NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Saikyou Degarashi Ouji no An’yaku Teii Arasoi V1 Chapter 1

Penerjemah: Chesky Aseka

Proffreader: Chesky Aseka


Chapter 1: Duke Kleinert


Bagian 1

“Bagaimana jika Anda mengungkapkan bahwa Anda sendiri adalah Silver, petualang kelas SS?” 

“Ditolak.” 

Setelah kembali ke kamar pribadiku, aku sedang berdiskusi dengan Sebas mengenai langkah kami ke depan. Satu-satunya orang yang mengetahui bahwa aku adalah Silver hanyalah Sebas. Memang benar, mengungkap jati diriku memiliki keuntungannya. Namun, di sisi lain, ada juga kerugiannya. 

“Kakek buyutku terobsesi pada sihir kuno, dan pada akhirnya kehilangan akal sehatnya. Sejak saat itu, sihir kuno menjadi tabu di kalangan keluarga kekaisaran. Dan sihir yang aku pakai adalah sihir kuno. Bila diketahui bahwa kakak kembar dari Leonard yang sedang mengincar takhta adalah pengguna sihir kuno, itu tentu akan menjadi masalah besar.” 

“Namun, Silver memiliki prestasi dan reputasi yang luar biasa. Bahkan disebut-sebut sebagai petualang terbesar dalam sejarah kekaisaran. Bukankah itu bisa menjadi dorongan besar bagi Pangeran Leonard?” 

“Masih terlalu dini. Itu akan jadi kartu terakhir, yang akan kugunakan hanya bila semuanya benar-benar buntu. Selama Leo mengejar takhta, akan lebih menguntungkan bagiku untuk tetap menjadi pangeran tak berguna.” 

“Tapi...”

“Aku lebih nyaman seperti ini.” 

“...Kalau begitu, saya tak akan berkata lebih jauh. Namun, apa yang akan Anda lakukan? Bila Anda tidak mengungkapkan jati diri, maka hampir tak ada langkah yang bisa diambil.” 

Atas pertanyaan Sebas itu, aku meletakkan tangan di daguku. Itulah persoalan terbesar. Fraksi Leo saat ini masih lemah. Jika ingin memperbesar kekuatan secara cepat, satu-satunya cara adalah menarik para tokoh berpengaruh ke pihaknya. 

“Sebas. Di antara keluarga duke, adakah yang tidak terlibat dalam perebutan takhta?” 

“Hanya ada satu yang benar-benar tidak terlibat sama sekali.” 

“Keluarga mana?” 

“Keluarga Duke Kleinert.” 

Tak disangka, nama keluarga bangsawan ternama muncul. Keluarga duke adalah keluarga yang memiliki hubungan darah dengan keluarga kekaisaran, atau paling tidak berasal dari keturunan kekaisaran. Gelar duke diberikan kepada saudara-saudara kaisar yang tidak naik takhta namun dianggap sangat berbakat. Ada juga yang mendapat gelar itu karena jasa besar, tapi dalam hal itu pun biasanya mereka dijodohkan dengan anggota keluarga kekaisaran, jadi tetap saja dianggap sebagai kerabat kekaisaran. 

Bagi keluarga duke, perebutan takhta adalah peristiwa besar. Jika bisa berbuat jasa kepada kaisar berikutnya, balasannya akan sangat besar. Maka dari itu, hampir semua keluarga duke mencoba mendekati salah satu calon penerus. Bila ada keluarga yang sama sekali tidak melakukannya, berarti ada masalah besar di baliknya. 

“Kalau di masa seperti ini mereka tidak bertindak, berarti ada sesuatu yang menyusahkan, ya?” 

“Tepat sekali. Sepertinya ada monster berbahaya muncul di wilayah mereka. Mereka telah meminta bantuan para petualang, tapi belum juga menemukan titik terang.” 

Guild petualang memiliki cabang di seluruh benua. Di dalam kekaisaran pun ada banyak cabang, tapi kualitasnya bervariasi. Selain cabang ibu kota, cabang lain di kekaisaran biasanya tidak terlalu hebat. Bahkan cabang ibu kota pun hanya sedikit lebih baik dari cabang lain, dan itu pun karena aku yang menaikkan rata-rata kemampuan. Alasannya adalah karena wilayah kekaisaran bukanlah tempat yang banyak muncul monster. Dan bila tidak ada monster, maka tidak ada kebutuhan. Petualang kuat akan memilih untuk pindah ke tempat yang lebih penuh monster. 

Karena itulah, begitu monster muncul di kekaisaran, biasanya akan butuh waktu lama untuk diselesaikan. Mengundang petualang hebat dari luar juga memakan biaya besar. 

“Kalau begitu, aku saja yang ke sana dan membereskannya.”

 “Itu ide yang baik, tapi bagaimana Anda akan menghubungkan antara Silver dan Pangeran Leonard?” 

“Aku akan bilang aku datang karena diminta oleh Leo. Nanti aku akan jelaskan baik-baik pada Leo. Tak masalah.” 

“Kalau orang-orang tahu bahwa petualang kelas SS yang biasanya tak pernah tinggalkan ibu kota bisa digerakkan oleh Pangeran Leonard, maka kecurigaan terhadapnya pasti meningkat. Bisa jadi, hubungan antara Pangeran Arnold dan Silver juga terbongkar.” 

“Justru biarkan mereka waspada. Kalau mereka mengira Silver berpihak pada Leo, mereka akan berpikir dua kali sebelum bertindak gegabah. Soal identitasku sebagai Silver, tak masalah. Asal aku berhati-hati saja.” 

“Kalau Anda yakin, saya tidak akan menghalangi. Tapi tolong jangan lupakan bahwa mengumumkan dan terbongkarnya identitas itu adalah dua hal yang sangat berbeda, sejauh langit dan bumi.” 

“Aku tahu. Kalau begitu, mari kita sambangi Duke Kleinert.” 

Setelah berkata begitu, aku dengan gerakan yang sudah terbiasa mengganti pakaianku menjadi Silver, lalu menyerahkan urusan lainnya pada Sebas dan mulai mempersiapkan sihir teleportasi. Sihir dari zaman peradaban sihir kuno yang kini sudah terlupakan. Sihir kuno, begitu sebutannya, jauh lebih sulit dikendalikan dibandingkan sihir modern, dan sangat bergantung pada bakat. Namun kekuatannya luar biasa. 

Jangkauan sihir teleportasiku mencakup hampir seluruh wilayah kekaisaran. Dengan kata lain, bagiku kekaisaran ini bagaikan halaman belakang rumah. Aku bisa pergi kapan pun, dan kembali kapan pun. Sebagai gantinya, sihir ini menguras jumlah sihir dalam tubuhku dalam jumlah gila-gilaan, tapi itu sudah risiko yang harus kuterima. 

Saat aku sedang bersiap untuk menggunakan sihir hebat itu, Sebas mengingatkanku dengan ekspresi serius. 

“Ngomong-ngomong, putri dari Duke Kleinert adalah sang Putri Burung Camar Biru, Blau Mève. Konon kecantikannya tiada tara. Mohon berhati-hati agar tidak terpesona sampai lupa tujuan.” 

“Sebas. Dari dulu aku ingin tahu, kamu itu tak tenang kalau belum mengomel, ya?” 

“Itu memang tugas saya.” 

“Haa... Aku serahkan sisanya padamu.” 

“Dimengerti.” 

Begitu aku menyelesaikan persiapan sihir teleportasiku, aku pun melompat menuju wilayah Duke Kleinert, tempat yang bahkan dengan kuda tercepat sekalipun butuh lima hari dari ibu kota kekaisaran.


* * *


Duke Kleinert memiliki wilayah yang luas di bagian barat Kekaisaran. Begitu aku tiba di ibu kota wilayah tersebut, kota utama tempat sang duke tinggal, aku langsung mengunjungi kediaman sang duke. 

“Namaku Silver, petualang kelas SS. Aku ingin bertemu dengan Duke.” 

“Kamu itu Silver yang terkenal itu? Jangan bercanda. Kalau seseorang sebesar itu benar-benar datang, kami pasti sudah dapat kabar dari guild petualang beberapa hari sebelumnya. Sudahlah, berhenti main-main dan pulanglah.” 

Penjaga gerbang muda berambut pirang mengusirku begitu saja. Sempat terlintas di kepalaku untuk memanggangnya hidup-hidup, tapi jika aku melakukannya, semua usahaku datang jauh-jauh ke sini akan sia-sia. 

Menahan rasa kesal, aku mengeluarkan kartu petualangku, kartu yang berfungsi sebagai tanda pengenal resmi petualang. 

Kartu ini mencantumkan nama, peringkat, dan berbagai informasi lainnya. Dibuat dengan sihir rahasia milik guild, kartu ini tidak mungkin dipalsukan. Dengan melihatnya saja seharusnya...

“Tidak perlu lihat kartu apa pun! Cepat pergi! Kami sedang sibuk sekarang!” 

“Apa...?”

Tanpa melihat sekali pun, penjaga itu mengusirku dengan paksa. Wajahku menegang karena kesal, namun di saat yang sama aku juga melihat kesempatan. Awalnya, aku berniat membantu dan mengambil hati mereka, tapi dengan kejadian ini, kurasa aku bisa membuat mereka jauh lebih berutang budi. 

“Aku datang karena diminta secara langsung oleh Pangeran Leonard... Tapi tampaknya sang pangeran terlalu baik hati. Sampaikan pada Duke. Katakan padanya, dia baru saja mempermalukan aku dan sang pangeran.” 

“Siapa juga yang mau menyampaikan! Cepat pergi!” 

Penjaga gerbang itu tetap menunjukkan sikap sombong hingga akhir. Memang, keluarga Kleinert adalah salah satu bangsawan paling terkemuka. Sejarah mereka jauh lebih hebat dibandingkan kebanyakan keluarga bangsawan biasa. Tapi tetap saja, untuk rumah sebesar itu, bagaimana bisa mereka membiarkan penjaga seperti dia berdiri di gerbang? Mungkin karena kekurangan tenaga akibat masalah monster di wilayah mereka. 

Sungguh konyol. Kalau saja mereka meminta bantuan secara resmi pada petualang kelas SS, mereka harus membayar dengan tiga koin tertinggi dalam sistem mata uang Kekaisaran, Koin Pelangi Kekaisaran. 

Mata uang kekaisaran digunakan tak hanya di dalam kekaisaran, tapi juga tersebar di seluruh benua. Dimulai dari Koin Tembaga Kekaisaran, lalu naik sepuluh kali lipat ke Koin Tembaga Merah, kemudian ke Koin Perak, Koin Perak Putih, Koin Emas, Koin Platinum, dan akhirnya Koin Pelangi, dengan urutan yang masing-masing naik sepuluh kali lipat.  

Pendapatan rata-rata warga ibu kota adalah sekitar tujuh hingga delapan Koin Perak Putih per bulan. Koin yang biasa beredar di antara masyarakat paling tinggi hanya sampai Koin Emas. Koin Pelangi hampir tidak pernah dilihat oleh masyarakat biasa. Dan butuh tiga koin seperti itu untuk mempekerjakan petualang kelas SS. Bahkan seorang duke pun akan kesulitan mengajukan permintaan semacam itu. 

Yah, pada akhirnya, semua ini karena ulah penjaga itu. Tapi kesalahan bawahan adalah kesalahan atasan. Meski kasihan, Duke harus dibuat panik. Saat aku menyeringai penuh perhitungan dari balik topengku, aku sempat menangkap bayangan seorang gadis di jendela lantai dua rumah itu. 

Gadis berambut emas dan bermata biru itu begitu cantik bahkan dari kejauhan. Aku mengenali sosoknya. 

Dua tahun yang lalu, Kaisar memerintahkan para pengrajin terbaik negeri untuk membuat hiasan rambut berbentuk burung. Di antara semuanya, hiasan berbentuk burung camar biru yang dibuat dengan indah menarik perhatian Kaisar. 

Karena sangat menyukainya, Kaisar memutuskan bahwa hiasan itu pantas dikenakan oleh wanita tercantik di negeri ini, lalu memanggil semua wanita cantik dari seluruh negeri ke ibu kota. Saat itu, yang masih berusia empat belas tahun namun terpilih sebagai wanita tercantik adalah putri Duke Kleinert, Fine von Kleinert. Dihadiahi hiasan rambut berbentuk camar biru itu, dia pun dikenal sebagai Putri Camar Biru, Blau Mève, dan menjadi pujaan para pria di seluruh negeri. 

Dua tahun telah berlalu, dan kecantikannya semakin memukau. 

“Memang cantik, tapi seperti yang dibilang Sebas, ini bukan saatnya terpana.” 

Mengingat kembali omelan Sebas, aku menahan keinginan untuk terus memandangi dan berbalik, kembali ke ibu kota menggunakan sihir teleportasi. 

“...Cepat sekali pulangnya.” 

“Aku sudah lakukan apa yang perlu kulakukan! Sekarang saatnya Pangeran Arnold yang pergi ke wilayah Kleinert. Persiapkan semuanya.” 

“...Bukankah Anda baru saja ke sana?” 

“Itu tadi Silver. Kali ini, yang pergi adalah Pangeran Arnold. Hah, sekarang sang duke tak punya pilihan selain datang merengek ke Leo. Kita sudah bisa menganggapnya sebagai sekutu.” 

“Anda tersenyum sangat licik, Anda tahu?” 

Mengabaikan komentar Sebas, aku mulai mempersiapkan perjalanan. Sambil bersenandung kecil, aku mengemas perlengkapan, dan Sebas pun menghela napas panjang dengan wajah kelelahan, lalu diam-diam ikut bersiap. 

Begitulah, kami pun menunggang kuda, menempuh lima hari perjalanan, dan sekali lagi memasuki wilayah Duke Kleinert.


* * *


Begitu memasuki ibu kota wilayah Duke Kleinert dan menuju kediaman sang duke, aku langsung disambut secara pribadi oleh Duke Kleinert sendiri. Tentu saja. Itu memang tujuanku sejak awal, itulah sebabnya aku mengirimkan utusan berkuda lebih dulu untuk memberitahukan kedatanganku. Namun, alasan utama Duke Kleinert sendiri yang datang menyambutku adalah karena ia menjunjung tinggi adat istiadat dan menghormati darah kekaisaran. Tak semua duke akan bersikap seperti itu. 

Dia tidak terlibat dalam perebutan takhta, dan reputasiku sendiri sangat buruk. Pangeran yang hanya tahu bermain-main, si pangeran sisa yang semua kelebihannya diambil oleh sang adik. Hanya karena statusku sebagai pangeran saja dia menyambutku dengan sopan, menunjukkan betapa ia menjunjung tinggi tata krama. 

“Yang Mulia Pangeran, sudah lama tidak berjumpa.” 

“Sudah lama, Duke Kleinert. Kapan terakhir kita bertemu?” 

“Ketika Yang Mulia merayakan ulang tahun ke sepuluh, jika ingatan saya tidak salah.” 

Seorang pria paruh baya dengan rambut pirang terawat dan kumis berwarna serupa. Dialah Duke Elmar von Kleinert. Dia mewarisi gelar duke di usia muda dan telah memerintah wilayah ini selama puluhan tahun. Berkepribadian tenang dan bersahaja, ia dihormati bukan hanya oleh rakyat, tetapi juga oleh kalangan bangsawan, serta merupakan salah satu dari sedikit duke yang mendapat kepercayaan dari Kaisar. 

“Sudah selama itu, ya. Aku memang jarang sekali keluar dari ibu kota. Akibatnya, jadi jarang berhubungan dengan para duke di wilayah. Mohon dimaklumi.” 

“Tak perlu berkata demikian. Justru saya yang harus minta maaf karena selalu sibuk dengan urusan wilayah dan jarang berkunjung ke ibu kota.” 

Sambil bertukar basa-basi, aku dan Duke masuk ke dalam kediaman. Para pengikut dan pelayan menyertai kami, tetapi begitu kami memasuki ruang tamu, hanya aku, Duke, dan Sebas yang tersisa. 

“Baiklah, Duke. Waktuku tidak banyak. Langsung saja ke inti tujuan.” 

“Ya, Yang Mulia. Atas urusan apakah Yang Mulia datang ke wilayah kami kali ini?” 

“Pertanyaan yang aneh. Tentu saja ini soal balas budi.” 

“Balas budi?” 

“Memang Leonard tidak meminta balasan secara langsung, tapi dalam kondisi perebutan takhta seperti sekarang, kita tak bisa terlalu naif. Maka aku yang datang menagihnya. Duke Kleinert, jika Anda merasa berutang budi, mohon bantu Leo.” 

“M-Mohon tunggu sebentar. Balas budi apa yang Anda maksud?” 

“...Duke, Anda mau berpura-pura tidak tahu?” 

Wajah Duke Kleinert dipenuhi kebingungan. Jelas saja, pihak kami yang mengirim Silver, sementara pihak Kleinert sama sekali tidak tahu soal kedatangannya. Sudah kuduga. Tapi jika aku langsung membiarkan kesalahpahaman ini terungkap, maka tekanannya akan hilang begitu saja. 

“Anda adalah seorang duke yang dipercaya bukan hanya oleh Kaisar, tapi juga oleh banyak kalangan lainnya. Mengetahui hal itu, Leo bertindak demi kebaikan. Tapi kalau balasannya seperti ini, apa maksud Anda sebenarnya?” 

“Yang Mulia Pangeran Arnold, saya sungguh tak mengerti maksud Anda. Setahu saya, keluarga kami tidak pernah menerima bantuan apa pun dari Pangeran Leonard.” 

“Apa katamu?” 

Tak bisa menahan amarah pura-pura, aku melangkah maju. Sebas yang sudah memprediksi reaksiku, langsung mencegahku dengan langkah yang sangat pas. 

“Yang Mulia. Sepertinya memang Duke tidak mengetahui apa-apa.” 

“Ini bukan masalah tahu atau tidak! Leo sudah sampai menggerakkan petualang kelas SS! Itu saat dia sendiri sedang kesulitan, terseret dalam perebutan takhta! Justru karena itulah Silver juga mau turun tangan!” 

“Silver? Maksud Anda, petualang itu?” 

“Benar! Leo mendengar kabar bahwa Anda sedang kesulitan dengan masalah monster di wilayah ini, dan secara pribadi menulis surat kepada Silver untuk memintanya datang ke sini. Silver pun menyatakan akan menanganinya segera. Dia adalah pengguna sihir kuno. Bahkan sihir teleportasi yang sudah lama hilang konon masih bisa dia gunakan. Mustahil dia tidak datang!” 

“B-Benarkah itu?” 

“Anda mau bilang kalau aku berbohong!?” 

Sambil melanjutkan akting kemarahanku, aku melirik Sebas, dan seperti sudah tahu betul maksudku, Sebas langsung mengambil alih. 

“Yang Mulia, jangan terlalu emosi. Bila melihat wajah Duke, tampaknya beliau tidak sedang berdusta. Mungkin memang terjadi sesuatu. Tidakkah lebih baik memberikan waktu pada beliau untuk menyelidikinya?” 

“Memberikan waktu? Dan kalau setelah diselidiki hasilnya nihil, bagaimana?” 

“Kalau begitu, tinggal tanyakan langsung pada Silver. Bila Pangeran Leonard memanggil, Silver pasti akan menampakkan diri.” 

“Hmph! Karena Sebas yang bilang, baiklah, aku beri waktu. Tapi ingat ini baik-baik. Kalau ketahuan ada yang ditutupi, aku sendiri akan bertanya langsung pada Silver. Dan kalau terbukti kalian bersalah, jangan harap ada petualang yang mau menginjakkan kaki di wilayah kalian lagi.” 

“...Saya mengerti. Segera akan saya kumpulkan orang-orang saya dan menyelidikinya. Mohon bersabar sejenak.” 

Duke Kleinert buru-buru meninggalkan ruangan dalam keadaan panik. Bila aku hanyalah pangeran biasa tanpa pengaruh, mungkin kata-kataku tidak akan membuatnya bergeming. Tapi masalahnya adalah, nama Silver ikut terbawa. 

Petualang kelas SS hanya ada lima orang di seluruh benua. Mereka adalah orang-orang terbaik dalam urusan pembasmian monster. Mereka tidak akan bergerak hanya karena dibayar mahal. Mereka adalah puncak dari dunia petualang. Bila nama mereka dinodai, para petualang akan menjauhi tempat itu. Tidak mungkin ada petualang lain yang mau datang ke tempat di mana Silver saja diperlakukan seperti itu. 

“Berjalan sesuai rencana.” 

“Strategi yang licik, bukan? Ini nyaris sandiwara yang Anda buat sendiri.” 

“Menyebutnya sandiwara terlalu kejam. Penjaga rumah ini sendiri yang mengusir Silver. Aku hanya memperbesar dampaknya. Aku bukan pencipta luka, aku hanya membiarkannya terbuka.” 

“Anda bisa saja menyelinap masuk waktu itu. Tapi Anda melihat peluang dan sengaja mundur, bukan? Bahkan Anda bersikap sombong agar kepribadian mulia Pangeran Leonard tampak lebih menonjol. Sebuah siasat yang patut dipuji.” 

“Itu tugasku. Leo terlalu baik. Tak banyak ikan yang bisa hidup di air yang terlalu jernih. Harus ada yang mengotori air itu.” 

“Kalau Anda memang sudah menetapkan itu sebagai peran Anda, saya tak akan menghentikannya. Tapi yang akan merugi adalah Anda sendiri.” 

“Tak masalah. Yang dibutuhkan sekarang adalah nama baik Leo. Reputasiku sendiri tak penting meski hancur.” 

“Saya tetap peduli. Ibu Anda dan Pangeran Leonard pun demikian.” 

“Cukup kalian saja yang peduli.” 

Saat kami sedang berbicara, terdengar suara teriakan besar dari luar ruangan. 

“Dasar anak bodoh! Kamu ingin menghancurkan keluarga ini, hah!?” 

Sepertinya penyelidikan Duke Kleinert telah usai. Sekarang, mari kita lihat bagaimana dia akan menghadapi ini.

 

Bagian 2

“Ampun yang sebesar-besarnya saya mohon!” 

Mengucapkan demikian, Duke Kleinert membungkukkan kepalanya dalam-dalam. Di sampingnya, pemuda berambut pirang yang bertugas sebagai penjaga gerbang pun ikut menunduk. Meski begitu, dia tampak tidak senang dan sepertinya belum memahami sepenuhnya situasi yang terjadi, seolah-olah dipaksa datang ke sini. Bisa terlihat tidak puas dalam situasi seperti ini, itu keberanian yang luar biasa. 

“Duke. Tak perlu minta maaf dulu. Lebih baik jelaskan, apa yang sebenarnya terjadi?” 

“Y-Ya... Sebenarnya, lima hari yang lalu, Silver sempat berkunjung ke sini, tapi... Anak bodoh ini mengusirnya tanpa memeriksa dengan benar...” 

“Diusir...?” 

“Tapi, Ayah! Mana mungkin kita berpikir bahwa petualang kelas SS akan tiba-tiba datang ke tempat seperti ini? Wajar saja kalau aku mengira itu penipu, kan!?” 

“Diam kamu! Dasar anak dungu! Aku menyerahkan tugas penjagaan gerbang padamu hanya karena kamu tak berguna dalam hal lain, terutama saat aku keluar memburu monster! Tapi ternyata bahkan itu pun tak bisa kamu lakukan dengan benar!!” 

“T-Tapi Ayah sendiri yang bilang... Tugasku adalah mengusir para pria yang datang untuk bertemu Fine...” 

“Aku tak pernah bilang untuk mengusir petualang kelas SS! Kamu tinggal periksa saja kartu petualangnya, bukan!? Kenapa hal semudah itu pun tak bisa kamu lakukan!?” 

“Itu...” 

Mata si pemuda mulai gelisah. Itu tatapan orang yang sedang menimbang-nimbang apakah akan berbohong atau tidak. Orang bodoh biasanya cenderung berbohong secara terang-terangan, padahal kebohongannya mudah terbongkar. Bahkan kalau dia bilang Silver tak menunjukkan kartu petualangnya, kebohongannya akan segera ketahuan saat Silver dikonfirmasi langsung. 

Dalam situasi seperti ini, langkah paling aman adalah segera mengakui kesalahan dan menunduk. 

“Duke. Teguran untuk putra Anda bisa ditunda. Saya tahu ini terdengar keras, tapi kesalahan putra Anda juga merupakan kesalahan Anda.” 

“S-Saya sepenuhnya menyadari hal itu! Saya benar-benar tak tahu bagaimana harus meminta maaf pada Anda dan Pangeran Leonard...” 

“Minta maaf, katamu? Anda mengusir petualang kelas SS yang dikirim langsung oleh seorang pangeran, lalu hanya ingin menyelesaikannya dengan permintaan maaf? Kalau begitu biar kutanya! Bagaimana Anda akan menebusnya!? Silver yang telah kalian permalukan mungkin tidak akan mau bekerja sama lagi dengan kami! Lalu, dengan apa Anda akan menggantinya!?” 

“Kalau begitu... Tolong terima nyawaku sebagai tebusan!” 

“Kami tak butuh nyawamu! Atau pun anakmu yang tak berguna itu!” 

Ucapan itu membuat wajah Duke Kleinert berubah menjadi suram, sementara putranya menghela napas lega. Sulit dipercaya bahwa ayah seperti ini bisa memiliki anak seperti itu. Jika tak bisa membayar dengan nyawanya, maka Duke Kleinert harus memberikan sesuatu yang lain, sesuatu yang penting bagi keluarga duke dan bernilai tinggi bagi aku dan Leo. Dengan kata lain...

“Kalau begitu, izinkan saya menjadi gantinya. Jadi, saya mohon, maafkan ayah dan kakak saya, Yang Mulia.” 

Yang masuk ke ruangan sambil berkata demikian adalah Fine, mengenakan gaun indah. Melihatnya dari dekat, aku tak bisa menahan rasa kagum akan kecantikannya. Di tengah situasi seperti ini pun, pandanganku sulit terlepas darinya. 

Rambut pirangnya yang panjang bergelombang halus dan memantulkan cahaya dengan lembut. Mata birunya yang dalam seperti lautan memancarkan kehangatan yang mampu merangkul segalanya. Tubuhnya mungil, namun bahkan dari balik gaun pun terlihat bentuk tubuhnya yang menggoda. 

Meski wajahnya sedikit tegang karena gugup, keindahannya sama sekali tidak berkurang. Sejujurnya, jika benar-benar diberikan, aku akan menerimanya dengan senang hati. Setiap pria pun pasti akan berpikiran serupa. Aku hampir saja membiarkan naluriku menjawab lebih cepat dari akalku. Tapi ini bukan saatnya menuruti dorongan seperti itu. 

Kehadiran Fine benar-benar di luar perkiraan. Tadinya aku ingin menekan sang duke lebih jauh sebelum memintanya membantu Leo dalam perebutan takhta. 

“F-Fine! Maafkan kami! Yang Mulia, mohon! Anak saya itu masih terlalu muda!” 

Duke yang kini berlutut memohon menunjukkan kesungguhan dan kasih sayangnya terhadap sang putri. Bahkan sejak awal, dia bersedia menawarkan nyawanya sendiri daripada mengorbankan putranya. Itu menunjukkan betapa dia adalah seorang ayah yang baik. Demi melindungi ayahnya, Fine pun ikut berlutut dan memohon. 

“Yang Mulia, mohon pertimbangkan ayah dan kakak saya! Saya pun melihat saat Tuan Silver datang ke sini! Jika itu adalah dosa, maka saya pun bersalah!” 

“Adikku tak bersalah! Semua ini salahku! Kumohon, maafkan kami!” 

Pada akhirnya, sang putra pun ikut berlutut. Ini... Benar-benar membuatku tampak seperti penjahat.


Aku tak menyangka situasinya akan menjadi seperti ini. Sejujurnya, aku lebih membayangkan akan ada perang urat saraf dengan sang duke. Saat aku memandang Sebas seolah meminta bantuan, Sebas menghela napas panjang seakan sudah muak, lalu membuka mulutnya. 

“Yang Mulia. Mengingat keluarga Duke telah merendahkan diri sampai sejauh ini, bukankah sebaiknya Anda meredakan amarah Anda?” 

“Kamu menyuruhku memaafkan mereka? Ini sama saja dengan penghinaan! Jika kita membiarkan ini berlalu, kita tidak akan punya wibawa sedikit pun di masa depan!” 

“Kita bisa menyelesaikannya secara diam-diam. Anggap saja insiden ini tidak pernah terjadi.” 

“Lalu bagaimana dengan Silver?” 

“Dia adalah pria yang sangat menjunjung tinggi rasa tanggung jawab. Dia takkan membatalkan permintaan yang sudah diterima, dan mungkin saja masih berada di sekitar sini. Mari kita kirim orang untuk mencarinya. Jika kita meminta maaf dengan tulus, saya yakin dia pun akan mengerti.” 

“Kalaupun Silver menyelesaikan masalah di wilayah ini, bukankah fakta bahwa kita dipermalukan oleh keluarga Kleinert tetap tidak akan hilang?” 

Titik temu akhirnya mulai terlihat. Sekarang tinggal menunggu Sebas menunjuk bahwa aku bertindak sepihak, agar aku punya alasan untuk mundur. Keluarga duke mungkin akan memandangku sebagai tokoh kecil yang hanya menumpang nama besar adiknya, tapi itulah yang memang kuinginkan. Orang yang akan ikut serta dalam perebutan takhta adalah Leo, bukan aku. 

“Soal itu, sebaiknya dibicarakan lagi nanti bersama Pangeran Leonard.” 

“Tak ada gunanya bicara dengannya! Dia orang yang akan memaafkan siapa pun!” 

“Justru karena sifat beliau seperti itulah orang-orang berkumpul di sekelilingnya. Dan lagi, Yang Mulia Arnold, memang benar Anda adalah kakak dari Pangeran Leonard, tapi orang-orang berkumpul karena Pangeran Leonard. Kalau Anda memburuk-burukkan hubungan dengan keluarga duke tanpa sepengetahuan beliau, posisi Anda sendiri yang akan menjadi sulit.” 

“Tch... Baiklah. Aku akan menuruti saranmu. Duke, kirim orang untuk mencari Silver. Setelah ditemukan, aku sendiri yang akan berbicara dengannya. Sebas, kamu ikut membantu juga.” 

Sambil berpura-pura kesal, aku menyelesaikan pembicaraan ini. 

Setelah itu, selama aku menyelesaikan masalah di wilayah ini sebagai Silver, Duke Kleinert akan berpihak pada Leo. Sebagai langkah awal dari perebutan takhta, ini bisa dibilang cukup baik. Memikirkan hal itu, aku mulai pusing memikirkan bagaimana caranya memainkan dua peran sekaligus.


* * *


“Tak kusangka kamu masih berada di ibu kota wilayah ini. Sungguh di luar dugaan.” 

“Aku pikir pasti seseorang akan dikirim ke sini. Dalam artian itu, aku juga tak menyangka yang datang adalah si Pangeran Sisa.” 

Di sebuah penginapan sederhana yang ada di ibu kota wilayah, Silver berada di sana. Lebih tepatnya, dia hanya terlihat seolah berada di sana. 

Dengan sihir kuno, aku memanipulasi ingatan pemilik penginapan agar mengira bahwa seorang tamu dengan penampilan mencurigakan telah menginap sejak lima hari lalu. Sebas lalu berpura-pura menemukannya, dan aku pun muncul sebagai Silver untuk bertemu dengannya. 

“Lalu? Si gadis muda di sampingmu ini siapa?” 

“Senang akhirnya bertemu langsung, Tuan Silver. Nama saya Fine von Kleinert.” 

“Bukan pertemuan pertama, kan? Lima hari lalu, mata kita sempat bertemu.” 

Mendengar itu, Fine sedikit gemetar. 

Bagi gadis muda berusia enam belas tahun, berbicara dengan petualang kelas SS adalah tugas yang berat. Terlebih, dalam situasi di mana pihaknya yang bersalah dan dia harus meminta maaf, tentu beban itu semakin berat. 

Duke Kleinert kabarnya sedang sibuk menangani monster, sehingga tidak bisa datang langsung. Karena itulah aku bilang cukup aku saja yang menemui Silver. Namun, Fine bersikeras ikut sebagai wakil dari keluarga Kleinert. 

Berkat itu, aku kini harus memainkan dua peran sekaligus di depan Fine, menggunakan sihir ilusi untuk menciptakan sosok Silver. Aku memilih memakai ilusi untuk menciptakan Silver karena jika suatu saat terungkap, aku masih bisa berdalih bahwa Silver bersikap waspada. Kalau sebaliknya, akan muncul pertanyaan kenapa aku bisa menciptakan ilusi tingkat tinggi berupa ilusi suara dan wujud yang begitu sempurna. 

Sebagai tambahan, tidak mungkin aku dikenali dari suara. Topeng perak milik Silver adalah alat sihir yang sangat kuat. Topeng yang bisa mengubah suara, bahkan aroma tubuh, serta kesan yang dirasakan lawan bicara. Mustahil ada yang mengira kami adalah orang yang sama. 

“...Atas segala perilaku tidak sopan dari keluarga Kleinert... Kami sungguh-sungguh mohon maaf...” 

“Tak perlu meminta maaf. Nilai kalian di mataku sudah jatuh ke dasar. Katanya kalian adalah keluarga duke bijak yang peduli pada rakyat. Tapi ternyata semua itu cuma reputasi kosong.” 

“Itu...” 

“Tidak aneh kalau di wilayah yang sedang diganggu monster, para petualang berdatangan. Jika benar kalian memikirkan rakyat, kalian seharusnya siap menerima siapa pun. Fakta bahwa kakakmu mengusirku hanya menunjukkan kalau keluargamu tak menyiapkan itu dengan benar.” 

Ini poin penting. 

Bukan menjadikan kesalahan si kakak semata, tapi memperjelas bahwa ini adalah tanggung jawab seluruh keluarga duke. Dengan begitu, hukuman terhadap si kakak saja tidak akan cukup. Meskipun aku tahu Duke Kleinert tidak akan melakukan hal kejam itu. 

“Benar sekali... Semua ini kesalahan kami, keluarga Kleinert...” 

Melihat Fine yang menunduk lesu, aku berpikir sudah saatnya Silver menunjukkan perubahan sikap. 

Tujuan kedatangan kami adalah untuk membujuk Silver. Jika terlihat bahwa aku berhasil meyakinkan Silver, maka misi ini selesai. 

Alasan aku tidak membawa Sebas masuk ke ruangan ini adalah karena aku tidak ingin dia menyaksikan sandiwara murahan ini dan mengomentarinya. Karena yang akan kulakukan selanjutnya adalah meyakinkan diriku sendiri. 

“Silver. Kamu masih berniat melanjutkan misi ini?” 

“Jika tidak, aku takkan berada di sini. Tapi sebelum itu, ada yang harus kutanyakan.” 

“Apa itu?” 

“Sudahkah kamu berhasil menarik dukungan keluarga duke? Sebagai Pangeran Sisa?” 

“...Aku belum mendapat janji pasti.” 

“Memang layak disebut Pangeran Sisa. Masih jauh dari sang adik.” 

Silver menghela napas secara mencolok. 

Menghina diriku sendiri terasa aneh, tapi dengan begini, kemungkinan besar keluarga duke akan terdorong untuk memberikan dukungan. 

“Mereka pasti akan membantu. Kamu tak perlu khawatir.” 

“Pastikan mereka benar-benar berjanji. Kalau begitu, aku akan menyelesaikan misinya. Aku punya alasan pribadi agar adikmu bisa menjadi kaisar. Alasanku datang sejauh ini ke luar ibu kota adalah untuk menciptakan fraksi bangsawan yang mendukung Pangeran Leonard. Kupikir keluarga duke ini, yang katanya bijak, pasti akan membalas budi. Tapi kalau begini, hanya reputasi kosong. Jangan heran kalau aku minta mereka menuliskan sumpah tertulis. Kalau tidak, bisa saja mereka mengkhianatiku.” 

“Ayahku tak akan melakukan hal seperti itu!” 

“Tak ada gunanya menyangkalnya, Nona Fine. Kepercayaan itu sudah hilang.” 

Silver menyatakan hal itu dengan dingin. 

Sikapnya seperti itu karena aku ingin terlihat seolah dia awalnya menolak, lalu akhirnya aku berhasil membujuknya. Fine pasti akan menceritakannya pada ayahnya. Itu tentu juga bagian dari strategi Silver. 

Dengan begini, Duke Kleinert pasti akan berpihak pada Leo. Mungkin terlihat memutar, tapi keluarga Kleinert adalah tokoh penting dalam perebutan takhta. 

“Silver. Jadi jika tidak ada janji itu, kamu tak akan membantu?” 

“Jelas tidak.” 

“...Tolong terimalah misi penaklukan monster itu. Aku berjanji akan meyakinkan Duke agar berpihak.” 

“...Kamu menyuruhku berharap padamu, seorang Pangeran Sisa? Kamu sadar betapa nekatnya itu?” 

“Aku sadar. Tapi tetap saja. Kumohon...” mengatakan itu, aku membungkuk. 

Aku tak punya rasa malu soal harga diri. Aku bisa menunduk pada siapa pun. Lagipula, ini hanya ilusi ciptaanku sendiri. Tidak sakit, tidak memalukan. 

“Mudah sekali bagimu menunduk. Sepertinya kamu benar-benar tak punya harga diri sebagai bangsawan.” 

“Kalau Leo yang ada di sini, dia pasti juga akan melakukannya. Aku tahu kamu tak percaya padaku. Tapi bagaimanapun, aku ini kakaknya. Setidaknya izinkan aku menjalankan tugas sebagai kakak. Karena itu, tolong bunuh monsternya. Aku tak ingin masalah ini berlarut.” 

“...Baiklah. Sebagai petualang, aku juga tak bisa membiarkan monster itu dibiarkan bebas. Aku terima misi ini. Tapi, Nona Fine. Ketahuilah bahwa aku menaruh harapan pada keluarga duke. Bantuan ini hanya karena harapan itu.” 

“T-Terima kasih banyak! Kami akan memenuhi harapan Anda!” 

Dengan itu, sandiwara bujuk rayu kami terhadap Silver pun berakhir, dan kami meninggalkan penginapan. 

Saat kami naik ke dalam kereta yang telah disiapkan Sebas di luar, aku menghela napas panjang. 

Melihat itu, Fine menundukkan kepala seolah merasa bersalah. 

“Terima kasih banyak...” 

“...Kenapa kamu berterima kasih?” 

“Karena Yang Mulia telah membungkuk demi kami... Meski kami yang menyebabkan semua ini, Anda tetap berusaha membujuk Silver demi rakyat kami. Ucapan terima kasih adalah hal yang wajar.” 

Sepertinya dia salah paham besar. 

Apa dia tipe yang selalu berpikir positif seperti Leo? 

Aku harus segera meluruskan ini. Kalau tidak, akan merepotkan kalau orang-orang mulai mengira aku ini orang baik. 

“Aku menunduk hanya demi diriku sendiri. Bukan seperti yang kamu pikirkan. Itu cuma kesalahpahaman.” 

“Begitu ya... Kalau begitu biarlah aku tetap salah paham. Aku... Sempat mengira Yang Mulia adalah orang yang menakutkan. Tapi ternyata tidak.” 

“Bukan begitu...” 

“Ya. Ini memang salah paham. Anda membungkuk demi diri sendiri, bukan demi rakyat, apalagi kami. Tapi... Anda tidak keberatan aku salah paham, kan?” ucap Fine dengan senyum lembut. 

Senyuman itu jauh lebih alami dan jauh lebih indah daripada senyuman yang dulu membuat Kaisar memberinya hiasan rambut burung camar biru dan memukau seluruh rakyat ibu kota. 

Mungkin bisa dibilang aku tersentuh. Rasanya mirip saat dulu aku bersama ibu menyaksikan hujan meteor yang hanya terjadi sekali dalam puluhan tahun. Langit malam tanpa awan dipenuhi cahaya bintang jatuh. Begitu indah, begitu mengagumkan. Perasaan itu sama seperti yang kurasakan ketika melihat senyum Fine. 

Tanpa bisa menahan diri, aku pun terpana menatap senyumnya. Merasa wajahku mulai memerah, aku cepat-cepat memalingkan pandangan ke luar jendela. 

Dan karena itu, aku kehilangan kesempatan untuk meluruskan kesalahpahaman itu. 

Pada akhirnya, karena merasa tak terlalu buruk disalahpahami seperti itu oleh Fine, aku pun tidak pernah meluruskannya.

 

Bagian 3

“Benar-benar situasi yang parah.” 

Sambil mengenakan penampilan Silver, aku berdiri bersama Sebas, memandangi sarang monster yang menjadi masalah dari kejauhan. 

Monster yang muncul di wilayah Duke Kleinert diklasifikasikan sebagai monster peringkat AA. 

Dalam sistem peringkat dari F hingga SS, AA adalah peringkat keempat dari atas. Monster sekelas ini biasanya ditangani oleh tim beranggotakan empat sampai lima petualang peringkat A ke atas. Dengan kata lain, ini adalah level yang sedikit di luar kemampuan rata-rata cabang guild petualang di Kekaisaran. 

Faktanya, Duke Kleinert telah mengajukan permintaan kepada guild, dan dikirimlah satu tim yang terdiri dari empat petualang peringkat B dan dua petualang peringkat A, total enam orang. Namun mereka belum berhasil menyelesaikannya. 

“Kalau lawannya adalah Mother Slime, ya, tak bisa disalahkan.” 

Sedikit jauh dari ibu kota wilayah, ada sebuah gunung. 

Di sanalah ratusan slime berkeliaran. Satu per satu memang lemah, tapi jumlah mereka sangat banyak. Mereka mulai menyebar ke berbagai tempat, merusak tanaman dan hasil panen. Maka dari itu, sang adipati pun terpaksa turun tangan bersama para kesatrianya untuk mengatasi mereka. 

Penyebab munculnya begitu banyak slime adalah monster langka bernama Mother Slime yang bersembunyi di gunung tersebut. 

Mother Slime, seperti namanya, adalah induk yang mampu melahirkan slime anak dalam jumlah besar. Ia menyerap segala hal, mengubahnya menjadi nutrisi, dan terus melahirkan slime baru. Ada negara yang bahkan hancur karena tidak mampu menghentikan makhluk ini. Ia adalah monster yang sangat merepotkan. 

Cara terbaik menanganinya adalah memburu Mother Slime sebelum ia sempat membangun sarang dan berkembang biak. Namun, saat sang duke mengirim permintaan ke guild, itu sudah terlambat. 

Berdasarkan laporan, jumlah slime anak yang telah dilahirkan sudah setara dengan sebuah pasukan. 

“Pokoknya kita harus segera mengalahkan Mother Slime, atau ini tidak akan berakhir.” 

“Memang begitu, tapi bagaimana Anda akan menjelaskan ini kepada para petualang yang sudah menerima misi ini sebelumnya?” 

“Itu masalahnya.” 

Petualang pada dasarnya adalah orang-orang bebas. 

Mereka tak tunduk pada hierarki seperti dalam masyarakat bangsawan. Mereka menjalankan misi dengan sungguh-sungguh karena itulah yang membangun reputasi dan kepercayaan mereka. 

Karena itu pula, sekalipun yang datang adalah petualang kelas SS, mereka tidak akan suka jika ada yang memotong jalur mereka dalam misi. Kecuali jika ada surat resmi dari guild, yang tentu saja tidak kumiliki, karena aku menerima misi ini dari jalur berbeda. 

“Aku suka sikap mandiri para petualang seperti itu, tapi kali ini justru membuat situasi jadi sulit.” 

“Kalau mereka tidak mau mundur, mungkin ini akan memakan waktu.” 

“Sejujurnya, kita tidak punya waktu. Semoga saja mereka mengerti situasinya. Kamu kembali lebih dulu. Aku akan mengurus ini.” 

“Semoga keberuntungan menyertai Anda.” 

Setelah berkata demikian, aku berpisah dari Sebas dan berjalan menuju para petualang yang sedang berkemah di kaki gunung. 

Membawa Sebas bersamaku hanya akan menimbulkan kecurigaan dan bisa mendekatkan mereka pada kebenaran tentang identitasku. 

“Semuanya, lihat siapa yang datang. Petualang kelas SS telah menyempatkan diri untuk berkunjung!” 

Pemuda berambut merah yang berjaga di luar berkata demikian. Dari dalam tenda, para petualang satu per satu keluar memperlihatkan diri. 

Lima pria dan satu wanita. 

Semua menunjukkan sorot mata yang tajam. 

“Aku Abel, pemimpin kelompok ini. Peringkat A. Dari sudut pandangmu, aku mungkin hanya semut kecil.” 

“Namaku Silver, petualang kelas SS.” 

Aku menjabat tangan yang disodorkan oleh Abel. 

Saat aku menggenggam ringan, Abel justru menggenggam erat, seolah ingin menghancurkannya. 

Sepertinya dia tidak suka padaku. 

“Aku sudah dengar dari sang duke bahwa kamu akan datang sebagai bala bantuan. Tapi kalau kami menyerahkan misi begitu saja, maka tak ada artinya menjadi petualang, bukan?” 

“Ya, aku mengerti.” 

“Menyerobot misi yang sedang dikerjakan orang lain adalah pelanggaran etika petualang. Kamu tahu itu?” 

“Tentu saja.” 

Setelah menurunkan tanganku, aku memandangi lima orang lainnya. 

Melihat dari sikapnya, sepertinya satu-satunya petualang peringkat A lainnya adalah si wanita. 

Rambut cokelatnya diikat dengan gaya ponytail pendek, dan wajahnya tertutup topi, tapi dari posturnya, tak diragukan dia adalah perempuan. 

Penampilannya sepenuhnya seperti anak lelaki, jadi tidak heran kalau banyak yang salah mengira.

Kelihatannya dia hanya membantu tim Abel sementara. Dia berdiri sedikit di belakang dan tak berniat menyela. 

Kalau begitu, sepertinya cukup membujuk Abel saja. 

“Kalau begitu kenapa kamu datang mengganggu? Bahkan menggunakan koneksi dengan bangsawan! Petualang selevelmu tak mungkin kekurangan misi, kan!?” 

“Kamu benar. Aku bisa mengerti rasa tidak senangmu. Terserahmu ingin memaki atau memukulku. Aku takkan membalas.” 

“Apa!?” 

“Tapi... Aku ingin bertanya sebagai sesama petualang. Apa kalian bisa mengatasi situasi ini?” 

“...”

Abel tak menjawab. Yang lainnya juga diam. Cuma ngomong memang mudah, tapi kepercayaan adalah segalanya bagi petualang. Tidak boleh berbohong dan mengaku bisa jika sebenarnya tidak mampu. 

Keenam orang ini adalah petualang yang terbaik di wilayah sekitar. Mereka mungkin bukan memilih misi ini sendiri, melainkan ditugaskan oleh cabang guild. 

Tapi begitu tiba di lokasi, mereka sadar situasinya jauh lebih buruk dari laporan. Mother Slime adalah monster yang kekuatannya meningkat seiring waktu. Selama ia menghisap nutrisi di sarangnya, ia menjadi semakin kuat. Ia memang melemah setelah melahirkan slime anak, tapi anak-anak itu justru kembali membawa makanan, membuatnya tak terkendali. 

Jika dibiarkan, kawasan ini akan musnah. 

“...Ukuran Mother Slime jauh lebih besar dari yang kami dengar. Kami telah mencoba beberapa kali, namun gagal memberi luka fatal dan terpaksa mundur. Kami benar-benar kekurangan daya serang.” 

Akhirnya, petualang wanita yang sejak tadi diam mulai angkat bicara. 

Abel mendecakkan lidah, tampaknya dia juga sudah mengerti situasinya. 

“Jika kalian benar-benar tak ingin aku ikut campur, aku tidak akan ikut. Tapi aku akan melapor langsung ke markas pusat guild untuk mengeluarkan misi darurat. Aku akan kembali ke sini membawa surat resmi. Tapi itu akan memakan waktu beberapa hari. Jika kalian bisa menaklukkan monster itu dalam waktu tersebut, aku tidak akan menghentikan kalian. Tapi... Dalam beberapa hari itu, wilayah ini bisa mengalami kerusakan besar.” 

“...Aku tahu. Aku tahu kamu tidak datang ke sini demi uang.” 

“Kalian boleh ambil semua bayaran. Kumohon, izinkan aku mengurus Mother Slime. Sebagai petualang, aku tak bisa membiarkan bencana ini berkembang.” 

“...Baiklah. Aku akui kami tidak cukup kuat. Lakukan sesukamu.” 

Abel menunduk dan jatuh duduk. 

Seorang petualang naik karena kekuatannya sendiri. Ketika dia gagal menyelesaikan misi, itu adalah aib terbesar. 

Ada juga petualang yang terlalu mempertahankan harga diri dan akhirnya mati konyol. Dalam arti itu, Abel adalah petualang yang cerdas dan mampu menilai situasi. 

“Maafkan aku, semuanya...” 

Abel meminta maaf kepada timnya. Mungkin kalau sendiri, dia akan nekat maju. Tapi dia juga memikirkan anggota timnya. Pemimpin yang baik. 

“Karena kalian sudah menyerang lebih dulu, kerusakan masih bisa dikendalikan. Tanpa kalian, kawasan ini pasti sudah dipenuhi slime. Misi ini semestinya ditangani oleh tim berisi petualang A ke atas. Kalian sudah berbuat banyak. Guild pasti berterima kasih.” 

“Hah... Tak kusangka akan dipuji oleh petualang kelas SS.” 

“Jangan anggap itu sindiran. Aku benar-benar berterima kasih. Aku berutang pada kalian. Jika ada apa-apa, datanglah ke cabang ibu kota. Aku akan membantu.” 

Setelah berkata demikian, aku mengangkat tanganku ke arah gunung. 

Mengabaikan tatapan heran keenam orang itu, aku mulai melafalkan mantra. 

“Aku adalah pembawa kehendak langit. Aku adalah pengetahuan dari hukum langit dan bumi. Saat penghakiman telah tiba. Mereka yang bersalah gemetarlah, dan yang tak berdosa bersukacitalah. Kata-kataku adalah firman para dewa. Pukulanku adalah sentuhan para dewa. Terkumpullah di tangan ini api bencana yang membakar langit. Wahai nyala surgawi, bakarlah pendosa menjadi abu. Execution Prominence.”

Delapan baris panjang dalam satu mantra. Di ujung tanganku terbentang lingkaran sihir raksasa. 

Dalam sihir modern, tidak ada mantra sepanjang ini. Paling panjang hanya tujuh baris. Delapan baris berarti ini adalah sihir yang tidak diwariskan di zaman sekarang.

Sihir yang berasal dari zaman ketika sihir jauh lebih berkembang dibandingkan sekarang, itulah yang disebut sihir kuno. 

Sihir yang hanya bisa digunakan oleh mereka yang memiliki bakat luar biasa itu, lama-kelamaan dilupakan dan akhirnya punah karena tak ada lagi yang mewariskannya. 

Satu-satunya cara untuk menghidupkan kembali sihir kuno itu adalah dengan memecahkan makna dari naskah-naskah langka yang tersisa. Karena itulah, di seluruh benua ini, pengguna sihir kuno bisa dihitung dengan jari. 

Secara alami, mereka yang bisa menyaksikan sihir itu secara langsung juga sangat sedikit. 

Maka dari itu, dalam arti tertentu, keenam orang yang berada di tempat ini baru saja mengalami sesuatu yang luar biasa langka. 

Lingkaran sihir raksasa mulai terisi oleh kekuatan magis. Lalu, enam lingkaran sihir kecil lainnya muncul di sekelilingnya. 

Lingkaran-lingkaran sihir kecil itu berputar-putar mengelilingi lingkaran utama. 

Dan ketika kekuatan magisnya mencapai titik hampir meledak, cahaya api yang menyilaukan meluncur dari lingkaran sihir. 

Dalam sekejap, cahaya itu membakar habis seluruh pepohonan di gunung, sekaligus memanggang para slime yang bersarang di sana. Tapi tak berhenti di situ, gunung itu sendiri pun dibakar hingga tak tersisa. 

Yang tertinggal hanyalah tanah hangus menghitam. 

“Dengan ini, slime tak akan bisa berkembang lagi.” 

“Gila...” 

“...Jadi ini sihir kuno yang digunakan oleh petualang kelas SS...” 

Abel dan petualang wanita itu bergumam. Yang lainnya hanya terdiam, masih mencoba memahami apa yang baru saja terjadi di depan mata mereka. Sihir yang bisa membakar habis sebuah gunung. Itu sudah masuk ke dalam ranah legenda. 

Tak heran kalau mereka kesulitan memproses apa yang baru saja mereka lihat. 

“Bisa kuminta kalian untuk melapor?” 

“...Kamu sendiri yang harus pergi. Kami tidak melakukan apa pun. Kamu telah menyelamatkan wilayah duke. Kamulah pahlawannya, tahu?” 

“Maaf, tapi aku tak tertarik dengan itu. Masih banyak yang harus kulakukan. Sisanya kuserahkan padamu.” 

Setelah mengatakan itu, aku menggunakan sihir teleportasi dan meninggalkan tempat itu. 

Lokasi teleportasi adalah salah satu kamar di kediaman Duke Kleinert, ruangan yang memang dialokasikan untukku. 

Saat ini, masih dikatakan bahwa Pangeran Arnold sedang berada di wilayah ini. Setelah menerima laporan bersama Duke bahwa Silver telah mengalahkan Mother Slime, barulah aku akan memperoleh komitmen dukungan dari sang duke. Setelah itu, barulah tugasku selesai. 

Sampai saat itu tiba, aku tidak boleh lengah. Begitu pikirku saat melepas topeng perak itu. 

Namun aku baru menyadari betapa fatalnya kelengahan itu setelah suara itu terdengar. 

“Eh...?” 

Suara itu sarat dengan keterkejutan, sebuah suara yang muncul karena sesuatu yang benar-benar tak terduga telah terjadi. 

Mengenali suara yang amat kukenal itu, aku langsung dilanda penyesalan. 

Aku tidak menyangka ada orang di ruangan ini. Karena ruangan ini adalah kamar yang diperuntukkan bagi pangeran, kupikir tidak mungkin ada orang yang masuk tanpa izinku. Aku berbalik, dan saat melihat wajah itu, penyesalan dalam diriku semakin dalam. 

“...Fine.” 

“...Pangeran Arnold...?” 

Seorang gadis yang tak hanya dikenal karena kecantikannya, tapi juga sebagai putri dari seorang duke. 

Gadis yang tidak bisa dengan mudah dibungkam, Fine, berdiri di sana.

 

Bagian 4

Di tangan Fine terdapat sebuah nampan berisi kue-kue. Mungkin dia datang untuk mengantarkan itu, dan karena tak mendapat jawaban, dia pun masuk ke dalam. 

Aku sudah memberitahu bahwa aku tidak ingin makan, jadi kupikir tidak akan ada yang datang ke kamarku. Aku tak pernah menyangka akan terjadi kesalahan seperti ini. 

“Ah, Pangeran Arnold...? Barusan Anda menggunakan sihir teleportasi, dan pakaian itu... Bukankah itu milik Tuan Silver...?” 

“...”

Bisakah aku berpura-pura ini adalah hobi berpakaian aneh? Tidak, jelas mustahil. 

Lalu, apakah aku harus membunuhnya? Itu juga tidak mungkin. Fine adalah kesayangan Kaisar. Jika sesuatu terjadi padanya, Kaisar pasti akan langsung turun tangan menyelidiki. Dan yang pasti dicurigai adalah aku. Jika sampai aku dicurigai, maka perebutan takhta Leo akan berakhir seketika. 

Sihir yang kupakai untuk memanipulasi ingatan pemilik penginapan tidak cukup kuat untuk mengubah ingatan sekelas ini. Tidak mungkin kubohongi. Tidak bisa kubungkam juga. Benar-benar jalan buntu. 

“...Kenapa kamu masuk ke kamar ini?” 

“Ah, itu... Karena aku baru saja memanggang kue, kupikir mungkin Anda ingin mencicipinya... Dan karena tidak ada jawaban, aku salah paham dan mengira terjadi sesuatu...” 

“Haaah...” 

Melihat Fine yang mengecil dan tampak menyesal, membuatku kehilangan semangat untuk bersikap keras. 

Aku kehilangan niat untuk mengambil tindakan ekstrem. Tapi membiarkannya begitu saja juga bukan pilihan. 

“Kamu telah mengetahui rahasiaku. Karena itu, aku tidak bisa membiarkanmu pergi begitu saja.” 

“S-Saya tidak akan memberitahu siapa pun! Bahwa Pangeran adalah Tuan Silver, itu akan saya rahasiakan!” 

“Kamu mengatakannya cukup keras, tahu.” 

“Ah...” 

“Tenang saja. Aku sudah memasang penghalang kedap suara. Apa pun yang dikatakan di sini tidak akan terdengar ke luar.” 

“B-Begitu ya... Terima kasih banyak...” 

Fine berkata sambil pipinya memerah malu. 

Sepertinya dia belum menyadari bahwa dirinya sedang dalam bahaya. Fakta bahwa suara dari dalam ruangan tidak bisa keluar, berarti dia tidak bisa meminta pertolongan apa pun yang terjadi padanya... 

“Tak terpikir olehmu bahwa aku mungkin akan melakukan sesuatu padamu?” 

“Melakukan sesuatu? Maksud Anda?” 

“Misalnya menyerangmu untuk membungkam mulutmu.” 

“Anda? Tidak mungkin. Dan meskipun itu terjadi, pasti itu sesuatu yang harus dilakukan, bukan? Maka saya akan menerimanya.” 

“...Aku tidak ingat pernah mendapatkan kepercayaan sebesar itu.” 

“Kalau Anda adalah Tuan Silver, berarti Anda sudah mengalahkan monster itu, bukan? Maka Anda adalah pahlawan yang telah menyelamatkan wilayah kami. Selain itu, Anda datang ke sini sebagai pangeran dan melakukan semua sandiwara rumit ini demi adik Anda, bukan? Maka saya bisa mempercayai Anda. Orang yang bisa bergerak demi orang lain, pasti adalah orang yang baik hati,” ucap Fine sambil memperlihatkan senyum lembut yang penuh ketulusan. 

Dia pasti orang yang sangat baik. Bisa mempercayai orang lain sampai sejauh itu. 

Dengan mengetahui bahwa aku adalah Silver, dia seharusnya bisa menyadari bahwa semua kejadian ini dimaksudkan untuk menjatuhkan reputasi keluarga Kleinert dan membuat mereka berutang budi pada pihakku. Tapi meski begitu, Fine tetap mempercayaiku. 

Kepercayaan seperti itu tak bisa kuabaikan begitu saja. 

“Satu-satunya orang yang tahu rahasiaku hanyalah Sebas. Dan Sebas tidak akan membuka mulut. Jika rahasia ini sampai bocor, aku tidak akan pernah memaafkanmu. Jadi, jangan katakan apa pun kepada siapa pun.” 

“Baik! Saya mengerti!” 

Mendengar jawabannya yang begitu bersemangat, aku hanya bisa menghela napas. Sempat terpikir untuk memakai sihir ilusi dan membuatnya mengira semua ini hanyalah mimpi, tapi trik seperti itu pasti akan meninggalkan celah. 

Dan celah sekecil itu pun bisa menjadi titik lemah yang fatal di masa depan. Kalau begitu, lebih baik aku mempercayai Fine saja. 

Dari percakapan sejauh ini, aku sudah cukup memahami kepribadiannya. Jika pun rahasia ini bocor, itu pasti hanya kepada orang-orang dekatnya. Dan bila itu terjadi, aku masih bisa mengambil langkah ekstrem setelahnya. 

“Tak kusangka, rahasia yang telah kujaga selama ini akhirnya terbongkar hanya karena hal seperti ini...” 

“Jangan bersedih. Silakan nikmati kuenya. Ah, akan kusediakan teh juga.” 

Sambil bersenandung riang, Fine mulai menyusun kue-kue di atas meja dan menyiapkan teh. Aku hanya bisa mengomel dalam hati sambil melihatnya. Ini semua gara-gara kamu....


* * *


“Itulah laporan atas misi kali ini.” 

Abel yang telah kembali ke ibu kota wilayah berlutut di hadapan sang Duke dan menyampaikan seluruh rangkaian kejadian. 

Setelah mendengarkan semuanya, Duke mengangguk berulang kali, lalu mengucapkan kata-kata penghargaan kepada Abel. 

“Benar-benar kerja keras yang luar biasa. Aku sungguh menyesal karena ini menjadi misi yang begitu berat. Ini bukan bagian dari bayaran tugas, melainkan bentuk rasa terima kasih pribadi. Tolong terimalah.” 

Sambil berkata demikian, beberapa kantong kecil diletakkan di depan Abel. 

Di dalamnya terdapat uang dalam jumlah yang cukup besar. Namun Abel menggeleng dan menolak. 

“Bayaran misi saja sudah cukup. Seperti yang telah saya sampaikan sebelumnya, penyelesaian misi ini sepenuhnya berkat Silver, bukan kami. Sebagai seorang petualang, saya memiliki harga diri. Mohon pengertiannya.” 

“Begitukah... Baiklah, aku mengerti. Kalau begitu, jika suatu saat kami membutuhkan bantuan lagi, aku harap kamu bersedia membantu.” 

“Tentu. Saat itu tiba, kami pasti akan menuntaskan misi itu dengan kekuatan kami sendiri.” 

Dengan berkata demikian, Abel meninggalkan tempat itu. Kini yang tersisa hanyalah aku dan Duke. 

“Jadi, segalanya sudah beres.” 

“Benar. Hamba tak tahu harus berapa kali mengucapkan terima kasih pada Yang Mulia. Terima kasih banyak.” 

“Ucapkan terima kasih itu pada Leo. Aku datang ke sini, dan Silver pun bergerak, semua demi Leo.” 

“Baik... Yang Mulia. Keluarga Duke Kleinert akan mendukung sepenuhnya Pangeran Leonart dan menjadi penopangnya. Kami akan membalas budi ini.” 

Mendengar kata-kata itu akhirnya terucap, aku menarik napas lega dan mengulurkan tangan kananku ke arah Duke. 

Melihat itu, Duke pun menjabat tanganku. 

“Kami mengandalkanmu.” 

“Kami pasti akan mengangkat Pangeran Leonard ke atas takhta.” 

“Ya.” 

Dengan ini, Leo telah berhasil membentuk posisi sebagai kekuatan keempat dalam perebutan takhta, menyusul ketiga kakaknya yang menjadi kandidat utama. 

Jika keluarga bangsawan besar seperti Kleinert telah berpihak padanya, para bangsawan lain yang masih bersikap netral kemungkinan besar akan ikut bergabung. 

Bahkan ayah kami pun akan mulai menganggap Leo sebagai salah satu penerus sah untuk takhta. Akhirnya, dia telah mencapai garis start. 

Meski belum waktunya bersantai, aku merasa satu pekerjaan besar telah selesai. Namun saat itulah sang Duke, tampak sedikit cemas, membuka percakapan. 

“Yang Mulia... Apakah Anda memiliki cukup orang kepercayaan?” 

“Orang kepercayaan, ya... Kalau boleh jujur, aku ingin mengatakan cukup, tapi kenyataannya masih jauh dari cukup. Masih banyak bangsawan yang memilih diam, dan untuk bisa bernegosiasi dengan mereka, aku butuh lebih banyak orang yang bisa kupercaya.” 

“Begitu ya. Syukurlah.” 

“Kamu berniat meminjamkan seseorang padaku?” 

“Ya. Saya ingin menitipkan putri saya.”

“A-Apa...?” 

Tanpa sadar aku bertanya ulang. Reaksi itu disambut sang Duke dengan senyum geli. 

“Tak heran Anda terkejut. Saya pun terkejut saat Fine sendiri yang mengatakannya kemarin. Dia bilang ingin membalas kebaikan Yang Mulia yang telah menyelamatkan wilayah kami... Anak itu biasanya tidak pernah menunjukkan kehendaknya sendiri, jadi ini cukup menyentuh hati saya.” 

“Tunggu dulu... aku jadi bingung kalau kamu bicara seperti itu...” 

“Yang Mulia, anak itu cukup dikenal di ibu kota. Di pun disukai oleh Yang Mulia Kaisar. Saya yakin dia akan sangat berguna.” 

“Aku tidak menyangkal itu... Tapi, kamu yakin? Kamu sebagai ayahnya?” 

Keuntungan dari Fine memang tak terhitung. Dia pasti akan sangat berguna. 

Namun, alasan kenapa tiba-tiba ingin pergi ke ibu kota jelas karena dia mengetahui rahasiaku kemarin. Sejujurnya, akan lebih menenangkan jika dia tetap tinggal di wilayah ini. 

Di ibu kota, dia akan bertemu banyak orang, dan kita tak tahu dari mana informasi bisa bocor. 

Karena itu, aku sempat berpikir memanfaatkan cinta ayah pada anak untuk menolaknya. 

“Itu adalah keinginan anakku sendiri. Mohon bimbinglah dia.” 

“...”

Kupikir ia akan menahan kepergian putrinya karena rasa sayang, tapi justru sebaliknya, dia malah mendorongnya. Orang macam apa sebenarnya dia ini? Aku benar-benar kehabisan alasan untuk menolak. 

Pada akhirnya, aku tak punya pilihan selain mengizinkan Fine ikut serta. Dan kemudian...

“Kalau begitu, aku berangkat, Ayah, Kakak.” 

“Ya, lakukan tugasmu sebaik mungkin.” 

“Jaga dirimu baik-baik ya...”

Fine menaiki kereta dengan ayah dan kakaknya mengantarnya. 

Dia melambai dari jendela kereta untuk beberapa saat, dan setelah sosok keduanya tak lagi terlihat, dia pun mengarahkan tatapannya langsung padaku yang duduk di hadapannya. 

“Pangeran Arnold. Meskipun saya tidak berbakat, saya mohon bimbingannya mulai sekarang.” 

“Haaah...” 

“Apakah Anda marah...?” 

“Aku terkejut. Yang akan kita hadapi ke depan adalah perebutan takhta, sebuah pergulatan gelap yang telah berkali-kali diwarnai darah. Jika ingin mundur, sekarang waktunya.” 

“Saya memahami itu. Namun... Saya tetap ingin membantu. Dan bukankah lebih menenangkan jika saya berada di sisi Anda untuk mengawasi langsung?” 

“Tidak, justru lebih menenangkan kalau kamu tetap tinggal di wilayahmu.” 

“Eehhh!?” 

Melihat Fine terkejut sambil melambaikan kedua tangannya, aku hanya bisa menghela napas sekali lagi. 

Apakah aku benar-benar akan baik-baik saja, dengan gadis seperti ini yang tahu rahasiaku...?

 

Bagian 5

Setelah kembali ke ibu kota kekaisaran, aku segera menuju ke kamar Leo. 

Meskipun Leo tahu bahwa aku sedang bergerak, dia tidak tahu bahwa aku terhubung dengan Silver. Karena itu, aku harus membereskan masalah tersebut terlebih dahulu. 

Aku pun melangkah dengan agak tergesa menuju kamarnya, namun tepat saat itu seseorang keluar dari dalam ruangan. 

Seseorang yang cukup membuatku gugup. 

“H-Hai, Marie...” 

“Sudah lama tidak bertemu, Yang Mulia Arnold,” sambil berkata demikian, pelayam yang baru saja keluar dari kamar itu membungkuk sopan padaku. 

Rambut birunya dipotong rapi sebatas bahu, dan matanya yang sejernih kristal menampakkan warna biru pucat yang sama sekali tak menunjukkan emosi. Nama pelayan ini adalah Marie Vilke. 

Dia adalah pelayan pribadi Leo, dan karena kemampuannya yang luar biasa, kini dia juga menjalankan peran semacam sekretaris Leo, seorang wanita muda yang penuh bakat. 

Usianya enam belas tahun. Dia berasal dari kalangan rakyat biasa, dan bertemu dengan Leo saat sedang mencari pekerjaan. Karena kemampuannya yang menonjol, dia pun mulai diberi berbagai tanggung jawab, hingga akhirnya menjadi orang kepercayaan Leo. 

Entah kenapa, aku tidak terlalu pandai berurusan dengan pelayan yang selalu mengutamakan Leo dalam segala hal ini. 

Alasannya... 

“...Eh, Leo ada di dalam?” 

“Ya.” 

“...”

Seperti itulah, Marie sangat pendiam. Dan juga tanpa ekspresi. 



Rasanya, sikapnya jadi makin kentara seperti itu saat sedang bersamaku. Kurasa dalam pandangannya, aku yang selalu seenaknya ini tidak layak mendapat simpati. 

Ketika reputasiku menurun, reputasi Leo biasanya justru meningkat. Tapi sesekali ada juga orang yang meremehkan Leo hanya karena dia bersaudara denganku. Dan bagi Marie, hal seperti itu pasti bukan sesuatu yang menyenangkan. 

Dia mungkin ingin aku bisa bersikap lebih layak. 

Itulah yang kutangkap dari sikap diamnya yang dingin, dan aku menafsirkannya begitu. 

“Selama aku tidak ada, apakah ada perubahan?” 

“Ya. Perlahan-lahan orang-orang mulai berkumpul di bawah Pangeran Leonard. Kebanyakan dari mereka adalah rakyat biasa. Saya hendak pergi sekarang untuk menyeleksi mereka.”

“Begitu ya. Yah, Leo memang tidak terikat oleh status sosial. Baiklah, terima kasih. Semangat, ya.” 

“Baik. Mohon permisi.” 

Sambil tetap tanpa ekspresi, Marie melangkah melewatiku. 

Namun, entah mengapa, dia berhenti sejenak dan menatap wajahku dengan saksama. 

“Yang Mulia Arnold.” 

“A-Ada apa?” 

“Yang Mulia Arnold... Entah mengapa, Anda terlihat sedikit lebih tangguh. Untuk pertama kalinya, saya merasa Anda sedikit mirip dengan Yang Mulia Leonard.” 

Setelah mengucapkan itu, Marie membungkuk sekali lagi dan kali ini benar-benar pergi. 

Apa maksudnya itu...? 

“Marie memang terlihat seperti orang yang tajam dalam mengamati. Mulai sekarang, aku harus lebih berhati-hati.” 

Berusaha terlihat sebisa mungkin menyedihkan, aku mengendorkan ekspresi wajah dan melonggarkan postur tubuh sebelum akhirnya memasuki kamar Leo.


* * *


“Jadi, Kakak ternyata punya hubungan dengan Silver, ya... Aku tahu jaringan pertemananmu luas, tapi tak kusangka sampai berhubungan dengan orang sebesar itu.” 

“Bukan aku yang memulai perkenalan itu. Dia yang mendekatiku lebih dulu. Sebagai tanda kepercayaan, dia bilang akan membantu menarik Duke Kleinert ke pihak kita. Jadi aku dan Silver menyusun seolah-olah kamulah yang memintanya. Maaf karena kesannya seperti kamu menyetujuinya belakangan.” 

Di kamar Leo, setelah melaporkan situasi di wilayah Duke, aku menjelaskan soal Silver. 

Kalau tidak kuatur agar terlihat seperti Silver yang memimpin, gerak-gerikku akan terbatas. Aku hanya diperalat oleh Silver. Bahkan jika informasi ini bocor, kebanyakan orang akan melihatnya begitu. 

Cepat atau lambat, hubungan kami dengan Silver akan terbongkar. Aku harus mempersiapkan diri untuk saat itu. 

“Tak apa. Aku yakin Kakak sudah memikirkannya dengan matang.” 

“Ya. Aku tak memberitahumu karena belum sepenuhnya percaya padanya. Tapi dia bergerak sesuai ucapannya. Untuk sementara, kupikir kita bisa mempercayainya. Meskipun, tak bisa disangkal kalau dia itu pria yang penuh misteri. Alasan dia membantu kita pun masih belum jelas, jadi sebaiknya jangan terlalu mengandalkannya dulu.” 

“Begitu ya... Aku jadi ingin bertemu langsung dengannya.” 

“Akan kusampaikan. Tapi kalau dilihat dari caranya mendekatiku, sepertinya dia belum ingin bertemu langsung denganmu. Aku tahu cara menghubunginya, tapi apakah dia akan menanggapi atau tidak, itu tergantung padanya. Dia itu seperti kartu joker, dia bergerak sesukanya. Jangan terlalu bergantung padanya.” 

“Dimengerti. Tapi berkat dia, wilayah Duke Kleinert bisa diselamatkan, dan sekarang mereka bersedia membantu. Dia pasti orang baik.” 

“Kamu selalu melihat sisi baiknya saja...” 

Aku menghela napas dengan nada kelelahan. 

Belakangan ini aku sering menarik napas begitu. Alasannya jelas. Selain Leo, sekarang ada satu lagi orang dengan tipe serupa yang berada di sekitarku. 

“Ngomong-ngomong, aku dengar Duke mengirim orang ke sini. Siapa yang datang? Tak mungkin Duke sendiri, kan?” 

“Ah, benar juga. Sebas, panggil dia.” 

“Baik.” 

Setelah aku memanggil Sebas, tak lama kemudian Fine yang menunggu di ruangan sebelah datang masuk. 

“Senang berkenalan dengan Anda, Yang Mulia Pangeran Leonard. Saya Fine von Kleinert, putri sulung Duke Kleinert. Mohon bimbingannya.” 

Dengan anggun ia memegang roknya dan menunduk memberi salam. 

Leo pun tanpa terkejut membalas dengan sikap yang sempurna. 

“Aku Leonard Lakes Ardler, Pangeran kedelapan. Tak kusangka bisa berbicara langsung dengan Blau Mève. Jauh lebih memesona dari yang terlihat dari kejauhan. Suatu kehormatan.” 

“Aduh, Anda pandai merayu. Saya juga senang akhirnya bisa bertemu adik dari Pangeran Arnold. Seperti yang beliau katakan, Anda tampak sangat lembut. Saya jadi tenang.” 

“Jadi Kakak pernah membicarakanku? Wah, aku penasaran, ceritakan dong.” 

“Dengan senang hati. Ah, saya akan menyeduhkan teh dulu.” 

“Terima kasih.” 

Tak sampai semenit, mereka sudah akrab. Adikku ini sungguh menakjubkan. Kemampuan untuk masuk ke hati orang lain seperti ini rasanya memang bakat alami. 

Topik pembicaraan mereka tak banyak, jadi otomatis aku jadi bahan pembicaraan utama. 

Sementara aku hanya bisa meringis tak nyaman. Mungkin karena merasa tak enak, Leo pun mengalihkan pembicaraan padaku. 

“Ngomong-ngomong, Kak, kamu berencana melibatkan Fine dalam hal apa?” 

“Dasarnya sebagai negosiator. Juga, untuk sementara waktu dia akan sering datang ke tempat kita dari kediaman di ibu kota. Itu sendiri sudah menjadi sinyal bahwa keluarga Duke mendukung kita. Oh, dan soal Silver, sudah kuberitahu. Jadi kamu tak perlu repot menjaga rahasia itu. Dia tahu aku memanipulasi keadaan dan tetap mau membantu.” 

“Lagi-lagi Anda merendahkan diri begitu... Toh memang keluarga kami yang membuat Silver marah. Dan Pangeran Arnold yang mendamaikan. Itu sudah cukup.” 

“Kalian cocok sekali. Aku juga sependapat. Kakak terlalu sering merendahkan diri. Itu kelemahanmu.” 

“Haa...” 

Rasanya seperti punya dua Leo sekarang. 

Yah, memiliki banyak orang baik di pihak kita tentu lebih menguntungkan. Meski itu berarti bebanku bertambah. 

“Itu caraku. Jangan pedulikan itu. Ngomong-ngomong, Leo, bagaimana dengan pencarian sekutu di ibu kota?” 

“Hmm, setengah-setengah. Para tokoh besar semuanya sudah terikat dengan salah satu dari tiga kandidat utama. Sekarang aku sedang berusaha meyakinkan para bangsawan menengah yang masih netral.” 

Aku bertanya pada Leo tentang hasilnya hanya untuk mengalihkan topik, tapi sebenarnya semua sesuai dugaanku. 

Meski publik tahu bahwa Duke Kleinert mendukung Leo, yang akan bergerak hanya pihak netral. Mereka yang sudah memihak tiga kandidat kuat takkan goyah. Jadi, hasilnya memang seperti itu. 

“Maaf, aku tak paham banyak soal situasi di ibu kota. Bisa dijelaskan siapa tiga rival utama itu?” 

“Kakak belum menjelaskannya?” 

“Di perjalanan dia cuma tanya hal-hal yang nggak penting. Aku jadi malas cerita.” 

“Maaf...” 

“Wah, hebat sekali. Sampai bisa membuat Kakak kewalahan. Biasanya dia cuek ke mana pun arus pembicaraan.” 

“Benarkah?” 

“Berarti kamu benar-benar merepotkan.” 

“Auuh...” 

Sambil mengabaikan Fine yang tampak sedih, aku mengambil tiga permata dari meja dan menyusunnya. 

“Anggap ini tiga rival utama. Yang biru, Pangeran Kedua Eric Lakes Ardler, usianya dua puluh delapan. Dia pangeran yang menguasai mayoritas birokrat, dan terkenal dengan kecerdasannya. Yang merah, Pangeran Ketiga Gordon Lakes Ardler, usianya dua puluh enam. Dia adalah kekuatan terbesar dalam militer, dan seorang pejuan yang turun langsung ke medan tempur. Dan yang hijau, Putri Kedua Zandra Lakes Ardler, usianya dua puluh dua. Dia ahli sihir yang mendapat dukungan dari para penyihir di seluruh negeri. Mereka bertiga inilah pesaing utama dalam perebutan takhta. Mungkin ada pangeran atau putri lain yang juga mencoba, tapi dibandingkan mereka, nyaris tak diperhitungkan.” 

“Birokrat, militer, dan penyihir. Masing-masing dari mereka punya basis dukungan yang kuat. Para bangsawan pun bergabung ke kubu yang paling menguntungkan bagi mereka. Begitulah situasi perebutan takhta saat ini. Semuanya bermula tiga tahun lalu, setelah Putra Mahkota tewas di medan perang.” 

“Ya, aku pernah dengar. Ayah bilang, kalau saja Pangeran Pertama yang cerdas dan bijak itu masih hidup, takkan ada perebutan takhta seperti ini.” 

“Betul. Kalau dia masih hidup, kami takkan perlu repot seperti sekarang.” 

Tapi justru karena dia meninggal, semua pangeran punya peluang. 

Dan itu membuatku merasa ada yang aneh. Sosok yang cerdas, pemberani, dan mulia seperti dia, seseorang yang mirip Leo namun versi lebih baiknya, bisa tewas di medan perang? 

Penyelidikan sudah dilakukan, bahkan oleh Kaisar sendiri. Namun tidak ada konspirasi yang ditemukan. Tapi tetap saja, hatiku berkata lain, seolah ada siasat besar yang tersembunyi. 

Meski begitu, tak ada gunanya terus larut dalam kesedihan. 

“Dia sudah tiada. Dan tiga kakak itu kejam pada lawan. Leo, satu-satunya jalan bagi kita adalah kamu menggantikan posisi Kakak Pertama dan menjadi Kaisar.” 

“Aku tahu. Tapi bisakah aku...?” 

“Tenang saja. Aku jamin bisa.” 

Sambil berkata begitu, aku menepuk punggung Leo. Dia meringis dan mengeluh kesakitan. 

Kami melanjutkan obrolan ringan, hingga saat aku hendak pamit. 

“Permisi.” 

Marie kembali masuk. 

Di tangannya ada beberapa dokumen. 

“Terima kasih, Marie. Kenalkan, ini Fine von Kleinert, putri dari Duke Kleinert.”

 “S-Senang bertemu dengan Anda.” 

“Saya Marie, pelayan pribadi Pangeran Leonard. Saya sudah sering mendengar tentang Blau Mève. Kecantikan Anda melebihi kabar yang beredar. Dan tampaknya Anda punya mata yang tajam. Fakta bahwa Anda ada di sini, tentu punya arti tersendiri.” 

“Benar. Keluarga Duke kini mendukung kami. Semua berkat Kakak.” 

“Oh, jangan dilebih-lebihkan. Aku jadi malu.” 

“Langkah Anda sangat luar biasa, Yang Mulia Pangeran Arnold.” 

Aku mencoba bercanda, tapi malah dipuji dengan serius. 

Saat aku bingung merespons, Marie menyerahkan dokumen pada Leo. 

Begitu melihat isinya, raut wajah Leo berubah. 

“Count Zeifried dan Baron Bormann yang sedang kita dekati, telah ditarik oleh Zandra dan Gordon.” 

“Kita kecolongan. Uangnya jadi penentu, ya?” 

“Ya. Mereka ditawari jumlah yang besar.” 

“Kita tak bisa menyaingi jumlah uang dari kongsi dagang besar yang bekerja sama dengan mereka. Sudah tak bisa dihindari.” 

“Saya mohon maaf. Saya sangat berharap Baron Bormann bisa bergabung dengan kubu kita...” 

Kalau aku tak salah, Baron Bormann adalah bangsawan istana. Mereka tidak punya wilayah sendiri, tapi menjabat posisi penting di ibu kota. 

Keluarganya dikenal turun-temurun bertugas di militer. Baron Bormann sendiri adalah tangan kanan Menteri Perang. Bila Gordon yang punya kekuatan militer besar bisa menguasai Menteri Perang, seluruh militer bisa jatuh ke tangannya. 

Menteri Perang sekarang tidak ikut perebutan takhta dan belum menerima kunjungan siapa pun, tapi tak ada yang tahu sampai kapan itu akan berlanjut.

Saat kami memperkuat posisi, mereka pun memperkuat diri dengan kecepatan yang lebih besar. 

“Tak semudah yang diharapkan.” 

“Tapi tetap ada kemajuan dari kita. Keluarga bangsawan besar seperti Duke Kleinert kini berada di pihak kita, dan Nona Fine yang memiliki ketenaran tinggi juga telah datang. Mulai sekarang, keadaan akan jauh lebih mudah bagi kita.” 

“Ya! Saya juga akan berusaha sekuat tenaga!” 

“Aku akan istirahat sebentar. Sepertinya punggungku sakit karena harus naik kuda sampai ke wilayah Duke Kleinert.” 

“Jangan bicara seperti kakek-kakek begitu, dong.” 

“Cobalah sendiri sekali-sekali. Rasakan sendiri bagaimana sakitnya sampai ke punggung.” 

Sambil bertukar candaan seperti itu, kami pun menikmati sejenak masa damai yang singkat.


* * *


Tiga hari telah berlalu sejak Fine tiba di ibu kota kekaisaran.

Setelah menyelesaikan kunjungan resmi kepada Kaisar, Fine tak pernah absen untuk mengunjungi kami.

Tentu saja, kedatangannya itu disaksikan oleh banyak orang dan kabarnya pun menyebar ke seluruh penjuru ibu kota. 

Dikatakan bahwa Duke Kleinert telah mengutus Blau Mève, untuk mendampingi Pangeran Leonard sebagai bentuk dukungan.

Ya, begitulah kabar itu menyebar dengan berbagai tambahan bumbu di sana-sini. Warga ibu kota yang gemar bergosip tampaknya akan mengubahnya menjadi kisah cinta antara Leo dan Fine, tapi itu tidak masalah. Yang terpenting adalah, kabar bahwa Duke Kleinert mendukung Leo menyebar luas. 

Di tengah situasi itu...

“Tuan Arnold, maukah Anda menunjukkan jalan-jalan di ibu kota?” Begitu pinta Fine padaku.

Aku tahu alasannya memilihku. Aku jauh lebih mengenal ibu kota dibandingkan Leo.

Tapi tetap saja, ada satu masalah. 

“Kalau kamu berjalan di ibu kota, kamu akan menarik perhatian. Itu akan sangat merepotkan...” 

“Aku akan menyamar!” 

Dengan penuh percaya diri, Fine mengeluarkan sepasang kacamata dan langsung memakainya.

Kelihatannya dia benar-benar berniat menyamar, tapi itu jelas bukan penyamaran.

Memang, mungkin lebih sedikit orang yang menyadari bahwa dia adalah Fine, tetapi pesonanya sebagai wanita cantik sama sekali tidak tersembunyi. 

Kacamata itu justru memperkuat kesan anggun dan cerdas pada dirinya. Tidak sedikit pula yang mungkin lebih menyukai penampilannya seperti itu. Kalau dia menganggap itu sudah cukup sebagai penyamaran, jelas sulit menyebutnya orang cerdas. 

“Tidak.” 

“K-kenapa!?”

Melihat Fine yang masih ngotot, aku hanya bisa menghela napas panjang. Gadis ini sepertinya benar-benar belum menyadari bahwa dirinya adalah sosok cantik yang selalu menarik perhatian orang. 

Ketika dia menerima hiasan rambut berbentuk camar biru, itu sama saja dengan dikatakan sebagai wanita tercantik di negeri ini. 

“Aku tak mau melakukan hal yang mencolok. Kalau kamu coba dengan penyamaran yang lebih baik, mungkin akan kupikirkan lagi.” 

Aku menolak permintaannya sambil bergumam dalam hati bahwa hal itu jelas tidak akan mungkin.

Keluar bersama denganku di masa seperti ini bukanlah ide yang baik. Rumor hubungan antara Fine dan Leo baru mulai berkembang baik. Jika tiba-tiba muncul nama si pangeran yang sudah dianggap kosong, semuanya bisa jadi berantakan. 

Sambil memikirkan hal itu, aku melewati waktu pagi dengan tenang. Tapi saat siang tiba, Fine datang ke kamarku lagi dengan ekspresi percaya diri. 

“Tuan Arnold, tunjukkan aku ibu kota!” 

“Aku bilang tidak karena kamu akan menarik perhatian.” 

“Aku akan menyamar!” 

Dengan ekspresi percaya diri yang sama seperti sebelumnya, Fine mengeluarkan pakaian tertentu.

Yang dia pegang adalah jubah abu-abu dengan tudung, sudah jelas sekali itu pakaian untuk pelancong. 

Dia langsung memakainya dan menutup wajahnya sepenuhnya. Dengan begitu, sekilas, tidak akan ada yang menyadari bahwa dia adalah Fine. 

“Siapa yang memberimu ide itu?”

“Sebas yang mengajarkannya padaku!” 

“Sebas, ya... Karena soal pengawalan juga harus dipikirkan, kita tunda saja lain kali.” 

“Sebas bilang kalau ada Tuan Arnold, pengawal tidak diperlukan!” 

“...”

Apa pelayan tua itu memang sengaja ingin membuatku repot?

Padahal aku ingin mengatur waktu untuk bertemu dengan para bangsawan netral yang sepertinya akan berpihak pada kami hari ini... 

Melihat tatapan matanya yang berkilau, aku pun menghela napas dan menyerah. 

“Baiklah. Ayo kita keluar dan makan di luar.” 

“Ya!” 

“Tapi kita tak bisa berlama-lama. Kamu juga pasti menerima banyak undangan pertemuan, bukan?” 

“Tidak. Sampai saat ini, belum ada undangan seperti itu.” 

“...Karena kamu adalah kesayangan Ayahanda. Tak ada yang berani mendekat sembarangan.” 

Kaisar tidak berniat menjadikan Fine sebagai selir. Dia hanya menyukai Fine sebagai anak perempuan angkat karena kecantikannya. Tapi justru karena itu, keadaannya lebih rumit. Jika ada yang mendekat sembarangan, bisa-bisa Kaisar akan marah layaknya ayah yang tak rela putrinya didekati pria mana pun. 

Selain itu, fakta bahwa Fine memiliki hubungan dengan Leo juga membuat para bangsawan lain ragu. Mendekati Fine berarti juga mendekati Leo. Tampaknya belum ada bangsawan yang cukup berani mengambil langkah itu. 

“Ya sudah. Mari kita pergi. Tapi ingat, kalau aku bilang pulang, kita pulang.” 

“Baik! Terima kasih!” 

Dengan senyum yang merekah seperti bunga yang mekar, Fine menjawab dengan gembira.


* * *


Kota kekaisaran selalu dipenuhi hiruk-pikuk keramaian.

Fine tampak menikmati pemandangan kota dengan penuh semangat. 

“T-Tuan Arnold, itu apa ya?”

“Itu toko penilai. Kalau punya sertifikat dari sana, barangmu bisa dijual dengan harga tinggi. Ah, dan cukup panggil aku Al.”

“Bolehkah begitu? Memanggil dengan nama panggilan?”

“Akan merepotkan kalau sampai ada yang tahu. Jadi, cukup Al saja.”

“...Bolehkah aku memanggil seperti itu juga ke depannya?” 

Fine menatapku dengan ragu-ragu seakan mencari izin.

Tak banyak yang memanggilku Al, tapi kalau dia ingin memanggil seperti itu, aku tak punya alasan untuk melarang. 

“Panggil saja sesukamu.”

“Baik! Tuan Al!” 

Entah apa yang membuatnya begitu senang.

Aku cukup terkesan melihat Fine bisa begitu gembira hanya karena hal-hal kecil. Sambil berpikir begitu, aku terus mengajaknya berkeliling kota kekaisaran. 

Kami sempat makan di rumah makan langganan, lalu menelusuri fasilitas-fasilitas utama di ibu kota.

Dalam perjalanan, kami melihat sekelompok anak kecil sedang bermain menggunakan sihir. Mereka menyiramkan air satu sama lain dengan sihir air tingkat dasar. 

“Ah, jadi nostalgia. Dulu aku juga sering main seperti itu bersama anak-anak kota.”

“Tuan Al juga pernah?”

“Dulu aku sering kabur dari istana. Sekarang sudah jarang bisa bertemu dengan mereka, tapi kadang masih sempat bersua dengan teman-teman masa kecil.”

“Persahabatan yang melampaui perbedaan status... Aku iri. Aku sendiri tak punya banyak teman...”

“Di ibu kota, kamu bisa bertemu siapa saja. Ada orang baik, ada juga yang buruk. Dari situ, kamu bisa pilih siapa yang bisa dipercaya untuk dijadikan teman. Lama waktu pertemanan bukan penentu segalanya. Waktu tak berarti dalam sebuah persahabatan.”

“Tuan Al...”

Sepertinya kata-kataku tadi cukup menyentuh hati Fine.

Dia berhenti melangkah, tampak merenungi kata-kataku. Tapi tolonglah, aku tak mengatakan hal sehebat itu. 

Saat aku tersenyum pahit melihat reaksinya yang berlebihan, beberapa anak kecil berlari ke arah kami.

Dari belakang, tiga anak tampak mengejar mereka. Mungkin mereka sedang bermain kejar-kejaran. Lalu mereka serempak menembakkan sihir air. 

Namun sihir mereka hanya meleset sedikit dari sasaran, dan...

“Ahhh!” 

Air itu langsung menghantam Fine yang sedang berdiri di arah mereka berlari.

Karena terkena dari berbagai arah, pakaian Fine pun basah kuyup seolah disiram seember penuh air. 

“Kamu tak apa-apa?”

“Ah, ya. Aku tak apa-apa.”

“Maaf yaaa!”

“Tidak apa-apa, sungguh.” 

Fine membalas anak-anak itu dengan senyum lembut.

Melihat senyum Fine yang sedikit terlihat dari balik tudungnya, anak-anak itu terpana. Tapi kemudian mereka segera menyadari sesuatu dan wajah mereka memerah. Fine tampak heran melihat mereka menatapnya terus-menerus.

Aku mengikuti arah pandangan anak-anak itu dan segera sadar akan satu masalah besar. Yah, tidak heran mereka terkejut. Itu terlalu menggoda untuk anak-anak. 

“Fine, ikut aku!”

“Eh? Tuan Al?” 

Aku segera menarik tangan Fine dan membawanya menjauh dari tempat itu.

Setelah berlari sejenak, kami masuk ke sebuah gang kecil. Sambil mengatur napas, Fine menatapku dan bertanya. 

“Haa haa...Tuan... Kenapa, tiba-tiba...?”

“Pakaianmu tembus pandang.”

“Hah?” 

Daripada mengatakannya lebih jauh, aku mengalihkan pandangan dan menunjuk pakaian Fine.

Saat akhirnya ia menunduk dan memperhatikan dirinya sendiri, Fine tampak benar-benar terkejut. 

“Oh tidak!” 

Dia langsung memerah dan berusaha menutupi tubuhnya.

Pakaian yang dikenakannya basah total dan menjadi transparan, memperlihatkan dengan jelas pakaian dalamnya yang berwarna putih bersih. 

Dia mencoba menutup tubuhnya dengan jubah abu-abu, tapi itu jelas tak cukup untuk menutupi semuanya. 

“Yah, kita harus beli pakaian baru. Bisa jadi masalah kalau kamu masuk angin.”

“P-Pakaian...?”

“Di dekat sini ada toko yang kukenal.” 

Aku menarik tangannya dan membawa Fine menyusuri jalan-jalan sepi, lalu masuk ke sebuah toko pakaian kecil. 

“Eh? Yang Mulia? Ada angin apa sampai ke sini?” 

Pemilik toko itu adalah pria dengan pakaian dan gaya rambut yang nyentrik.

Sejak dulu, kalau aku kabur dari istana, aku selalu mampir ke sini untuk beli pakaian. Sebas sudah memastikan latar belakang orang ini dan tidak ada niat buruk darinya. 

“Tunjukkan pakaian wanita yang ada.”

“Mau berdandan ke mana, Pangeran?”

“Bukan aku yang pakai! Sudahlah, dia yang akan memakainya. Tunjukkan saja.”

“Wah, wah. Jarang-jarang nih Anda bawa perempuan.” 

Sambil berceloteh, sang pemilik toko mulai mengeluarkan berbagai pakaian wanita. Sepertinya dia sadar bahwa kami dalam situasi khusus karena Fine memakai tudung. Untungnya, dia tak banyak bertanya. 

Fine melihat pakaian-pakaian yang ditawarkan, tapi semuanya adalah pakaian untuk gadis kota biasa, jelas bukan tipe yang biasa dikenakan seorang putri bangsawan. Karena bingung harus memilih yang mana, dia menoleh ke sana kemari. 

Setelah berpikir cukup lama, Fine bertanya dengan suara pelan. 

“Pakaian seperti apa yang sebaiknya kupakai?”

“Pilih saja yang kamu suka. Lagipula kamu hanya akan memakainya hari ini.”

“Eh? Apa tidak terlalu mubazir?”

“Mubazir katanya...” 

Padahal dia anak dari keluarga bangsawan, tapi pemikirannya sangat praktis.

Sepertinya Duke Kleinert memang hebat dalam membesarkan anak. Ya, kecuali untuk putra sulungnya. 

Aku mendesaknya untuk cepat memilih, dan Fine pun mengerutkan kening, tampak ragu.

Setelah sesekali mencuri pandang ke arahku, akhirnya dia bertanya dengan tekad bulat. 

“Ah... Pakaian seperti apa yang Anda suka?”

“Aku? Hmm...”

Aku ingin dia memakai pakaian yang cukup bergaya agar tidak malu berjalan bersamaku.

Juga untuk mempertimbangkan citranya yang biasa. 

Aku menunjuk sebuah gaun putih yang sederhana.

Begitu melihat itu, Fine langsung mengambilnya dan masuk ke ruang ganti di dalam toko. 

“Bagus sekali, tampak segar dan polos.”

“Jangan sebarkan cerita kalau aku datang dengan wanita, ya?”

“Baik-baik. Tapi tetap saja mengejutkan. Anda jarang sekali berjalan dengan perempuan.”

“Bukan sesuatu yang aneh, kan?”

“Kalau jalan dengan teman-teman nakal sih sering. Tapi jalan berdua dengan wanita? Itu baru langka. Apa ini tanda pangeran kita sudah siap berumah tangga?”

“Teruskan saja ocehanmu.” 

Saat kami sedang bercakap seperti itu, Fine keluar dari balik tirai.

Wajahnya masih tersembunyi di balik tudung, tapi gaun putih itu sangat cocok dengannya. Sepertinya putih memang warna yang pas untuknya.



“B-Bagaimana menurut kalian...?”

“Menurutku sangat cocok.”

“Ya, sangat anggun. Yang Mulia, pembayarannya seperti biasa?”

“Ah, nanti Sebas pasti akan mengirim seseorang ke sini. Seperti biasa, terima kasih.”

“Ah tidak, tidak, Yang Mulia. Karena ini urusan Pangeran, saya jadi tidak perlu khawatir menarik perhatian orang-orang jahat. Nah, selamat menikmati kencannya.”

“K-K-Kencan!?”

“Ini cuma jalan-jalan keliling kota. Jangan salah paham.”

“Kalau pria dan wanita muda pergi keluar bersama, apa pun tujuannya, itu tetap disebut kencan, lho.” 

Dengan gurauan seperti itu, kami pun keluar dari toko.

Sepertinya Fine masih memikirkan ucapan tadi, wajahnya memerah dan reaksinya jadi aneh.

Ingat saja nanti, dasar pemilik toko sialan itu.


* * *


Meski sejak awal aku bilang tidak bisa menghabiskan waktu terlalu lama, ternyata cukup banyak waktu yang tersita saat aku mengantar Fine berkeliling ibu kota kekaisaran.

Tepat saat aku berpikir sudah waktunya pulang, Fine menemukan sebuah toko yang menjual barang-barang kecil. 

“Hah... Jangan terlalu lama, ya?”

“Baik!” 

Karena dia menatapku memohon seolah berkata ingin masuk, aku akhirnya mengizinkannya.

Meskipun dia tidak pernah bersikap manja, mungkin karena punya rasa segan tersendiri, namun seperti kata pepatah “mata berbicara lebih lantang dari mulut”, tatapan matanya benar-benar kuat.

Sudah berapa kali ini terjadi, aku bahkan tak bisa menghitung. Merasa lelah, aku memutuskan untuk tidak masuk dan hanya bersandar pada pilar di luar toko. 

Namun, pengunjung yang tak diundang rupanya tidak membiarkanku beristirahat.

“Oh, oh? Bukankah itu si Pangeran Sisa?” 

Mendengar suara nyinyir yang menyakitkan telinga itu, aku mengernyit.

Jujur saja, ini adalah orang yang paling tidak ingin kutemui. 

Muncul bersama sekelompok pengikutnya, seorang pemuda dengan rambut cokelat bob yang tampak norak muncul.

Tubuhnya jangkung dan kurus, selera pakaiannya buruk, begitu pula dengan model rambutnya. Namun, ia tampak percaya diri seolah-olah penampilannya luar biasa. 

Namanya adalah Geed von Holtzwart. Putra dari Duke Holzwart, yang merupakan keluarga bangsawan tertua kedua, dan meski tidak kuinginkan, aku mengenalnya sejak kami masih kecil.

Keluarga Duke Holzwart memiliki wilayah yang dekat dengan ibu kota, sehingga mereka tinggal di sana dan orang ini sering datang ke istana. Karena usia kami sama, para orang dewasa mencoba memasangkan dia dengan aku atau Leo. Kami sering belajar dan berlatih bersama. 

Tapi dia hanya bersikap ramah pada Leo. Aku justru sering dijadikannya sasaran perundungan. Para pengikutnya adalah teman-teman penindas sejak masa itu. Aku tidak pernah membalas atau mengadu. Bahkan para bangsawan dewasa pun tak peduli padaku. Bagi mereka, aku adalah sasaran empuk.

Mungkin dia merasa puas bisa menindas seorang pangeran yang berpangkat lebih tinggi darinya. 

Meski sudah dewasa, setiap kali bertemu, dia selalu saja mengusikku.

“Geed, ya... Jarang sekali bertemu di sini.”

“Saat keretaku lewat, aku melihat wajah menyedihkan yang sama sekali tak pantas disebut pangeran. Sebagai bangsawan Kekaisaran, tentu saja aku merasa perlu menegur.” 

“Terima kasih banyak.”

“Hmm? Sikap macam apa itu?” 

Geed mendorong keras punggung kakiku dengan tongkat yang dibawanya.

Dengan ekspresi jengkel, dia menggerutu, “Kamu pikir karena ini tempat umum aku tak bisa memukulmu? Bahkan kalau aku memukulmu, tak akan jadi topik perbincangan. Tak ada yang peduli dengan wajahmu itu.” 

“Siapa yang tahu. Akhir-akhir ini Leo cukup terkenal. Bisa saja orang-orang mulai mengenali wajahku.”

Tak semua warga ibu kota tahu wajah para pangeran. Meski reputasiku buruk, mereka hanya tahu aku berambut dan bermata hitam. Di upacara, kami muncul di depan rakyat, tapi dari kejauhan mereka tak bisa melihat jelas.

Namun akhir-akhir ini Leo semakin dikenal. Jika orang salah sangka aku sebagai Leo dan melihatku dipukul, itu bisa jadi masalah besar. 

“Kamu bukan Leonard. Aku tahu dari penampilanmu. Posturmu bungkuk, pakaianmu selalu acak-acakan, dan matamu selalu menunduk. Itu tanda jelas kurangnya kepercayaan diri. Siapa yang akan mengira kamu seorang pangeran? Dari sikapmu saja sudah jelas kamu tak pantas.”

Sambil berkata begitu, Geed memukul tulang keringku dengan tongkatnya. Rasa sakitnya tajam, tapi aku tak jatuh.

Aku tak boleh menarik perhatian. Sekarang mungkin orang hanya melihat bangsawan sedang memarahi seseorang. Tapi kalau mereka sadar aku mirip pangeran, situasinya bisa berubah. Itu merepotkan. Lalu...

“Ada apa ini?”

Aku hampir mengklik lidah karena kesal. Aku tak mengira dia akan muncul sekarang. Kuharap dia tidak memperumit masalah. 

Fine melihat Geed memukul kakiku dengan tongkat dan langsung menunjukkan kemarahannya.

“Sungguh tak sopan.”

“Hm? Kamu ini siapa? Pengikutnya?”

“Dan Anda semakin tak sopan.” 

Sambil berkata begitu, Fine melepas tudungnya.

Geed sempat terpesona oleh kecantikannya, lalu tampak terkejut saat sadar siapa dia.

“A-A-Anda... Nona Fine?”

“Ya, saya Fine von Kleinert. Dan Anda?”

“A-Aku Geed von Holtzwart, putra sulung Duke Holzwart...”

“Putra keluarga bangsawan ternama Holzwart? Sungguh mengecewakan. Saya kira Anda lebih paham tata krama.”

Wajah Fine menunjukkan kekecewaan. Geed yang peduli dengan citranya, tidak akan senang dengan ini. Harga dirinya tidak akan membiarkannya dikritik di depan banyak orang. 

“B-Bukan begitu! Dia itu...”

“Pangeran Arnold Lakes Ardler. Karena beliau dijuluki pangeran tak berguna, Anda merasa boleh melakukan apa pun padanya? Apa Anda tak punya rasa hormat dan kesetiaan terhadap keluarga kekaisaran?” 

“B-Bukan maksudku seperti itu...”

Aku menatap tajam ke arah Fine.

Akan jadi masalah jika dia mempermalukan Geed di sini. Fine adalah sang Blau Mève, yang sangat populer di ibu kota dan kesayangan Kaisar. Dia bisa saja membelaku dengan mudah, tapi merendahkan Geed secara terbuka hanya akan memperburuk keadaan.

Sekarang bukan waktunya untuk menambah musuh hanya karena hal sepele. Kalau dibiarkan, Geed bisa puas dengan perbuatannya sendiri, dan kalau dia yang menyerang lebih dulu, reputasinya yang akan jatuh.

Aku terus menatapnya agar dia mengerti maksudku. Tapi Fine tampaknya tak peduli.

Lalu dia mengatakan sesuatu yang mengejutkan. 

“Lagipula... Apa Anda benar-benar mengira saya akan keluar bersama Pangeran Arnold?”

“Eh...?”

Fine menatapku lurus. Menyadari maksudnya, aku mendesah.

Kalau sudah begini, tak ada pilihan selain mengikuti alurnya.

“Ini merepotkan, Nona Fine. Karena kamu bilang tak ingin menjadi bahan gosip, aku sampai mengenakan pakaian kakak dan berpura-pura menjadi dia.”

“Maafkan saya, Pangeran Leo.”

“E-Eh? L-Leonard...?”

“Ya, dia benar, Geed.” 

Aku merapikan rambut dan pakaian, meluruskan punggung, dan mengubah nada suara serta ekspresi wajah menyerupai Leo.

Perubahan mendadakku membuat mata Geed membelalak. Lalu wajahnya langsung pucat saat teringat perbuatannya. 

“L-Leonard... Itu, bukan maksudku...”

“Tak apa. Aku tahu kamu sering memperlakukan kakak seperti itu. Dan selama dia tak mengatakan apa-apa, aku juga tidak akan bertindak. Tapi hari ini, kuharap kamu pergi dari sini. Aku sedang mengantar Nona Fine berkeliling ibu kota.”

“A-Aah... B-Baiklah...”

Dengan wajah canggung, Geed buru-buru pergi.

Kalau itu aku, tak masalah. Tapi kalau dia terlihat memperlakukan Leo seperti itu, sikapnya akan dianggap sebagai kurang ajar terhadap calon Kaisar, seperti yang Fine bilang. Lagipula, Leo adalah kandidat keempat dalam perebutan takhta. Dia adalah pangeran yang bisa menjadi kaisar selanjutnya. Dia tidak sepertiku.

Geed tahu situasi bisa makin rumit jika diteruskan. Sikapnya benar-benar seperti pengecut. Dia buru-buru pergi seperti capung ketakutan. Namun... 

“Kamu benar-benar keterlaluan, tahu?”

“Maaf...”

“Yah... Sudahlah, ayo pergi.” 

Kami harus segera meninggalkan tempat itu. Terlalu banyak perhatian tertuju pada kami. Kami berjalan cepat hingga dekat istana. Di sana, aku berhenti dan menatap Fine.

Wajahnya tampak seolah akan menangis kapan saja. 

“Bertindak semaumu, ya?”

“Maafkan saya...” 

“Andai dibiarkan, reputasi Geed akan jatuh sendiri. Tapi sekarang, dia mungkin menyimpan dendam padamu dan Leo. Lagipula, karena ada kemungkinan Leo menyamar sebagai aku, gerakanku jadi terbatas.” 

“...”

Air mata mulai menggenang di matanya. Melihat itu, aku memalingkan pandangan.

Tak ada yang berubah jika aku mengatakan sesuatu. Tak ada gunanya memarahinya untuk apa yang sudah terjadi. 

“Lain kali, jangan bertindak gegabah. Hal itu bisa membahayakan dirimu sendiri.”

“Baik...”

Wajahnya masih seperti akan menangis. 

Melihatnya dengan kepala tertunduk, aku bingung harus berbuat apa. Pada akhirnya, aku hanya bisa melemparkan satu kalimat, “Tapi... Aku tahu kamu melakukan itu demi aku. Terima kasih.”

“Tuan Al...”

“Maaf ya, hari ini sudah jalan-jalan menyenangkan tapi jadi berakhir begini.”

“T-Tidak! Ini bukan salah Anda! Saya yang ceroboh! Lain kali saya akan lebih hati-hati! Jadi... Bisakah lain kali Anda menemani saya lagi?”

“Ya, lain kali aku juga akan menyamar.” 

Mendengar itu, Fine langsung berseri-seri dan tersenyum cerah.

Melihat senyumnya saja sudah cukup membuatku merasa usahaku mengajaknya berkeliling ibu kota tak sia-sia. Dan seperti itu, aku pun kembali ke istana bersama Fine.


Previous Chapter | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close