Penerjemah: Rion
Proffreader: Rion
Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.
Jangan lupa juga join ke DC, IG, WhatsApp yang menerjemahkan light novel ini, linknya ada di ToC ini.
Chapter 6 - Sorano Kouko
Pintu besar gereja terbuka, dan Koharu-chan yang mengenakan gaun pengantin membungkuk bersama ayahnya.
Di tengah suara megah organ pipa, mereka mulai berjalan perlahan di atas virgin road yang berwarna merah menyala. Koharu-chan dalam gaun pengantin tampak seperti malaikat yang mengenakan jubah dari surga.
Setelah aku bercerai, Kakeru mulai tersenyum palsu.
Dia selalu memperhatikan ekspresi wajah orang lain, menjaga jarak, dan berusaha tidak menunjukkan perasaannya.
Dia telah berubah menjadi anak yang seperti itu.
Tentu saja, sebagai orang tua, hatiku terasa sakit. Aku menyalahkan diri sendiri. Aku berusaha bersikap terbuka dan berinteraksi dengan Kakeru, tetapi dia tidak pernah membuka hatinya.
Ketika Kakeru mengatakan ingin melanjutkan kuliah di Tokyo, aku, sebagai orang tua, tidak bisa memahami maksud sebenarnya.
Mungkin dia hanya ingin keluar dari kota ini.
Aku hanya bisa mengerti itu, dan rasanya sangat menyedihkan. Ketika dia bilang, 'Aku tidak akan menjadi beban bagi Ibu,' itu semakin membuatku merasa tertekan.
Pada hari keberangkatannya, dalam mobil menuju Bandara Kitakyushu, kami berbicara tentang masa depan. Kakeru berkata, 'Mungkin aku akan bekerja di Tokyo.'
Aku merasa dia benar-benar akan menjauh dariku.
Rasa kesepian itu melampaui segalanya, dan akhirnya aku berpikir, Kakeru sudah dewasa, biarkan dia bebas melakukan apapun yang dia inginkan.
Saat melambaikan tangan kepada Kakeru yang melewati gerbang keberangkatan, aku merasa seolah itu adalah perpisahan selamanya.
Sebagai orang tua, aku merasa banyak hal yang belum bisa kuberikan padanya, dan itu menyakitkan. Kupikir, setidaknya aku ingin memastikan dia tidak kesulitan secara finansial.
Aku merasa bahwa hanya itu yang bisa saya lakukan.
Suatu hari, Kakeru mulai meneleponku untuk berkonsultasi. Dari informasi yang tidak jelas darinya, aku menghubungkan potongan-potongan informasi dan menyadari bahwa dia tampaknya menyukai seorang gadis yang sedang sakit.
Dia tidak hanya ingin bercerita kepada ibunya, tetapi juga merasa tidak bisa menangani sendiri dan ingin mendapatkan saran dari orang dewasa yang berpengalaman.
Aku sangat senang menerima panggilan dari Kakeru setelah sekian lama.
Beberapa waktu kemudian, Kakeru memberi tahu bahwa dia sudah memiliki pacar. Ternyata, dia berhasil berkencan dengan gadis yang sebelumnya dia konsultasikan.
Aku terkejut bahwa dia melaporkan hal ini kepadaku.
Bersamaan dengan kabar itu, Kakeru mengatakan bahwa pacarnya adalah seorang yang tidak bisa melihat.
Aku rasa, dia ingin aku mengakui hubungan itu.
Sejak awal mereka berpacaran, aku merasa Kakeru sangat serius ketika dia memberi tahuku tentang pacarnya. Jujur saja, saat pertama kali mendengar 'pacar yang tidak bisa melihat,' aku terkejut.
Di depan anakku, aku berusaha bersikap tegas, tetapi di dalam hati, aku merasa cemas.
Apakah dia baik-baik saja? Kenapa bisa begitu? Apakah tidak ada pilihan untuk berkencan dengan orang biasa?
Meskipun tidak mengenal pacarnya, aku tidak bisa menahan pikiran-pikiran yang tidak sopan itu.
Namun, setelah Kakeru mulai berpacaran, dia jelas berubah.
Frekuensi mendengar suaranya yang suram di telepon semakin berkurang. Dia mulai tertawa dan berbicara tentang dirinya sendiri.
Kakeru telah diubah oleh gadis bernama Koharu.
Aku ingin bertemu dengannya.
Siapa dia? Ketika aku mulai berpikir ingin bertemu, rasa ketidakpedulian tentang kebutaan itu menghilang.
Koharu seperti apa, ya? Jika Kakeru menikah, aku ingin dia bersama seseorang yang bisa membuatnya merasa nyaman. Itu adalah yang terpenting bagiku.
Ketika Kakeru membawa Kohatu ke Shimonoseki, aku merasa, 'Ah, Kakeru sudah bertemu dengan seseorang yang sangat luar biasa.'
Dari lubuk hati yang terdalam, aki benar-benar merasakannya.
Aki berpikir bahwa Koharu pasti telah mengalami banyak kesulitan. Karena semua perjuangan itu, dia menjadi orang yang peka dan selalu tersenyum.
Seperti berlian yang berusaha bersinar dalam lingkungan yang sulit, senyuman Koharu terasa sangat mulia.
Aku merasa demikian. Aku yakin jika itu dengan Koharu, Kakeru pasti bisa membangun keluarga yang bahagia.
Aku merasa aman dengan orang ini.
Perasaan lega itu memenuhi hatiku. Ketika Kakeru membawa Koharu ke Shimonoseki, dia berkonsultasi tentang keinginannya untuk menikahi Koharu.
Aku langsung mendukung Kakeru.
Aku percaya, dengan Koharu, aku bisa mempercayakan hal terpenting dalam hidupku.
Pada saat yang sama, aku juga berpikir tentang apa yang bisa kulakukan. Saat itu, aku teringat akan berlian yang pernah kuterima dari ibu mertua.
"Apa kamu sudah membeli cincin pertunangan?"
Saat aku bertanya begitu, Kakeru menjawab bahwa dia sudah membelinya. Dia bekerja paruh waktu dan menyiapkan cincin fashion dari merek tertentu yang dihiasi beberapa berlian kecil.
"Karena Koharu tidak bisa melihat, sebenarnya aku ingin menyiapkan cincin dengan berlian besar yang bisa dirasakan dengan sentuhan," katanya.
"Tapi, ya, aku akan bekerja keras dan memberikannya lagi saat ulang tahun pernikahan kita yang ke-10."
Dia tertawa saat berkata demikian. Jika Kakeru masih seperti dulu, sebelum masuk universitas, dia pasti tidak akan menceritakan hal seperti ini kepadaku. Dia mungkin akan memikirkan semuanya sendirian dan menyerah begitu saja.
Memikirkan hal itu, aku menyadari bahwa pertemuan Kakeru dengan Koharu adalah sesuatu yang sangat berharga baginya.
"Dasar bodoh. Kenapa tidak konsultasi padaku?"
Aku mengatakan hal semacam itu.
Aku mengeluarkan sesuatu dari dalam lemari dan memperlihatkannya kepada Kakeru.
"Kalung?"
"Ini adalah hadiah pernikahan dari ibu mertua yang sudah meninggal, kalau bagi Kakeru, dia adalah nenekmu."
"Jadi, ibu menyimpan ini? Tidak ada yang meminta untuk mengembalikannya?"
"Karena aku akrab dengannya tahu~ dia bilang, 'Kamu simpan saja.'"
Aku ingat betapa sedihnya ibu mertua saat perceraian. Dengan air mata, dia memintaku untuk menjaga Kakeru dengan baik.
"Kalung ini, berlian yang sangat besar, ya?"
Kakeru berkata saat melihat berlian di kalung itu di bawah cahaya.
"Aku memberikannya padamu."
"Hah? Kenapa tiba-tiba?"
"Aku ingin kamu mengambil berlian ini, mengubahnya menjadi cincin, dan memberikannya kepada Koharu."
"Apa itu baik-baik saja?"
"Tentu saja. Aku juga ingin mempercayakan sesuatu yang kedua terpenting padanya."
"Apa yang pertama?" Kakeru bertanya.
Jujur, aku tidak memberitahunya rahasia itu...
Ngomong-ngomong, saat ibu mertua memintaku untuk menjaga Kakeru, aku sebenarnya sudah berpikir untuk memberikan kalung ini kepada istri Kakeru.
Ketika Kakeru menyebutkan ingin memberikan berlian yang bisa dirasakan dengan sentuhan, dan aku merasakan perhatian tulusnya terhadap Koharu, tiba-tiba kalung itu melintas di benakku.
Setelah itu, Kakeru memberitahuku bahwa dia telah mengubah kalung menjadi cincin dan melamar Koharu.
"Koharu sangat senang," kata Kakeru dengan suara gembira, dan hatiku pun dipenuhi kebahagiaan.
Di depan kaca patri, pendeta mengucapkan kata-kata janji.
Dia bertanya kepada Koharu, "Apa kamu bersedia mencintai, menghormati, dan mengasihi, baik dalam keadaan sakit maupun sehat, kaya maupun miskin, sebagai seorang istri?"
Sebagai seseorang yang pernah menjadi seorang istri, itu adalah janji yang tidak bisa kulakukan.
Dengan suara ceria dan bersemangat, Koharu-chan menjawab, "Ya, tentu saja!"
Kemudian pendeta bertanya kepada Kakeru, dan dia menjawab, "Ya. Saya berjanji."
"Selanjutnya, mari kita tukar cincin," kata pendeta.
Saat pertukaran cincin di jari manis mereka, Koharu mengatakan, "Saya ingin cincin itu."
Cincin tersebut memiliki berlian besar yang bersinar, bahkan dari sini aku bisa melihat kilauannya.
Aku berharap masa depan mereka akan bersinar, dan hidup mereka akan menjadi sesuatu yang indah sehingga dapat terlihat dari jauh. Dengan begitu, aku merasa bisa tenang tinggal di Shimonoseki.
Memikirkan hal itu membuat hatiku hangat.
Cincin berlian itu melingkari jari manis Koharu. Koharu tersenyum, dan Kakeru juga tersenyum. Senyum Kakeru terlihat bukan lagi senyum palsu yang dulu, melainkan senyum yang tulus dari hati.
Melihat senyuman itu, aku tak bisa menahannya lagi, dan air mata pun mengalir tanpa henti.
Post a Comment