NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Danjjo Yuujo ga Seiritsu (Iya Shinai?) Volume 9 Chapter 3

 Penerjemah: Nobu

Proffreader: Nobu


Chapter 3

 “Jangan Lupakan Aku”


♣♣♣

     Perjalanan studi, hari ketiga di Tokyo.

     Hari ini adalah hari terakhir yang krusial. 

     Setelah melakukan check-out dari hotel sebelumnya, kami berpindah ke hotel yang lebih dekat dengan tujuan utama hari ini, taman hiburan. 

     Setelah semua proses administrasi hotel selesai, kami pun berkumpul di gerbang masuk taman hiburan. Di hadapan para murid yang tak sabar, Sasaki-sensei, guru kami, mulai menyampaikan peringatan. 

     "Baiklah. Meskipun hari ini adalah acara besar bagi kalian, ingatlah ini tetap bagian dari perjalanan sekolah. Sadarilah bahwa ini adalah bagian dari pembelajaran, jadi jangan sampai kalian terlalu lepas kendali..."

     Seketika, sorakan "huuuu" membahana. 

     Di hadapan para murid yang dipenuhi antusiasme tak terbendung, peringatan sekecil apa pun bisa memicu ledakan kegembiraan.

     "Ah, sudahlah! Aku mengerti! Jangan sampai ada masalah, itu saja!"

     Serentak, para murid bersorak "Waaah!" dan segera menyerbu masuk ke dalam taman hiburan. 

     Aku pun bergegas mencari Enomoto-san, berniat menikmati taman hiburan bersamanya.

     "Uhm, Enomoto-san di mana ya..."

     "Yuu-kun, aku di sini!"

     Aku menoleh saat dipanggil.

     "Syukurlah, Enomoto-sa—eh? Apa yang sedang kamu lakukan?"

     Aku menemukan orang yang kucari, namun alisku berkerut. Sekilas, dia mengenakan seragam sekolah yang sama denganku. Rambutnya diikat twintail mencolok dengan gulungan yang tak pernah dia lakukan sebelumnya. 

     Itu masih bisa kuterima, tapi yang membuatku terganggu adalah kacamata hitam misterius yang bertengger di wajahnya dengan ekspresi penuh percaya diri.

     "Aku bukanlah Enomoto Rion. Aku adalah Agen TPT, nama sandi 'R'."

     "A-agen TPT, nama sandi 'R'!?"

     Panjang sekali.

     Bukankah nama sandi itu seharusnya untuk menyederhanakan panggilan? Ini malah terlalu mencolok, seperti warga sipil yang terlalu larut dalam suasana festival.

     "Singkatan dari apa Agen TPT itu?"

     "Agen untuk Menikmati Taman Hiburan."

     "Konyol sekali..."

     Ah, benar juga. Enomoto-san memang tipe orang yang bisa mengatakan hal-hal seperti ini.

     Yah, aku bisa merasakannya. Dia benar-benar dalam suasana hati yang sangat gembira, dengan aura "Aku sangat menikmati taman hiburan!" yang terpancar jelas. Menggemaskan.

     Tiba-tiba, agen TPT itu terkejut melihat ponselnya.

     "Gawat. Kita sudah terlambat tiga menit dari jadwal. Ayo cepat!"

     "Eh, kok malah serius begitu?"

     Agen ini, di balik penampilannya, ternyata tipe yang sangat ketat dalam hal jadwal, ya...

     Enomoto-san melingkarkan kedua lengannya erat-erat di lenganku.

     (Ugh...)

     Saat aku masih terpaku merasakan sentuhannya, Enomoto-san tersenyum kepadaku.

     "Yuu-kun, ayo kita bersenang-senang!"

     "...Oke."

     Kemarin, aku sempat khawatir karena sikapnya sedikit aneh.

     Namun, senyumnya yang seolah menepis semua kekhawatiranku itu, entah mengapa membuatku merasa sedikit lega.

     Dunia Laut "Atlantis".

     Ini adalah taman hiburan yang sangat populer, terkenal karena maskot-maskot bertema hewan laut dan atraksi-atraksi yang secara cerdas mengadopsi fenomena alam lautan. 

     Sejak kecil, aku sering melihat tempat ini di televisi, tetapi ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kaki di sini. Karena letaknya di wilayah Kanto, sepertinya bukan tempat yang mudah dijangkau oleh orang-orang dari Kyushu.

     ...Sumpah, ramai banget!

     Padahal ini hari kerja siang bolong, tapi orang-orang membludak begini. Murid-murid sekolah kami yang tadi menyerbu masuk dalam jumlah besar pun kini hanya terlihat sesekali. Taman hiburan terkenal di kampungku saja, di akhir pekan pun tak seramai ini.

     Sambil berpikir, "Kota besar memang luar biasa," aku mencoba memastikan jadwal kepada Enomoto-san yang sedang mengamati sekeliling dengan mata berbinar-binar. Menggemaskan sekali.

     "Enomoto-san, pertama-tama kita akan..."

     "Ini!"

     Dia menjawab tanpa ragu. 

     Di layar ponselnya, terlihat sebuah bando dengan topi bajak laut. Itu adalah ciri khas maskot utama taman hiburan ini, Sametarou—seekor hiu berkaki dua dengan pakaian bajak laut. 

     Nama resminya sebenarnya jauh lebih panjang, tapi entah kenapa "Sametarou" sudah telanjur melekat pada si kasihan itu. Dalam ceritanya, dia adalah Raja Bajak Laut Karibia dan keturunan bangsawan, kalau tidak salah. Tapi di Jepang, dia tetap Sametarou. Daya tarik memang penting.

     Melihat barang yang begitu umum itu, aku menelan ludah.

     "Pertama-tama, kita akan beli ini di toko terdekat. Kalau tidak pakai ini, kita tidak akan dianggap sebagai bagian dari taman hiburan ini, lho."

     "Eh, serius? Sistemnya begitu? Padahal sudah bayar tiket masuk?"

     Enomoto-san mendengus, seolah berkata, "Dasar anak muda, tidak mengerti apa-apa." Seperti ibu pemilik bar yang sering dikunjungi para bapak-bapak di akhir pekan.

     "Begini lho, Yuu-kun. Taman hiburan itu adalah fantasi yang kita ciptakan bersama. Ada orang yang kadang salah paham, tapi kita itu bukan disambut sebagai pengunjung. Kita tidak boleh lupa semangat untuk diterima di dunia ini. Yang harus berusaha itu bukan hanya staf, tapi kita juga punya kewajiban untuk bertindak dengan kesadaran bahwa kita adalah bagian dari dunia ini dan—"

     "Antusiasmenya luar biasa."

     Dia mulai bicara seperti pengunjung veteran, ya? 

     Kalau dipikir-pikir, Enomoto-san ini, meskipun pura-pura cuek, dia adalah tipe wanita yang tidak akan pernah melewatkan acara seperti ini. Jangan-jangan dia sudah melakukan riset mendalam???

     "Tapi, kamu bicara seolah tahu banyak padahal Enomoto-san sendiri juga baru pertama kali—Aduh, aduh, aduh. Maaf, aku tidak akan mencari-cari kesalahan lagi. Jadi tolong berhenti mencubit lenganku—!"

     Dia ini terlalu ekstrem kalau soal acara...

     Mengabaikan omong kosongku, Enomoto-san mengepalkan tinjunya.

     "Ini adalah cara main taman hiburan. Yuu-kun juga, mungkin akan sedikit malu, tapi ayo kita berjuang bersama!"

     "Oke deh. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung, ya."

     Kami pun masuk ke toko terdekat.

     Suasana di dalamnya benar-benar seperti dunia laut. Barang-barang bertema karakter yang kukenal, tapi belum pernah kulihat sebelumnya, tertata rapi memenuhi setiap sudut. Beberapa murid sekolah kami juga berkeliling melihat-lihat, namun mungkin karena masih awal, hanya sedikit yang benar-benar membeli.

     Bando yang kami cari cepat sekali ditemukan dan berhasil kami beli.

     Setelah keluar dari toko, Enomoto-san langsung memakainya.

     Hmm, seperti yang kuduga dari Enomoto-san. Gadis cantik berambut panjang hitam dengan bando karakter klasik ini. Kombinasi yang mustahil tidak cocok padanya.

     "Ini, Yuu-kun juga."

     "Uh..."

     Sebaliknya, aku sadar diri bahwa aku hanyalah seorang cowok biasa yang tidak menarik. 

     Membayangkan diriku memakai bando yang sama dengan gadis cantik ini, lalu berjalan santai di taman hiburan... Berat sekali. Terutama pemandangan yang akan tercipta.

     Tidak, saat liburan musim panas aku bahkan sudah ke kafe kucing dan berfoto selfie di sana. Tapi itu di dalam ruangan. Kali ini, kita di luar ruangan—atau lebih tepatnya, di dalam taman hiburan yang mungkin ada kenalan.

     Ini adalah misi yang cukup berat.

     Besok, kalau sampai ada yang mengejekku di bandara dengan berkata, "Natsume-kun, bando Sametarou-nya cocok sekali~," bisa-bisa aku kena mental damage dan lupa membeli oleh-oleh untuk Saku-neesan...

     Saat aku masih bimbang dengan pemikiran itu, Enomoto-san terus mendorongku.

     "Yuu-kun, cepatlah!"

     "A-apa benar-benar harus dipakai...?"

     "Kamu tidak ingin diakui sebagai bagian dari dunia ini?"

     "Kalau boleh jujur, aku tidak terlalu mencari tingkat kebersamaan sampai segitunya..."

     Enomoto-san menggembungkan pipinya, "Puu~." Menggemaskan.

     Lalu, tiba-tiba dia terlihat memikirkan sesuatu. Dengan manis, dia mendekatkan wajahnya ke wajahku sambil menggerak-gerakkan jari telunjuknya di lenganku dan bertanya.

     "Kalau permintaan pacar?"

     "Ugh!"

     Gerakan wanita populer macam apa ini!

     Enomoto-san, dari mana kamu belajar trik seperti ini? Tidak, pasti dari Himari—artinya, dia tahu betul kelemahanku.

     (Benar juga...)

     Selama perjalanan sekolah ini, aku adalah pacar Enomoto-san.

     Artinya, ada hierarki yang sangat jelas. Di taman hiburan, seorang pacar harus mutlak menuruti perintah pacarnya... Tidak, pandanganku tentang pacaran pasti melenceng. Aturan budak macam apa itu? Di dunia ini, semua orang setara! Budaya seperti itu tidak ada!

     Meskipun begitu, ya.

     Aku sudah memutuskan bahwa perjalanan sekolah ini adalah bentuk balas budiku kepada Enomoto-san.

     "Baiklah."

     Aku menerima bando karakter itu dan menelan ludah. 

     Setelah memastikan tidak ada teman sekelas di sekitar, aku pun memasangkannya di kepala.

     (B-bagaimana ini...!)

     Enomoto-san dengan cepat mengambil banyak foto burst dengan kamera ponselnya.

     "Yuu-kun, itu cocok untukmu! Kamu harus lebih percaya diri lagi!"

     "Uhm, Enomoto-san?"

     Bashabashabashabasha!

     Tolong hentikan mengetuk-ngetuk ponselmu dengan wajah datar begitu!?

     "Ayo coba berpose! Misalnya, Sametarou sedang menggoda gadis duyung."

     "Uhm, kalau itu terlalu memalukan..."

     "Waktu liburan musim panas kan kamu sudah bisa 'nyaa-nyaa'. Tidak apa-apa. Percayalah pada dirimu sendiri."

     "Sejarah kelamku datang menghantuiku—!"

     Aduh!

     Wajah Enomoto-san ini... ekspresinya datar, tapi matanya berbinar-binar. Ini benar-benar pola yang tidak bagus. Lebih tepatnya, dia tidak akan bergerak sedikit pun sampai aku melakukannya.

     Aku mengatupkan bibirku rapat-rapat. Lalu, aku mengulang kata-kata Enomoto-san tadi di benakku.

     (Taman hiburan ini adalah fantasi yang diciptakan bersama oleh staf dan pengunjung!)

     Tekadku sudah bulat. Ehm, saat Sametarou menggoda putri duyung, dia mengangkat dagunya dengan jari telunjuknya... Aduh, ini sangat memalukan. Anak SD yang tumbuh besar dengan melihat ini, akan jadi apa mereka di masa depan...

     Tak lama kemudian, Enomoto-san melontarkan permintaan tambahan.

     "Coba ucapkan dialognya juga!"

     "Kamu ini iblis, ya!"

     "Enomoto-san, aku cinta kamu."

     "Tidak ada hubungannya sama sekali!?"

     Bukankah seharusnya dialog Sametarou atau semacamnya?!

     Enomoto-san lalu berpikir sejenak. Kemudian, dengan ekspresi yang sangat serius—ya, seperti tokoh utama detektif yang sedang memecahkan kasus dalam anime detektif tertentu—dia mengoreksi ucapannya.

     "Rion, aku cinta kamu."

     "Malah semakin memalukan, kan!?"

     "Karena aku pacarmu, memanggil nama itu wajar. Tidak ada masalah."

     "Memang begitu umumnya, sih!?"

     Dengan wajah serius seperti itu, apa yang sedang dia katakan? Ini benar-benar tidak seperti ucapan murid peringkat kedua di angkatan...

     Namun, protesku sama sekali tak digubris. Enomoto-san memang tidak akan berhenti sampai aku benar-benar mengatakannya.

     Melihatku yang masih ragu, kali ini Enomoto-san memiringkan kepalanya dengan manis, mendesakku.

     "Aku ingin mendengar Yuu-kun bilang 'Rion, aku cinta kamu'?"

     "Kamu mulai ketagihan, ya!"

     "...Enggak boleh?"

     "Ugh!"

     Enomoto-san yang kini jago merengek, terlalu tangguh...

     Aku berdeham, ehem, ehem.

     Ini adalah waktu untuk membulatkan tekad. Tekad untuk memanggil nama seorang gadis selain Himari. Kenapa memanggil nama seorang gadis saja butuh tekad seberat ini, sih...?

     Tapi, bukankah saat pertama kali memanggil nama itu rasanya sangat canggung? Atau aku saja yang memang kurang bersosialisasi?

     Sudahlah, terlalu banyak berpikir hanya akan menambah rasa malu! Hal-hal seperti ini butuh dorongan!

     "R-Rion... Aku cinta kamu..."

     "............"

     Eh? Sama sekali tidak ada reaksi?

     Meninggalkanku begitu saja setelah ini benar-benar keterlaluan—ah, hei! Jangan merekam video!

     "Enomoto-san!"

     "Eheheh!"

     "Kamu tidak bisa mengelak hanya dengan tertawa manis begitu!"

     "Sekali lagi, sekali lagi!"

     "Tidak mau lagi. Sungguh, tidak mau lagi."

     Saat kami sedang bercanda ria seperti itu, kebetulan mata kami berpapasan dengan beberapa teman sekelas perempuan yang sedang menuju toko yang sama.

     "Lagi kasmaran, ya."

     "Lagi kasmaran banget."

     "Nanti kita sebarkan ke semua orang, ah~"

     Lebih baik bunuh aku saja.

     Lagipula, jangan asal mengambil foto! Ini taman hiburan, kalau mau foto, foto dengan maskot saja!

     Enomoto-san, yang entah kenapa kulitnya terlihat lebih bersinar, menggenggam kedua tangannya erat-erat dengan sangat gembira.

     "Hari ini akan menjadi kenangan terbaik sepanjang hidupku!"

     "............"

     Kata-kata penuh semangat yang diucapkannya itu, entah mengapa membuat dadaku sedikit nyeri.

     Benar. Enomoto-san sudah sering membantuku selama ini. Jika ini dianggap sebagai balas budi, apalah artinya menambah sedikit "sejarah kelam". Toh, masa laluku sudah tidak sebersih itu untuk takut pada sejarah kelam. Eh? Kok jadi sedih sendiri, ya...

     Pokoknya, hari ini aku hanya akan fokus bersenang-senang dengan Enomoto-san.

     "Kalau begitu, Enomoto-san, ayo segera bermain—"

     Entah kenapa, aku menyadari Enomoto-san sedang menatapku lekat-lekat. 

     Mudah sekali membaca kilatan harapan di matanya. Dan, aku juga sudah menduga harapan apa itu.

     ...Sudah tidak ada lagi sejarah kelam yang perlu kutakutkan.

     Aku celingak-celinguk melihat sekeliling, memastikan tidak ada teman sekelas.

     "R-Rion...-san."

     "............"

     Enomoto-san terus menatapku lekat-lekat. Eh? Ada yang salah? Tapi aku yakin merasakan gelombang "tolong panggil namaku". Ah, jangan-jangan penggunaan "-san" yang tidak boleh...?

     Namun, di luar kekhawatiranku, Enomoto-san tersenyum malu-malu dengan gembira.

     "Eheh!"

     Syukurlah. Sepertinya aku lulus ujian.

     Sambil merasa wajahku memanas—"Menggemaskan sekali dia ini"—dadaku juga sedikit nyeri karena tahu aku akan mengkhianati senyum itu.

♣♣♣

     Kemudian, kami pun melangkah dengan ringan...

     "Rion-san, kita mau ke mana dulu?"

     "............"

     Enomoto-san tersenyum tipis. 

     Dia lalu menunjukkan aplikasi jadwal di ponselnya.

     "Kita akan ikuti ini."

     "Sudah ditentukan dengan sempurna..."

     Sebuah pertanyaan bodoh, pikirku sambil melihat layar ponselnya. 

     Gawat, ini jadwal per menit! Dia benar-benar berniat menjelajahi taman hiburan ini sampai habis...

     Uhm, jadi, pertama-tama adalah wahana paling populer di taman hiburan ini.

     Wahana yang dimaksud adalah terjun ke dunia bawah laut bersama maskot menggunakan kacamata 3D. Rasanya rugi kalau sampai melewatkan yang satu ini.

     "Tapi, bukannya ini antreannya panjang sekali? Kita sudah lumayan terlambat, mungkin lebih baik ke wahana lain saja..."

     Aku ingat pernah melihatnya di acara informasi akhir tahun. Barisan orang yang mengular panjang—bahkan bisa dibilang seperti naga—sedang diwawancarai. Meskipun hari kerja, dengan banyaknya pengunjung seperti ini, pasti tidak akan mudah.

     Jika harus antri di sana, rasanya waktu kami akan habis hanya untuk itu... Saat aku mulai cemas, Enomoto-san mengganti aplikasi di ponselnya. Itu aplikasi berlogo taman hiburan ini.

     Di sana, terlihat tiket reservasi untuk sepuluh menit lagi!

     "Tidak apa-apa. Aku sudah reservasi pakai Platinum Pass (sudah dibayar)."

     "Sempurna sekali!"

     Dia ini sudah level ahli taman hiburan...

     Pantas saja dia peringkat kedua di angkatan, tidak sia-sia. Ketika aku memberinya tepuk tangan, dia membusungkan dadanya dengan sangat bangga. Menggemaskan sekali, tapi sebentar lagi musim panas dan aku jadi bingung harus melihat ke mana...

     "Aku bangun jam lima pagi tadi untuk reservasi hari ini."

     "Ternyata, pola hidup teratur bisa berguna dalam bentuk seperti ini..."

     Saat aku kagum berpikir toko kue selalu membawa hal baik, Enomoto-san menarik lenganku sambil tersenyum.

     "Jadi, Yuu-kun tinggal ikut aku saja, ya."

     "Keren sekali..."

     Sambil tersenyum masam, aku melangkah mengikuti langkah Enomoto-san.

     Tapi, ada sesuatu yang aneh. Sejak tadi semuanya berjalan terlalu lancar, aku jadi punya firasat buruk... Saat aku diam-diam merasa cemas, Enomoto-san tiba-tiba berhenti. Lenganku yang sempat melewatinya, tertarik kembali dan membuatku mundur.

     "A-ada apa?"

     Ternyata, tatapan Enomoto-san mengarah ke arah yang berlawanan dari tujuan kami. Samar-samar tercium aroma manis gula dan minyak. I-ini dia!

     Ya, itu adalah kedai churros!

     Kudapan manis yang dibuat dari adonan mirip donat, dibentuk seperti batang bintang, digoreng dalam minyak panas, lalu ditaburi gula atau kayu manis. Konon, bentuk bintang itu berfungsi untuk mencegah adonan meledak saat digoreng.

     Memang sudah menjadi kudapan manis yang lumrah di taman hiburan, tetapi di taman hiburan ini, mereka menambahkan kisah bahwa maskotnya sangat menyukai churros, sehingga mereka menghadirkan rasa-rasa edisi terbatas yang hanya bisa dinikmati di sini. Mungkin ada yang bertanya, mengapa taman hiburan bertema laut menyajikan cemilan goreng? Jawabannya, apa pun boleh asal menyenangkan.

     Yang lebih mengerikan adalah, di berbagai sudut taman hiburan yang luas ini, setiap kedai menjual rasa yang berbeda. Bahkan ada para die-hard fans yang sampai menginap berhari-hari di hotel resor dalam taman hiburan demi mencicipi semua rasa tersebut.

     Tentu saja, sebagai pencinta kudapan manis, aku juga ingin mencicipi setidaknya satu. Namun, kedai ini juga punya antrian yang lumayan panjang.

     Saat ini kami sedang menuju wahana, jadi jelas tidak ada waktu untuk mengantri di kedai ini.

     ...Meskipun secara rasional aku tahu itu, tertarik begitu saja adalah sifat manusia. Enomoto-san seolah-olah akan meneteskan air liur dari sudut bibirnya, tertarik ke arah antrean itu.

     "Aaaah..."

     "Rion-san! Waktu reservasi kita sudah mepet!"

     "Aku tahu. Aku tahu, tapi kalau kulewatkan kesempatan ini, mungkin tidak ada lagi waktu yang pas..."

     "Nanti aku akan datang untuk membelikannya! Aku akan lari secepatnya untuk membelikannya!"

     Meskipun dia membuat jadwal yang sangat ketat, mentalitasnya malah goyah...

     Aku merasa seperti pemilik anjing yang ditarik oleh talinya. Yah, aku mengerti, sih. Makanan ringan di tempat seperti ini memang terasa 50% lebih enak daripada di luar. Fenomena yang sama dengan makanan panas di minimarket. Apalagi jika ditambah dengan serangan mental "mungkin tidak akan bisa makan ini lagi seumur hidup..."

     Setelah berhasil membujuk Enomoto-san, kami pun tiba di wahana.

     Suasananya seperti roller coaster ringan.

     Kami mengenakan kacamata 3D dan melaju di jalur dalam fasilitas. Di saat yang sama, maskot-maskot seolah melompat keluar dari layar yang membentang di sisi jalur, mengajak kami berpetualang keliling dunia bersama.

     Berkat Platinum Pass, kami berhasil mendapatkan posisi terdepan di kereta. Petugas wanita dengan gerakan tangan menyampaikan instruksi kepada para pengunjung.

     Enomoto-san mengenakan kacamata 3D, matanya berbinar penuh semangat. Menggemaskan sekali.

     "Yuu-kun, ayo kita bersenang-senang!"

     "Iya."

     "Setelah selesai, ayo makan churros!"

     "Rasanya kamu naik wahana ini hanya demi churros, Rion-san..."

     Prioritasnya entah kapan sudah berubah.

     Memang, manusia tidak bisa menang melawan tiga kebutuhan dasar, ya...

     "Selamat datang di dunia bawah laut, selamat jalan~!"

     Mengikuti suara sang petugas wanita, kereta pun mulai bergerak.

     Awalnya pelan-pelan... namun perlahan kecepatannya bertambah. Oh..., pikirku. Tapi soal ketegangan roller coaster ini masih kurang. Memang sih, ini dirancang agar anak SMP pun bisa menaikinya, tapi ya, dibandingkan dengan pengemudi exciting Tenma-kun kemarin, mau bagaimana lagi...

     Namun, ini adalah wahana yang memungkinkan kita terjun ke dunia bawah laut.

     Tak lama kemudian, Sametarou, maskot taman hiburan ini, muncul di layar. Ia mengatakan sesuatu seperti, "Mulai sekarang, ayo kita pergi mencari laut legendaris bersamaku!" Ohhh, kacamata 3D ini luar biasa. Rasanya seperti maskotnya benar-benar melompat keluar.

     Setelah itu, beberapa dunia film yang bekerja sama dengan taman hiburan ini muncul satu per satu. Semuanya adalah seri populer dunia, dan banyak di antaranya sudah kutonton sejak kecil.

     Sebagian besar adalah petualangan aksi, jadi semua orang sangat gembira. Dari belakang pun terdengar suara teriakan histeris.

     Enomoto-san di sampingku juga berteriak kegirangan. Dia benar-benar pacar sementara perjalanan sekolah yang paling manis, kecuali dia memukul-mukul pahaku karena terlalu excited. Semoga pahaku bisa bertahan seharian ini, ya.

     Setelah menikmati kelima dunia, kami kembali ke dunia nyata. Petugas wanita yang berbeda dari saat keberangkatan menyambut kami dengan, "Selamat datang kembali~!"

     ...Luar biasa sekali. Rasanya sudah satu jam berlalu, padahal kenyataannya baru sekitar lima belas menit. Pantas saja ini menjadi wahana paling populer. Bahkan aku yang tidak terlalu aktif di wahana semacam ini pun ingin mengulanginya.

     Sambil menaikkan tuas pengaman, Enomoto-san berkata dengan senyum sedikit berkeringat.

     "Yuu-kun, menyenangkan sekali, ya."

     "Iya."

     "Eh? Kenapa tidak berdiri?"

     "...Iya. Aku akan berusaha."

     Sungguh, berjuanglah, kakiku. ...Bagaimana kalau nanti saat mandi ada bekas tangan? Rasanya seperti film horor ringan. Bukan wahana lucu di taman hiburan ini, tapi yang benar-benar horor.

     Kemudian, setelah keluar dari fasilitas wahana, aku memeriksa waktu. Berkat Platinum Pass Enomoto-san, kami lebih cepat sekitar lima menit dari jadwal.

     Dan di waktu luang lima menit inilah, sebuah misi menantiku.

     Tentu saja, tugasku adalah pergi ke kedai churros. Sanggupkah, kakiku? Sahabatku yang tak pernah berpisah selama enam belas tahun ini.

     Omong-omong, kakiku langsung menjawab "Tidak sanggup," jadi, demi kesehatan karyawan, aku mencoba bertanya pada "sponsor."

     "R-Rion-san, selanjutnya kita mau ke mana?"

     "Selanjutnya Bubble Coaster."

     "Wahana yang melaju di atas air dan ada sesi foto di akhir itu?"

     "Benar. Aku tidak sabar."

     Ah, syukurlah. Sesuai jadwal. Sepertinya kegembiraan di dunia bawah laut membuatnya lupa tentang churros. Kakiku terselamatkan. Hidup perusahaan yang peduli karyawan!

     Namun, ketenangan sesaat itu tak bertahan lama...

     "Ah, tapi kita juga harus makan churros!"

     "............"

     Sekali lagi, aku bertanya pada kakiku. "Kakiku, sanggupkah kau?" tanyaku sok serius, namun lagi-lagi jawaban "Tidak sanggup" langsung terlontar. Kakiku ini adalah generasi Satori di era Reiwa, yang bisa bekerja untuk dirinya sendiri daripada untuk perusahaan.

     "R-Rion-san..."

     Sebuah tatapan penuh harap yang berkilauan diarahkan padaku.

     Ugh. Mataku...!

     Cahayanya yang memukau itu seperti lingkaran cahaya Buddha. Aura gadis cantik yang luar biasa, mampu menyelamatkan segala kenajisan di dunia ini. Aku tidak bisa membiarkan senyum ini memudar. Itu lebih dari cukup untuk membuatku menelan kembali kata-kata penolakanku.

     ...Sahabatku. Permintaanmu ditolak.

♣♣♣

     Begitulah, hari itu berlalu.

     Mengikuti jadwal yang kini sudah seperti perjalanan kilat, kami menuntaskan tiap agenda dengan waktu yang diatur sampai hitungan menit.

     Siang harinya, kami menyantap makanan lezat, dan untuk camilan, kami berhasil mencoba enam dari sepuluh jenis churros yang ada. Oh ya, churros ini benar-benar di luar jadwal, jadi setiap kali aku membelinya, kakiku menjerit kesakitan. Lebih parah dari shift di minimarket di tempatku bekerja...

     Lalu, pukul tiga sore.

     Tinggal dua tempat lagi yang ada di jadwal kami.

     Salah satunya adalah berbelanja. Jadi, kami menuju toko pilihan yang sudah direncanakan sebelumnya, kali ini untuk membeli oleh-oleh.

     Area Tepi Sungai... Sebuah area populer dengan sungai buatan besar tempat kapal pesiar mengelilingi.

     Kabarnya, toko pilihan di sini punya banyak sekali barang-barang maskot favorit Enomoto-san. Fakta bahwa setiap toko punya produk yang berbeda-beda mungkin jadi alasan untuk menjelajahi taman hiburan ini secara aktif. Strategi bisnis...

     ...Dan di toko pilihan itu, ada wajah yang kukenal.

     Pembimbing kami, Sasaki-sensei.

     Penampilan sangar Sasaki-sensei di toko souvenir fantasi ini, sungguh kombinasi yang jarang terlihat ketidakcocokannya.

     Sasaki-sensei dengan keranjang kecil berisi barang-barang lucu, menatap kami lekat-lekat.

     "Mesra sekali, ya."

     "...Benar."

     Merasa tak bisa berkata apa-apa lagi, aku terpaksa mengiyakan.

     Enomoto-san menggenggam lenganku, merapatkan tubuhnya. Karena jadwal hari ini berjalan sangat lancar, suasana hatinya pun sangat baik. Aura "cinta" yang terpancar darinya sangat serasi dengan suasana toko souvenir. Kebetulan ada juga teman-teman sekelas perempuan kami, dan mereka mengambil banyak sekali foto.

     Sebagai seorang laki-laki, mungkin ini bisa disebut keuntungan, tapi setelah seharian penuh begini, rasa terbiasa lebih mendominasi. Awalnya aku hanya kebingungan dengan sentuhan besar yang tak bisa diabaikan ini, tapi sekarang, kesadaran untuk menjauh pun sudah memudar. Ayah di kampung halaman yang jauh, aku sudah terkontaminasi oleh kota ini...

     "Rion-san, tidak mau beli oleh-oleh?"

     "Ah, benar juga!"

     Setelah sekian lama berpisah, lenganku terasa sangat dingin...

     Enomoto-san berkeliling toko, mencari barang-barang yang sudah dia riset sebelumnya. Rupanya, untuk oleh-oleh keluarga, dia mengutamakan efisiensi. Ya, benar. Adegan "Ayo pilih bareng!" atau "Yuu-kun juga bantu pilih ya~" sudah terlalu sering kami lakukan tadi siang...

     Nah, aku juga harus mencari oleh-oleh untuk keluargaku... Tapi, adakah sesuatu yang bisa kubeli di sini? Tentu saja barang-barang di sini sangat beragam, tapi masalahnya adalah siapa yang akan kubelikan oleh-oleh.

     Orang tuaku, mereka bahkan tidak menghargai oleh-oleh. Tipe yang akan bilang, "Kalau beli begituan, lebih baik uangnya dipakai untuk bersenang-senang saja." Mereka memang kurang punya hasrat terhadap barang-barang bertema acara.

     Saku-neesan... sudah jelas tidak mungkin. Aku benar-benar tidak bisa membayangkan dia senang dengan barang-barang maskot semacam ini. Apalagi ada ranjau, kalau salah pilih bisa dimarahi. Lebih baik jangan. Lagipula, permintaan dia sudah hampir semua terpenuhi kemarin berkat Tenma-kun.

     Shiroyama-san rencananya akan membeli Tokyo Banana di bandara, dan oleh-oleh untuk Mera-san... Yah, dia tidak butuh, kan? Kami tidak pergi ke Omotesando. Selesai.

     (Ah, benar. Hibari-san)

     Karena selama ini sudah banyak berutang budi, aku harus membelikan sesuatu untuk keluarga Inuzuka.

     Situasi membeli oleh-oleh untuk keluarga mantan pacar ini memang aneh sekali, tapi ini benar-benar diperlukan.

     (Tapi, apa yang harus kubeli, ya...)

     Sulit sekali ditebak.

     Rasanya Hibari-san akan senang dengan apa pun, tapi aku tidak mau membelikan sesuatu yang tidak disukainya sehingga dia jadi sungkan. Namun, aku juga tidak bisa membayangkan apa yang mereka sukai di taman hiburan ini. Kalau ada boneka maskot dari emas murni, itu mungkin lebih mudah, tapi mana mungkin aku bisa membelinya...

     (Apa kutanyakan saja pada Himari?)

     Itu pasti cara paling efektif.

     Dulu, aku pasti sudah melakukannya. Bahkan sekarang pun, seharusnya tidak masalah. Ini lebih seperti komunikasi urusan pekerjaan.

     Pertama-tama, aku membuka aplikasi LINE dan membuka ruang obrolan dengan Himari. 

     Lalu, aku mengetik: "Aku lagi di toko oleh-oleh di Riverside Area, kira-kira oleh-oleh apa yang bagus buat Hibari-san dan yang lainnya?" Kupikir akan lebih sulit, tapi ternyata lumayan lancar. Mungkin ini bukti bahwa perpisahan itu sudah mulai kuterima. Atau mungkin pengaruh percakapan tadi malam.

     Pokoknya, tinggal menekan tombol "kirim".

     ...Tapi, kalau mengirim LINE untuk hal begini, nanti dia bisa bilang, "Apa sih, butuh banget ya alasan buat ngobrol sama aku~?" Itu sama sekali tidak aku inginkan.

     Saat aku masih bergumam ragu, tidak bisa mengambil langkah terakhir, tiba-tiba Sasaki-sensei memanggilku.

     "Hei, Natsume."

     "Eh? Ah, iya. Ada apa, Sensei?"

     Ah, sial.

     Saat menoleh, aku tak sengaja mengirim pesan. Langsung di read dalam tiga detik... Dia memang selalu menempel pada LINE, ya.

     (Sudahlah. Palingan dibalas atau diabaikan...)

     Aku menghadap Sasaki-sensei.

     "Ini tentang Araki..."

     "Eh? Araki-sensei?"

     Araki-sensei adalah guru di kelas merangkai bunga tempatku belajar. 

     Saat festival budaya lalu, terungkap bahwa dia adalah teman sekelas Sasaki-sensei waktu SMA. Sekaligus juga wanita yang diincar Sasaki-sensei. Mengingat dia sampai menyusup ke kelas merangkai bunga dengan menjadikanku alasan, sepertinya dia cukup serius. Omong-omong, dia bilang akan ikut acara Natal akhir tahun lalu, bagaimana kabarnya, ya?

     Sasaki-sensei terbatuk, "Ehem." Lalu, dia berkata seolah-olah, "Bukan hal besar, sih~."

     "Aku tidak bermaksud apa-apa, tapi... oleh-oleh seperti apa yang disukai Araki?"

     Memang benar, dia tidak bermaksud apa-apa.

     Justru aku hanya melihat niat aslinya. Apa dia pikir bisa menyembunyikannya? Lagipula, bertanya pada murid tentang hadiah untuk orang yang disukai itu menyedihkan sekali. Bukankah dia pernah bilang populer saat di SMA?

     Bagaimana ini? Apa aku harus menjawab jujur? Haruskah aku mengatakan kebenaran kejam, "Sepertinya Araki-sensei bukan tipe yang suka taman hiburan. Seharusnya kemarin Sensei beli acar enak di Asakusa saja"? Sebaiknya jangan, dia bisa saja langsung pergi ke Asakusa meninggalkan pekerjaannya...

     Tapi, hal yang disukai Araki-sensei, ya. Omong-omong, dia selalu membantuku, jadi aku juga harus membelikan oleh-oleh untuknya.

     ...Untuk sementara, aku harus menjawab Sasaki-sensei. Ehm, Araki-sensei biasanya makan apa, ya?

     "Uhm... somen mungkin?"

     "Kalau ada yang jual di toko ini, itu gila sekali..."

     ...Benar juga.

     Jika di dalam toko yang imut ini ada somen buatan Prefektur Nara, aku pasti akan sangat penasaran bagaimana bisa begitu.

     Tapi selain itu, aku hanya bisa memikirkan game konsol. Sudah seperti permintaan anak SD kepada Sinterklas saja.

     Fakta bahwa bunga tidak langsung terlintas di benakku mungkin berarti bayangan itu sudah tertimpa di pikiranku. Aku tidak yakin apakah ini hal baik atau buruk.

     Sungguh, aku benar-benar tidak tahu. ...Ah, tunggu.

     Aku menjawab dengan senyum ramah.

     "Menurut saya, Araki-sensei pasti akan senang dengan oleh-oleh apa pun dari Sensei, kok. Bagaimana kalau gantungan kunci Sametarou yang itu?"

     "Oh, yang ini ya!"

     Sasaki-sensei dengan gembira memasukkan gantungan kunci Sametarou itu ke dalam keranjang. ...Bagus. Tidak ada masalah. Tinggal aku melobi Araki-sensei nanti dengan berkata, "Sasaki-sensei akan membawakan gantungan kunci Sametarou, jadi tolong sambutlah dengan gembira." Sempurna. Sebuah dunia yang lembut di mana tidak ada yang terluka.

     (Ah, benar juga)

     Aku teringat sesuatu yang bagus dan bertanya pada Sasaki-sensei.

     "Sebagai gantinya, eh... kalau Sasaki-sensei ingin membelikan oleh-oleh untuk Hibari-san, kira-kira apa yang akan Anda beli?"

     "Kamu selalu saja menanyakan hal-hal yang tiba-tiba begitu."

     "Kalau bisa, saya ingin memberinya sesuatu yang benar-benar bisa membuatnya senang. Sasaki-sensei kan sudah lama berteman dengan Hibari-san..."

     "Yah, waktu perjalanan sekolah mereka dulu juga aku yang mendampingi. Tapi, bukannya lebih baik kamu tanyakan langsung kepada Inuzuka?"

     "Aku sudah coba bertanya, sih. Tapi belum ada balasan LINE..."

     Hebatnya, pesanku hanya dibaca tanpa dibalas.

     Sepertinya aku memang tidak seharusnya menghubunginya untuk hal semacam ini. Tingkat keintiman dengan mantan pacar sungguh membingungkan...

     Kemudian, Sasaki-sensei berkata tanpa berpikir lebih dari sepuluh detik.

     "Sudahlah, apa saja boleh. Dia pasti senang menerima apa pun."

     "...Kalau ada somen di sini, aku juga akan melakukan hal yang sama."

     Percuma.

     Guru ini sama sekali tidak punya niat untuk mendampingi muridnya. Padahal aku sudah susah payah berpikir...

     Baiklah, untuk keluarga Inuzuka, nanti kupikirkan di bandara saja. Karena tidak tahu apa-apa, mungkin lebih baik beli kudapan manis yang umum saja.

     Saat aku sedang berpikir sendiri seperti itu, Enomoto-san kembali. ...Sudah kuduga, barang-barang yang dibawanya menumpuk banyak sekali. Dia bilang ada oleh-oleh untuk rekan-rekan kerjanya di toko kue, tapi kurasa 90% itu untuk dirinya sendiri.

     "Yuu-kun, maaf sudah membuatmu menunggu!"

     "Ah, tidak apa-apa kok, aku tidak menunggu lama."

     "Kalau begitu, ayo pergi!"

     "Oke."

     Ujarku, lalu kami keluar dari toko pilihan itu.

     Sasaki-sensei mengingatkan kami, "Berkumpul di depan gerbang jam tujuh, ya!" Aku menjawab, "Baik, Sensei," sambil kami mulai berjalan.

     Sekarang pukul lima sore lewat tiga puluh menit, jadi kami punya waktu satu setengah jam lagi.

     Kalau begini, aman.

     Wahana terakhir yang kami rencanakan di taman hiburan ini. 

     Sebuah kapal pesiar yang mengelilingi sungai besar di Area Tepi Sungai.

♣♣♣

     Sebuah kapal pesiar di Area Tepi Sungai. 

     Ini juga merupakan salah satu wahana yang sangat populer, sehingga hampir pasti harus memesan terlebih dahulu untuk bisa menaikinya. Daya tariknya terletak pada pengalaman berlayar santai mengelilingi taman hiburan, dan jika waktunya tepat, kita bahkan bisa menyaksikan parade di area pusat yang bersebelahan secara keseluruhan.

     Enomoto-san, yang risetnya sudah sempurna, menunjukkan ponselnya dengan ekspresi yang sangat menggemaskan.

     "Waktu reservasi kita pas sekali. Karena ada parade malam hari ini, kita pasti bisa melihatnya dari kapal!"

     "Ohh... Hebat sekali..."

     Kami ikut antrian di gerbang keberangkatan.

     Melihat dari dekat, kapal pesiar bertingkat tiga yang bisa menampung ratusan orang itu sungguh megah. 

     Pukul enam sore di bulan Februari, suasana sudah gelap gulita. Kapal pesiar yang bertema istana putri duyung itu terlihat fantastis diterangi lampu oranye.

     Mengikuti barisan yang perlahan masuk, aku pun menjadi bagian dari mereka. Begitu masuk, Enomoto-san langsung menarik tanganku.

     "Yuu-kun, ayo kita ke dek!"

     "Oke."

     Kami berhasil mengamankan posisi terdepan. Ah, ini pasti karena dia sudah meriset rute sebelumnya dan tahu jalan tercepat. Benar-benar penyalahgunaan otak yang brilian...

     Kami berada di lantai dua kapal pesiar. Tingginya lumayan. Dari sini, pemandangan di daratan pasti bisa terlihat dengan indah.

     Perjalanan keliling selama kurang lebih satu jam akan segera dimulai.

     Mengikuti alunan musik harpa putri duyung, kapal pesiar perlahan bergerak maju. Teman-teman sekelas yang menonton dari daratan melambaikan tangan, tapi aku tidak punya keberanian untuk membalasnya.

     Saat malam tiba, angin kembali seperti musim dingin.

     Sentuhan dinginnya membuatku merasa seolah suasana panas siang tadi perlahan mereda.

     Meskipun baru beberapa jam yang lalu, rasanya sudah bertahun-tahun berlalu... Mungkin karena aku sadar bahwa waktu ini akan segera berakhir.

     Pemandangan di sepanjang kanal... taman hiburan yang fantastis ini menunjukkan wajah yang berbeda di malam hari dengan berbagai lampu yang menyala.

     Tempat-tempat yang dipenuhi tawa anak-anak kini memancarkan suasana romantis. Semakin banyak aku menjelajahi siang tadi, semakin besar pula kejutan yang kurasakan.

     Enomoto-san juga asyik menikmati pemandangan.

     "Ah, Yuu-kun, lihat itu!"

     "Ada apa?"

     "Tadi siang pintunya tertutup, tapi sekarang terbuka..."

     "Benar juga. Jangan-jangan wahana itu hanya beroperasi malam hari?"

     "Sial, aku tidak memeriksanya..."

     "Yah, jadikan saja itu kesenangan untuk kunjungan berikutnya."

     Di taman hiburan ini, anak di bawah delapan belas tahun dilarang keluar setelah pukul delapan malam. Sebagai pelajar, menjelajahi taman di malam hari pasti sulit.

     Enomoto-san berkata sambil tertawa.

     "Kalau begitu, bagaimana kalau kita datang bersama lagi setelah lulus?"

     "............"

     Setelah lulus.

     Kata-kata yang terucap ringan itu, memberati dadaku.

     "...Rion-san, ada sesuatu yang ingin kukatakan."

     Mendengar kata-kataku, Enomoto-san menoleh dengan senyum.

     Aku menatap langsung ke matanya dan mengatakannya dengan jelas.

     "Mulai sekarang, aku ingin beraktivitas Aksesori sendiri."

     Enomoto-san tidak mengatakan apa-apa.

     Tenggorokanku terasa sangat kering. Napasku juga tercekat. Jari-jariku yang menggenggam pagar bergetar. Sejujurnya, aku tidak ingin mengatakan ini.

     Tapi, aku sudah memutuskan untuk menyelesaikannya dengan baik.

     Aku tidak akan lagi mempermainkan Enomoto-san dengan keegoisanku seperti yang kulakukan pada Himari. Jika ke depannya aku akan mendahulukan aksesori, maka aku harus menyelesaikan ini sekarang.

     Aku menarik napas panjang dan mengucapkan kata-kata yang seharusnya sudah kuucapkan pada malam tahun baru.

     "Jadi, Enomoto-san, aku juga ingin kamu melupakan cinta pertamamu denganku."

     Jantungku berdebar kencang, nyaris meledak.

     Jawabannya terasa sangat lama. Tatapan matanya menakutkan.

     Akankah aku diremehkan?

     Akankah aku dicaci maki?

     Bahkan jika aku dilemparkan dari kapal dengan jurus Iron Claw andalannya, aku tidak peduli.

     "...Oke. Aku mengerti."

     Jawabannya, begitu saja.

     Dan itu memang yang kuharapkan.

     Namun, pada saat yang sama, ada perasaan kehilangan yang luar biasa, seolah membekukan tubuhku hingga ke tulang. Sungguh egoisnya diriku. Meski sudah memutuskan untuk melepaskannya, begitu itu terjadi, rasanya berat sekali.

     ...Ternyata, keputusanku tidak salah.

     Jika terus bersama, pada akhirnya aku hanya akan menyakiti Enomoto-san. Dengan sedikit kelegaan karena hal itu, aku hendak mengucapkan terima kasih atas semua ini, lalu—

     "Kalau begitu, mohon bantuannya lagi ya."

     "............Hm?"

     Ada kalimat aneh yang menyusul.

     Apa aku salah dengar? Mungkinkah alam bawah sadarku telah menciptakan halusinasi? Hebat sekali taman hiburan ini. Sebuah fantasi yang diciptakan bersama. Omong-omong, aku pernah dengar bahwa kadang-kadang ada hal nyata yang menyusup ke ruang-ruang non-rutin semacam ini. Aku tidak terlalu percaya karena itu cerita gaib, tapi setelah mengalaminya sendiri, aku terpaksa percaya. Sekali lagi, aku mendapatkan pengalaman bagus sebagai seorang kreator.

     Dengan begitu, aku memutuskan untuk mengabaikannya.

     "Enomoto-san, aku harus mengucapkan terima kasih atas semua ini..."

     "Oh, ngomong-ngomong, ada churros edisi terbatas yang hanya dijual di kapal pesiar ini. Yuu-kun, nanti kita beli sebelum turun, ya!"

     "Nnnngghh—!"

     Momen seriusnya tidak bertahan lama!

     Kumohon, Tuan Serius. Bekerjalah yang benar. Aku sendiri sudah mengumpulkan niat dan tekad yang sungguh-sungguh.

     Ada apa ini? Bukankah itu cuma halusinasi yang diciptakan oleh sisi penakutku? Lagipula, Enomoto-san terlihat berbinar-binar. Dia tampak sangat gembira. Bahkan mungkin yang paling gembira hari ini. Ada apa sebenarnya? Aku kan sudah menyatakan perpisahan dengan jelas?

     "Uhm, Enomoto-san?"

     "Rion."

     "Ah, iya, Rion-san..."

     Aku malah disuruh mengulanginya dengan benar...

     Namun, ini bukan waktunya untuk mengkritik diri sendiri. Aku sedikit merendahkan diri dan mencoba bertanya dengan hati-hati.

     "Apa kamu... mendengarkan apa yang kukatakan?"

     "Iya. Kamu bilang kegiatan Aksesori akan dilakukan sendiri, jadi tidak masalah."

     "...Benar, sih."

     Syukurlah. Pesanku tersampaikan dengan baik.

     Namun, kelegaan yang kurasakan hanya sesaat...

     "Aku mengerti apa yang ingin Yuu-kun katakan."

     "Kalau begitu..."

     "Maka dari itu, aku tidak akan jadi sahabat lagi, ya."

     "...Eh?"

     Enomoto-san tersenyum sangat cerah.

     "Kalau begini, aku boleh lagi kan, mengejar Yuu-kun sebagai calon pacarku!"

     "......!"

     Aku kehabisan kata-kata.

     Begitu rupanya.

     Tidak, memang benar, dari caraku bicara, tidak aneh jika dia menanggapinya begitu. Tapi aku sama sekali tidak menyangka akan ada balasan seperti itu.

     (Dia bilang ini akan jadi yang terakhir di perjalanan sekolah ini...)

     Aku terlalu sibuk dengan perasaanku sendiri, sampai tidak memikirkan kemungkinan ini.

     Mungkin hanya aku yang mengira Enomoto-san sudah menyerah pada cinta pertama kami. Aku seenaknya saja menganggap bahwa dia tidak lagi memakai aksesori Bunga Gekka Bijin adalah isyarat niatnya. Apalagi, pengakuan cinta gerilya yang sering terjadi juga sudah tidak ada.

     Tidak, jangan sampai terpengaruh, Natsume Yuu!

     Apakah tekadmu hanya sebatas itu!?

     "Uhm, Enomoto-san, tolong dengarkan aku."

     "Rion."

     "R-Rion-san, tolong dengarkan sampai selesai dulu, ya? Nanti akan kubelikan churros..."

     "Oke."

     Sial. Aku benar-benar terbawa arusnya.

     Tapi, rasanya sudah lama sekali tidak merasakan sensasi ini. Sejak bertemu lagi di musim semi, aku memang selalu dibuat pusing oleh Enomoto-san.

     Aku menghela napas panjang dan mengulang perkataanku.

     "Aku ingin menjalani hidup yang mendahulukan aksesori. Aku yang sekarang belum cukup kuat untuk memiliki semuanya. Jadi, aku tidak akan pernah bisa membalas perasaan Enomoto-san."

     Saat liburan musim panas, aku kalah dalam pertandingan melawan Kureha-san. 

     Kala itu, aku menyatakan kepada Himari. Aku akan menjadi kreator yang kuat, yang bisa memiliki segalanya dan tidak ada yang bisa menyalahkan.

     Namun, aku yang sekarang begitu belum dewasa. Jalan hidupku sendiri masih goyah, jadi mana mungkin aku bisa memiliki hal lain?

     Aku akan menjadi kreator yang kuat. Memikirkan soal cinta bisa belakangan. Pertama-tama, aku ingin menguasai aksesori. Aku ingin menyusul Tenma-kun dan Sanae-san... bahkan Murakami-kun.

     Jika aku terus bergantung pada Enomoto-san, aku tidak akan pernah bisa mencapainya.

     Meskipun jalur setelah lulus masih samar, setidaknya aku harus memperbaiki kebiasaan bergantung pada orang lain ini.

     Orang yang memanfaatkan kebaikan Enomoto-san bukanlah kreator yang kuat. Dan orang yang goyah karena cinta juga bukanlah kreator yang kuat.

     Karena itu, cinta pertama kita akan berakhir di sini—

     ...Namun, saat itu.

     Enomoto-san meletakkan sesuatu di telapak tangannya dan mengulurkannya.

     Terlihat jelas keberadaannya, diterangi cahaya remang kapal pesiar.

     Itu adalah—

     

♡♡♡

PoV

Enomoto Rion

     —Itu terjadi kemarin.

     Saat Yuu-kun sedang berbicara dengan Murakami-kun.

     Aku yang tak tahu harus melakukan apa, memandangi pameran karya dengan tatapan kosong.

     Model-model wanita yang dihiasi bunga-bunga indah. Keindahan postur mereka membuatku terpukau. Apakah para kreator yang bertarung di panggung dunia ini semuanya adalah orang-orang seperti mereka?

     (Inikah dunia yang Yuu-kun tuju...)

     Rasanya jauh sekali, pikirku.

     Posisi Murakami-kun sebagai seorang kreator... Aku tidak terlalu mengerti, tapi dia bisa menggerakkan begitu banyak orang sendirian. Dia pasti berbeda dari kreator biasa.

     Mengingat Yuu-kun, dia pasti terinspirasi olehnya.

     Aku tidak mengerti.

     Berapa besar nilai dari mengejar keindahan.

     Meski begitu, aku...

     —Aku tak bisa menahan diri untuk terus mengikuti tatapan seriusnya.

     Aku tahu.

     Tatapan itu, tidak akan pernah tertuju padaku.

     Aku tidak berpikir aku bisa melakukan apa yang tidak bisa dilakukan Hii-chan.

     Shii-kun berpikir aku punya peluang untuk menang. Makanya, sambil melontarkan kata-kata pedas, dia terus menghasutku agar tidak menyerah.

     Tapi, sudahlah.

     Aku sudah memutuskan untuk menyerah pada cinta pertama ini.

     Pada malam tahun baru, Yuu-kun sepertinya ingin mengatakan sesuatu.

     Aku tahu.

     Aku yakin dia juga ingin mengakhiri hubungannya denganku. Yuu-kun memang egois, tapi dia selalu berusaha menuntaskan apa yang sudah diputuskannya sendiri.

     Kalau sudah begini, apa pun yang kukatakan pasti sia-sia.

     Jika aku benar-benar mencintainya, aku harus menerima pilihannya, kan?

     Aku tidak bisa menyusahkannya dengan keegoisanku. Itulah yang seharusnya dilakukan seorang sahabat sejati.

     (Makanya, setidaknya sampai perjalanan sekolah ini...)

     Secara tidak sadar, aku menyentuh pergelangan tangan kiriku.

     Sentuhan cinta pertama yang seharusnya selalu ada bersamaku, kini tidak ada lagi di sana.

     ...Padahal sudah kurelakan. Aku ini memang tidak tahu diri.

     "Rion-san."

     Tiba-tiba, namaku dipanggil dari belakang.

     Sanae-chan berjalan ke arahku. Kukira dia sedang berbicara dengan yang lain tentang karya Murakami-kun.

     "Ada apa?"

     Sanae-chan melirik ke arah Yuu-kun dan yang lainnya.

     Mereka masih sibuk berbicara dengan Murakami-kun. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi suasananya tampak serius.

     Setelah memastikan tatapan mereka tidak tertuju padaku, Sanae-chan menggenggam tanganku. Aku terkejut dengan tindakan tiba-tiba itu, tapi tidak melawan.

     Dia menyelipkan sesuatu ke dalam genggamanku.

     "Ini barang yang tertinggal."

     "Eh?"

     Merasakan sentuhan itu, mataku terbelalak.

     ...Rasanya begitu akrab, namun seharusnya itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah bisa kusentuh lagi.

     "Aku diminta Kureha-san untuk memberikannya."

     Sanae-chan mengatakan itu sambil tersenyum canggung. 

     Dia menambahkan, "Benar-benar bukan orang yang mau jujur, ya," tapi suaranya terdengar jauh di telingaku. Karena, aku benar-benar tidak percaya benda ini ada di tanganku—

     "Tadi pagi, aku merasa ada yang aneh denganmu, jadi aku bertanya-tanya ada apa..."

     Rupanya, saat kami bertegur sapa di mobil, dia sudah menyadari keanehan pada diri kami. Dia menggenggam tanganku dan melanjutkan dengan ekspresi tenang.

     "Aku tidak tahu persis situasi kalian berdua, dan aku tidak akan mengatakan bisa dengan mudah bersimpati, tapi... yah, begitulah."

     Ada kedalaman aneh di matanya. Seseorang yang telah menjalani hidup lebih lama dariku. Mungkin karena itu, dia pasti sering mengambil keputusan sulit.

     Dan mungkin, sepanjang hidupnya, dia juga sering merasakan penyesalan.

     "Kami menggantungkan hidup pada perasaan 'suka'. Jadi, melihat orang yang membohongi diri sendiri seperti Rion-san, rasanya menyedihkan."

     Setelah mengatakan itu, Sanae-chan tersenyum manis.

     Dan tanpa menunggu jawabanku, seolah tugasnya sudah selesai, dia kembali bergabung dengan yang lain.

     Aku menatap lekat-lekat benda yang diserahkan padaku.

     ...Kalau kupikir-pikir, ini selalu mengawasiku.

     Mungkin, dia tidak tahan melihatku seperti sekarang, lalu kembali.

     (Betapa mudahnya hal ini, tapi aku melupakannya...)

     Aku berniat mengakhirinya di perjalanan sekolah ini. 

     Aku berniat menjadikannya kenangan terakhir dan benar-benar memilih hidup sendiri.

     Tapi, aku tidak bisa lagi.

     Aku sudah mencoba hidup dengan cinta pertamaku, tapi gagal.

     Aku sudah mencoba hidup sebagai sahabat, tapi juga gagal.

     Bahkan mencoba mengucapkan selamat tinggal pun gagal.

     Dengan hidup yang penuh kegagalan, apa yang tersisa bagiku?

     Jika kembalinya ini memiliki makna, maka aku tidak boleh menyerah pada diriku sendiri.


♣♣♣

PoV

Natsume Yuu

     —Gelang Bunga Gekka Bijin.

     Saat kami bertemu kembali, dia selalu memakainya. 

     Namun, sejak perjalanan ke Tokyo saat liburan musim panas, dia bilang hilang dan aku tak pernah melihatnya lagi. Aku mengira itu adalah tanda bahwa Enomoto-san telah menyerah pada perasaannya kepadaku.

     Sambil mengulurkan gelang itu, Enomoto-san berkata, 

     "Yuu-kun yang mengakhirinya."

     "............"

     Saat aku ragu, Enomoto-san menatap ke arah tujuan kapal pesiar.

     "Nanti, sebelum kita melihat parade, ada Cawan Suci Putri Duyung, kan?"

     Aku tahu itu. 

     Itu adalah acara terkenal di wahana ini.

     Itu adalah adegan ikonik dalam Petualangan Sametarou. Sametarou melemparkan permata janji ke dalam Cawan Suci, harta karun negeri duyung. Dengan begitu, ia mendapatkan hak untuk mengabulkan permohonannya.

     Di tujuan kapal pesiar, ada pulau buatan kecil. Di sana, terdapat Cawan Suci besar tempat orang-orang melemparkan koin sambil memanjatkan doa. Yah, semacam ritual sederhana yang lumrah. Namun, hal-hal sederhana seperti inilah yang memang populer.

     Bagaimanapun, Enomoto-san memintaku untuk melemparkan gelang Bunga Gekka Bijin ke dalam Cawan Suci itu.

     Aku sempat mengulurkan tangan... lalu berhenti sesaat sebelum melakukannya.

     "............"

     Aku bermaksud untuk mengakhirinya.

     Aku sudah membulatkan tekad itu.

     Bahkan, aku sudah mengucapkan kata-kata itu.

     Namun, tanganku gemetar tak berdaya.

     ...Tidak bisa.

     Ini adalah benda kenangan yang mempertemukan kembali aku dan Enomoto-san.

     Aku tidak bisa menghancurkan bukti cinta pertama kami ini dengan tanganku sendiri.

     Cinta pertama inilah yang membawaku sejauh ini.

     Apakah membuang cinta pertama ini benar-benar akan membuatku maju sebagai seorang kreator?

     Aku jadi bingung.

     Aku yang kemarin mungkin akan berpikir itu adalah hal yang harus dilakukan.

     Bahkan sekarang pun, logikaku mengatakan itu adalah hal yang harus dilakukan.

     Namun, perasaanku menolak itu mentah-mentah.

     Kapal pesiar terus melaju.

     Musik yang lembut berubah menjadi sedikit lebih up-tempo. Suara putri duyung terdengar, berkata, "Nah, lemparkanlah permohonanmu ke Cawan Suci itu—"

     Di sekitar, orang-orang yang menantikan acara ini mulai bersiap.

     Di tengah suasana itu, aku dan Enomoto-san saling menatap lurus.

     Akhirnya, Cawan Suci Putri Duyung terlihat.

     Tanganku tidak bisa meraih gelang Bunga Gekka Bijin itu.

     "............"

     Enomoto-san tersenyum lembut.

     Dia menggenggam gelang Bunga Gekka Bijin itu dengan kedua tangannya sendiri.

     "Terima kasih untuk selama ini."

     Dengan penuh perhatian, dengan penuh kehati-hatian. 

     Seolah berbicara kepada seorang teman lama yang sudah bersama selama bertahun-tahun.

     "...Tapi, sekarang sudah tidak apa-apa. Jangan khawatir."

     Lalu, dia berbalik dan melemparkan gelang Bunga Gekka Bijin itu ke dalam Cawan Suci.

     Memantulkan cahaya oranye redup, ia membentuk lengkungan indah di langit malam. 

     Bersama dengan koin-koin yang dilemparkan, benda itu jatuh menuju Cawan Suci berwarna emas.

     Aku tanpa sadar mencondongkan tubuhku ke pagar pembatas, menatap ke mana benda itu pergi. 

     Hanya pada saat itu, rasanya waktu berjalan begitu lama, seolah abadi.

     Perlahan... tapi pasti, benda itu masuk ke dalam Cawan Suci.

     Pada detik-detik terakhir, entah mengapa benda itu seolah mengacungkan jempol dan menyeringai "Good Luck!!"... Entah mengapa, rasanya benda itu menunjukkan ekspresi gagah seperti itu.

     (...Ternyata benda itu punya kehendak sendiri, ya)

     Aku memikirkan hal yang tidak pada tempatnya itu... dan tersenyum masam.

     Enomoto-san menunjukkan ekspresi yang jernih.

     Tidak ada sedikit pun penyesalan di wajah sampingnya, dan jelas bahwa tindakannya bukanlah sesuatu yang impulsif.

     "Dengan ini, aku bukan lagi cinta pertama Yuu-kun."

     Setelah Cawan Suci terlewati, suara harpa putri duyung kembali terdengar.

     Bersamaan dengan itu, terdengar pula suara riuh.

     Itu adalah parade di Area Pusat.

     Maskot-maskot taman hiburan ini menebarkan senyuman, dan para penonton bersorak gembira. Banyak juga murid dari sekolah kami di sana.

     Seolah-olah kembang api di darat, banyak cahaya berjejer.

     Dengan latar belakang itu, Enomoto-san berkata. 

     "Yuu-kun, teruslah maju."

     "....Oke."

     Apakah itu cara Enomoto-san untuk memberiku restu?

     Sambil berterima kasih atas kebaikannya, aku mengangguk—

     "Aku akan mencintaimu sesukaku."

     ...Mendengar kata-kata itu, aku terkejut.

     "Tapi bukannya cinta pertamamu padaku sudah kamu buang...?"

     "Aku bicara tentang Yuu-kun yang sekarang!"

     Pada kata-kata yang tanpa sadar kupertanyakan, Enomoto-san menatapku lekat-lekat.

     "Aku tidak tahu apa-apa tentang gairah Yuu-kun pada aksesori. Aku tidak ingin menemanimu menaklukkan itu seperti Hii-chan. Aku tidak butuh masa depan seperti itu."

     Kemudian dia meletakkan tangan di dadanya, mengatupkan bibirnya rapat-rapat, dan berteriak.

     "Cintaku sudah sejak lama menjadi cinta yang ada sekarang! Bahkan tanpa aksesori, aku tetap menyukai Yuu-kun. Yuu-kun, apa tanpa menjadikan aksesori sebagai alasan, kamu tidak bisa mengungkapkan perasaanmu sendiri?"

     Matanya berlinang air mata, dia memohon padaku dengan putus asa.

     "Yuu-kun… apakah kamu masih melihatku sebagai anak SD yang dulu menuntunmu ke jalan aksesori?"

     "............"

     Tanpa sadar, aku mencengkeram pagar erat-erat.

     Bagiku, Enomoto-san memang gadis cinta pertama.

     Kebun raya saat kami kecil.

     Dia menangis karena terpisah dari keluarganya, lalu mencengkeram erat ujung bajuku dan tak mau melepaskannya.

     Meskipun terlihat ketakutan, dia tersenyum gembira saat kuberikan bunga kembang sepatu.

     Aku ingat, saat pulang dia berbicara dengan gembira bersama keluarganya.

     Orang yang berjasa membimbingku ke dunia aksesori. 

     Gadis dalam ingatanku.

     ...Tidak mungkin hanya itu.

     Memang benar, awalnya adalah cinta pertama masa kecil. 

     Tapi Enomoto-san yang kutemui lagi ini, terlihat keren, mentalnya sangat kuat... secara fisik juga kuat. Jauh berbeda dengan gadis kecil dulu.

     Namun, dia sangat menggemaskan saat merajuk seperti anak kecil ketika menyangkut Himari atau Kakak perempuannya. Meskipun pura-pura cuek, sebenarnya dia sangat menyayangi ibunya dan toko kue. Sisi dirinya yang tidak berubah sejak kecil itu pun terlihat.

     Dan dia selalu, selalu menyayangiku.

     Saat aku bertengkar hebat dengan Himari, saat aku tenggelam dalam aksesori, dan bahkan saat aku bimbang menghadapi masa depan seperti sekarang ini.

     Dia bukan gadis cinta pertama di masa kecilku itu.

     ...Tapi aku, aku ingin kekuatan untuk bisa berdiri sendiri.

     Aku hanya ingin kekuatan untuk bisa menghadapi aksesori secara langsung dan melangkah maju sendirian. 

     Untuk menjadi kreator yang kuat—...

     "Jangan menyerah pada dirimu sendiri."

     Tiba-tiba, aku teringat kata-kata Himari semalam. 

     Saat itu, aku tidak mengerti maksudnya. 

     Tapi sekarang, aku merasa sedikit memahami apa yang ingin dia sampaikan.

     Mungkin tekadku waktu itu adalah hal yang benar. 

     Jika ingin benar-benar sukses, aku harus membuang hal lain dan hanya fokus pada aksesori. Karena itu, aku seharusnya sudah membuang masa depan dengan Himari.

     Namun, hanya dengan itu, aku tidak akan berdiri di sini sekarang.

     Ada banyak hal yang tidak berguna... hal-hal yang tidak berguna namun berharga, yang memenuhi tasku.

     Demi bisa membawanya, aku berjuang mati-matian, memilih jalan untuk membawanya, dan hasil dari semua usaha itu adalah diriku yang sekarang.

     Menyangkalnya, bukan lagi masa depan yang kucita-citakan.

     Yang harus kulakukan bukanlah menyangkal masa lalu.

     Bukan pula lari ke dunia sendiri, seolah tak melihat kegagalan.

     Yang kubutuhkan hanyalah memiliki tekad.

     —Tekad untuk membuka jalan menuju tujuan, tidak peduli berapa kali pun aku gagal.

     ...Mungkinkah aku bisa?

     Apakah orang setengah-setengah sepertiku ini berhak membusungkan dada dan berkata bisa membawa segalanya ke masa depan?

     Tidak, pemikiran itu sendiri adalah kesalahan.

     Ini bukan soal bisa atau tidak bisa.

     Aku akan melakukannya. 

     Aku akan memiliki tekad untuk melakukannya.

     Lagipula, masa depan itu tidak mungkin bisa diketahui.

     Dia tidak pernah menyerah padaku yang seperti ini, terus mengulurkan tangannya berkali-kali. 

     Karena kekuatan orang inilah yang menunjukkan jawabannya.

     "Aku memang bodoh, mimpiku setinggi langit tapi aku memandang remeh hidup ini. Sejujurnya, kalau aku di posisi sebaliknya, aku pasti akan merasa sangat berisiko dan tidak mau menerimanya, tapi..."

     Mendengar kata-kataku, Enomoto-san mengangkat wajahnya.

     "Maukah kamu terus bersamaku?"

     Pipi Enomoto-san merona merah, terlihat jelas meski dalam kegelapan. 

     Diterangi cahaya oranye redup, dia tersipu malu seperti biasanya, "Ehe~."

     "Bagiku, hanya ada Yuu-kun."

     —Kala itu, masih musim semi.

     Ketika kami baru naik ke kelas dua.

     Tidak lama setelah aku bertemu kembali dengan Enomoto-san, Himari pernah menggodaku, "Laki-laki itu makhluk yang tidak bisa melupakan gadis cinta pertamanya." Tak kusangka, percakapan pesan singkat sesederhana itu akan menjadi kenangan buruk dalam bentuk seperti ini.

     Mungkin, aku tidak akan pernah bisa mengalahkan gadis ini seumur hidup.




Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment


close