Penerjemah: Kazehana
Proffreader: Kazehana
Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.
Kini, Juli. Lomba Renang.
Akhirnya, hari yang ditunggu-tunggu tiba, hari lomba renang. Perlombaan akan digelar dengan mengorbankan dua jam pelajaran di pagi hari. Bagi mereka yang bukan peserta, waktu ini hanya kesempatan untuk menyaksikan lomba estafet renang. Tak sedikit suara malas yang menganggap ini keberuntungan belaka.
Namun, begitu melihat perwakilan kelas berjuang sekuat tenaga di kolam, semangat membara untuk mendukung mereka pun menyala dengan sendirinya di hati setiap orang. Tahun lalu pun gadis-gadis modis yang awalnya mengeluh "merepotkan" akhirnya berteriak lantang memberi dukungan, pemandangan itu masih melekat di ingatanku.
Sekolah kami memiliki delapan kelas setiap angkatan dan kolam renang pun hanya memiliki delapan lintasan. Karena itu, lomba estafet renang ini dilaksanakan secara bergantian: kelas satu, kelas dua, lalu kelas tiga. Setelah semua kelas selesai berenang, peringkat ditentukan berdasarkan catatan waktu.
Teman-teman sekelas yang bukan peserta hanya datang ke pinggir kolam untuk memberi dukungan saat angkatan mereka berlomba. Kolam renang cukup luas, mudah menampung seluruh siswa satu angkatan.
Para peserta memiliki waktu untuk pemanasan dan latihan terakhir sebelum kompetisi dimulai. Sekarang para peserta sedang berganti pakaian di ruang ganti sebelum pemanasan. Peserta kelas satu selesai berganti dan sekarang peserta kelas dua memasuki ruang ganti.
Sebagai panitia, aku sibuk bukan main mempersiapkan segala sesuatunya. Bersama Mizuno-kun yang sudah mengenakan pakaian renang, kami tengah memindahkan kursi dan meja untuk para pencatat waktu.
Dua hari yang lalu, di kamarku, aku mengungkapkan perasaan yang selama ini kusimpan rapat-rapat dalam hati kepada Mizuno-kun dan menangis tersedu-sedu. Ini adalah kali kedua aku menangis di hadapannya. Setelah itu begitu tersadar, aku merasa sangat malu. Tapi, Mizuno-kun tetap tenang dan bersikap seperti biasa.
"Kalau ingin menangis bilang saja kapan pun. Aku sudah terbiasa melihatmu menangis, Yoshizaki-san," ujarnya sambil tersenyum santai.
Betapa kata-katanya membuatku merasa nyaman. Bukan hanya kata-kata darinya. Keberadaan Mizuno-kun sendiri .... Tanpa kusadari, ia kini menjadi sandaran hatiku. Setelah itu, Mizuno-kun bersikap seperti biasa kepadaku, membuatku merasa lega. Mungkin ia sengaja melakukannya untuk menjaga perasaanku.
" ... Akhirnya tiba juga.”
"Ya. Catatan waktu kemarin juga bagus. Kita bisa mengincar juara.”
Kami berbincang sambil memindahkan kursi dan meja.
Selama masa latihan, semua orang telah berjuang dengan sungguh-sungguh. Aku berharap hasilnya akan memuaskan. Terutama Mizuno-kun yang telah bersedia menjadi panitia sekaligus peserta. Ia juga telah menggerakkan hatiku yang sempat terhenti. Aku berdoa dalam hati agar hasilnya bisa membuat Mizuno-kun bahagia. Sambil menyusun meja dan kursi di tempat yang ditentukan, aku diam-diam melirik wajah Mizuno-kun yang rupawan, memikirkan hal-hal seperti itu.
Saat pekerjaan kami sudah hampir selesai dan hendak beristirahat sejenak ....
"Ai! Mizuno-kun! Gawat!" Miyu berlari ke arah kami dengan wajah pucat pasi.
Di tengah jalan, ia dimarahi guru olahraga, "Jangan berlari di pinggir kolam!" Meski begitu, ia tetap berjalan cepat menghampiri kami.
"Ada apa, Miyu? Kenapa buru-buru begitu?"
"Apa yang terjadi?"
Miyu, sudah di depan kami, berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal. Lalu, ia menyampaikan fakta yang mengejutkan.
"Sakashita-san terkilir. Sepertinya dia tidak bisa ikut lomba."
Dokter UKS mengerutkan dahi begitu melihat kaki Sakashita-san yang terkilir. Pergelangan kakinya merah dan bengkak. Bahkan orang awam bisa melihat ini bukan masalah sepele.
"Bagaimana kalau ini? Sakit?"
" ...! S-sakit," Sakashita-san meringis kesakitan saat dokter UKS menekan pergelangan kakinya.
"Tulangnya tidak patah, tapi ini terkilir cukup parah.”
"Tidak mungkin ... Saya, peserta lomba renang. Ini tidak bisa diapa-apakan? lagi"
"Bisa saja dibalut, tapi segera setelah cedera kau harus istirahat agar tidak bertambah parah. Dengan kaki seperti ini, kau tidak akan bisa berenang cepat dan rasa sakitnya mungkin akan terus ada. Kusarankan kau mencari pengganti.”
“ ....”
Sakashita-san hanya bisa tertunduk mendengar perkataan dokter UKS yang terdengar kejam. Aku dan semua perwakilan kelas merasa gelisah dengan situasi yang tiba-tiba ini, sehingga kami semua berkumpul di UKS. Setelah dokter UKS selesai merawat kaki Sakashita-san yang terkilir, kami keluar dari UKS ke koridor. Sakashita-san sepertinya kesulitan berjalan, jadi Naito-kun membantu memapahnya.
"Ini pasti ulah para senpai," ucap Mikami-san menahan amarah di suaranya, tapi matanya menyala-nyala penuh amarah.
Menurut cerita Mikami-san, Sakashita-san selalu menggunakan loker paling ujung di ruang ganti. Tapi entah mengapa, hari ini lantai di sekitar situ menjadi sangat licin, jadi ia terpeleset. Sepertinya ada semacam minyak yang ditumpahkan di lantai. Mikami-san menduga para senpai yang tahu posisi loker Sakashita-san telah memasang jebakan. Yang dimaksud dengan "para senpai" tentu saja adalah dua siswi yang tempo hari mengatakan, "Dasar anak kelas dua sok."
"Pasti mereka! Aku melihatnya tadi! Saat Sakashita-san keluar dari ruang ganti dengan terluka, mereka menyeringai sambil melihat ke arah kita!"
"Serius ...." Nitta-kun pun menggeram pelan, tapi penuh amarah.
Bagi Nitta-kun yang selalu berjuang keras di sepak bola, tindakan curang seperti ini pasti tidak bisa dimaafkan. Hal yang sama mungkin berlaku bagi Mikami-san yang selalu berlatih voli dengan gigih.
"Mereka ...! Benar-benar tidak bisa dimaafkan! Aku akan protes pada mereka!" Mikami-san berbalik dan hendak berlari. Tapi ....
"Tunggu!" Sakashita-san yang sedari tadi menunduk tiba-tiba bersuara, membuat Mikami-san menghentikan langkahnya.
"Kita tidak punya bukti yang kuat. Kalaupun Mai-chan marah-marah, mereka pasti akan mengelak. Sebaiknya jangan.”
"Tapi ...!"
"Aku juga menduga itu ulah para senpai. Tapi sudah. Mai-chan bisa dianggap sebagai pihak yang salah nanti.”
Mendengar hal itu dari Sakashita-san yang menjadi korban, Mikami-san hanya bisa menghela napas panjang. Sepertinya ia mengurungkan niatnya untuk melampiaskan amarah pada para senpai karena Sakashita-san sendiri yang mencegahnya.
"Lalu, bagaimana dengan lombanya?"
Semua terdiam mendengar pertanyaan itu. Sakashita-san tak bisa ikut lomba. Satu-satunya cara adalah mencari pengganti. Jika meminta tolong pada teman sekelas, pasti ada yang bersedia berenang satu putaran. Tapi ... jika begitu, hasil latihan selama ini akan sia-sia.
Teknik pergantian yang efisien dan gaya berenang yang disempurnakan melalui latihan bersama tidak akan berjalan lancar jika ada perubahan mendadak pada anggota tim. Hanya orang yang telah berlatih setiap hari selama tiga minggu ini yang bisa mewujudkan hasil kerja keras semua orang. Orang yang telah berlatih setiap hari.
Tiba-tiba aku tersadar. Ada, bukan? Seseorang yang memang tidak masuk ke kolam, tapi setiap hari mengamati latihan semua orang dan mengetahui teknik serta poin-poin penting dalam berenang. Tapi ....
Sudah lebih dari enam tahun aku tak mengenakan pakaian renang. Meski dulu aku pernah menjadi perenang tingkat nasional, akankah kemampuanku yang telah berkarat ini masih bisa bersaing dengan para siswa SMA sekarang?
"Ada apa, Yoshizaki-san?"
Mungkin wajahku terlihat kaku karena berbagai pikiran yang berkecamuk. Mizuno-kun menatapku dengan raut penasaran. Mizuno-kun. Ketekunan dan keceriaannya. Sikapnya yang santai dan tak gentar menghadapi rintangan. Dan orang yang telah mengingatkanku ... betapa berharganya kenangan tentang ayah dan ibu, hal yang tak boleh kulupakan.
Bukankah tadi aku berharap agar hasilnya bisa membuatnya bahagia? Dan untuk mewujudkan itu ....
"Aku akan ikut," ujarku dengan suara rendah tapi tegas, menatap lurus ke mata Mizuno-kun. Wajahnya sangat terkejut.
"Eh? Yoshizaki-san?"
"Bukannya kamu alergi klorin?"
Nitta-kun dan Naito-kun pun tampak terkejut. Ah benar juga, aku kan punya alibi alergi klorin. Aku lupa karena panik.
"B-baru-baru ini aku periksa dan ternyata sudah sembuh!" Jawabku terbata-bata. Mikami-san mengerutkan dahi curiga, tapi tak berkata apa-apa. Syukurlah.
"Begitu? Kalau begitu, menurutku Yoshizaki-san lebih baik daripada meminta orang lain!" Seru Sakashita-san dengan wajah senang, masih dipapah Naito-kun.
"Ya, benar juga. Kamu kan selalu mengamati latihan kami," timpal Nitta-kun.
"Sepertinya kamu akan lebih cocok dengan kami.”
Mereka bertiga mendukungku. Dalam hati aku bersorak.
"Aku juga setuju Yoshizaki-san yang turun, tapi sudah berapa lama kamu tidak berenang? Apa tidak apa-apa?" Tanya Mizuno-kun sambil menatapku lekat.
"A-aku kadang-kadang berenang di laut dekat rumah, jadi tidak masalah!"
Kalau kubilang sudah enam tahun tidak berenang, yang lain pasti akan menentang.
"Begitu, ya. Kalau begitu, mohon bantuannya, Yoshizaki-san," ujar Mizuno-kun dengan senyum penuh arti. Entah mengapa ia terlihat percaya diri. Aku mengangguk dengan ekspresi serius. Sementara itu, Miyu yang tahu alasanku berhenti berenang dan fakta bahwa aku tak pernah berenang selama enam tahun, tersenyum jahil.
"Baiklah! Kalau begitu, ayo cepat ganti baju! Aku punya baju renang cadangan yang bisa kupinjamkan!"
"Benarkah? Terima kasih, Miyu!"
"Kalau kamu ganti sekarang, masih ada waktu untuk latihan! Ayo cepat!"
Aku pun berlari ke arah kolam renang, ditarik oleh Miyu.
Paha yang terekspos, lekuk tubuh yang tergambar jelas tanpa ampun. Dulu aku bisa-bisanya mengenakan benda seperti ini tanpa rasa malu .... Itulah yang terlintas dalam benakku saat mengenakan pakaian renang untuk pertama kalinya dalam enam tahun. Untunglah, baju renang yang dipinjamkan Miyu pas di tubuhku karena tinggi kami hampir sama. Meski dadanya lebih besar dan pinggangnya lebih ramping dariku. Sungguh disayangkan. Tapi syukurlah, bahan yang elastis membuatnya bisa kukenakan.
"Miyu, terima kasih sudah meminjamkan baju renangnya," ucapku pada Miyu yang berdiri di sampingku seusai berganti pakaian di ruang ganti. Entah mengapa, Miyu tersenyum dengan sedikit sedih, tapi juga seolah tengah bernostalgia.
"Ai, apa kamu ingat? Waktu SD, kau selalu menolongku."
"Eh ...."
Aku bingung mendengar topik yang tiba-tiba ini. Tapi, ia melanjutkan tanpa menghiraukan kebingunganku.
"Waktu itu, aku masih kecil dan lebih penakut dari sekarang. Aku sering digoda anak laki-laki dan menangis, ‘kan?"
" ... Itu karena kau manis, makanya mereka menggodamu. Setelah kupikir-pikir sekarang begitu."
Perlahan, aku mulai mengingat suasana saat itu.
"Ahaha, aku memang wanita yang berbahaya, ya."
"Dulu dan sekarang."
"Yah, itu tidak penting. Yang ingin kukatakan, kamu selalu menghadapi anak laki-laki yang menggangguku, ‘kan? Kau berteriak, 'Jangan ganggu Miyu!' Waktu itu kamu tidak peduli lawan laki-laki atau perempuan, dan kamu hampir selalu menang melawan anak laki-laki."
"Aku memang nakal, ya, dulu."
Aku sering berkelahi. Mungkin Mizuno-kun akan kaget kalau tahu. Sebaiknya tidak kuceritakan.
"Tapi, pernah ada anak laki-laki yang membawa kakaknya yang setahun lebih tua. Ingat?"
"Apa pernah ya ...."
Aku mencoba mengingat, tapi karena sering berkelahi dengan banyak anak laki-laki, aku tak bisa mengingatnya.
"Waktu itu aku pikir gawat. Saat kita masih kecil, beda satu tahun saja sudah beda jauh dalam hal postur dan kekuatan, ‘kan? Rasanya seperti lawan yang mustahil dikalahkan. Tapi kamu sama sekali tidak takut dan tetap melindungiku. Akhirnya pertarungan itu berakhir seri."
"Kehidupan SD yang penuh kekerasan, ya."
Apa yang kulakukan waktu SD, sih? Aku bahkan tidak ingat.
"Benar, dulu kita sering berkelahi. Tapi saat itu aku bertanya. Aku sangat penasaran. 'Kenapa kamu selalu melindungiku?' Kamu ingat jawabannya?"
"Apa ya ...."
"Kamu bilang begini, 'Karena Miyu adalah sahabat berhargaku.'"
Miyu menatapku lekat. Masih dengan senyum yang terlihat sedih namun juga penuh nostalgia. Aku tak ingat pernah mengatakan hal seperti itu. Mungkin karena bagi diriku yang masih SD, itu bukanlah hal yang istimewa. Bagiku, Miyu yang menjadi sahabat adalah hal wajar. Aku hanya mengatakan sesuatu yang sudah sewajarnya. Karena itu aku tak mengingatnya. Tentu saja, sekarang pun Miyu adalah sahabatku.
"Saat itu aku memutuskan. 'Ah, aku akan selalu mengikuti Ai selamanya. Apa pun yang terjadi di masa depan.'"
Mata Miyu sedikit berkaca-kaca saat mengatakannya dengan tegas.
"Kamu sangat jago berenang, selalu ada di pihakku .... Benar-benar bisa diandalkan."
Aku merasa bersalah. Padahal aku adalah sosok yang bisa diandalkan Miyu, tapi setelah kecelakaan itu, aku berubah menjadi orang yang sama sekali berbeda.
"Maafkan aku ...."
Aku berucap dengan suara lirih. Miyu segera menggelengkan kepalanya.
"Justru karena hal itu terjadi. Menurutku kamu luar biasa, Ai. Bagi orang yang tidak terlalu mengenalmu, kamu terlihat bisa mengatasi kesedihan dan menjalani hidup seperti biasa."
Bagi orang yang tidak terlalu mengenalku ....
Artinya, di mata Miyu yang sangat mengenalku, aku sama sekali tak terlihat normal.
"Akhir-akhir ini raut wajahmu terlihat lebih bersemangat. Mungkin kamu akan membantah, tapi kurasa ini karena Mizuno-kun. Dan tadi, saat kau bilang 'Aku akan ikut', ekspresimu ... sama persis dengan dirimu yang dulu. Aku merasa kamu begitu bisa diandalkan. Ah, rindu banget saat-saat itu ...."
Suaranya bergetar di akhir kalimat. Miyu menyeka air mata yang mulai mengalir dengan tangannya. Aku tak kuasa menahan diri dan memeluknya erat.
"Maafkan aku ... membuatmu menunggu sangat lama. Terima kasih sudah tetap di sisiku meski aku menjadi selemah ini."
"Aku yang harus minta maaf .... Aku tidak bisa berbuat apa-apa, tidak bisa berkata apa-apa .... Tidak seperti Mizuno-kun, aku tidak bisa mengubahmu."
Aku menggelengkan kepala. Sangat banyak aku diselamatkan oleh Miyu yang tetap ceria dan memperlakukanku seperti biasa. Pasti akan lebih senang jika dia berteman dengan orang lain daripada bersamaku yang dipenuhi kegelapan yang merepotkan. Tapi, Miyu selalu ada di sampingku, bercanda ringan seperti "Kapan ya kau dapat pacar?" dan tertawa bersamaku.
"Hari ini aku akan berjuang. Ayo pergi sekarang. Waktu latihan kita akan habis."
"Ya ...."
Aku mengajak Miyu yang masih terisak keluar dari ruang ganti. Setelah mengusap matanya sejenak, Miyu mengikutiku dengan ekspresi biasa seolah tak terjadi apa-apa.
Memang benar, berenang untuk pertama kalinya setelah enam tahun tidak semudah yang kubayangkan. Waktu latihan yang diberikan sebelum lomba sangat singkat, kami hanya sempat melakukan dua kali latihan estafet penuh.
"Seperti yang kuduga, aku lebih lambat dibanding Sakashita-san."
Total waktuku sekitar tiga detik lebih lambat dibanding saat dia berenang.
"Eh, tapi bukankah ini hebat bisa berenang secepat ini tanpa persiapan?!"
"Gaya berenangmu juga sangat indah."
"Yoshizaki-san, apa dulu kau pernah ikut klub renang?"
"Eh ... haha."
Semua orang selain Mikami-san dan Miyu yang tahu situasiku memuji-mujiku, tapi aku hanya tertawa hambar untuk mengelak.
"Wajar saja kalau tidak secepat itu. Bisa berenang sebaik ini saja sudah luar biasa mengingat kau baru bergabung mendadak."
"Ya ...."
Aku berbincang dengan Mizuno-kun di dalam kolam. Peserta lain sudah naik ke tepi kolam dan tampak sedang berdiskusi. Teman-teman sekelas dari kelas 2-2 memperhatikan kami. Karena sebentar lagi lomba dimulai, teman-teman yang bukan peserta pun sudah berkumpul di pinggir kolam untuk memberi dukungan. Dari arah mereka, terdengar sayup-sayup percakapan.
"Eh, jadi Yoshizaki-san yang menggantikan Sakashita-san berenang?"
"Hee, bukannya dia alergi klorin dan selalu absen pelajaran renang?"
"Jangan-jangan alerginya cuma alasan bohong biar bisa bolos kelas renang? Karena Sakashita-san cedera, dia jadi merasa tidak enak dan akhirnya ikut?"
Itu suara Kato-san dan teman-temannya.
Yah, memang benar alergi klorin itu bohong dan tidak salah juga kalau dibilang itu cuma alasan untuk bolos. Aku sedikit terganggu, tapi pura-pura tidak mendengar. Sepertinya Mizuno-kun yang ada di sampingku juga mendengarnya. Dia mengerutkan dahi.
"Padahal kamu sudah bersedia ikut, tapi mereka malah bicara begitu .... Aku akan bicara pada mereka sebentar."
Dia berkata demikian dan hendak keluar dari kolam dengan wajah marah. Aku baru saja akan mencegahnya, tapi di saat itu ... Mikami-san sudah lebih dulu naik ke tepi kolam dan menghampiri Kato-san dan teman-temannya. Lalu ....
"Kalian ...."
"Eh?"
"Jangan bicara sembarangan tanpa tahu situasinya."
Dia berkata dengan nada mengintimidasi sambil memelototi Kato-san dan yang lain. Aku terkejut dengan tindakan tak terduga Mikami-san. Bukannya Mikami-san juga awalnya meragukan alergiku dan bahkan sepertinya dia punya dendam pribadi padaku? Tapi kenapa dia malah membelaku?
"M-maaf."
Kato-san dan teman-temannya tampak ciut nyali menghadapi aura Mikami-san dan memasang ekspresi menyesal. Tanpa berkata apa-apa lagi, Mikami-san mengalihkan pandangannya dan berjalan mendekatiku. Lalu ....
"Yoshizaki-san, mohon bantuannya hari ini ... Aku mau keluar sebentar cari udara segar sebelum lomba dimulai."
Dia bergumam tanpa menatap mataku, lalu berjalan cepat ke arah pintu keluar kolam renang. Entah kenapa aku mengikutinya keluar, tapi dia terus berjalan cepat ke belakang gedung kolam renang. Mikami-san .... Padahal seharusnya dia sangat tidak suka aku ikut berenang. Apa ini artinya dia sudah mengakuiku sebagai anggota tim?
"Padahal aku yang ingin memarahi mereka. Mikami-san sudah duluan."
Terdengar suara Mizuno-kun dari belakangku, bernada setengah bercanda. Rupanya dia diam-diam mengikutiku.
"Eeh, justru bagus Mikami-san yang bicara. Kalau Mizuno-kun yang bicara, malah bisa jadi lebih rumit."
"Rumit? Kenapa?"
"Kalau cowok keren seperti Mizuno-kun membelaku, aku bisa kena damprat cewek-cewek yang cemburu. Dasar tidak peka."
Aku tertawa geli sambil berkata seperti itu. Entah kenapa wajah Mizuno-kun memerah.
"Lagi-lagi .... Jangan bilang aku keren dengan gamblang begitu. Itu curang."
"Curang ...?"
Apanya yang curang? Bukannya 'keren' itu pujian? Aku memiringkan kepala tak mengerti.
Mizuno-kun berdehem sekali sebelum melanjutkan. "Ah, sudahlah. Kalau kau tidak mengerti, ya, sudah."
"Hm?"
"Ngomong-ngomong, bagaimana kalau kita cek lagi peraturannya, siapa tahu ada cara agar kau bisa berenang lebih cepat?"
"Peraturan?"
"Ya. Dalam peraturan, urutan berenang bebas, ‘kan? Bagaimana kalau kita ubah itu?"
"Hmm ... tapi menurutku urutan sekarang sudah yang terbaik."
Kebanyakan kelas mengatur agar siswa laki-laki dan perempuan berenang bergantian, dengan perenang tercepat sebagai penutup. Kelas kami juga begitu, dengan aku sebagai perenang kelima. Perenang keenam alias penutup adalah Mizuno-kun yang punya catatan waktu terbaik. Mizuno-kun memang paling cocok jadi penutup dan aku rasa mengubah urutan yang lain pun tidak akan berpengaruh banyak pada waktu total.
"Oh, begitu. Kalau begitu, sisanya ... ada aturan bahwa gaya berenang bebas. Bagaimana menurutmu soal itu?"
"Hmm ...."
Aku memutar otak merenungkan perkataan Mizuno. Meskipun begitu, gaya renang yang paling cepat bagi hampir semua orang adalah gaya crawl. Tentu saja, semua anak di kelas kami berenang dengan gaya crawl dan aku belum pernah melihat siswa dari kelas lain berenang dengan gaya selain itu. Ini hal yang tak perlu dipikirkan lagi. Kondisi saat ini sudah yang terbaik. Sementara aku berpikir apakah ada celah untuk mempercepat waktu lebih jauh ....
"Selanjutnya adalah estafet renang kelas dua!"
Suara pengumuman dari pengeras suara di kolam renang dalam ruangan terdengar sampai ke luar. Tanpa sempat menemukan solusi, akhirnya pertandingan estafet renang yang sesungguhnya akan dimulai. Aku dan Mizuno bergegas kembali ke dalam kolam renang indoor.
Aku tiba di depan balok start bersama Miyu dan Mikami-san yang berenang di urutan ganjil. Dari kejauhan terlihat anggota tim laki-laki yang berenang di urutan genap berada di sisi kolam yang berlawanan.
"A-aku akan berjuang!" ujar Miyu, wajahnya sedikit tegang. Sambil memakai kacamata renangnya dan naik ke atas balok start.
"Kamu pasti bisa, Miyu. Kamu sudah latihan segiat itu," aku menyemangati punggung Miyu yang membelakangiku. Tiba-tiba...
"Benar sekali. Kau sudah jauh lebih cepat dibanding saat pertama, percaya diri saja," Mikami-san langsung menimpali perkataanku.
Mikami-san yang mendukung Miyu .... Yah, wajar saja mereka akrab setelah berlatih bersama untuk kompetisi ini. Tapi tadi dia membelaku, dan sekarang dia mendukung Miyu selaras dengan kata-kataku. Entah kenapa, aku merasa senang.
"Kau benar! Oke, ayo kita lakukan!"
Tepat setelah itu petugas membunyikan pistol start, dan akhirnya estafet renang kelas dua pun dimulai.
Seperti yang aku dan Mikami-san duga, Miyu tampil hebat. Ia menampilkan kemampuan sesuai latihannya dan saat memberikan estafet ke Naito-kun sebagai perenang kedua, tim kami berada di posisi ketiga dari delapan kelas. Perenang kedua Naito-kun dan perenang ketiga Mikami-san juga menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Saat estafet diberikan ke Nitta-kun sebagai perenang keempat, kelas kami memimpin.
Nitta-kun seharusnya bisa mempertahankan posisi pertama sampai giliranku. Bahkan mungkin dia bisa memperlebar jarak. Tapi dengan kemampuan berenangku saat ini, kemungkinan besar aku akan disalip. Saat ini jarak dengan kelas lain tidak terlalu jauh dan dalam estafet yang hanya berenang 25 meter per orang, sekeras apa pun Nitta-kun berusaha, dia tidak bisa membuat jarak terlalu lebar.
Meski dipenuhi kekhawatiran seperti itu, entah kenapa aku merasa tenang begitu naik ke atas balok start. Perasaan nostalgia ini .... Dulu saat aku sangat suka berenang, aku selalu berdebar-debar saat berdiri di sini. Ayo berenang. Ayo menang. Dulu aku hidup untuk berenang secepat mungkin dan itu membuatku sangat senang.
Ya. Lalu aku akan melompat ke kolam dengan perasaan yang meluap-luap dan mempertahankan semangat itu sampai akhir. Mengayuh air membentuk huruf S dengan kedua tangan, melakukan tendangan dolphin yang luwes ,...
Tendangan dolphin ...?
Aku tersentak, teringat perkataan Mizuno tadi.
"Ada aturan bahwa gaya berenang bebas, ‘kan?"
Benar juga. Kenapa bisa lupa? Gaya renang yang paling aku kuasai. Nomor yang membuatku meraih juara dua nasional tepat sebelum kecelakaan itu. Bukan gaya crawl.
Nitta-kun, perenang keempat, mendekatiku dengan penuh semangat. Aku melirik sekilas sosok Mizuno-kun yang bersiap di sisi kolam yang berlawanan.
Aku akan mencobanya, Mizuno-kun.
Begitu Nitta-kun menyentuh dinding kolam, aku langsung melompat ke dalam air. Tanpa ragu, aku mulai berenang dengan gaya kupu-kupu.
Saat mengambil nafas, aku seperti mendengar seruan kaget "Gaya kupu-kupu?!" dari pinggir kolam. Betapa mulusnya aku berenang. Seolah-olah jeda enam tahun yang kurasakan saat berenang gaya crawl tadi hanyalah kebohongan belaka. Tubuhku, jiwaku, masih mengingat gaya kupu-kupu.
Aku berenang seakan menyatu dengan air, seolah air menjadi sekutuku dan menyelesaikan jarak 25 meter. Lalu, Mizuno-kun langsung melompat di atasku. Aku tetap di dalam kolam, mengatur nafasku yang memburu. Tentu saja, berenang gaya kupu-kupu sekuat tenaga setelah enam tahun membuatku terengah-engah. Aku bahkan tak punya tenaga untuk segera naik ke pinggir kolam.
Apa aku berenang dengan baik? Apa aku berhasil memberikan estafet ke Mizuno-kun di posisi pertama? Saat aku memikirkan hal itu, terdengar sorak-sorai dari sisi kolam yang berlawanan. Sepertinya kelas yang berada di posisi pertama telah mencapai garis finish.
Akhirnya nafasku mulai teratur, dan aku pun berhasil naik ke pinggir kolam.
Tiba-tiba ....
"Juara pertama adalah kelas 2-2! Kecepatan yang luar biasa!"
Suara petugas pengumuman bergema. Juara pertama kelas 2-2? Kelas kami?
Kami ... menang?
Kelelahan setelah berenang sekuat tenaga bercampur dengan perasaan tak percaya bahwa menjadi juara, membuatku terpaku di pinggir kolam. Lalu ....
"Yoshizaki-san! Keren banget!"
Mizuno-kun berlari menghampiriku dari sisi kolam yang berlawanan.
"Keren! Gaya kupu-kupu! Keren sekali! Mungkin kamu bahkan lebih cepat dariku!"
"Ah ... itu tidak mungkin ...."
Masih belum percaya bahwa kami menjadi juara di antara kelas dua, aku menjawab dengan perasaan aneh yang tenang. Kemudian, perenang lain dan teman-teman sekelas berlari mendekatiku dan aku pun dikerumuni.
"Yoshizaki-san luar biasa!"
"Gaya kupu-kupumu tak terkalahkan!"
"Siapa sangka kelas kita punya senjata rahasia seperti ini!"
"Sungguh memukau!"
"Berenangmu sangat mengesankan!"
"Ah ... haha. Terima kasih," aku tertawa canggung, dipuji habis-habisan oleh Sakashita-san, Nitta-kun, Naito-kun, bahkan oleh orang-orang yang jarang kuajak bicara.
Agak jauh dari situ, Miyu memperhatikan pemandangan ini dan ketika mata kami bertemu, dia tersenyum penuh arti dan mengedipkan mata.
Aku tahu kamu bisa melakukannya, Ai. Perasaan Miyu seolah tersampaikan padaku.
Lalu, Kato-san perlahan mendekatiku dengan gugup dan menatapku.
"Y-Yoshizaki-san ...."
"Ya?"
"Maaf sudah mengatakan hal aneh tadi. Sungguh maafkan aku ...."
Dia meminta maaf dengan sangat menyesal. Aku sebenarnya tidak terlalu memikirkannya, lagi pula alergi itu memang bohong, jadi aku tertawa ringan.
"Tidak apa-apa, sungguh. Aku tidak keberatan."
"Syukurlah! Ngomong-ngomong, Yoshizaki-san, tadi itu keren sekali!"
Kato-san memuji dengan mata berbinar-binar.
Meski sebelumnya aku tidak terlalu memiliki kesan baik padanya, aku merasa senang dengan tulus. Pasti Kato-san juga bukan orang jahat.
"Wah, gaya kupu-kupu tadi benar-benar legendaris, ya!"
"Sementara yang lain berenang gaya crawl, kau tampil begitu menawan dan keren!"
"Anak-anak dari kelas lain juga terkejut, ya!"
Untuk beberapa saat, aku dipuji-puji oleh teman-teman sekelasku, tersenyum malu-malu sambil mendengarkan percakapan mereka. Di sela-sela kerumunan itu, sesekali aku bisa melihat sosok Mizuno-kun yang berdiri agak jauh. Mizuno-kun memandangiku sambil tersenyum. Dengan puas ... tidak. Entah kenapa senyuman itu terlihat sangat percaya diri. Seolah-olah mengatakan bahwa semuanya berjalan sesuai rencananya.
"Ada aturan bahwa gaya berenang bebas, kan?"
Kata-kata Mizuno-kun tepat sebelum pertandingan terngiang di telingaku. Sekarang kupikir-pikir, seolah-olah dia menyuruhku berenang dengan gaya lain, seolah-olah dia tahu aku akan lebih cepat dengan cara itu. Apa Mizuno-kun tahu aku ahli dalam gaya kupu-kupu? Sejenak aku berpikir begitu, tapi tidak mungkin. Sampai kami sekelas di tahun kedua, kami bahkan tidak mengenal wajah atau nama satu sama lain.
Setelah estafet kelas tiga selesai, hasilnya diumumkan. Kelas kami 2-2 meraih peringkat kedua se-sekolah, menjadi runner-up. Ngomong-ngomong, kelas yang menjadi juara bukanlah kelas siswi kelas tiga yang diduga memasang jebakan itu. Kelas mereka kalah tipis dari kami dan finis di posisi ketiga.
Jujur saja, aku merasa puas—tapi ini rahasia. Yah, mungkin semua orang juga merasakan hal yang sama. Meski kami gagal meraih juara pertama, gelar runner-up .yang kami raih bersama-sama terasa sangat membahagiakan.
Previous Chapter | ToC |
Post a Comment