Penerjemah: Nobu
Proffreader: Nobu
Prologue
Kenangan Masa Kecil Makishima Shinji yang Gemilang
♠♠♠
PoV
Makishima Shinji
Betapa pun kuatnya obsesi yang mencengkeram, ia selalu bermula dari sebuah kerinduan yang samar.
Hanya ingin menyentuh.
Ingin dilihat olehnya.
Hanya keinginan sesederhana itu.
Musim semi tahun ketiga SMA.
Aku—Makishima Shinji—mendongak menatap langit cerah di atap sekolah.
Angin Hyūganada yang menghangat terasa lengket, sungguh membuatku muak.
Karena hanya dengan berputarnya musim yang sama seperti waktu itu, aku menyadari betapa konyolnya diriku.
Bukan kenangan yang istimewa.
Saat masih kecil—kakakku yang terpaut usia cukup jauh, sering membawa teman-teman SMA-nya ke rumah.
Dia adalah wanita yang selalu tertawa riang.
Hatinya tersentuh oleh percakapan sepele.
Hatinya terluka oleh kejadian-kejadian remeh.
Dan hatinya terpikat pada pria yang biasa saja.
Entah mengapa, aku terpikat pada wanita yang begitu biasa itu.
Setiap kali kakak membawa teman-temannya, ibu pasti akan menyajikan kudapan.
Aku yang masih kecil, biasanya akan menangis meraung-raung seolah harta karunku akan direbut.
"Ibu! Aku saja yang bawa! Aku saja!"
"Ah, iya, iya. Jangan sampai jusnya tumpah, ya."
Nampan besar itu kubawa dengan hati-hati.
Hari itu pun, di ruang tamu, ada lima orang seperti biasa, termasuk kakakku.
Seorang pria ceria dan ramah yang menjadi pusat perhatian—Shiiba Yataro.
Seorang pria berkacamata yang terkesan sok intelektual dengan sikapnya yang dibuat-buat dewasa—Inuzuka Hibari.
Kakakku sendiri—Makishima Hidekazu—yang di balik sikap tenangnya menyembunyikan selera anehnya yang menjijikkan.
Seorang wanita dengan kesan murung yang selalu mendecakkan lidah di sudut ruangan—Natsume Sakura.
Dan seorang wanita dengan senyum cerah bagai mentari, yang menyinari semua orang dengan lembut—Enomoto Kureha.
Saat itu aku belum paham, tapi rupanya mereka adalah anggota klub.
Dibilang klub drama pun aku tidak mengerti, maksudnya dijelaskan bahwa mereka adalah anggota yang menampilkan sandiwara seperti di TV, aku merasa mengerti tapi juga tidak mengerti.
Bagaimanapun, aku lega ada anggota biasa di sana... atau lebih tepatnya, lega ada Kureha-san, lalu aku menyajikan kudapan itu.
"Anu, itu..."
Bahkan kata-kata sederhana seperti “Ibu yang menyuruhku membawanya” pun terasa tersangkut di tenggorokan.
Aku merasa tegang.
Bukan rasa takut pada orang yang lebih tua.
Sejak kecil, aku memang mengagumi Kureha-san.
Meskipun kami adalah teman masa kecil, kenyataannya aku dan Kureha-san berada pada jarak orang lain.
Dengan perbedaan usia sepuluh tahun, kami lebih seperti orang dewasa dan anak-anak, sehingga mustahil mengharapkan hubungan yang setara.
Kakak dan Kureha-san tampaknya sering berkunjung ke rumah masing-masing saat kecil, tetapi begitu beranjak SMA, mereka menjalani hidup yang lebih mandiri.
Apalagi kakakku adalah tipe yang tenggelam dalam dunia dua dimensi dan tidak terlalu tertarik pada lawan jenis seusianya.
Namun, sejak musim semi tahun kedua SMA—mereka kembali sering bermain karena terhubung melalui klub drama.
Dan meskipun aku sendiri yang ingin membawakan kudapan, tetap saja Kureha-san lah yang dengan lembut menyapaku saat aku terlalu tegang untuk bicara dengan benar.
Sambil tersenyum riang, dia menerima nampan itu, lalu mengelus kepalaku dengan lembut.
"Shinji-kun, terima kasih selalu~ Kamu hebat, ya~"
"......!"
Aku tegang dalam arti yang berbeda dari sebelumnya.
Secara naluriah, aku berharap momen ini bisa berlangsung selamanya.
Dan selalu Yataro-san yang menggodaku pada saat-saat seperti itu.
"Oh. Anak ini mukanya merah."
Sakura-san segera menegurnya.
"Jangan menggoda anak kecil. Di kelas kamu bisa membaca suasana, tapi di saat seperti ini sama sekali tidak punya tenggang rasa."
Kakakku tersenyum tipis, berusaha menengahi.
"Sudahlah, sudahlah. Aku senang Shinji-ku dibela, tapi jangan bertengkar..."
Itu sudah menjadi kebiasaan.
Aku gembira mendapat kesempatan berbicara dengan Kureha-san—sekaligus merasa gelisah dengan 'aksesori' menyebalkan yang ikut serta.
Itu adalah Hibari-san.
Dia mendesah demonstratif sambil membetulkan letak kacamatanya.
"Lebih dari itu, mari kita segera lanjutkan pembahasan. Waktu bukanlah sumber daya yang bisa disia-siakan begitu saja."
Perasaan cinta samarku dipotong begitu saja dengan ungkapan "hal seperti itu".
Ujung-ujung perkataan seperti inilah yang selalu membuatku kesal.
Dia sok pintar dan selalu bertingkah seolah meremehkan orang lain, itu sangat menyebalkan.
Dalam hati kecilku sebagai anak-anak, aku berpikir, orang ini pasti tidak akan populer di kalangan wanita.
Kepada Hibari-san yang seperti itu, Kureha-san justru mengerucutkan bibirnya dan memeluknya.
"Mooo~! Shinji-kun itu bukan robot pembantu, lho~! Hibari-kun juga harus bilang terima kasih~!"
"U-uh, menyebalkan! Lepaskan aku!"
"Aku tidak akan melepaskan sampai kamu minta maaf~!"
Dan pada akhirnya, ia menambahkan.
"Shinji-kun itu temanku, jadi jangan jahat padanya!"
...Meskipun demikian, yang paling memperlakukanku seperti anak kecil justru Kureha-san itu sendiri.
Sambil memperhatikan keromantisan mereka berdua, Yataro-san dan Sakura-san saling bertukar kata.
"Bagi Hibari, bukannya itu cuma hadiah?"
"Sst. Kalau kamu bilang begitu, semuanya tidak akan jalan. Diam saja."
Sejak saat itu, suasana berubah menjadi sesuatu yang tidak bisa kuikuti.
Bagaimanapun, dalam kisah kelima orang itu, keberadaanku hanyalah tokoh figuran yang sesekali muncul.
...Setelah keempat anggota klub drama pulang dari latihan, aku pernah bertanya pada kakakku.
"Kakak!"
"Shinji? Ada apa?"
Aku, meskipun masih kecil, berusaha keras mengungkapkan perasaanku dengan kata-kata.
"Bagaimana caranya agar aku bisa berciuman dengan gadis yang kusuka!?"
"Hah...?"
Kakakku sedikit melongo, seolah mencari makna sebenarnya dari perkataanku.
Bagi diriku yang masih kecil, cinta sama dengan ciuman. Begitulah pandangan cinta anak SD.
Kakakku menaruh tangan di dagu dan bergumam dengan wajah serius, "Ciuman, ya..."
Lalu, dia mengangkat jari telunjuk, memberiku sebuah wahyu.
"Dengar, Shinji. Cinta itu, ibaratnya, mengumpulkan semua route."
"Mengumpulkan route?"
"Betul sekali. Dalam percintaan, seharusnya tidak ada yang namanya situs panduan strategi. Jika kamu ingin mencapai happy ending dengan wanita tujuanmu, kamu harus menaklukkan semua wanita tanpa pandang bulu. Dengan begitu, pada akhirnya kamu pasti akan masuk ke route target penaklukmu."
"..........."
Terhadap wahyu mulia dari kakakku itu, aku—
"Aku mengerti!"
Aku sama sekali tidak mengerti.
Butuh waktu yang cukup lama bagiku untuk menyadari bahwa itu adalah kalimat yang disingkat dari "jika dalam gal-game..."
Itu adalah sejarah kelam yang tak berarti bagiku.
Meskipun lebih dari sepuluh tahun telah berlalu, dia masih menghantuiku dan tak mau pergi dari benakku.
Dan sekarang.
Saat aku bertopang dagu di atap sekolah, Natsu berkata dengan sedikit cemas,
"Kita ini teman, kan?"
Kata-kata itu kutertawakan dengan sinis.
"Kalau sampai kamu berani-beraninya menganggap dirimu temanku, berarti tamatlah sudah aku."
Musim semi begitu mudah berganti, namun kenangan penting itu tak pernah mau hilang.
Kisah ini hanyalah sepenggal dari sejarah kelamku yang sepele.
Post a Comment