Penerjemah: Sena
Proffreader: Sena
Prolog: Master yang Bisa Diandalkan
“Krai-san, surat ucapan terima kasih dari keluarga Gladys sudah tiba...”
“Hmm... Oh, letakkan saja di sana.”
“...Tolong pastikan untuk membukanya nanti, ya?”
Sudah seminggu berlalu sejak lelang Zebrudia yang penuh kejutan dan kekacauan berakhir. Saat aku menikmati hari-hari damai di ruangan Master Klan, Eva datang membawa surat dengan sampul mewah. Melirik stempel lilin beremblem keluarga Gladys di surat itu, aku segera mengalihkan pandangan.
Baru beberapa hari lalu aku mengalami konflik dengan Nona Eclair Gladys, putri keluarga Gladys. Pada akhirnya, perebutan artefak itu berakhir damai, berkat kekuatan ikatan antara aku dan Ark, dengan aku sebagai pemenangnya. Hubunganku dengan Nona Eclair dan bahkan dengan Earl Gladys tetap terjaga tanpa memburuk secara tidak perlu.
Bagiku, hasil ini sudah cukup sempurna. Tapi, mengapa harus ada lanjutannya lagi? Tidak seperti para pemburu, para bangsawan dan pedagang selalu ingin mengirim surat untuk hal-hal seperti ini. Aku mendesah pelan, merasa seperti tokoh dalam cerita detektif keras.
Sejujurnya, aku tak merasa perlu menerima surat ucapan terima kasih. Bukankah mereka terlalu cepat mengirimnya? Kelelahan dari kekacauan sebelumnya masih belum hilang. Aku benar-benar ingin istirahat.
Di atas meja di ruang Master Klan, banyak surat yang masih belum kubuka. Jumlah surat yang kuterima terus bertambah seiring dengan naiknya levelku, hingga kini menjadi luar biasa banyak. Sejak aku menjadi Master Klan dan hampir tidak pernah meninggalkan ibukota kekaisaran, tren ini semakin terasa. Surat-surat itu terdiri dari permohonan bantuan, undangan, ucapan terima kasih, tantangan duel, bahkan lamaran kerja. Tidak ada satu pun yang membuatku senang atau bermanfaat, semuanya hanya menumpuk.
Aku tahu suatu saat harus membukanya, tapi entah kenapa tanganku selalu enggan bergerak. Aku tipe orang yang suka menunda-nunda hal yang tidak kusukai. Bahkan, karena aku terlalu lama mengabaikan surat-surat itu, Eva mulai membukanya dan bahkan membalasnya atas namaku.
Namun, karena ini membuat reputasi kami membaik, mungkin pendekatanku tidak sepenuhnya salah.
“Bagaimanapun juga, aku sibuk, kan…”
“...Surat untuk klan atau kelompok mungkin tidak masalah jika aku yang membukanya, tapi bagaimana dengan surat pribadi? Bisa saja ada informasi rahasia di dalamnya…”
Tidak ada, kok. Aku tidak pernah menyembunyikan apa pun dari Eva. Kau pasti tahu itu dari caraku bertindak sehari-hari, kan? Kalau ada satu hal yang bisa disebut sebagai kelebihanku, itu adalah aku tidak menyimpan rahasia apa pun. Bahkan, aku telah mempercayakan stempel persetujuan Master Klan kepadanya.
Eva hanya mendesah pelan melihat aku mengangkat bahu, lalu memandang tumpukan surat yang telah disaring dengan cermat namun tetap saja menumpuk. Dengan nada bicara lebih cepat dari biasanya, ia berkata:
“Nampaknya Nona Eclair sangat menyukai kue yang Anda kirimkan...”
“! Tentu saja.”
“...”
Oh, ternyata aku memiliki satu kelebihan lagi. Dengan penuh percaya diri, aku mengangguk besar menanggapi kata-kata Eva.
Bukan bermaksud sombong, tapi aku tahu segala tempat manisan di ibu kota ini. Dari kafe hingga toko kue, aku sudah mengunjungi semuanya satu per satu. Hanya toko di distrik dekaden yang pernah disebut Eva yang belum kukunjungi. Kue yang kusediakan untuk menjamu Ark adalah salah satu yang terbaik dan menjadi rekomendasiku.
Itu adalah produk terbaru dari toko kue yang pernah kukunjungi pertama kali saat aku tiba di ibu kota. Dulu, karena lokasinya terpencil, toko itu sepi, tapi sekarang selalu dipenuhi antrean panjang, dan kuenya sulit didapat. Layanan pelanggan serta rasa kuenya layak mendapat tiga bintang. Aku bahkan sudah akrab dengan pemiliknya.
Jika ditanya soal toko senjata, dojo, atau tempat informasi, aku mungkin akan bingung menjawab. Tapi untuk toko manisan, aku bisa memberi banyak rekomendasi.
Nona Eclair mungkin seorang bangsawan, tapi manisan bukanlah soal menggunakan bahan-bahan mahal semata. Namun, aku tak menyangka pilihanku akan memikat lidah seorang putri bangsawan. Rasanya seperti akhirnya mendapat pengakuan atas kemampuanku setelah sekian lama.
Saat menyadari Eva memperhatikanku, aku pura-pura terbatuk untuk menutupi rasa puas diriku.
“Yah, meski aku tidak terlalu suka makanan manis, aku tahu segalanya tentang kota ini. Keren, kan?”
“...Tentu saja.”
Hmm, sepertinya aku menemukan teman baru yang juga pencinta kue. Awalnya, aku pikir dia hanya seorang bangsawan yang merepotkan, tapi lidahnya ternyata luar biasa. Meski aku tak bisa menjadikannya pengganti Tino, aku ingin dia merekomendasikan toko-toko bangsawan lainnya.
...Tapi, itu urusan lain.
Aku memutuskan untuk segera mengurus semua surat di mejaku.
“Eva, tolong balas surat-surat itu dengan jawaban sopan, tapi tolak semua permintaan dan undangan. Aku sibuk, kan?”
Eva menatapku dengan pandangan dingin.
Sibuk... memang alasan yang sangat berguna. Meskipun aku merasa bersalah mengembalikan surat tanpa membukanya, membaca surat membuatku mengantuk. Lagipula, surat dari orang-orang berkuasa atau pedagang sering kali penuh dengan bahasa kaku dan ungkapan berbelit-belit yang sulit kupahami. Menyerahkan semuanya pada Eva adalah pilihan terbaik untuk menghindari masalah.
Aku tidak mau terlibat dalam perebutan kekuasaan yang merepotkan atau menghadapi pedagang yang licik.
...Mungkin, aku harus menyerahkan semua surat kepada Eva tanpa memeriksanya? Tapi, itu sepertinya tidak mungkin.
Barang itu adalah hasil kerja sama antara aku dan Eva.
Sebenarnya, puzzle itu dirancang untuk dilukis setelah selesai disusun, tetapi aku terlalu malas untuk melangkah sejauh itu.
“Oh, benar juga. Aku juga harus mulai melukisnya... Hmm, tapi dari mana aku harus memulai? Ini tantangan yang sulit.”
Aku menatap puzzle putih itu dengan serius. Aku tidak punya bakat seni, dan imajinasiku juga sangat terbatas. Selain itu, aku harus membeli alat lukis terlebih dahulu. Semakin aku memandang puzzle putih itu, semakin aku ingin memarahi diriku di masa lalu yang membelinya.
Saat aku mengernyitkan alis dan memiringkan kepala, Eva, seolah mencoba mengalihkan pembicaraan, berkata:
“Ngomong-ngomong, Krai-san, kue yang Anda berikan kepada Ark-san masih tersisa, lho.”
“Eh? Oh, aku lupa. Berapa potong yang tersisa?”
“Dua potong. Aku menyimpannya di kulkas.”
Puzzle itu bisa ditunda lagi... Lagipula, tidak ada yang akan mempermasalahkan jika aku tidak melukisnya sekarang.
Pikiranku langsung teralih pada kue. Tapi, hanya dua potong? Jumlah yang aneh. Aku sudah menjamu Ark, Nona Eclair, dan aku juga mencicipi satu potong. Eva juga mendapatkan bagiannya. Jadi, dua potong tersisa.
Ini adalah produk baru dari musim gugur. Aku tidak tahu kapan bisa mendapatkannya lagi. Masalah ini serius.
Membaca surat-surat bisa menunggu. Lagipula, Liz dan Sitri tidak terlalu suka makanan manis. Kebanyakan pemburu tidak memiliki lidah yang peka terhadap rasa manis yang halus. Setelah berpikir keras dan berdebat dengan diriku sendiri, aku akhirnya menyerah seperti biasa.
“Untuk Tino. Pilihannya hanya Tino.”
“...Hanya Tino, ya?”
Aku adalah master yang baik hati, namun tetap keras kepala.
Tino adalah salah satu dari sedikit pemburu yang bisa menghargai manisan seperti kue. Bisa dibilang, kue ini tersisa hanya untuk dinikmati oleh Tino. Dua potong, sempurna untuk kami berdua. Tino akan senang, dan aku pun merasa lega karena bisa sedikit membalas rasa terima kasih kepada Liz dan Sitri yang selalu menanggung bebanku.
Hari ini, aku benar-benar merasa cerdas.
“Eva, maaf, bisa tolong dibungkuskan? Aku ingin membawanya ke rumah Tino.”
“Eh? Sekarang juga?”
Oh, Eva tidak mengerti urgensi ini. Kalau tidak segera dibawa, rasa kue itu bisa menurun, bukan?
“! Baik, saya mengerti. Tunggu sebentar.”
Menyadari kekesalanku, Eva buru-buru memperbaiki sikapnya.
Yah, tidak perlu sampai tergesa-gesa begitu… Eva memang sangat kompeten, tapi reaksinya selalu terlalu serius.
Karena harus keluar rumah, aku sebenarnya ingin membawa pengawal. Sayangnya, Liz tidak ada di sekitar saat dibutuhkan. Tapi, jarak ke rumah Tino tidak terlalu jauh, dan jalanan cukup ramai, jadi aku pikir ini aman.
Aku pun bersiap untuk keluar setelah sekian lama, dan dengan semangat tinggi, aku meninggalkan markas klan sambil diantar Eva.
Belakangan ini, aku sering menunjukkan sisi diriku yang memalukan. Kali ini, aku akan menunjukkan kepada mereka sosok master yang perhatian dan bisa diandalkan!
…
“Kau tahu, Tino? Merasa kesulitan itu artinya... kau sadar kemampuanmu belum cukup. Entah yang kurang itu pengalaman atau keterampilan, orang yang sudah melatih dirinya dengan baik tidak akan mudah merasa kesulitan!”
“Y-ya, Onee-sama... Tapi—”
TLN: pake onee-sama kemaren harusnya malah pake Onee-chan gomen gomen
“Tidak ada tapi-tapian! Berapa kali aku harus mengatakannya supaya kau mengerti?!”
Mata Liz Smart, yang tampak berapi-api, menatap Tino dari atas. Meskipun Liz lebih pendek dari Tino, setiap kali mereka bertemu, Tino selalu merasa ciut.
Lokasi mereka adalah ruang tamu rumah Tino. Liz duduk di kursi dengan postur santai, kakinya bersilang tinggi, seperti pemilik rumah yang sesungguhnya. Memang, rumah yang disewa Tino ini adalah salah satu tempat yang dijadikan basis oleh Liz saat ia berada di ibu kota kekaisaran. Itulah sebabnya, meskipun Tino tinggal sendirian, ada dua set tempat tidur, kursi, dan peralatan makan di rumah itu.
Sambil duduk dengan angkuh, Liz sedang mengutak-atik sebuah kotak harta berukuran telapak tangan yang terbuat dari perak. Ia menggunakan alat pembuka kunci seperti kawat untuk memasukkannya ke lubang kunci, dengan gerakan tangan yang sangat hati-hati.
Di atas meja, terdapat banyak kotak harta lainnya dengan berbagai bentuk dan kunci. Ini adalah alat latihan pembuka kunci yang biasa digunakan thief. Membuka kotak harta yang terkadang ditemukan di dalam Ruang Harta adalah tugas penting seorang thief. Satu kotak harta biasanya berisi beberapa barang berharga di dalamnya, dan bagi para pemburu, menemukan kotak tersebut dianggap sebagai keberuntungan besar.
Namun, cerita tentang seorang thief yang gagal membuka kotak harta dan akhirnya terpaksa membawa pulang kotaknya yang berat adalah bahan lelucon yang umum di kalangan pemburu. Bagi thief, hal itu sangat memalukan.
Untuk membuka kotak harta, seorang thief harus memiliki keterampilan untuk membuka berbagai jenis kunci yang mungkin muncul di Ruang Harta dari berbagai zaman dan tempat. Mulai dari memeriksa bentuk dan bahan kotak, mendeteksi jebakan, membuka kunci, hingga memutuskan apakah lebih baik menghancurkan kotaknya langsung—semuanya membutuhkan penilaian situasional yang matang. Oleh karena itu, dibandingkan dengan profesi tempur murni, thief sebenarnya memiliki lebih banyak hal yang harus dikuasai.
Liz, yang dikenal karena sikapnya yang berapi-api, juga sangat ahli dalam keterampilan ini. Teknik pembukaan kunci yang ia tunjukkan, yang diperoleh dari pengalaman panjang, benar-benar patut ditiru.
“Segala kesulitan itu bisa disebut ujian. Orang yang selalu lari dari kesulitan tidak akan pernah menjadi lebih dari pemburu lemah meskipun bertahun-tahun melakukannya. Seseorang hanya akan tumbuh saat berhasil melewati ujian besar! Kalau mau mengeluh, lakukan semua yang perlu dilakukan dulu, baru boleh ngomong!”
Liz melempar kotak harta di tangannya ke meja. Dengan tergesa-gesa, Tino menangkap kotak itu, yang ternyata terbuka tanpa suara di tangannya.
“Kau kesulitan sekarang karena kau sedang membayar harga untuk semua kemalasanmu di masa lalu. Bersihkan masalahmu sendiri!”
Tino menganggap kata-kata itu masuk akal. Latihan dari kakaknya memang keras, tetapi Tino tidak pernah mengeluh atau membenci itu karena ia tahu bahwa Liz juga menjalani pelatihan yang lebih berat untuk dirinya sendiri. Hanya saja, Liz tidak menunjukkan hal itu di depan orang lain. Menjadi pemburu tingkat tinggi bukanlah sesuatu yang bisa dicapai hanya dengan bakat semata.
Namun, Tino masih merasa perlu mengatakan sesuatu. Ia menatap kotak contoh yang ada di meja, lalu berkata dengan hati-hati:
“Tapi, Onee-sama... Greg itu bukan pedagang. Dia juga seorang pemburu...”
“Itu bukan urusanku! Bukankah Krai bilang, meskipun kau seorang pemburu, kau tidak boleh hanya mengasah kemampuan berburu saja!”
“...Begitu, ya...”
Tino menundukkan kepala, mengingat Greg yang masih terlihat kelelahan setelah beberapa hari sebelumnya menggantikannya membeli golem dalam lelang. Meskipun Tino tidak memiliki perasaan khusus terhadap Greg, melihat orang itu menderita akibat kesulitan yang seharusnya ia tanggung membuat hati Tino sakit.
Harga sepuluh miliar gil yang Greg bayar adalah yang tertinggi dalam lelang hari itu. Sayangnya, karena Greg hanyalah pemburu menengah biasa, ia sekarang menjadi sasaran berbagai masalah. Ada tawaran pinjaman dalam jumlah besar, orang-orang mencurigakan yang menguntitnya, hingga negosiasi dari pedagang lain dan perhatian dari bangsawan.
Meskipun masalah yang Greg hadapi berbeda dari “Ribuan Ujian” yang pernah dijalani Tino, bebannya tidak kalah berat, terutama secara mental. Namun, fakta bahwa Greg mampu menjaga rahasia tentang misi dan klien menunjukkan bahwa ia bukan pemburu sembarangan.
“Lagipula, Tino, kau tidak perlu memikirkan itu semua,”
kata Liz dengan nada tetap tinggi.
“Krai sudah memperhitungkan segalanya. Selama kau tidak melakukan apa-apa yang mencurigakan, semuanya akan baik-baik saja. Mengerti?”
“Y-ya, Onee-sama...”
Tino hanya bisa mengangguk pelan mendengar kata-kata itu.
Kakak Liz adalah seorang pencuri (thief) ulung sekaligus pemburu hadiah (bounty hunter) yang telah menjatuhkan banyak kelompok kriminal (red party) dan organisasi kejahatan ternama.
Tino juga kadang diajak dalam pelatihan, tetapi menangani kriminal manusia lebih merepotkan daripada melawan phantom atau monster. Meski kemampuan mereka lebih rendah, para penjahat memiliki kecerdikan dan niat jahat.
Mereka tidak peduli pada hukum, sementara pihak mereka tidak bisa melanggarnya. Para buronan yang diburu pemburu hadiah adalah orang-orang yang tidak mudah dihadapi.
Tino merasa kasihan pada Greg, tetapi jika sudah seperti itu, tidak ada yang bisa dia lakukan.
"Awalnya aku berpikir untuk menyuruh Krai melatihmu secara intens, Tino. Tapi melihat kejadian kali ini, kelihatannya ada 'peran' yang hanya bisa dilakukan oleh Tino yang lemah," ujar sang kakak dengan nada menggoda.
"Latihan dari Master..."
Latihan dari Master saja sudah membuat Tino setengah mati setiap kali. Dia tidak bisa membayangkan sejauh apa "latihan intens" yang dimaksud oleh Master.
Meski merasa malu karena kelemahannya terlihat, Tino merasa itu masih terlalu dini baginya. Bergabung dengan Duka Janggal hanyalah tujuan di masa depan, setelah dia memiliki kemampuan yang memadai.
Bahkan di Sarang Serigala Putih, Tino hampir mati, tetapi itu saja bukan dianggap ujian oleh Master. Jika demikian—
...masih terlalu awal. Itu terlalu dini untukku, Master. Aku masih cukup kewalahan dengan pelatihan dari Onee-sama saja.
Saat sedang merasa gentar hanya dengan memikirkannya, tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu.
Tino menoleh ke arah pintu masuk. Meski memiliki banyak kenalan, tidak banyak orang yang akan datang ke rumahnya. Ini karena gurunya yang mengerikan sering ada di rumah, dan suasana hatinya yang tidak menentu bisa memengaruhi cara dia memperlakukan tamu.
Setelah memastikan bahwa suasana hati gurunya hari ini tidak terlalu buruk, Tino membuka pintu.
Yang muncul adalah seorang lelaki tua berambut putih dengan ekspresi serius—pemilik toko artefak Magic Tale, Martis Kadle. Dia mengenakan celemek yang kotor dan membawa sebuah kotak kecil di lengannya.
Ketika melihat Tino, mata lelaki tua itu sedikit melunak. Setelah berdeham, dia berbicara dengan nada menyesal.
"Ah, jou-chan. Maaf tiba-tiba datang. Aku sudah selesai menganalisis artefak yang kamu minta. Tapi karena akhir-akhir ini sedang banyak kekacauan, aku pikir kamu mungkin sudah lupa. Aku bisa memberikannya langsung pada bocah itu, tapi ini kan barang yang kamu temukan, bukan?"
Tino membelalak. Dia memang benar-benar lupa. Waktu itu, perhatian Master sepenuhnya teralih ke topeng, dan Tino sibuk menangani itu.
Artefak itu sebenarnya sudah Tino persembahkan kepada Master, jadi benda itu bukan lagi miliknya. Namun, Martis mungkin berpikir Tino ingin menyerahkannya sendiri, jadi dia membawanya langsung ke sini.
Onee-sama mengerutkan dahi begitu melihat Martis.
"Oh, Martis ya. Bisa tidak berhenti mengincar Ti tanpa izin? Aku laporkan ke istrimu, lho? Kalau tidak mau, bawakan artefak kuat yang akan disukai Krai. Khusus untukmu, setiap satu artefak, aku pinjamkan Tino satu hari. Tapi kalau sampai dia terluka, aku bunuh."
"Anak kecil, kau di sini juga—siapa yang mau mengincar, dasar bodoh! Bocah-bocah itu semuanya kurang menghormati orang tua!" balas Martis, wajahnya memerah karena kesal.
Percakapan semacam ini sudah sering terjadi sebelumnya. Fakta bahwa ini hanya berakhir dengan adu mulut menunjukkan betapa lamanya hubungan mereka.
Ketika kotak itu dibuka, di dalamnya terdapat dokumen analisis dan gelang yang tampak familiar.
"Lho, kenapa ini dibawa ke Ti, bukan pada Krai? Takut sekali. Kalau begitu, aku laporkan ke cucumu ya? Namanya Seshii-chan, kan? Kalau tidak mau, bawakan artefak yang bagus untuk Krai."
"Di mana kau tahu nama itu—berisik! Artefak itu kan ditemukan oleh gadis kecil ini! Lagipula, barang yang diincar bocah itu jarang sekali masuk ke tokoku. Kalau kau pemburu, carilah sendiri!"
"Dulu kan lebih banyak barang bagus di tokomu. Apa aku salah kalau bilang kemampuanmu menurun?"
"Itu karena bocah itu membeli semua stok yang tersisa! Bilang padanya untuk menjual barang juga, bukan cuma membeli!"
Sambil melirik mereka yang terus berdebat, Tino memeriksa dokumen yang menyertai artefak itu.
"Mirage Form"? Alat proyeksi bayangan? Jarak efektifnya satu meter. Kalau dikuasai, bisa membuat boneka menari di telapak tangan... Artefak pembuat ilusi...?
Barang ini… sepertinya akan sulit untuk dinilai tinggi.
Artefak yang disukai pemburu biasanya sederhana dan kuat. Contohnya, botol air yang tak pernah habis atau pedang yang bisa melepaskan tebasan udara. Semakin mudah digunakan dan semakin jelas efeknya, semakin mahal nilainya.
Namun, gelang ini rumit. Meski efeknya tidak sepenuhnya tidak berguna, jarak efektifnya sangat pendek, dan pengoperasiannya tampak rumit. Jika dijual, kemungkinan besar tidak akan menghasilkan harga tinggi.
Lagipula, membuat ilusi bisa dilakukan dengan cara yang jauh lebih sederhana melalui sihir. Seorang penyihir berbakat pun bisa melakukannya. Untuk artefak yang didapatkan atas perintah Master, ini terasa agak jinak.
Tiba-tiba, gelang dalam kotak itu menghilang.
Liz telah mengambilnya dan sedang mengamatinya dengan seksama. Setelah beberapa saat diam, dia tiba-tiba menoleh ke Tino dan berkata,
"…Ini, aku yang akan menyerahkannya. Boleh kan, Ti?"
"Eh? I-iy-ya, tentu saja, Onee-sama."
Hampir refleks, Tino menyetujui permintaan itu. Liz kemudian memeluk gelang itu dengan senyum lebar dan berputar di tempat dengan penuh semangat.
Martis, yang kaget dengan perubahan suasana hati Liz, terdiam saat melihat kakak itu berseri-seri.
"Hebat! Krai pasti suka dengan ini. Ti, kau hebat. Nanti aku belikan pisau pendek baru buatmu!"
"Eh? Eh? Sebegitu berharganya? O-Onee-sama, tunggu sebentar—"
Liz jarang sekali memberikan sesuatu pada Tino. Jika sampai begitu, berarti ini benar-benar luar biasa.
Namun, saat Tino hendak menolak dengan panik, suara lain menghentikannya.
"Tunggu sebentar, Onee-chan! Kita harus adil di sini! Iya, kan, Tino-chan?"
Itu adalah suara yang dikenal Tino.
Tanpa sadar, kakak kedua Tino, Sitri Smart, telah berdiri di belakangnya sambil tersenyum.
Dia menepuk bahu Tino, membuat tubuh gadis itu gemetar. Ketika guru Tino mendengar suara itu, senyum di wajahnya menghilang.
"Apa? Tino adalah muridku, jadi barang yang dia temukan jelas milikku. Kenapa kamu ikut campur?"
"Karena masalah ini terjadi gara-gara aku. Selain itu, semuanya bermula karena Onee-chan ingin melatih Tino dengan golem. Jadi, kali ini seharusnya kamu menyerahkannya padaku. Tino-chan juga pasti setuju, kan? Kan?"
TLN: kalo Tino yang manggil Liz pake Onee-sama kalo Sitri yang manggil Liz pake Onee-chan biar gak bingung
Bahkan suara mengintimidasi dari sang guru yang ditakuti semua orang tampaknya tidak mempan pada adik perempuannya sendiri. Seperti melontarkan dialog yang sudah hafal di luar kepala, Sitri dengan lancar membalas kata-kata itu, dan di akhir, ia meminta persetujuan dari Tino. Suaranya tidak terdengar kasar seperti Liz, tetapi ada kekuatan yang tak terbantahkan dalam intonasinya. Dan terakhir, ia menambahkan sesuatu kecil di dekat telinga Tino.
“Kalau kamu serahkan itu padaku, nanti… aku belikan belati baru dan gaun yang sangat indah untukmu.”
Di rumah kecil tempat Tino tinggal, saat ini sedang berlangsung hujan makian yang memekakkan telinga.
“Jangan coba-coba menggoda Ti-ku seenaknya! Ti itu titipan dari Krai-chan untukku! Krai-chan bilang aku boleh melakukan apa saja dengannya, jadi dia adalah milikku!”
Sebagai pemilik rumah, Tino tak bisa melakukan apa-apa selain menyusut di pojok ruangan sambil menyaksikan kekacauan itu.
Seorang pemburu biasanya akan semakin kuat secara fisik setiap kali berhasil menjelajahi Ruang Harta. Dengan menyerap Mana Material, kemampuan dasar mereka meningkat, ditambah pengalaman yang mereka peroleh. Karena itu, mengalahkan seorang pemburu yang jauh lebih kuat sangatlah sulit. Tino, meskipun sudah merasa dirinya cukup tangguh sebagai pemburu kelas menengah, tetap tidak sebanding dengan kedua kakak perempuannya, yang telah menjalani kehidupan berat sebagai pemburu jauh sebelum ia memulai karirnya.
Kakaknya yang marah dengan suara nyaring mengingatkan pada naga yang murka, dengan urat di dahinya menonjol.
“Itu gara-gara kamu yang merengek waktu itu, kan?! Seharusnya sejak awal aku yang mendapatkannya! Kalau aku yang mengasuh Tino, sekarang dia mungkin sudah bisa terbang di udara atau menembakkan laser dari matanya sebagai pemburu super yang tak pernah ada sebelumnya!”
Sementara itu, kakak perempuannya yang lain menjawab dengan suara yang sedikit lebih rendah. Meskipun terdengar lebih tenang dibandingkan yang pertama, kekuatannya tak kalah mengintimidasi dibandingkan sang guru.
Tino yang biasanya bertaruh nyawa untuk menjelajahi Ruang Harta sendirian dan terus berkembang, di hadapan dua kakaknya ini tak ubahnya seperti debu. Dalam situasi seperti ini, dia hanya bisa meringkuk di pojok sambil menunggu kekacauan ini mereda.
“Lagipula, dibandingkan guru yang keras seperti itu, lebih baik punya guru kaya yang dengan mudah memberimu kekuatan, kan?”
“Haah?! Tidak ada artinya kekuatan yang Cuma diberi begitu saja! Lagi pula, Sitri itu tidak Cuma menambahkan, tapi juga suka mengambil!”
“Itu tergantung orangnya! Kalau Tino, aku tidak perlu mencabut kehendaknya, dia kecil dan mudah dibawa ke mana-mana, jadi dia yang paling cocok!”
“Oi, anak-anak! Jangan bertengkar tiba-tiba seperti itu, gadis itu jadi ketakutan!”
Sementara dua kakak perempuan itu memperlihatkan semangat bertarung, Martis-san, yang sejak tadi hanya bisa mengamati dengan wajah kaku, akhirnya mencoba melerai. Namun, semangat mereka tak terlihat mereda.
“Artefak itu adalah barang yang aku dan Ti temukan bersama! Jangan ikut campur!”
“Itu bukan milikmu, itu Tino yang menemukannya dengan usahanya sendiri! Dan dia bilang mau menyerahkannya padaku, jadi haknya ada padaku!”
Aku tidak bilang begitu… Sitri Onee-sama.
Tino mencoba membantah, tetapi pandangan tajam Sitri membuatnya terdiam. Kepemilikan artefak berbentuk gelang Mirage Form sepenuhnya lepas dari kendali Tino.
Meski dia senang dengan belati atau gaun baru, jika benda itu begitu dihargai, dia lebih suka menyerahkannya sendiri. Namun, mengatakan ingin mengambilnya kembali sekarang hanya akan sia-sia.
Namun, siapa sangka perselisihan seperti ini akan muncul hanya karena siapa yang akan menyerahkan artefak itu.
“Kenapa kamu selalu ikut campur di saat-saat penting?! Dasar kucing liar! Kembali saja ke laboratoriummu!”
“Itu karena kau selalu membuat masalah! Kamu tahu seberapa banyak aku harus menutupi semua itu──!”
“Haah?! Itu juga urusannya Luke! Lagi pula aku tidak pernah meminta ditutupi!”
“Kasus Luke tidak jadi masalah karena lawannya selalu dibuat tak bisa bicara! Masalahnya Cuma kamu!”
“Umm... Maaf, bukan maksud apa-apa, tapi bagaimana kalau aku saja yang──?!”
Tidak ada satu pun yang mendengar suara kecil Tino. Hingga akhirnya, salah satu kakaknya mulai melemparkan kotak harta karun di lantai ke arah Sitri. Tanpa ragu, benda itu dilempar dengan keras, namun Sitri menggunakan refleks luar biasa, yang tak cocok untuk seorang alkemis, dan menggunakan nampan di atas meja sebagai tameng untuk memantulkannya.
Kotak itu memantul, menghancurkan lemari perabot, dan menancap ke dinding, memecahkan kaca jendela dengan suara memekakkan telinga.
Dengan suara lirih, Tino memberanikan diri untuk bersuara.
“Berhenti, Onee-sama! Kalau kalian terus seperti ini… aku yang akan dimarahi oleh tetangga!”
Di tengah hujan energi kinetik dari cangkir teh dan teko, Tino menangkap benda-benda itu dengan kedua tangannya. Untungnya, kakaknya tidak terlalu serius, sehingga dia masih mampu menanganinya dengan konsentrasi penuh.
Tino berusaha mati-matian untuk menyelamatkan barang pecah belah dan melindungi Martis. Saat dia mencoba memikirkan cara untuk mengurangi kerusakan, tiba-tiba terdengar ketukan di pintu depan.
“Masteeeeerr! Aku sangat merindukanmu!”
“!?”.
Entah bagaimana aku dibuat terkejut. Dengan kotak kue di satu tangan, aku memandang dengan mata membelalak ke arah Tino yang meloncat ke pelukanku dengan semangat luar biasa. Dengan mata yang berkaca-kaca, dia menatap ke arahku, entah bagaimana berhasil membangkitkan naluri perlindunganku.
Aku benar-benar bingung. Awalnya aku hanya ingin menunjukkan sisi hardboiled dan penuh perhatian seorang Master kepada Tino, tapi aku sama sekali tidak menyangka akan disambut dengan begitu antusias seperti ini.
Dengan sedikit bingung, aku mengelus kepalanya seperti saat aku mengelus kepala Liz. Setelah itu, aku masuk ke dalam rumahnya.
Rumah Tino berada dalam kondisi yang benar-benar kacau. Saat terakhir kali aku datang, semuanya begitu tertata rapi. Namun, kali ini, semua tampak seperti puing-puing reruntuhan, dengan peti harta karun yang terbuka berserakan di lantai, kaca jendela yang pecah, dan lemari dapur yang rusak. Rasanya seperti sedang memasuki bangunan terlantar yang sedikit lebih bersih.
Apakah aku datang di waktu yang salah?
Di ruang tamu, dua kakak beradik yang sudah tak asing lagi bagiku berdiri saling berhadapan. Ketika mereka menyadari kedatanganku, Liz melambaikan tangan kanan yang memegang pisau dengan antusias, sementara Sitri menyembunyikan botol ramuan yang menyala merah terang di belakang punggungnya sambil memanyunkan bibirnya.
“Oh… Selamat pagi, Krai-chan.”
“Lihat? Karena Onee-chan selalu bertindak egois, Krai-san jadi datang. Selamat siang, Krai-san.”
“Kamu terlambat, bocah! Kenapa lama sekali!?”.
Anehnya, bahkan Martis-san, yang biasanya jarang muncul di rumah Tino, berada di sana, menatapku dengan wajah merah padam penuh amarah.
Aku hanya membawa kue… Kenapa malah jadi seperti ini?
Sambil mencoba menenangkan diri, aku menaruh tangan di atas kepala Tino, menyisir rambutnya dengan lembut. Setelah itu, aku menatap mereka semua sambil mengerutkan dahi.
Apa pun situasinya… Mari kita mulai dengan perintah standar.
“Semua, duduk bersila.”
…
“Lain kali jangan begini lagi ya,” kataku sambil menghela napas panjang.
Liz dan Sitri, yang duduk bersila di atas karpet, mulai menjelaskan situasi sambil berusaha membela diri. Tino, yang duduk di sebelahku, menatapku dengan penuh kekaguman.
“Ya ampun, ini benar-benar tidak pantas. Meski aku belum tahu situasinya, permintaan maaf kalian jauh dari kata memadai.”
Sebagai “Master permintaan maaf”, aku dengan mudah menemukan banyak hal yang perlu mereka perbaiki. Mendengar kritikku, Liz dan Sitri hanya bisa diam dengan mata berkaca-kaca.
Martis-san, yang berdiri di samping, hanya menggelengkan kepala.
“Seperti biasa, bocah ini memang kelemahan mereka, ya…”
Begitulah, meskipun aku datang hanya untuk memberikan kue, aku kembali menyadari bahwa Liz dan Sitri masih perlu banyak belajar soal etika dasar.
Namun, setidaknya rumah itu bisa sedikit lebih tenang untuk saat ini… Aku harap.
……Hari ini, reaksi Tino terasa berlebihan. Hanya karena aku membawa sepotong kue, dia begitu emosional… Apakah mungkin aku seharusnya lebih lembut dalam keseharian?
Tino mengusap hidungnya yang berair, menyeka matanya yang sembab, lalu membuka kotak kue. Saat melihat dua potong kue di dalamnya, matanya sempat terbelalak, tetapi ia segera mengangguk seolah memahami sesuatu.
“Seperti yang diharapkan dari Master. Satu potong lagi ini untuk Martis-san, ya?”
??????
Itu untukku, tahu? Potongan itu untukku! Aku bahkan tidak tahu Martis-san ada di sini.
“Cheh. Tak perlu repot-repot… Daripada buang-buang waktu untuk hal-hal seperti ini, lebih baik segera datang untuk membantu nona kecil itu.”
Aku tidak berniat repot-repot, tahu. Lagipula, kalau tidak butuh, kan tidak perlu diambil?
Saat aku tertegun oleh ucapannya yang tak terduga, Tino, yang memang bawahan yang bisa diandalkan, segera membelaku.
“Master adalah orang yang penuh perhatian. Tolong, jangan berkata begitu. Kue pilihan Master itu luar biasa!”
“Hmph. Kalau sudah dipuji sampai seperti itu, tidak ada alasan untuk menolak… Aku akan membawanya pulang dan memberikannya kepada cucu perempuanku.”
“Ya, ya, begitulah.”
Setelah dipuji begitu, aku, yang pemalu, tak mungkin menolak. Tapi… kenapa aku datang ke sini? Bukannya aku ingin memakan kue ini bersama mereka…
Di saat aku termenung, mataku tertuju pada sebuah kotak di atas meja, dan di dalamnya ada gelang yang tampak familiar.
Ketika Tino menyadari arah pandanganku, ekspresinya sempat terlihat ragu, tetapi kemudian ia tersenyum lebar seperti bunga yang mekar.
“Master, kebetulan sekali! Martis-san sudah menyelesaikan penilaian dan membawakannya kembali! Ini, loh, gelang harta karun yang ‘aku’ temukan! ‘Aku’ yang menemukannya!”
“…Onee-chan, ini bukti kamu tidak tahu sopan santun, ya?”
Entah sejak kapan, Sitri telah kembali. Ia memandang Tino sambil tetap tersenyum, tetapi jelas ada teguran dalam ucapannya.
…
Dunia terasa begitu cerah.
Segala stres akibat tanggung jawab sebagai pemimpin klan, segala kekhawatiran tentang masa depan, kini seolah lenyap. Aku berjalan ke ruangan klan dengan bersiul riang. Di tengah perjalanan, aku bertemu dengan Eva di koridor.
Meskipun aku berusaha menyembunyikan perasaanku, Eva, yang telah lama mengenalku, tampak heran melihat wajahku yang berbeda dari biasanya.
“Ada apa? Anda kelihatan senang sekali.”
“Eh? Begitu ya? Kelihatan senang? Benarkah? Ah, ini memalukan…”
Saat ini, aku merasa ingin bernyanyi dan menari seorang diri. Tapi tentu saja, itu bukan gayaku.
Eva, dengan wajah yang curiga, menatapku saat aku menunjukkan gelang hitam di pergelangan tanganku—harta karun yang baru saja kuterima, Mirage Form.
Meski kueku tak sempat kumakan, aku merasa itu bukan masalah besar. Tino benar-benar menemukannya untukku.
Ekspresi Eva berubah drastis. Ia mengangkat alisnya dan mendekatiku dengan marah.
“…Apa?! Anda membeli lagi harta karun baru?”
“Eh? Tidak, bukan begitu. Ini dari Tino. Tidak ada utang baru, sungguh.”
“Haa… Itu pun masih membuatku merasa bingung.”
Aku pun kadang merasa begitu, tetapi aku tak bisa mencampuri hubungan antara Tino dan Liz sebagai guru dan murid. Sudah beberapa kali aku mencoba menegur Liz dengan halus, tetapi dia sama sekali tak mau mendengar.
Namun, semua itu tidak penting sekarang. Yang penting adalah kekuatan luar biasa dari gelang ini.
Gelang harta karun ini adalah jenis yang menghasilkan ilusi. Tidak banyak yang seperti ini dalam koleksiku, jadi aku sangat menyukainya.
Setelah diperiksa oleh Martis-san, gelang ini sudah terisi penuh energi sihir. Aku memutuskan untuk memamerkannya kepada Eva.
Aku memfokuskan pikiranku dan merasakan gelang itu sedikit menghangat di pergelangan tanganku. Cahaya mulai berpendar di telapak tanganku.
“Lihat, Eva! Kue!”
“…Kue, ya.”
Yang muncul adalah ilusi kue yang kubawa ke rumah Tino tadi—krim lembut berwarna kuning pucat, dihiasi buah-buahan langka dari hutan lebat.
Namun, Eva menyentuhnya dan jarinya tembus ke ilusi itu. Ia memandangku dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Kue ini tidak nyata—tidak ada aroma, rasa, atau tekstur. Bahkan dari penampilannya, jelas jauh dari kesempurnaan aslinya. Aku hanya bisa tertawa kecil.
“Yah, yah, jangan terlalu serius. Dengan latihan, aku bisa membuatnya lebih baik. Eva, coba kamu buat sesuatu juga!”
“...Hei, jangan buat ekspresi seperti itu... Nih, aku juga bisa membuat Eva! Muncullah Eva!”
Gelang ini, setelah diperiksa oleh Martis-san, memiliki jangkauan efektif satu meter—tepatnya, satu meter dua puluh sentimeter. Jarak ini adalah batas maksimum untuk memunculkan ilusi dan juga menentukan ukuran maksimum ilusi yang dapat dibuat.
Dengan kata lain, menggunakan alat sihir ini, seseorang dapat memunculkan ilusi manusia dengan ukuran asli. Karena pusatnya adalah gelang, ilusi dapat dibuat hingga tinggi maksimum dua meter empat puluh sentimeter, memungkinkan penampilan apa pun dalam batas itu. Meskipun Ansem hanya bisa muncul sebagian, ukuran seperti milik Gark-san dapat muncul sepenuhnya. Kelemahannya adalah ilusi hanya bisa muncul di dekat pengguna, tetapi jika digunakan dengan baik, alat ini dapat menjadi intimidasi atau strategi di ruang penyimpanan artefak.
Namun, ada masalah: para penyihir (Magus) memiliki sihir yang lebih sederhana dan mencakup area yang lebih luas untuk menciptakan ilusi.
Eva yang muncul terlihat persis seperti aslinya, terutama karena aslinya berada di dekat situ. Dari kacamata ramping hingga tatapan dinginnya, mereka identik. Mungkin ada perbedaan kecil jika dilihat lebih dekat, tetapi cukup mirip hingga bisa disebut kembar.
...Hanya saja, ilusi itu hanya berupa kepala.
Eva, yang melihat kepala terapungnya sendiri, memukulnya dengan ekspresi datar, lalu menatapku dengan mata tajam yang sama seperti ilusi itu.
“...Tolong, jangan bermain-main seperti ini.”
“Aku tidak terlalu ahli membuat tubuh... karena aku tidak terlalu memperhatikan detailnya. Mungkin bisa berhasil kalau disembunyikan dengan jubah...”
Setelah melihat ilusi dirinya yang tampak seperti boneka gantung, Eva sekali lagi dengan tegas berkata:
“Berhentilah. Tolong.”
…
Di ruang rahasia pribadi, aku mencatat tambahan pada katalog koleksiku: Mirage Form.
Meskipun agak sulit digunakan, jika aku bisa menguasainya, mungkin alat ini dapat menggantikan Reverse Face yang sempat menjadi perebutan besar di pelelangan tetapi tidak berhasil kudapatkan. Kemungkinannya tak terbatas.
Aku merasa ingin segera berlatih, tetapi karena Lucia belum kembali, mana-ku sangat terbatas. Sebagai percobaan, aku menciptakan wajah Ark di atas wajahku sendiri dan memeriksanya di cermin, hanya untuk tertawa melihat betapa buruk hasilnya. Rambut hitamku terlihat mencuat dari sisi rambut pirang Ark, menciptakan tampilan yang aneh.
Berbeda dengan Reverse Face, ilusi yang diciptakan oleh Mirage Form tidak memiliki bentuk fisik, jadi harus berhati-hati jika digunakan untuk penyamaran. Mungkin aku butuh topi untuk menahan rambutku.
Ngomong-ngomong, Sitri pernah mengatakan bahwa dia memotong pendek rambutnya untuk memudahkan penyamaran.
Untuk menguji durasi alat ini, aku mulai memeriksa katalog koleksi sambil tetap dalam penyamaran palsu Ark. Tujuanku adalah menemukan artefak yang cocok untuk Tino.
Karena aku telah menerima barang sebagus ini, rasanya aku harus membalas dengan sesuatu. Banyak dari artefak yang digunakan Liz dan Sitri saat ini adalah pilihan dari koleksiku. Sebagai kolektor, aku tidak hanya puas melihat koleksi tersebut terpajang; aku senang ketika barang-barang itu digunakan oleh teman-teman dan menjadi berguna bagi mereka.
Saat aku membolak-balik katalog yang sudah menumpuk di tempat tidur, pintu diketuk pelan. Itu pasti Tino yang kupanggil.
Ketika aku menjawab, pintu terbuka sedikit, dan sepasang mata hitam mengintip ragu-ragu dari celah pintu.
“Permisi... Master...”
Suaranya lembut. Berbeda dari biasanya, dia tampak sangat gugup.
Aku tidak berniat memberinya artefak hari ini; aku hanya ingin mendengarkan pendapatnya. Itu akan menjadi referensi untuk memilih artefak yang tepat. Jika perlu, aku bahkan bersedia membeli sesuatu yang baru.
Saat aku menatapnya, Liz muncul dari belakang dan mendorong punggung Tino ke dalam ruangan. Tino tersentak kecil dan hampir terjatuh. Dengan rok pendek hitam yang melambai-lambai, dia tampak sudah berganti pakaian sejak terakhir kali kulihat.
“Krai-chan! Kami datang!”
“...Apakah kalian sudah selesai bersih-bersih?”
“Aku mempercayakannya pada penyedia jasa yang handal. Tidak banyak yang rusak juga...”
Dengan senyum lebar, Liz menjawab ceria. Di belakangnya, Sitri masuk dengan senyum ramah.
Meskipun aku hanya memanggil Tino, kedua kakaknya ikut datang. Mempertimbangkan pentingnya pendapat anggota tim dan mentor dalam memilih alat sihir, aku rasa tidak masalah.
Liz, setelah melihatku, terdiam sesaat sebelum tertawa terbahak-bahak.
“Apa-apaan wajahmu itu? Meniru Ark? Lucu banget!”
“...Bagaimana kamu tahu kalau ini aku?”
“Hahaha! Dari bau dan auramu. Dengan penyamaran semudah itu, bagaimana mungkin aku salah mengenalimu, Krai-chan?”
Dulu, ketika aku pertama kali menunjukkan penyamaran menggunakan Reverse Face, Liz dan yang lainnya juga langsung mengenaliku. Meskipun artefak itu memiliki bentuk fisik, tetap saja mereka bisa melihatnya. Betapa menakutkannya persepsi seorang pemburu tingkat tinggi. Namun, aku masih tidak paham bagaimana Eva bisa melihat penyamaranku tadi.
Sitri juga memeriksa penyamaranku dengan cermat sebelum mengangguk kecil.
“Bentuk tubuh Krai-san dan Ark-san berbeda. Bagi orang yang tidak mengenal Krai-san, mungkin bisa tertipu, tetapi anggota klan pasti tidak akan terjebak.”
Sepertinya aku perlu lebih banyak latihan. Mungkin aku harus meminta bantuan Liz dan Sitri untuk berlatih. Lagipula, artefak ini tampaknya memiliki fungsi lain, seperti kemampuan menyimpan ilusi.
Tapi cukup untuk sekarang. Fokus utamaku hari ini adalah Tino.
Tino, yang dikelilingi oleh kedua kakaknya, terlihat gugup. Tatapannya terus bergantian antara aku dan deretan kotak kaca yang menampilkan koleksi artefakku.
Alasanku memanggil mereka sebelumnya sudah aku sampaikan, jadi mungkin saja Tino sudah memiliki bayangan tentang apa yang diinginkannya.
“Um... Master...”
“Tolong kasih Ti artefak yang super kuat, Krai-chan! Ti masih belum cukup menyerap Mana Material, jadi dia masih dalam tahap latihan dan lemah banget. Kasih dia yang bisa menutupi kelemahannya! Kalau ‘Highest Roots’ diberikan ke Ti, itu nggak ada gunanya, kan?”
Liz menyampaikan itu dengan wajah polos sambil menepuk-nepuk kakinya sendiri.
Artrfak yang aku berikan pada Liz sebenarnya sederhana, tanpa kekuatan besar yang bisa mengubah situasi secara drastis. Kekuatan Highest Roots hanyalah... memungkinkan penggunanya untuk menendang udara, itu saja. Jenis alat yang hanya efektif dengan usaha keras dari penggunanya. Aku sendiri tidak begitu bisa memanfaatkannya dengan baik, jadi memang benar, mungkin alat itu terlalu dini untuk Tino.
Sementara itu, kakak perempuan satunya, yang menggunakan pistol air yang tak pernah kehabisan peluru, mengangguk setuju pada pendapat Liz.
“Benar juga. Kami memang bisa menutupi kekurangannya sampai batas tertentu, tapi kalau ada artefak yang bisa murni meningkatkan daya tahan atau kemampuan fisik, itu mungkin akan lebih baik. Tentu saja, jika ada yang memberikan peningkatan signifikan.”
“O-Onee-sama... Itu kan...”
Mata Tino mulai berkaca-kaca. Bagi seorang pemburu, menggunakan alat sihir untuk meningkatkan kemampuan fisik dianggap sebagai tanda ketidakmatangan. Itu adalah hal yang seharusnya bisa diatasi dengan menyerap Mana Material. Meski aku pribadi tidak terlalu mempermasalahkan itu, ada beberapa pemburu yang merendahkan pengguna alat-alat seperti itu.
Aku mendengarkan pendapat kedua kakak itu dan mengangguk setuju. Meski terasa agak tidak enak untuk Tino, alat sihir koleksi level 8 ini memang terkenal ganas, jadi mungkin saran Liz dan kakaknya bukanlah lelucon. Lagi pula, mereka bukan tipe yang akan menggertak juniornya.
Lalu, apa yang harus kulakukan? Sebagai pendapat pribadiku, aku ingin lebih mengutamakan keinginan Tino. Hubungan antara artefak dan pengguna itu soal kecocokan. Tapi kemudian aku sadar, aku tidak perlu memutuskan hari ini juga. Aku mengangguk besar.
Artefak tidak akan lari kemana-mana. Aku bisa memanggil Tino beberapa kali untuk mencocokkan alat yang paling sesuai.
Namun, soal peningkatan kemampuan fisik... Ini memang sulit. Meski Tino sudah bekerja keras, kecepatan eksplorasi koleksi Duka Janggal tetap lebih tinggi. Mungkin dia tak akan bisa menyusul.
“Sebenarnya, aku ingin segera berburu bersama Tino-chan. Tapi sejujurnya, ada banyak hal yang masih kurang. Meski ada cara untuk menutupinya... Krai-san, bisakah kamu mempercayakan Tino-chan padaku? Aku janji kamu tidak akan menyesalinya.”
Sitri tersipu, matanya menatapku penuh harap, sementara Tino gemetaran di sebelahnya.
Saat itulah aku teringat sesuatu yang baru-baru ini kudapatkan.
“Ada kok! Artefak yang bisa meningkatkan kemampuan fisik secara drastis!”
“Eh!?”
Aku tidak yakin apakah alat ini cocok untuk Tino, tapi mencoba tidak ada salahnya. Mana-ku juga masih cukup tersisa.
Aku melewati Liz dan Sitri, yang menatapku dengan bingung, dan membuka salah satu kotak kaca koleksiku. Saat aku mengambil isinya, Tino mundur dengan wajah pucat.
“Eh? Ma-master...!? Apa-apaan ini...?”
“Ini baru saja kudapat belum lama ini.”
Liz bersiul pelan, sementara Sitri tersenyum lebar seperti bunga yang sedang mekar.
Artefak yang kuambil adalah Over Greed, salah satu hasil lelang yang kuperoleh belum lama ini. Meski saat ini tampak tidak aktif, alat itu memiliki reputasi sebagai alat sihir yang sangat kuat—meski penampilannya memang agak mengerikan.
Tino terlihat bingung, hampir seperti mau menangis.
“Eh? Eh? Aku... aku... Master, Ini bercanda, kan?”
“Memang kelihatannya menjijikkan, tapi alat ini sangat kuat. Aku dengar alat ini bisa memberikan kekuatan setara pemburu kelas menengah kepada seorang gadis bangsawan biasa. Hahaha... meski ketika aku mencobanya, alat ini malah tidak memperkuatku sama sekali.”
Aku tertawa kecil, mencoba meredakan suasana, tapi Tino sama sekali tidak tertawa.
“Ini benar-benar alat yang keren, tahu? Bagaimana kalau kau coba pakai sebentar? Cukup dipakai di kepala, dan alat ini akan aktif. Aku juga ingin melihat langsung efeknya.”
“Ti-tidak! Master, apakah kamu membenciku!?”
Tino mencoba mundur, tapi Sitri dengan sigap memegang pundaknya dari belakang. Sementara itu, Liz memandangi topeng itu dengan mata berbinar.
Saat itulah Over Greed tiba-tiba berbicara dengan suara parau:
“Oh, santapan baru! Betapa wangi jiwa yang kuat! Puji aku! Lepaskan gairahmu, bebaskan kekuatan tersembunyimu! Aku adalah yang membawa kemajuan pada manusia. Jadilah bilah pedang yang menghancurkan segala musuh di hadapanmu!”
“!? Tidak! Master, tolong! Aku mohon, jangan ini!”
“Tidak apa-apa. Ini tidak sakit. Aku juga pernah mencobanya, dan tidak ada masalah. Tenang saja, tarik napas dalam-dalam.”
“Ti... tidakkkkkkk!”
Dari topeng itu, tentakel kecil menjulur untuk memperbaiki posisi di kepala Tino.
Jeritan nyaring menggema di ruang pribadiku.
Post a Comment