, jujur... aku bahkan merasa itu agak menggemaskan.

"Apa? Mau bagaimana lagi, kan? Aku belum makan, dan merupakan fenomena fisiologis kalau kamu mengeluarkan suara saat lapar."

"Aku bukannya menyalahkanmu. ...Tunggu sebentar, biar aku panaskan kembali karinya untukmu."

"Kari...! ...Ah, ehem."

Yukimiya merespon secara refleks, tapi segera batuk untuk menyembunyikannya. Yah, dia sama sekali tidak berhasil menutupinya kan? Dia bahkan bilang 'ah' begitu saja.

Nah, gadis yang lapar ini sedang menungguku. Aku harus melakukannya dengan cepat.

Kembali ke ruang apartemenku sendiri, aku memanaskan kembali kari dan nasi. Meskipun mungkin harus minta maaf tentang nasinya; aku hanya bisa memanaskannya kembali dengan microwave.

Setelah merasa cukup memanaskan kari, aku memasukkannya ke dalam tupperware dan membawanya ke tempat Yukimiya.

Dia tampaknya sangat menahan diri, matanya tertuju pada kari seperti anjing yang diperintahkan untuk menunggu.

"Sekedar informasi, ada juga bagian untuk sarapan besok. Sebelum makan, panaskan dulu di microwave. Yukimiya, kau mungkin tidak bisa menggunakan api, kan?"

"Aku bisa menggunakannya."

"Jika sampai terbakar, itu bisa jadi masalah besar." 

"Aku... aku akan menggunakan microwave." 

"Bagus." 

Seharusnya dia bisa langsung jujur dari awal.

Seperti memiliki sesuatu yang mengganggunya, Yukimiya melanjutkan, "Ngomong-ngomong..."

"Ketua OSIS Yatsuhashi. Tolong jangan beritahu siapa pun tentang ini."

"Tentang ini? Ah, tentang tinggal bersebelahan? Tentu saja. Aku juga tidak ingin membuat keributan."

Terutama kepada para pria dari pihak SMA ku. Jika mereka tahu aku adalah tetangga dari gadis paling cantik (hanya dari penampilan) di SMA Putri Shiramine, bukan tidak mungkin mereka akan mencoba mengambil nyawaku. Tidak, aku masih ingin hidup. Jika memungkinkan, aku ingin mati dikelilingi cucu-cicitku.

"Tapi bukan hanya itu... lebih tepatnya... tentang kondisi ruang apartemenku."

...Tentang ruang apartemen?

Yukimiya meremas-remas jarinya dan memandangku dengan malu-malu.

"Kamu tahu, aku dibilang bisa melakukan apa saja di sekolah. Sempurna, tanpa cacat, tanpa celah..."

Ah... memang, sejak masih di Kuroba, sudah ada gosip yang mengatakan bahwa Yukimiya adalah sesosok gadis sempurna. Meski kenyataannya, dia jauh dari sempurna.

"Kau cuman perlu jujur saja kalau memang tidak bisa melakukannya."

"Awalnya aku memang begitu. Tapi entah kenapa, mereka berkata aku 'tidak sombong', 'sangat sopan', 'penuh dengan keinginan untuk maju', 'contoh nyata seorang putri'..."

"Jadi, semakin kau menolak, semakin mereka memujimu?"

Yukimiya mengangguk perlahan pada kata-kataku.

Itu sungguh... menyedihkan.

"Aku mengerti situasinya. Aku tidak akan membicarakan hal ini kepada siapa pun, jadi tenang saja."

"Hou, benarkah? Lihat saja kalau kamu sampai bohong, aku akan mencungkilmu."

"Apa!?"

"Cuman bercanda."

Itulah kenapa candaanmu sulit dimengerti!

Hah... ah, benar.

"Ngomong-ngomong, bisa tidak kau berhenti memanggilku 'Ketua OSIS Yatsuhashi'?"

"Kenapa? Itu benar kan."

"Memang benar, tapi aku tidak mau dipanggil begitu, bahkan dalam kehidupan pribadi. Panggil aku dengan '-kun' atau '-san', atau bahkan panggil saja tanpa embel-embel (honorifik)." 

"......Benar, ya. Kalau begitu, mulai sekarang di rumah aku akan memanggilmu Yatsuhashi-kun."

"Aku akan sangat berterima kasih."

Aku memang sudah merasa agak gatal dengan sebutan Ketua OSIS Yatsuhashi sejak tadi.

Yukimiya tampak senang saat menerima wadah Tupperware berisi kari dan nasi. Dengan bersemangat dia masuk ke dalam ruangan... Namun tiba-tiba berhenti.

Apa...? Ada apa?

Saat aku mencondongkan kepala, dia seolah-olah teringat sesuatu dan berbalik.

"Apa yang terjadi?"

"Err... Terima kasih untuk hari ini, untuk segalanya. Mari kita saling mendukung satu sama lain dari sekarang. Selamat malam, Yatsuhashi-kun."

"......Ya, mari kita saling mendukung. Selamat malam, Yukimiya."

Setelah memastikan pintu tertutup, aku menghembuskan nafas pelan.

......Selamat malam... selamat malam, huh? Sudah berapa lama ya, sejak aku terakhir kali mengucapkan 'selamat malam'? Setidaknya di rumah orangtuaku, aku hampir tidak ingat pernah mengucapkannya.

Sapaan itu bagus ya. Meskipun secara tidak langsung, rasanya seperti dikatakan bahwa kamu tidak sendirian di dunia ini.

Sambil merasa sedikit lebih baik, aku kembali ke ruanganku. Aku akan makan kari, mandi, lalu tidur.

Tadi kita berdua bersama, jadi rasanya agak sepi sekarang... Tunggu? Kita berdua? Siapa dan siapa?"

Uhh... benar juga, itu aku dan... Yukimiya.

Ya, meskipun hanya membersihkan ruang apartemen yang berantakan, tapi aku berada di ruangan yang sama dengan gadis yang seperti dewi, gadis tercantik sejagat...

Tiba-tiba, kepalaku seperti mendidih. Wajahku seperti memanas... tidak, itu memang panas.

"Ah... eh, waah......!"

Uwaah, serius! Aku, disana tempat tinggalnya, bersama Yukimiya. Sebelumnya, aku terlalu fokus pada pembersihan sampai-sampai tidak terlalu memikirkannya... tapi sekarang, aku benar-benar sadar.

Tunggu, tunggu, tunggu. Eh, serius, tunggu!

Sampai tahun lalu, aku hidup cuman dikelilingi para laki-laki, hidup di lingkungan yang hanya ada pria. Jujur, aku masih perjaka, dan hidup di antara mereka membuat segalanya terasa berat, meskipun rasanya sedikit nyaman.

Dan tadi, meski karena dorongan semata, berada di kamar seorang gadis, bersama gadis itu...

"Uoooohhhhhhhhhhh... Uwaaaaaaahhhhhhhhhh...!"

Bagaimana ini Tuhan?! Otakku rasanya mau mendidih! Seperti kari ini!

......Tidak, tak perlu menjawabnya, aku tahu itu, Tuhan.

Baiklah, tenanglah diriku. Itu sudah lewat. Tidak ada gunanya memikirkan hal yang sudah lewat, kan!

Benar, makan. Ayo makan. Makan dan tidur, lalu lupakan semuanya! ......Meski sulit, sih. Tapi, ayo coba lari dari kenyataan. Ya, mari kita lakukan itu.

Aku menyendok nasi dan kari yang telah dipanaskan ke piring, dan berjalan menuju ruang tamu. Kemudian... dari ruangan Yukimiya, terdengar suara.

Ternyata dinding dalam gedung apartemen ini cukup tipis... bukan, seharusnya ada peredam suara di sini. Itu tidak mungkin terdengar meski seseorang berbicara dengan suara yang cukup keras. Tapi sekarang... aku bisa mendengarnya meski suaranya teredam... rasanya seperti Yukimiya sedang melakukan sesuatu yang tidak seharusnya.

Meskipun aku tahu seharusnya aku tidak memasang telinga, rasa ingin tahu yang membuncah tidak bisa aku lawan, dan entah bagaimana, aku menatap lurus ke arah dinding.

"~~~~♪ ~~♪"

......Lagu, huh? Aku belum pernah mendengar ritme ini sebelumnya... jangan-jangan, itu lagu spontan dari Yukimiya?

Bagaimanapun juga, suara nyanyiannya sangat indah. Begitu bagus sampai-sampai aku akan percaya jika dikatakan dia seorang penyanyi. Terlalu bagus. Aku terpesona hingga lupa diri mendengarkannya.

Sedikit lagi. Aku ingin mendengarnya sedikit lebih lama....

Aku menutup mata dan fokus pada lagu itu.

Rasanya seperti berada di dalam konser teater.

Dan saat masuk ke bagian liriknya---

"Karii, Karii♪ Kari itu pedas, oh... Kari♪ Bersama nasi... kita berteman♪ Laa~ laa~ laa♪"

"Ghah!?"

---Aku tersedak karena liriknya sangat aneh.

Eh, apa-apaan, lagu apa yang sedang dia nyanyikan? Aku menguping hanya untuk mendengarkan sesuatu yang aneh...!?

Saat aku batuk tersedak karena lagu orisinal yang tak terduga itu (Lagu Kari - Lirik dan Komposisi oleh Yukimiya Hyouka), nyanyian itu berhenti.

Sepertinya suara batukku terdengar sampai ke sisi Yukimiya. Bahaya, jika ketahuan aku menyelinap mendengarkan, aku akan dianggap sebagai orang aneh lagi.

Dengan segala keberanian, aku mencoba menahan batukku, dan setelah beberapa saat, Yukimiya mulai bernyanyi lagi.

Ya ampun, seberapa tinggi sih semangatnya? Aku yang mendengarkan saja sampai merasa malu.

"Daging-san♪ Wortel-san♪ Kentang-san♪ Bawang bombay-san♪ Semuanya.... dicampur dan dimasak.... bersama, hmm~ mmn~ nmm~ emnn♪"

Aaaaaaaaaaaarrrrrrrghh!!! Memalukan, memalukan, memalukan, memalukan, memalukan, memalukan!!!

Demi kebaikanmu sendiri, berhenti, tolong berhenti!

Ugh, tapi kalau akulah yang memintanya berhenti disini, dia pasti akan tahu bahwa aku sudah mendengarkan sedari tadi!

Tolong, sadarilah! Kalau kau bisa mendengar suara batukku, kau seharusnya sadar jika suaramu juga terdengar olehku, bukan!? Seberapa tidak pedulinya kau itu dengan sekitarmu!

Jika aku terus mendengarkan, akulah yang bisa gila dengan lagu konyol itu. Demi kesehatan mentalku sendiri, lebih baik aku mengabaikannya.

Menjauh dari dinding lalu duduk di sofa, aku mengepal tangan.

"Selamat makan"

"Selamat makan♪"

Dari arah Yukimiya, aku juga mendengar dia mengucapkan itu. Entah bagaimana bisa jadi kebetulan, sepertinya kami mulai makan pada saat yang bersamaan.

Meskipun aku berkata akan mengabaikannya, aku penasaran untuk mencari tahu reaksinya. Kira-kira... dia... menyukai kari ini atau tidak ya? Yang kumasak kali ini hanyalah kari yang dibuat dari bumbu instan dengan sedikit penyesuaian rasa menggunakan saus dan ketchup. Bagaimanapun, aku penasaran dengan pendapatnya.

Merasa sedikit gugup, aku tidak sengaja memperbaiki postur dudukku dan...

"......Enak!"

Meski samar, aku bisa mendengar kata-kata itu.

Lega sekali... rupanya dia menikmati kari itu.

Ketegangan mereda, dan aku mulai makan kariku milikku sendiri.

Memang enak. Tapi tetap saja, kari yang dibuat dari awal dengan rempah-rempahnya, dan bumbu racikan sendiri pasti lebih enak. 

Setelah kehidupanku mulai stabil, aku harus membuat 'kari' yang sebenarnya. Lalu saat itu... aku akan meminta dia untuk mencobanya lagi. Semoga dia tidak membenci aroma bumbu kari yang kuat.

"Ini hebat.... eh, enak sekali! Rasanya sangat enak. Yatsuhashi-kun luar biasa. ......Tapi tentu saja, aku tidak akan memberi tahunya secara langsung!"

Kenapa dengannya? Katakan saja. Lagipula aku juga sudah mendengarnya, jadi tidak perlu bersikap tsundere begitu.

Saat aku merasa sedikit malu dan menggaruk pipi, aku merasakan sesuatu yang hangat di dalam hatiku.

Kapan terakhir kali seseorang memberitahuku bahwa masakanku enak? Orang tuaku? Atau mungkinkah... Junya?

Rasanya... geli. Yah, ini bukan rasa malu.

......Mungkin, aku merasa senang.

Ucapan salam, pendapat, saling berbagi hal-hal kecil...... Semua itu terasa sangat baru.

Tentu saja, hal-hal seperti ini sudah cukup umum di lingkungan sekolah. Ada Junya, dan ada juga teman-teman di OSIS lainnya.

Namun jika menyangkut kehidupan pribadi, hal itu sangat jarang kudapat... aku bahkan bisa mengatakan kalau hal itu telah lama hilang dari kehidupanku.

Kegembiraan berbagi momen yang sama dengan seseorang. Sambil merasakan hal itu, aku menyantap kari yang tersisa.


◆◆◆



Ahh... ngantuknya. Aku tidak bisa tidur sama sekali.

Tak perlu diragukan lagi, alasannya adalah Yukimiya. Gadis cantik itu tepat berada di ruang sebelahku, dan kami sebelumnya bersama-sama sampai cukup larut. Tidak masuk akal untuk mengatakan tidak menyadari apa yang ada di balik tembok. Yah, walaupun dia punya sifat yang begitu sih.

...Tapi, senyumnya itu cantik ya... tunggu, tunggu, tunggu! Apa yang kupikirkan?! Sial, aku harus tetap fokus.

Sudah hampir pukul delapan tepat. Kalau aku tidak cepat-cepat meninggalkan apartemen, aku pasti terlambat.

Memeriksa rambut untuk terakhir kalinya, aku mengenakan sepatu pantofel, dan pergi keluar.

Cahaya matahari pagi terasa menyilaukan, membuatku merapatkan mata. Ah, ini buruk. Aku.. menguap--- 

" "Huaaahhh......h?" "

Sepertinya aku mendengar gema menguap. 

Melihat ke samping kiri melalui pintu... ternyata di saat yang sama, Yukimiya yang keluar dari kamarnya juga menguap dan menegang dengan mulut terbuka. 

Ini... canggung. Sebaiknya pura-pura tidak lihat dan kembali masuk---

"Kamu melihatnya kan." 

"...Tidak, tidak lihat apapun."

"Bohong." 

Brengsek. Padahal aku sudah berusaha mengabaikan, tapi malah dia sendiri yang menyinggungnya. 

Setelah menyerah dan keluar lagi, ekspresi polos Yukimiya saat menguap sudah hilang. Dia menyapu rambutnya dengan wajah yang tenang sambil memelototiku dengan tatapan tajam. 

Wajahnya sedikit merah, jadi aku tidak takut sama sekali. 

"Selamat pagi, Yatsuhashi-kun."

"...Selamat pagi, Yukimiya." 

Bahkan di saat seperti ini, dia tetap memberi salam, sungguh gadis yang sopan. 

"Yatsuhashi-kun. Lupakan apa yang kamu lihat barusan. Jika tidak, aku harus memukul dan membuatmu hilang ingatan.' 

"Berhentilah menyatakan ancaman gelap dengan begitu santai. Bahkan tanpa kau peringatkan, aku tidak akan menceritakannya pada siapapun." 

Lagi pula, kalau orang-orang tahu bahwa tetangga baruku adalah Yukimiya (sang dewi es), mereka pasti akan menjadikanku musuh. Para bajingan itu cuman kompak di saat-saat seperti itu.

"Ya, baiklah kalau begitu. ...Juga, aku ingin mengingatkanmu sekali lagi, jangan beritahu siapa pun tentang kejadian kemarin."

Yukimiya menundukkan matanya, berusaha keras untuk tidak bertemu pandang sambil menekankan hal itu. 

Apa hanya imajinasiku saja, atau memang terlihat sedikit keputusasaan diwajahnya?

Mungkin, dia tidak ingin merusak 'citra sempurnanya', atau mungkin dia tidak ingin ada orang lain yang tahu... Bagaimanapun, ada sisi dalam dirinya yang tidak ingin disentuh oleh siapa pun.

Ternyata dia bahkan juga punya sisi lemah seperti ini....

Tiba-tiba, akh merasakan rasa keakraban dengan dirinya.

Merasa sedikit nakal, aku mulai sedikit melebih-lebihkan tentang apa yang terjadi kemarin.

"Ah, memasak, mencuci, dan bersih-bersih itu sungguh bencana. Tempat tinggalmu benar-benar berubah jadi seperti tempat sampah, ya?"



"Padahal aku sudah berusaha mengatakannya secara halus, tapi kamu malah dengan sengaja mengupas dan mengatakannya begitu saja."

"Ma-maaf."

Aku sudah minta maaf, jadi jangan menatapku dengan niat membunuh semacam itu! Aku takut.

"Tenang saja. Toh, walaupun aku mengatakannya, tidak ada yang akan percaya pada kata-kataku."

"Hee, jadi kamu tidak dipercaya ya."

"Tak peduli sebagaimanapun aku mengatakannya, gambaran 'citra sempurna' milikmu itu pasti jauh lebih meyakinkan bagi mereka."

Memang menyedihkan, tapi inilah kenyataannya, hiks...

"Y-ya... uh... a-aku yakin sesuatu yang baik pasti juga akan terjadi padamu. Mungkin...?"

"Jangan berikan simpati lemah itu padaku."

Karena rasanya cuman membuatku makin sedih. Itu mengoyak hatiku.

Merasa tertekan meskipun ini masih pagi, Yukimiya tiba-tiba melihat ke jam tangannya dengan wajah kaget. Ketika aku melihat jam tanganku sendiri, waktu sudah menunjukkan pukul delapan lewat.

"Aduh, terlambat...! Yukimiya, ayo kita pergi!"

"Ya. Tapi, jaga jarak dariku. Aku tidak mau ada yang melihat kita pergi berangkat bersama, bahkan jika aku harus mati sekalipun."

"Itu berlebihan, hatiku hancur tahu?"

"Cuman bercanda."

Inilah kenapa candaanmu itu sulit dimengerti... Biarkah, aku tidak mau terlambat, jadi ayo cepat berlari.

"Oh, ya. Yatsuhashi-kun, nanti sepulang sekolah, aku akan mengembalikan tupperware kemarin, jadi tunggulah."

"Hm? Baiklah. Sampai jumpa, Yukimiya."

Aku mengucapkan selamat tinggal pada Yukimiya dan berlari keluar dari gedung apartemen.

Awalnya, aku pikir bertemu dengan Yukimiya adalah hal terburuk yang pernah terjadi... tapi sekarang, kurasa tidak juga. Mungkin aku sedikit suka interaksi kecil yang tidak berarti seperti itu.

Dengan langkah ringan, aku berlari menuju SMA Shiramine.

Cuacanya sangat cerah. Sepertinya ini akan menjadi hari yang baik.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close