NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Inkya no Boku ni Batsu Game V11 Chapter 4

 Penerjemah: Eina

Proffreader: Eina


Chapter 4: Pengalaman Pertama...

Sehari setelah pesta Natal yang luar biasa meriah bersama teman sekelasku, aku akhirnya bangun cukup siang.

Kemarin, kami berkumpul sejak siang, bermain di ruang pesta... dan saat makanan habis di tengah jalan, kami malah membeli tambahan seperti gyudon yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan Natal...

Tentu saja, tidak ada minuman beralkohol, tapi rasanya semangat semua orang begitu tinggi seolah mereka sedang mabuk.

Saat aku menceritakan hal itu pada Baron-san sepulang sekolah sambil menyelesaikan event Natal di game, dia berkata [Bisa bersemangat setinggi itu tanpa alkohol, itu namanya masa muda ya...].

Sepertinya orang dewasa butuh alkohol untuk bisa bersemangat sampai setinggi itu. Apa aku juga akan jadi bersemangat seperti itu jika minum alkohol ya.

Kami memang makan ayam dan kue, tapi rasanya itu lebih seperti acara kumpul-kumpul dan bermain bersama daripada sebuah pesta Natal.

Mungkin memang seperti itu... tapi rasanya sangat menyenangkan.

Yah, kalau semangatku yang terlalu tinggi itu sampai terbawa ke hari ini, rasanya jadi sia-sia. Tapi untuk sekarang... sepertinya tidak ada rasa lelah yang tersisa.

Baiklah, untuk hari ini yang bisa dibilang sebagai acara utamanya...

"Apa kamu akan pergi kencan Natal dengan Nanami-san?"

"Un, iya... tapi, tiba-tiba begini?"

Seolah bisa membaca pikiranku, Ibu langsung menebak rencanaku hari ini di pagi hari.

Lagipula, kenapa Ibu ada di rumah? Hari ini kan hari kerja, meskipun kami libur tapi Ibu kan bekerja... ah, hari ini masuknya siang ya. Begitu, begitu.

"Kamu mau sarapan kan? Masih ada sisa sup krim semalam."

"Ah, un. Terima kasih, aku mau."

Kukira aku harus menyiapkannya sendiri pagi ini, jadi ini sangat membantu.

Meskipun begitu, diberitahu soal kencan oleh orang tua sendiri rasanya masih saja memalukan, dan entah kenapa aku merasa... aku tidak akan pernah terbiasa dengan ini.

Tapi, kalau sekarang aku menyangkalnya dengan ketus, malah akan terlihat seperti aku terlalu memikirkannya dan jadi lebih malu lagi, jadi yang bisa kulakukan mungkin hanya mengiyakannya dengan singkat.

Meskipun ini sudah sangat terlambat. Karena pengalaman masa laluku, dibicarakan soal berinteraksi dengan perempuan rasanya masih meninggalkan perasaan aneh yang tidak bisa hilang.

Sepertinya aku harus menerimanya seumur hidup... dan hidup berdampingan dengan hal itu.

Lagipula, kalau saja Ibu menunjukkan ekspresi... seperti senyum menyeringai yang mengejek, mungkin akan lebih mudah, tapi pada dasarnya dia selalu tanpa ekspresi.

Rasanya seperti hanya diberitahu sebuah fakta dengan datar... karena itu, aku jadi tidak bisa membantah.

Rasanya ironis, tapi aku akan lebih mudah menanggapinya jika dia tertawa atau mengejekku... entah ini bisa disebut ironis atau tidak, tapi rasanya begitu.

"Ini, silakan. Mau roti? Kalau mau, akan kupanggangkan."

"Ah... rotinya tidak usah..."

Entah karena kemarin aku terlalu banyak makan, atau karena hari ini bangun kesiangan, aku tidak begitu nafsu untuk makan. Kalau hanya sup krim sih rasanya aku masih mau...

Sup krim... sudah lama tidak memakannya. Saat cuaca mulai dingin, ini adalah menu andalan di rumah kami. Seperti biasa, ada kentang, wortel, bawang bombay, dan daging ayam... lalu di antara bahan-bahan standar itu, ada jamur shiitake.

Ada jamur shiitake di dalam sup krim, rasanya cukup unik. Dulu saat kuceritakan sekilas pada Nanami, dia juga bilang kalau itu aneh.

Padahal ini cukup cocok tahu. Nanti aku akan coba membuatkannya untuk Nanami...

"Selamat makan."

"Un."

Aku menyendok sup krimnya. Karena sudah kepikiran, suapan pertamaku kuisi dengan jamur shiitake. Cairan putih yang mengepul dan jamur shiitake yang hitam...

Saat kumakan semuanya, rasa yang hangat dan lembut menyebar di dalam mulutku, diikuti oleh aroma jamur shiitake dan tekstur khasnya yang kenyal saat digigit.

"Hmm, enak. Rasanya... menenangkan."

Masakan hangat yang bisa dimakan di musim dingin itu benar-benar sebuah kemewahan. Mungkin karena sudah didiamkan semalaman, rasanya jadi lebih kental... dan rasanya perutku jadi lebih aktif.

Secara pribadi, aku juga suka makan sup krim bersama dengan nasi.

"Apa kamu sudah memutuskan akan pergi ke mana untuk kencan dengan Nanami-san?"

"Siang hari aku ada kerja paruh waktu, jadi malamnya kami berencana pergi melihat iluminasi. Lalu untuk makan malam, kami berencana makan di tempat yang bisa menggunakan tiket yang kudapat tempo hari."

Tiket yang kudapat tempo hari adalah hadiah kemenangan dari kontes pasangan. Bukan tiket diskon... tapi lebih seperti voucher makan, ya?

(Tln: Lah? Bukan onsen?)

Kukira itu adalah tiket diskon untuk suatu fasilitas, tapi ternyata bukan, dan itu adalah tiket yang bisa digunakan di sangat banyak restoran. Nilainya beberapa ribu yen. Cukup besar.

Melihat iluminasi, makan malam, lalu memberikan hadiah... mungkin seperti itu ya. Kami sudah cukup heboh kemarin, jadi hari ini aku ingin menghabiskan waktu berdua dengan tenang.

...Omong-omong, tumben sekali Ibu bertanya soal rencana kencanku.

"Oh, jadi kencannya malam hari ya. Kalau begitu waktu yang pas."

"Pas... memangnya ada apa?"

"Ibu juga hari ini akan pergi kencan Natal dengan Ayah setelah beberapa tahun."

...Hah?

Pikiranku sedikit berhenti mendengar deklarasi kencan dari orang tuaku yang tiba-tiba. Tidak, meskipun dibilang begitu, aku harus bagaimana...

Ibu terlihat sangat datar, seolah dia tidak baru saja mengatakan sesuatu yang istimewa.

Dari ekspresinya, aku tidak bisa menebak apa yang sedang dia pikirkan.

"Jangan-jangan... kamu tidak akan mengajak kami kencan ganda kan?"

Aku bertanya karena sedikit khawatir, tapi yang satu itu akan kutolak dengan segenap tenagaku. Membayangkannya saja sudah sangat tidak menyenangkan.

Kenapa juga aku harus pergi kencan ganda dengan orang tuaku. Mungkin Nanami akan senang sih.

Hanya saja, kesimpulannya, kekhawatiranku itu tidak beralasan.

"Loh, caramu bicara seperti kamu pernah kencan ganda saja ya. Tapi tenang saja, aku juga tidak akan pergi kencan ganda dengan anakku sendiri. Lagipula kamu pasti tidak mau kan."

"Kalau begitu sih tidak apa-apa... eh... Anak... siapa?"

"Aku berencana pergi kencan ganda dengan Mutsuko-san dan yang lain."

Apa yang kalian lakukan?! Tidak, serius, kenapa? Pemahamanku tidak bisa mengejarnya dan aku jadi seperti kucing yang kebingungan.

Dia mengatakannya seolah itu hal yang wajar, tapi apa hubungan seperti itu dengan orang tua pacar itu hal yang biasa...?

"Saya-chan sepertinya akan menginap di rumah temannya untuk pesta Natal, dan Nanami-san juga akan kencan dengan Youshin kan? Jadi, kami mendapat undangan untuk pergi bersama sesama orang tua."

"Ah... yah, kalau dibilang begitu, rasanya jadi lebih bisa diterima, un."

Kata-kata itu memang ajaib. Tadi saat dibilang kencan ganda, aku sudah merasa sangat tidak nyaman, tapi saat mendengar ini adalah interaksi antar orang tua, entah kenapa aku jadi lega.

Dunia ini memang tergantung pada cara bicara... aku juga harus berhati-hati.

"Jadi, hari ini kami akan menginap di rumah mereka..."

"Ah, begitu ya... berarti aku..."

"Karena itu, hari ini kamu boleh menghabiskan waktu bersama Nanami-san di rumah kita."

"...Hah?"

"Hari ini, kalau di rumah kita, kalian boleh menginap. Asalkan tidak melakukan hal yang aneh-aneh ya."

Apa ini bisa disebut kucing kebingungan part dua...? Mendengar izin menginap yang tiba-tiba itu, aku hanya bisa membuka dan menutup mulutku tanpa bisa berkata apa-apa.

Memberi kami izin untuk menginap sekarang... apa Ibu sehat?!

Tidak, aku sendiri juga tidak tahu apa yang kukatakan, tapi... bahkan aku sendiri pun tidak tahu apa yang akan terjadi...?!

Pikiranku tidak bisa mengejar izin yang tiba-tiba ini, yang bahkan Nanami pun bilang tidak akan pernah keluar. Padahal saat ulang tahun saja tidak boleh, kenapa sekarang...?

"Sebagai gantinya, saat sudah pulang ke rumah, pada dasarnya kalian harus rutin menghubungi kami lewat panggilan video. Meskipun rumah kita berjauhan, tapi rasanya seperti menghabiskan Natal bersama."

Apa itu yang disebut... pesta minum-minum jarak jauh yang umum di masyarakat? Tidak, kami kan masih di bawah umur, jadi bukan pesta minum-minum.

Aku hanya tahu karena pernah melihatnya di manga atau semacamnya.

Lagipula...

"Kenapa harus melakukan hal serepot itu...?"

"Mau bagaimana lagi. Kalian berdua, kalau dibiarkan, sepertinya akan dengan mudah melewati batas. Kalau begitu, saat Natal, setidaknya lebih baik kalian berada di tempat yang bisa kami awasi atau periksa..."

Mendengar pertanyaan polos yang tanpa sadar keluar dari mulutku, Ibu menunjukkan senyum kecut yang langka, seolah menahan rasa bingung. Tidak, tidak mungkin sesopan itu...

...Tapi aku juga tidak bisa menyangkalnya sepenuhnya. Baiklah, akan kulakukan perlawanan kecil.

"Tolong percaya sedikit lagi pada anakmu ini..."

"Justru karena kamu adalah anakku dan Akira-san...!!"

...Ayah dan Ibu, apa yang kalian lakukan di masa lalu? Aku takut untuk bertanya, jadi aku tidak akan bertanya.

"Omong-omong, Mutsuko-san juga mengatakan hal yang serupa tahu."

Soal itu, yah... aku pernah mendengarnya dari Genichirou-san sebelumnya, jadi aku sedikit mengerti. Tapi aku tidak menyangka orang tuaku sendiri juga pernah melakukan hal yang sama.

Yah, kesempatan untuk bisa berduaan saja yang datang tiba-tiba ini, lebih baik kuterima dengan senang hati.

Mungkin ini adalah hadiah Natal yang dipikirkan oleh kedua orang tua kami, pikirku sambil melamun.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Natal adalah musim yang sibuk bagi restoran bergaya barat... atau lebih tepatnya, bagi sebagian besar restoran, dan katanya, di hari ini semua toko akan ramai.

Meskipun begitu, sepertinya itu juga tergantung pada lokasi dan letak restorannya...

Restoran barat tempatku bekerja paruh waktu memang lebih ramai dari biasanya, tapi tidak sampai sesibuk itu... suasananya cukup seimbang.

"Misumai-kun, maaf ya di hari seperti ini. Padahal kamu pasti ingin kencan dengan pacarmu."

"Ah, tidak, tidak apa-apa. Saya sudah berpesta dengan teman-teman sekelas kemarin, dan kencannya sendiri baru akan dilakukan malam nanti..."

"Oh, begitu? Kalau begitu, apa kamu akan makan malam di suatu tempat bersama pacarmu?"

"Benar... karena saya juga punya voucher makan, jadi kami berencana makan di restoran yang bisa menggunakannya... tadinya..."

Tanpa kuduga, di rumah tidak akan ada siapa-siapa dan kami mendapat izin untuk menginap meskipun dengan batasan, jadi aku dan Nanami sempat berdiskusi soal apa yang harus kami lakukan.

Di saat yang bersamaan, sepertinya Nanami juga mendengar cerita yang sama dari Mutsuko-san... karena tadi dia baru saja menghubungiku.

Sama seperti saat pesta Natal kemarin, dia bilang, bagaimana kalau kita bawa pulang saja makanannya dan bersantai di rumah.

Jujur saja, bagiku itu lebih baik, dan Nanami juga sepertinya merasa... kalau bisa bersantai di rumah akan lebih baik karena sudah terlalu banyak acara belakangan ini.

Kurasa, kalau tidak ada liburan sekolah, kami mungkin akan merayakan Natal seperti biasa.

Saat kubilang kami masih bingung, manajer bertanya voucher makan seperti apa yang kumiliki, jadi aku menunjukkannya padanya.

"Oh, jadi ini hadiah kemenangan dari kontes pasangan ya. Festival sekolah zaman sekarang mewah juga."

"Kenapa manajer bisa tahu..."

"Eh? Aku dengar dari Shouichi."

Ah... benar juga, keempat orang di toko ini kan teman masa kecil. Kalau begitu wajar saja dia tahu... pikirku, sementara manajer memeriksa voucher makanku.

"Un, ini... bisa dipakai di toko kita juga. Kalau kalian mau bersantai di rumah, mau kubawakan beberapa masakan dari sini? Menyiapkan makanan kan merepotkan."

"Eh...? Boleh?"

Meskipun aku tidak begitu tahu, tapi bukankah yang seperti itu perlu reservasi?

"Un, tentu saja asal pacarmu juga tidak keberatan. Dengan diskon pegawai dan voucher makan ini... kurasa aku bisa memberikannya dengan harga yang cukup murah."

"Lalu, meskipun menunya terserah padaku, tapi bagaimana kalau dengan harga segini?" katanya, dan harga yang ditunjukkannya adalah harga yang bukan di level sangat membantu lagi bagi seorang siswa.

Tidak, apa tidak apa-apa semurah ini...? Pikirku, tapi karena dia bilang ini juga sebagai hadiah ulang tahun dan Natal, aku jadi sulit untuk menolak.

"Fufufu, Mai-chan, kebaikan hati manajer itu lebih baik diterima dengan senang hati tahu. Terus terang saja, kakak ini kan hanya suka memberi makan anak-anak muda."

"Meskipun itu benar, tapi rasanya menyebalkan kalau yang mengatakannya adalah Nao yang umurnya tidak beda jauh dariku."

"Eh~? Kamu kesal dengan teman masa kecil gyaru yang imut ini yang rela bekerja demi dirimu~? Aku punya reputasi untuk tidak pernah membuat orang kesal tahu~?"

"Jangan mengatakannya sendiri... Sudah sana, siapkan."

"Baik~."

Yuu-senpai menggoda manajer, dan istri manajer melihatnya dengan senyum hangat... Meskipun ini hari Natal, tapi ini adalah pemandangan yang biasa di tempat kerja paruh waktuku.

Hanya ada satu hal yang berbeda dari pemandangan biasa itu... Yaitu, penampilan Yuu-senpai.

"...Yuu-senpai, suka cosplay ya?"

"Hmm? Lumayan suka sih, kenapa?"

"Tidak, kalau melihat penampilan hari ini, mau tidak mau aku jadi berpikir seperti itu."

Yuu-senpai hari ini mengenakan pakaian bergaya Sinterklas. Bukan benar-benar Sinterklas, tapi lebih ke rok panjang dan celemeknya yang berwarna khas Sinterklas, lalu dia memakai topi Sinterklas.

Karena ini restoran, tentu saja tingkat keterbukaannya minim, tapi rasanya ini adalah pakaian yang cukup... berani.

"Sebenarnya aku ingin pakai bikini tahu, tapi dilarang sama kakak."

"Tentu saja. Toko kita bukan toko aneh-aneh. Beda cerita kalau ini kedai di pantai..."

Ternyata mereka buka kedai di pantai juga ya. Aku tidak tahu soal itu. Lagipula, aku sering melihatnya di manga, tapi apa tidak apa-apa yang seperti itu di kedai pantai?

Yah, memang benar, melayani pelanggan dengan pakaian tebal di tengah musim panas pasti berat.

"Aku pakaikan untuk Mai-chan juga ya."

"Sejak kapan?!"

Tanpa kusadari, aku sudah dipakaikan topi Sinterklas. Tidak, sungguh, saat aku sedang berpikir sejenak, tiba-tiba topi itu sudah terpasang.

"Padahal, kalau ada Shibe-chan, kita bertiga bisa melakukan lawakan 'tiga Sinterklas'. Tapi Shibe-chan sedang pergi ke turnamen..."

...Apa maksudnya 'tiga Sinterklas' itu lawakan? Apa ada tren seperti itu? Aku sama sekali tidak nonton TV jadi tidak tahu. Atau sekarang zamannya SNS?

Untuk sekarang, lebih baik kuabaikan saja topik itu.

"Turnamen nasional ya. Klub basket kita benar-benar kuat..."

"Betul. Shibe-chan juga sepertinya akan masuk universitas lewat jalur rekomendasi basket. Katanya dia ingin jadi pemain pro, dan setelah pensiun juga ingin bekerja di bidang olahraga, jadi dia akan belajar banyak hal di universitas."

"Sombong sekali ya" katanya, tapi entah kenapa Yuu-senpai terlihat senang. Kalau aku sih, terkejut karena alasan yang berbeda.

Dia sudah merencanakan sampai setelah pensiun? Padahal dia belum jadi pemain pro... apa dia punya tekad kuat bahwa dia pasti akan berhasil, atau dia sangat percaya diri bisa menjadi pemain pro.

Mengingat ini adalah Shouichi-senpai, sepertinya keduanya benar. Dan kalau itu senpai, dia pasti akan bisa mewujudkannya.

"Yah, karena Shibe-chan tidak datang, aku jadi dicemooh habis-habisan di pesta Natal sih. Tapi mau bagaimana lagi, kan, Shibe-chan sedang berusaha keras."

"Omong-omong, Yuu-senpai kemarin juga ada pesta Natal ya? Apa yang biasanya dilakukan oleh mahasiswa?"

"Pada dasarnya sih tidak beda jauh dengan waktu SMA. Paling hanya ada minuman beralkohol saja, mungkin?"

"Ah, jadi ada minuman beralkohol..."

"Unn!! Ada sangat banyak perempuan dan itu sangat seru tahu. Rasanya seperti di surga dikelilingi perempuan... sangat seksi... karena mabuk, pertahanan mereka jadi longgar..."

"Komentarmu terdengar seperti om-om tahu..."

"Memang pantat itu... dada juga bagus sih... tapi memang pantat yang terbaik..."

Gyaru yang satu ini mulai mengatakan hal yang luar biasa. Om-om dari mana coba. Tapi, ternyata kalau sudah jadi mahasiswa memang ada minuman beralkohol ya. Nanti kalau minum dengan Nanami aku harus hati-hati...

"Mai-chan juga kemarin ada pesta Natal bukan? Padahal bisa saja kita gabung."

"Yah... kalau dengan mahasiswa rasanya aku akan minder... Selain itu, sepertinya aku akan kewalahan dalam banyak hal."

"Masa? Semuanya anak baik kok, jadi pasti seru. Banyak juga yang tidak punya pacar, dan ada juga yang suka dengan yang lebih muda. Mungkin saja kamu bisa ‘dibungkus' tahu?"

Entah kenapa mendengar cerita itu, sepertinya Hitoshi akan sangat menyesal. Karena itu, lebih baik aku tidak sembarangan bercerita... Kalau dia mendengarnya, dia bisa menangis darah. Lagipula aku sudah diomeli sekali olehnya.

Karena itu, yah, mungkin aku akan coba bangun jembatan sedikit untuknya?

"...Lain kali kalau ada kesempatan, bagaimana kalau kita rencanakan sesuatu? Temanku juga bilang dia ingin punya pacar."

"Boleh, boleh. Apa akhirnya aku bisa punya pacar anak SMA ya? Punya pacar pertama dan lebih muda... kedengarannya bagus, un."

Yuu-senpai berbicara seperti perempuan karnivora yang bersemangat, padahal katanya dia belum pernah punya pacar. Itu juga sangat di luar dugaan.

Maksudku... dia kan sangat cantik dan sepertinya populer. Yah, soal itu Nanami juga sama, jadi mungkin ada alasannya tersendiri.

...Hmm? Kalau dipikir-pikir, dia dan Shouichi-senpai kan teman masa kecil? Kalau begitu...

"Shouichi-senpai kan tergolong tampan... apa Yuu-senpai tidak melihat Shouichi-senpai sebagai target romantis?"

"Ah... tidak mungkin, tidak mungkin. Dia juga begitu, tapi kami berdua sudah terlalu seperti kakak-beradik... Kami pernah sekali berdiskusi dengan serius apa hubungan kami bisa berkembang ke arah romantis, tapi kesimpulannya adalah tidak bisa."

"Sampai berdiskusi segala..."

Diskusi macam apa itu, aku ingin tahu, tapi juga tidak ingin tahu... Tapi mendengar episode seperti itu, aku jadi sadar kalau mereka memang benar-benar teman masa kecil.

Tidak seperti di manga romantis ya, hanya karena teman masa kecil bukan berarti tanpa syarat akan jadi pasangan.

"Lagipula, Shibe-chan belakangan ini sepertinya sedang dekat dengan manajer timnya."

"...Benarkah?!"

"Iya. Kadang dia datang ke sini dengan anak-anak klub basket, dan waktu itu juga dia lumayan sering bersama dengan manajer timnya... Hanya saja, yah..."

"Hanya saja?"

"Orang itu, karena terlanjur populer, jadi dia mencampuradukkan antara perasaan suka yang tulus, perasaan suka karena kagum, dan perasaan suka sebagai teman... atau lebih tepatnya... sepertinya dia tidak sadar dengan perasaan suka dari manajer timnya..."

...Ah, soal itu, yah... aku mengerti. Waktu kami pergi ke festival musim panas bersama juga rasanya seperti itu. Aku jadi sedikit penasaran juga dengan perkembangan hubungan mereka berdua.

Kalau ada yang bisa kubantu, aku ingin membantu senpai. Apa sekarang dia sedang berjuang bersama anak-anak klub basket di sana, ya.

Sambil memikirkan senpai yang berada di tempat yang jauh, aku menyentuh topi Sinterklas di kepalaku. Kemarin juga aku memakai ini... Un, ayo kita berjuang...

"Yah, hari ini kan Natal... mungkin tidak apa-apa."

"Oh, semangatmu bagus juga. Kalau begitu, ayo kita berjuang hari ini dengan ini."

"Ooh."

Sekali lagi aku mengumpulkan semangatku, dan memutuskan untuk fokus pada pekerjaan paruh waktuku. Saat liburan musim dingin nanti... Nanami juga tidak ada, jadi mungkin aku bisa menambah sedikit lagi giliran kerjaku.

Malam hari juga pasti akan senggang, dan untuk masa depan, uang sebanyak apapun tidak akan jadi masalah, jadi kalau aku menambah jam kerja maka... tidak, aku yang dulu pasti akan terus bermain game dalam situasi ini.

Manusia bisa berubah ya... bahkan tanpa sempat memikirkan hal seperti itu, pelanggan terus berdatangan silih berganti. Sepertinya, hari ini memang lebih sibuk dari biasanya.

...Tidak, mungkin ini adalah hari tersibuk sepanjang hidupku. Sampai-sampai tidak ada waktu untuk memikirkan hal lain.

Meskipun begitu, Yuu-senpai yang bekerja tanpa menunjukkan rasa lelahnya benar-benar hebat. Mulai dari melayani pelanggan tetap sampai menolak ajakan kenalan, dia bisa melakukan apa saja.

Aku pun berpikir apa aku sudah lebih berguna dari sebelumnya... dan tanpa sadar, waktu sudah berlalu cukup lama.

"Wah, hari ini sangat sibuk ya... Akhirnya sedikit tenang juga."

"Ini kan bahkan belum jam makan malam...? Apa karena Natal jadi ramai ya..."

"Benar juga ya, ini kan Natal..."

Entah bagaimana pelanggan mulai berkurang, dan kami jadi punya waktu untuk mengobrol. Dengan selelah ini, apa aku akan baik-baik saja untuk kencan nanti ya... aku jadi sedikit khawatir.

Padahal kukira aku ini bukan tipe yang tidak punya stamina... tapi bekerja mungkin sedikit berbeda.

"Oh... ada pelanggan baru datang. Aku ke sana dulu."

"Ah, baik... kalau begitu aku akan beres-beres."

Sebentar lagi pekerjaan paruh waktuku hari ini juga akan selesai, setelah ini aku akan pulang dulu lalu bertemu dengan Nanami, un... saat aku sedang memikirkan hal itu...

"Loh, Bukankah ini Nami-chan. Datang buat main?"

"Ehehe, kupikir sebentar lagi pekerjaan Youshin akan selesai... jadi aku datang."

"Oh begitu, selamat datang. Silakan duduk di sini."

Dari meja yang sedang kubereskan, tanpa sadar aku mengalihkan pandanganku ke arah pintu masuk, dan di sana ada Nanami yang datang dengan balutan pakaian musim dinginnya.

Ini kedua kalinya dia datang ke tempat kerjaku... mungkin? Kukira dia akan datang bersama Otofuke-san dan yang lainnya... tapi sepertinya dia datang sendirian.

Nanami yang mengenakan mantelnya yang imut, melepasnya, dan mungkin karena menemukanku, dia tersenyum lebar dengan gembira dan melambaikan tangannya.

Tanpa sadar, aku pun balas melambaikan tanganku, padahal aku sedang bekerja.

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Langit masih terlalu terang untuk disebut malam, tapi sedikit terlalu gelap untuk disebut senja... di waktu sela-sela seperti itulah aku dan Nanami sedang berjalan.

Langitnya lebih berwarna biru tua daripada biru cerah, dan awan-awan tipis berwarna biru pucat yang cukup langka mengalir. Ternyata, awan itu juga punya warna selain putih dan cukup berwarna-warni ya.

Apa ini yang disebut senja temaram? Warnanya memang terlihat sedikit menakutkan, tapi saat kupandang ke atas, rasanya warna itu berpadu serasi dengan cahaya dari gedung-gedung.

(Tln: kondisi langit saat matahari terbenam yang redup dan tidak terlalu terang)

Merah, hijau, putih, kuning, oranye, biru... cahaya-cahaya seperti itu menerangi langit.

"Meskipun bukan iluminasi, tapi yang seperti ini juga indah ya."

(Tln: Yang lalu iluminasinya buat seni, sekarang yang asli wkkw, penggunaan cahaya buatan untuk menerangi lingkungan pada malam hari)

"Benar juga ya, sudah lama juga tidak jalan-jalan di malam hari, jadi rasanya terlihat lebih indah."

Nanami yang berjalan sedikit di depanku dengan riang, berputar setengah badan menghadap ke arahku. Dari ujung mantelnya yang melambai, kemejanya terlihat sekilas.

Koordinasi pakaiannya hari ini... terasa sedikit berbeda dari biasanya. Pertama, bagian atasnya adalah mantel bulu angsa putih... atau jaket bulu angsa? Dia mengenakan itu.

Mantelnya cukup panjang, menutupi tidak hanya bagian atas tubuhnya tapi juga sebagian kakinya. Panjangnya seperti terusan... pikirku sesederhana itu.

Untuk bawahannya... karena pahanya terekspos tanpa ragu, mungkin rok mini... Tidak, karena tertutup mantel jadi tidak terlihat... sependek apa ya roknya.

Mungkin juga sesuatu seperti celana pendek yang ketat. Intinya, pahanya terekspos... Tidak, kenapa juga pandanganku terus tertuju pada pahanya, itu karena...

Nanami hari ini, memakai sepatu bot hitam yang panjang. Lalu, celah di antara sepatu bot panjang dan ujung mantelnya itu adalah pahanya yang terekspos...

Mau tidak mau, aku pasti akan melihat ke sana kan. Tidak, serius, pasti akan terlihat.

"Youshin, ada apa?"

"Tidak, itu... apa kamu tidak kedinginan? Kamu baik-baik saja?"

Tanpa sadar aku mengatakannya. Nanami melihat ke bawah ke arah tubuhnya sendiri, dan menghentikan pandangannya tepat di bagian pahanya. Sepertinya dia sudah tahu apa yang ingin kukatakan.

Nanami yang mengangkat wajahnya, menatapku dengan mata setengah terpejam seperti ketua kelas. Bukan seperti melotot, tapi lebih ke tatapan tajam... yang entah kenapa terasa seperti sedang menuduh.

Dia mempelajari hal yang aneh lagi...?!

Tatapan tajam yang seolah mengeluarkan efek suara itu membuatku sedikit gentar.

Lalu Nanami, sambil tetap menatapku... dengan mata setengah terpejamnya, dia menyunggingkan senyum. Cara tertawanya sangat unik...!!

"Mesum..."

Setelah dibilang begitu, aku tidak punya kata-kata untuk membalasnya, tapi untuk yang satu ini mau bagaimana lagi bukan.

Mungkin karena puas dengan reaksiku, Nanami berlari kecil ke arahku dan dengan cepat menggandeng lenganku. Sensasi empuk dari mantelnya dan sensasi dari Nanami secara bersamaan menyelimuti lenganku.

Berjalan sambil bergandengan tangan seperti ini sudah menjadi hal yang biasa, tapi aku tidak menyangka akan berjalan seperti ini di kota pada malam hari...

"Fufufu, setelah dada dan pantat... akhirnya aku berhasil menenggelamkan Youshin ke dalam rawa paha ya."

"Ini kejahatan terencana?!"

Entah kenapa aku mendengar sesuatu yang mengerikan. Lagipula apa itu rawa paha. Kedengarannya seperti rawa yang akan menenggelamkanku sampai ke dasar.

"Aku diajari oleh Nao-chan tahu. Katanya, laki-laki yang suka dada dan pantat, pasti akan suka paha juga. Karena itu hari ini, aku mencoba mengkoordinasi pakaian yang menonjolkan bagian itu."

Apa yang diajarkan oleh gyaru senpai itu pada Nanami?! Tidak, atau lebih tepatnya, bukan berarti ada bagian tubuh Nanami yang tidak kusukai...

"...Pengaruh buruk pada Nanami semakin..."

"Hmm? Masa? Apa Youshin tidak suka ini? Pasti suka kan."

"Pasti suka kan" yang terakhir itu bukan pertanyaan, tapi pernyataan. Un, benar. Aku sangat menyukai pakaian seperti itu.

Atau lebih tepatnya, kalau dilihat lagi, hebat juga ya. Tingkat keterbukaan secara keseluruhannya ditekan, dan hanya satu titik saja yang diekspos.

Tanpa merusak kesan elegannya, dengan menekan tingkat keterbukaannya secara keseluruhan, pakaian itu berhasil memadukan keseksian dan keimutan. Benar-benar dipikirkan dengan matang... pikirku.

Padahal aku tidak begitu paham soal fashion, jadi aku hanya berpikir secara sederhana saja.

"Jadi? Sekali lagi, bagaimana komentarmu?"

"Keren dan imut. Cocok untukmu... Sejujurnya, aku sangat menyukainya."

"Baguslah."

Mungkin karena ini kencan berdua pertama kami setelah sekian lama, Nanami sepertinya sedang bermanja-manja padaku. Dia menempelkan badannya padaku dengan raut wajah gembira.

Karena dipeluk erat, aku pun mengerahkan tenaga untuk menopang Nanami.

"Kalau turun salju, ini akan jadi Natal Putih, tapi... setidaknya, aku harap saljunya turun setelah kita pulang."

"Benar juga... kalau hanya gerimis salju sih tidak apa-apa, tapi kalau turunnya lebat nanti pandangan kita jadi terhalang... Yah, karena saljunya sudah menumpuk, anggap saja ini sudah Natal Putih."

Benar juga... salju itu memang indah jika hanya dilihat, dan bagi orang yang tinggal di daerah yang tidak bersalju mungkin akan dianggap sebagai hal yang bagus... tapi kalau terlalu banyak juga akan merepotkan...

Hari ini masih tidak apa-apa, tapi kalau salju ini meleleh sedikit demi sedikit lalu membeku, tanahnya akan jadi es.

"...Hati-hati jangan sampai jatuh dan terluka ya."

"Kalau aku jatuh... tangkap aku ya... nanti pakaian dalamku terlihat..."

Dari bisikan Nanami yang penuh kekhawatiran itu, aku jadi menduga kalau yang tersembunyi di balik mantelnya adalah rok mini. Jangan membayangkannya, wahai diriku...

...Saat aku memikirkan hal yang tidak senonoh, tiba-tiba pipiku dicubit oleh Nanami.

"Aduh, sakit..."

"Kalau bicara sambil dicubit kan jadi tidak jelas..."

"Omong-omong, soal makanan, apa tidak apa-apa kita pesan dari manajer?"

"Ah, soal itu? Un, justru aku menantikannya. Masakan di tempat kerja paruh waktu Youshin kan enak."

Saat istirahat kerja, aku mendapat kesempatan untuk berbicara sejenak dengan Nanami yang datang ke toko... dan saat itulah aku mendiskusikan usulan dari manajer.

Ternyata Nanami juga sangat senang dan menyetujui usulan itu. Jadi, setelah ini kami akan kembali ke tempat kerja paruh waktuku untuk mengambil masakannya, lalu kami akan pulang ke rumahku.

Ada satu alasan lagi kenapa kami memilih itu...

"Membawa pulang masakan enak bersama-sama... rasanya seperti sedang tinggal bersama ya."

Setelah dikatakan seperti itu, tentu saja apapun yang terjadi aku tidak punya pilihan lain selain memesannya dari manajer. Memang benar, tidak bisa dipungkiri kalau ini terasa lebih seperti tinggal bersama daripada makan di luar.

Saat aku memintanya pada manajer, dia terlihat sangat senang, dan dia juga bilang akan membuatnya dengan sepenuh hati... jadi aku sudah tidak sabar menantikannya.

Sambil mengobrol seperti itu, kami terus berjalan, dan rasanya seperti jaraknya menjadi lebih pendek, dan kami pun tiba di tempat tujuan kami dalam sekejap.

Padahal ini adalah tempat yang kami kunjungi kemarin siang, tapi saat malam hari, tempat ini menunjukkan wajah yang sama sekali berbeda.

Langit yang tadinya merupakan perpaduan antara terang dan gelap seperti senja temaram, kini sudah sepenuhnya menjadi malam dan gelap gulita. Langit yang hitam, sampai-sampai awan pun nyaris tidak terlihat.

Di sana, sama sekali... tidak terlihat bintang.

Karena aku sempat melihat langit penuh bintang di Hawaii, aku jadi terkejut dengan perbedaannya. Benar-benar tidak ada satu pun cahaya bintang yang bisa terlihat.

Sebagai gantinya, kami menyaksikan cahaya yang kuat dan menyilaukan. Cahaya terang yang tidak kalah dengan langit penuh bintang yang kulihat di Hawaii.

"Wah, terang sekali ya."

"Silau juga ya... rasanya hanya di sini yang seperti siang hari."

Mungkin terdengar sedikit berlebihan, tapi karena semua lampu yang kemarin siang padam kini menyala, terangnya membuat suasananya tidak seperti malam hari. Mungkin bahkan terasa lebih terang dari siang.

Meskipun, aku berpikir begitu mungkin karena sekelilingnya gelap sih.

"Indah..."

"Unn. Tapi ini lumayan ramai, jadi kalau tidak mau terpisah, kita harus lebih menempel lagi."

"Menempel lebih dari ini... bukankah itu mustahil?"

"Tentu saja tidak."

Nanami benar-benar semakin erat menempel padaku. Rasanya sudah tidak ada celah sama sekali, dan saking rapatnya, apa ini tidak membuatmu sulit berjalan...?

Pada akhirnya, kami memutuskan kalau lebih baik berpegangan tangan daripada bergandengan lengan. Karena tempatnya ramai, kalau kami terlalu menempel rasanya akan sesak...

Barang-barang yang dijual di toko tidak ada yang berubah dari saat kami datang kemarin siang, tapi hanya dengan lampu-lampu iluminasi yang menyala, kesannya jadi sangat berbeda.

Agar tidak ditelan oleh lautan manusia, kami berjalan dengan perlahan mengikuti arus. Saat aku mengamati orang-orang di sekitar, sepertinya cara mereka menikmati acara ini berbeda-beda.

Ada yang membeli sesuatu di kios, ada yang mengobrol dengan penjaga toko, ada yang mengambil video selfie sambil berbicara seolah sedang siaran langsung, ada yang berfoto bersama teman dengan latar iluminasi...

Oh, begitu, jadi di tempat seperti ini ada juga cara menikmati yang seperti itu ya. Tadi aku sempat bingung apa yang harus dinikmati dari Natal, jadi ini adalah sebuah pelajaran.

Setelah berjalan beberapa saat, kami tiba di tempat kami bertemu kembali dengan Yuki-chan dan yang lain kemarin. Seingatku, di sini juga Hitoshi sempat berbicara soal hot wine.

Hot wine, ya...

"Karena sedikit dingin, bagaimana kalau kita minum sesuatu yang hangat?"

"Boleh juga, ayo kita minum. Mau minum apa... apa kita minum wine saja?"

"Tidak akan. Ayo kita minum cokelat panas saja."

"Yah, padahal kukira aku akan dibuat mabuk lalu dibawa pulang..."

Tentu saja tidak akan... tidak, dalam artian 'dibawa pulang', mungkin situasinya sedikit mirip sih. Walaupun aku tidak tahu apa itu bisa disebut 'dibawa pulang'.

Cokelat panas yang dijual di kedai sepertinya juga ada berbagai macam jenis, mulai dari yang hanya dipanaskan biasa, sampai yang didekorasi dengan mewah, sangat beragam.

Tentu saja, yang didekorasi dengan mewah harganya juga lebih mahal, tapi ada juga kesan manis yang sepertinya dibuat agar terlihat bagus di foto.

"Mumpung ada kesempatan, mau coba yang manis?"

"Eeh... harganya mahal... yang biasa saja tidak apa-apa."

Jawaban yang kuterima lebih tegas dari yang kuduga. Memang sih, aku juga tidak masalah dengan yang biasa, tapi kukira perempuan lebih suka yang manis, jadi ini sedikit di luar dugaan...

Tidak, bukan begitu, lagipula Nanami... sepertinya dia tidak begitu sering mengambil foto yang bagus untuk media sosial.

"Nanami tidak begitu sering mengambil foto seperti ini ya. Yang bagus untuk... media sosial kan?"

"Ah, aku sih merasa itu manis, tapi aku kan tidak main SNS. Jadi meskipun aku membeli yang manis juga tidak ada gunanya..."

"Jadi karena itu kamu tidak masalah dengan yang tidak begitu manis ya."

"Begitulah. Ke depannya kan akan ada sangat banyak keperluan, jadi kita harus berhemat di mana kita bisa. Meskipun saat harus dipakai ya akan dipakai juga sih."

Dia mengatakan sesuatu yang sangat mirip dengan ibuku. Ini di luar dugaanku.

Entah kenapa, percakapan kami terasa sudah melewati level pasangan dan menjadi seperti suami istri, tapi apa yang dikatakannya adalah kebenaran, dan aku juga tidak punya keberatan khusus.

Kalau begitu, kami memutuskan untuk membeli yang sederhana saja, dan aku pun membeli cokelat panas lalu memberikannya pada Nanami. Setidaknya untuk yang ini, biar aku yang bayar... jadi saat Nanami bilang dia juga mau bayar, aku menolaknya dengan halus.

Soal ini mungkin adalah topik yang tidak akan pernah ada habisnya untuk diperdebatkan, tapi bagiku, ini lebih ke perasaan ingin memberi, jadi aku yang membayarnya.

Bukan berarti aku membayarnya sepanjang tahun juga kan. Karena itu Nanami juga saat menerimanya berkata "lain kali aku yang bayar ya" jadi kurasa perasaan kami sama.

Penampilannya... benar-benar hanya minuman cokelat. Karena disajikan di dalam gelas kertas, kontras antara warna putih dan cokelatnya terlihat jelas.

Di bawah langit yang dingin menusuk tulang, panas dari gelas perlahan menjalar ke telapak tanganku. Dari cokelat panas itu, uap terus mengepul tanpa henti seperti asap.

Karena sedikit berbahaya untuk minum di tengah keramaian, kami pindah ke dekat iluminasi besar yang ada di tengah.

Di sana ada sebuah objek berbentuk segitiga besar, dan mungkin itu juga salah satu bagian dari iluminasi, karena objek itu menerangi sekelilingnya dengan cahaya kuning.

Di depannya ada sebuah panggung, dan di sana ada pasangan perempuan atau pasangan kekasih yang berdiri untuk berfoto selfie dengan latar objek itu.

Sambil meminum cokelat panas, kami mengamati pemandangan itu.

"Aku baru pertama kali minum cokelat panas, tapi ternyata enak juga ya."

"Kukira rasanya akan seperti cokelat bubuk, tapi ternyata sedikit berbeda ya. Apa lebih pahit sedikit dari cokelat bubuk?"

Sambil meniup-niup, kami meminum cokelat panas yang masih sangat panas itu.

Rasa panas yang terasa seperti akan membakar lidahku masuk ke dalam mulutku, dan aroma cokelat melewati hidungku. Saat kutelan, panasnya perlahan turun dari kerongkongan ke dalam perutku.

Benar-benar, sebuah sensasi... 'menghangatkan dari dalam tubuh'. Kalau berlebihan, sepertinya mulutku akan terbakar, tapi dengan panas yang pas, tubuhku menjadi hangat.

"...Sial, baru kepikiran sekarang, padahal tadi seharusnya aku meniupkannya untuk Youshin."

"Baru kepikiran sekarang ya..."

Dia memanyunkan bibirnya dengan kesal, tapi apa tidak sulit melakukan itu dengan minuman? Karena ini cairan, tentu saja tidak mungkin bisa disuapi juga...

(Tln: memanyunkan bibir itu kek bibir yang mau tiup sesuatu, atau mau cium sesuatu(lipstik contohnya))

Nanami, sambil tetap memanyunkan bibirnya, memegang gelasnya dengan kedua tangannya, lalu meniup-niup coklat di dalamnya. Seolah ingin melakukan apa yang tidak bisa dilakukannya untukku tadi.

Aku pun ikut meniup-niup, lalu kembali meminum cokelat panasku. Kali ini, aroma cokelat, rasa manis... dan sedikit rasa pahitnya terasa lebih menyebar di lidahku daripada sebelumnya.

Mungkin karena sudah terbiasa dengan panasnya, rasanya jadi lebih jelas terasa. Mungkin karena teksturnya yang lembut, rasa manisnya yang kental jadi lebih terasa juga.

Tanpa sadar, aku menghela napas... meminum sesuatu yang hangat memang membuat kita ingin menghela napas ya. Walaupun aku tidak tahu apa ini bisa disebut helaan napas.

(Tln: biasanya kalau kalian minum sesuatu yang panas, pasti ada ahhh nya diakhir kek buang nafas. Contohnya bapak-bapak minum kopi)

Helaan napas kami keluar di saat yang bersamaan... kami pun saling bertatapan dan tertawa.

"Omong-omong soal cokelat..."

Nanami menunduk dan menatap cokelat panasnya, lalu kembali meminumnya. Apa dia punya kenangan khusus tentang cokelat ya.

Kupikir begitu, tapi sepertinya ini bukan cerita masa lalu, melainkan cerita untuk masa depan.


"Bulan Februari tahun depan itu, hari Valentine kan."

"...Valentine?"

"Kenapa reaksimu seperti baru pertama kali dengar kata itu...?"

Tidak, aku tahu. Aku tahu kok. Valentine ya, aku tahu. Event Valentine adalah kesempatan emas untuk mengumpulkan item.

Seperti biasa, karena aku biasanya mengalami event-event dunia nyata itu di dalam game, jadi aku tidak begitu paham event seperti apa itu sebenarnya.

"Oh begitu, tahun depan kan aku sudah bersama Nanami, jadi itu ada hubungannya denganku juga ya."

"Tidak... seingatku dulu kita pernah sedikit membicarakan soal kita akan bersama di hari Valentine juga...?"

"Nanami... akan kukatakan satu hal padamu... event yang selama ini tidak ada hubungannya denganku, seringkali meskipun aku dengar namanya, aku tidak begitu paham wujud aslinya seperti apa."

"Meskipun kamu mengatakannya dengan begitu bangga..."

Aku ditatap dengan tatapan seperti melihat anak yang dikasihani. Tapi, mau bagaimana lagi. Karena aku memang tidak begitu paham saat mendengar kata Valentine.

"Tapi setidaknya kan pasti ada sedikit hubungannya... seperti cokelat wajib atau...?"

"Nanami, akan kukatakan satu hal lagi padamu. Ada juga orang yang bahkan tidak mendapat cokelat wajib."

(Tln: Girichoco atau cokelat pertemanan)

Seperti aku. Yah, karena aku sama sekali tidak tertarik dengan Valentine di dunia nyata... Ibu sih biasanya memberiku cokelat sekalian dengan untuk Ayah... tapi itu kan tidak dihitung...

"...Youshin, kamu bahkan tidak dapat cokelat wajib?"

"Waktu SD atau dulu sekali aku sudah tidak ingat sih... tapi sejauh yang kuingat, tidak pernah sama sekali. Lagipula aku tidak begitu dianggap ada oleh teman sekelasku."

Mungkin, setidaknya... sejauh yang kuingat, seharusnya tidak ada. Habisnya, bahkan soal dapat cokelat dari Ibu saja ingatanku sudah samar-samar.

Apa aku akan kembali dikasihani ya... saat aku berpikir begitu, Nanami malah meminum cokelat panasnya dengan gembira. Hmm, entah kenapa di tatapannya tersirat warna kegembiraan.

"Hmm... jadi belum pernah dapat ya..."

Seolah sedang memastikan sesuatu, Nanami kembali mengucapkan kata-kata itu. Sambil tetap menempelkan bibirnya di ujung gelas berisi cokelat panas, dia hanya menggerakkan matanya untuk menatapku.

Kenapa? pikirku, tapi setelah menerima tatapan Nanami, aku pun terlambat menyadari apa yang ingin dia katakan.

Mungkin Nanami...senang karena aku belum pernah menerima cokelat dari siapa pun... jadi dia akan menjadi yang pertama?

...Kukira dia akan mengatakannya, tapi Nanami tidak kunjung mengatakannya...

"Nanami, apa kamu senang... karena aku belum pernah menerima dari siapa pun?"

"Buh?!"

...Ah, Nanami jadi sedikit tersedak. Karena berbahaya, aku pun mengelus punggungnya. Loh? Seharusnya tidak dielus ya?

Tapi... meskipun aku sendiri yang bertanya, cara bertanyaku tadi sepertinya salah. Terdengar seolah Nanami itu jahat.

"Maaf, cara bicaraku salah. Maksudku, apa kamu senang karena yang pertamaku adalah Nanami..."

"Itu juga cara bicaramu salah?! Kedengarannya jadi aneh tahu?!"

...Eh, yang ini juga tidak boleh?

Aku memiringkan kepalaku lalu melihat Nanami yang kini merah padam, sangat berbeda dengan yang tadi, lalu kami meminum cokelat panas kami lagi.

"Aah... manis ya..."

"Un, manis dan hangat... enak ya..."

Kata Nanami dengan penuh perasaan. Mungkin karena suhunya dingin, cokelat panasnya jadi dingin dengan cepat... tapi tetap saja, masih terasa hangat.

Karena kami menghabiskan cokelat panas kami di saat yang bersamaan, aku mengambil gelas kosong dari Nanami dan pergi membuangnya ke tempat yang sudah ditentukan.

Jujur saja, aku ingin berkeliling dan melihat iluminasi sambil meminum sesuatu yang hangat, tapi sepertinya tidak boleh membawa makanan atau minuman keluar dari area kedai...

Sambil merasa sedikit kecewa, saat aku kembali... hm? Nanami tidak ada?

Eh? Dalam waktu sesingkat ini?! Bukan seperti Yuki-chan kemarin sih, tapi jangan-jangan dia tersesat...?! Atau digoda orang aneh...?!

Tepat pada saat itulah aku berpikir seharusnya aku tidak melepaskan pandanganku darinya.

Tiba-tiba, pandanganku menjadi hitam dalam sekejap. Aku sempat berhalusinasi seolah aku tiba-tiba berada di tempat yang lebih gelap dari langit malam, di mana cahaya yang tadinya menerangi sekelilingku tidak bisa mencapainya...

"Tebak siapa."

"Iya?"

Dari belakang, terdengar suara yang sudah biasa kudengar. Dan, pada saat itu juga, terdengar suara jepretan kamera yang sepertinya berasal dari ponsel.

Setelah suara jepretan itu, sesuatu yang menutupi pandanganku terlepas, dan saat aku perlahan berbalik... di sana ada Nanami.

Sepertinya mataku ditutup oleh Nanami... dan dia bermain tebak siapa dari belakang.

"...Apa yang kamu lakukan?"

"Aku hanya ingin mengambil foto Youshin yang matanya ditutup."

Kenapa foto seperti itu... pikirku, tapi sepertinya apa saja boleh asal bisa mendapatkan foto yang menarik.

"Nanami-chan, bagaimana? Mau foto beberapa lagi?"

"Hmm, boleh juga. Setelah selesai, nanti aku akan gantian memotretmu."

Suara yang terdengar dari belakangku adalah... suara Shizuka-san. Pakaiannya secara keseluruhan adalah sepasang baju celana yang ditutupi mantel bulu dan bawahannya celana denim ketat yang serasi dengan bajunya, sama sekali tidak ada bagian kulit yang terlihat.

Di sebelahnya ada Teshikaga-kun, yang membungkukkan kepalanya padaku. Teshikaga-kun mengenakan mantel panjang yang menutupi tubuhnya yang besar, dan juga syal.

Sangat berbeda dengan Shizuka-san yang bagian depannya terbuka, mungkin dia tidak tahan dingin ya.

"Kalian berdua, terakhir kita bertemu kemarin ya. Selamat Natal. Apa kalian datang untuk melihat iluminasi?"

"Guru, terakhir bertemu kemarin, Kotoha bilang dia ingin melihat iluminasi... jadi kami datang berdua setelah sekian lama."

Oh, begitu... sepertinya mereka berdua pernah datang melihat iluminasi bersama sebelumnya. Mungkin ini seperti mengulang kencan masa lalu...

...Tidak, seingatku mereka berdua kan dekatnya waktu SMP ya? Eh? Waktu SMP mereka sudah kencan melihat iluminasi...?

Hebat sekali bukan?

...Entah kenapa, aku jadi ingin memanggil Teshikaga-kun dengan sebutan guru.

"Kalian berdua, biar aku yang foto. Ayo kita buat banyak kenangan."

"? Terima kasih...?"

Entah kenapa aku jadi ingin melakukan sesuatu untuk mereka berdua, tapi yang bisa kulakukan paling hanya memotret mereka.

Setelah itu, kami mengambil banyak macam foto di depan iluminasi. Entah kenapa kami jadi iseng dan mengambil fotoku dan Teshikaga-kun juga...

Setelah mendengar cerita mereka, ternyata mereka berdua melihat iluminasi dari bagian terakhir lalu bergerak ke bagian awal. Jadi mereka melihat ke arah yang berlawanan dengan kami.

Karena arah jalan kami berbeda dengan tempat tujuan mereka berdua... kami pun akan berpisah di sini. Hari ini kan kencan Natal masing-masing.

Hanya saja, saat berpisah...

"Sampai nanti, kalian berdua. Kami akan ke hotel setelah ini."

(Tln: Taukan klen ke hotel buat ngapain)

"Tidak akan tahu? Jangan mencoba membuat lubang dan menguburnya sendiri oke?"

(Tln: maksudnya jangan coba permalukan diri dan menutupinya sendiri)

"...Yankee pengecut."

(Tln: Yankee itu anak berandalan)

Bom yang luar biasa dahsyat dijatuhkan dengan mata setengah terpejam seperti biasa. Ah, sepertinya Teshikaga-kun terkena dampaknya.

Aku juga tergolong orang yang payah, jadi aku mengerti perasaannya... Atau lebih tepatnya, menurutku, Shizuka-san seharusnya sedikit lebih malu.

Ketua kelas ini sudah benar-benar melewati batasnya.

Meskipun begitu, Teshikaga-kun yang entah bagaimana berhasil pulih, perlahan menggenggam tangan Shizuka-san seperti layaknya sepasang kekasih. Shizuka-san... melihat itu dengan sangat gembira.

Sambil bergandengan tangan, mereka berdua mengucapkan dua kata, "Selamat Natal" lalu pergi dengan riang. Punggung mereka terlihat bersemangat... mereka benar-benar terlihat bahagia.

Setelah melihat punggung mereka, kami pun mulai berjalan untuk melihat iluminasi...

"Be... benar-benar... pergi ya?"

"Ti... tidak... kurasa mereka tidak akan pergi... tidak, un... kurasa pasti tidak akan pergi..."

Bomnya meledak dengan sempurna setelah beberapa saat... tidak, ini lebih seperti racun daripada bom. Rasanya seperti racun yang bereaksi lambat dan sudah menjalar ke Nanami.

Ketua kelas bermata sayu itu... benar-benar melakukan hal yang tidak perlu... Tidak, aku juga tidak tahu apakah itu tidak perlu atau diperlukan.

"Ba... baiklah, baiklah, baiklah... mari kita kesampingkan dulu soal itu... Ayo kita lihat iluminasinya!"

"...Be... benar!! Hari ini kita datang untuk melihat iluminasi kan!!"

Untuk menghilangkan suasana yang canggung, kami sedikit meninggikan suara kami. Meskipun begitu, kami masih sedikit sadar dan merasa gugup.

Hanya saja, pemikiran aneh barusan langsung hilang karena iluminasi.

"Wah, apa itu... hebat..."

"Cantik... berubah-ubah warnanya..."

Ini adalah tempat yang sama yang kulihat kemarin siang, tapi saat itu aku tidak begitu mengerti bentuknya seperti apa. Tapi saat diterangi lampu seperti ini, jadi mudah dimengerti.

Ini, motifnya bunga.

Bagian tengahnya adalah lampu yang cukup besar, dan bagian itu selalu memancarkan cahaya putih. Di sekeliling bagian tengah itu, ada hiasan lampu yang membentuk kelopak bunga.

Iluminasi berbentuk bunga itu terdiri dari beberapa kelopak yang saling menempel, dan bentuknya bisa terlihat berbeda-beda tergantung sudut pandang.

Saat melihat satu kelopak bunga dari depan, terlihat seperti bunga biasa, tapi saat sudut pandangnya diubah, kelopak-kelopak itu terlihat seperti sayap.

"Wah... warnanya juga berubah-ubah dengan cepat..."

Kuning, merah, biru, ungu, putih... bunga dengan warna yang tidak pernah kulihat di dunia nyata, mewarnai bahkan warna salju di sekelilingnya dengan warna cahayanya.

Salju, orang-orang... bahkan udara pun diwarnai oleh warna lampu, dan seolah seperti sebuah musim, sekelilingnya berubah-ubah warna satu demi satu.

Di sekitar iluminasi, ada sangat banyak pasangan atau teman yang sedang berfoto.

Aku belum pernah melihat iluminasi yang begitu serius sebelumnya, tapi ternyata sangat indah ya.

Saat Nanami yang sedang bersemangat berlari seperti anak kecil, warna cahayanya berubah menjadi biru. Perlahan, termasuk sekelilingnya, semuanya berubah menjadi biru.

Saat semuanya berwarna biru, sekilas terasa seperti sedang berada di dalam laut... ilusi seperti itu muncul. Ini hanya kumpulan dari warna-warna, dan situasinya jelas sangat berbeda dengan saat menyelam...

Meskipun begitu, bisa merasakan suasana seperti berada di dalam laut saat musim dingin juga lumayan menarik.

"Indah sekali ya..."

Memang hal klise, tapi kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutku. Sungguh, memang klise. Dan tentu saja, yang kukatakan indah itu adalah Nanami.

Cahaya biru yang menerangi wajah tersenyum Nanami, membuatnya terlihat seperti putri duyung yang berenang dengan anggun di dalam laut musim dingin. Di dalam cahaya itu, Nanami melambaikan tangannya padaku.

Seperti serangga yang terpikat oleh cahaya, aku merasakan sebuah insting yang tidak bisa kulawan dan langsung pergi ke sisi Nanami. Yah, meskipun dia tidak melambaikan tangannya pun aku pasti akan ke sana.

"Sini, sini, ayo."

"Begini...?"

Nanami menyiapkan ponselnya dan mengambil posisi untuk berfoto. Aku pun menempel erat pada Nanami dan melihat ke ponselnya. Di sana, terpantul wajahku dan Nanami yang saling menempel.

Melihat layar ponsel untuk selfie seperti ini mungkin sudah lama juga tidak kulakukan. Entah kenapa, saat selfie, rasanya seperti bisa melihat kedekatan kami secara objektif.

Jarak antara aku dan Nanami... apa lebih baik kami sedikit lebih dekat lagi?

Saat aku berpikir begitu dan sedikit mendekat, pipiku menyentuh pipi Nanami. Pipi Nanami terasa dingin, dan seolah akan menempel pada pipiku.

Terdengar suara jepretan dari ponsel, dan Nanami memeriksa ponselnya dengan gembira.

"Nanami, apa pipimu tidak dingin?"

"Kalau begitu, hangatkan dong."

Tanpa jeda, Nanami membawa kedua tanganku ke pipinya. Saat ini, aku sedang mengenakan sarung tangan yang kudapat dari Nanami, jadi seharusnya terasa hangat.

Apakah panas dari cokelat panas tadi masih... tentu saja sudah tidak tersisa ya? Tidak, tapi seharusnya masih ada sedikit kehangatan.

"Bagaimana?"

"Un... hangat."

Tangan Nanami yang berada di atas sarung tanganku terasa hangat, dan sangat nyaman. Hanya saja, kami tidak bisa terus seperti ini... jadi aku perlahan melepaskan tanganku dari pipi Nanami.

Tanpa kusadari, cahaya dari iluminasi bunga sudah padam. Kukira akan terus menyala, tapi sepertinya tidak.

Sepertinya kami sudah melihat semua warnanya, ayo kita ke tempat berikutnya... saat aku berpikir untuk pindah, ternyata ada antrian di depan iluminasi.

Ada apa... saat aku mengintipnya, di papan tandanya tertulis 'Foto Gratis'.

"Ayo kita coba antri. Sepertinya akan difoto oleh profesional tahu."

"Benar juga, dan lagi... gratis...!! Gratis itu bagus. Maksudku, bukankah pelayanannya terlalu bagus?"

"Kenapa ya, mungkin karena ini acara publik. Lagipula, kalau gratis, ayo kita lakukan, aku suka yang gratis-gratis."

Entah kenapa kami berdua jadi tiba-tiba berbicara seperti pasangan yang sudah berumah tangga, tapi sepertinya kami masih terbawa percakapan saat minum cokelat panas tadi.

Lagipula, benar juga kalau ke depannya kami akan butuh uang... Kalau mau hidup sendiri, uang itu benar-benar penting.

Hanya saja, kenapa ya Nanami tiba-tiba mulai mengatakan hal seperti itu?

"Hei, Nanami... kenapa tiba-tiba kamu jadi khawatir soal uang?"

"Ah... itu? Yah, bukan hal yang besar sih, tapi..."

Karena penasaran, aku menanyakan pertanyaan itu pada Nanami selagi kami mengantri. Nanami pun menggaruk pipinya dengan sedikit malu.

"Sederhana saja... karena waktu di Hawaii aku sangat boros, jadi aku ingin mengembalikan keuanganku, dan kalau mau hidup sendiri kan kita harus berhemat untuk di mana diperlukan."

Ah... soal itu aku juga merasakannya. Waktu di Hawaii aku juga sangat boros... dan karena terbawa suasana, belakangan ini aku juga jadi sering boros.

Untungnya untuk urusan top-up game aku masih bisa menahan diri, tapi untuk urusan dengan Nanami atau saat bermain, aku sama sekali tidak bisa menahan diri.

Keberadaan pihak ketiga yang bisa mengeremku ini sangat berharga.

"Karena itu Youshin... kalau nanti aku sepertinya akan salah jalan, tolong hentikan aku ya..."

"Kenapa kamu bicara seperti heroine dalam game yang sudah kena pertanda akan jatuh ke sisi kegelapan...?"

"Karena yang bisa menghentikanku hanyalah kamu..."

"Dan lagi kedengarannya seperti karakter yang sangat kuat. Apa aku bisa menghentikannya ya."

Lagipula, Nanami yang mengatakan hal seperti itu terasa sangat baru. Padahal, kudengar dia sering bertanya soal pengetahuan semacam itu pada Peach-san atau Shizuka-san.

Apa pendidikan elite dari mereka berdua sehebat itu? Atau karena Nanami adalah tipe yang mudah terpengaruh... Yang biasa disebut choroin.

(Tln: Choroin bahasa JP yang artinya mudah terpengaruh)

...Anggap saja keduanya benar. Meskipun sudah terlambat.

"Dan juga..."

Hmm? Entah kenapa Nanami tiba-tiba jadi gelisah. Kenapa?, apa ada yang aneh dengan pembicaraan soal pentingnya uang?

Reaksi Nanami ini... sepertinya ini kasus di mana dia terlalu memikirkan masa depan dan jadi melenceng ke arah yang aneh.

Rasanya dia sedang memikirkan hal yang luar biasa, menakutkan.

"Dan juga, kalau dipikirkan lebih jauh lagi... kita harus menabung kalau nanti punya anak atau..."

"Jauh sekali lompatannya..."

Padahal kami bahkan belum melakukan 'tindakan itu’, tapi dia sudah melompat jauh ke ujung setelahnya. Benar-benar di luar dugaanku bahwa dia akan berpikir sampai sejauh itu.

Saat aku terkejut, Nanami dengan panik mengibas-ngibaskan kedua tangannya.

"Bukan begitu!! Itu... kan, untuk membesarkan anak itu butuh uang... aku hanya tidak sengaja melihat artikel soal itu!!"

"Itu namanya kamu tidak salah jalan, kamu hanya melaju kencang di jalan yang sama..."

Mendengar kata-kata Nanami yang tidak ada bedanya, aku hanya bisa tersenyum kecut. Mungkin, berbagai elemen seperti hidup sendiri dan pembicaraan tempo hari tercampur aduk di kepalanya.

Lalu, saat dia melihat topik soal membesarkan anak, pikirannya jadi melompat sampai sejauh itu. Un, Nanami memang mudah terpengaruh... saking mudahnya sampai aku jadi khawatir.

Aku ingin percaya kalau dia hanya mudah terpengaruh olehku saja...

"Yah, meskipun kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi uang memang penting ya."

"Un, benar. Makanya aku juga harus kerja paruh waktu saat liburan musim dingin."

"Yang itu lagi? Jadi round girl(gadis ring)?"

(Tln: Round girl itu biasanya cewek yang ada di lapangan tinju kayak MMA atau UFC)

"Hmm... kalau yang itu kan tidak bisa kalau tidak ada pertandingan... mungkin aku akan minta diperkenalkan lagi oleh Hatsumi dan Ayumi..."

Ternyata Nanami juga berencana untuk bekerja paruh waktu. Aku juga sempat berpikir untuk menambah giliran kerja saat liburan musim dingin, kalau begitu...

"Nanti, mau kutanyakan pada manajer? Apa Nanami juga bisa kerja paruh waktu di sana."

"Eh? Boleh?"

"Yah, kamu kan juga sering mampir seperti hari ini untuk menjemputku kan? Jadi kupikir, mungkin lebih baik kalau kita bekerja bersama saja..."

Ini adalah hal yang sesekali kupikirkan, tapi akan sangat menyenangkan jika bisa bekerja bersama Nanami. Hanya saja, ada beberapa masalah juga, dan aku tidak tahu apa manajer akan setuju...

Lagipula, ada juga masalah soal apa tidak apa-apa bekerja di tempat yang sama dengan pacar.

"Kalau bisa begitu, aku akan sangat berterima kasih. Kalau bisa bekerja bersama Youshin, aku juga jadi lebih tenang dalam banyak hal..."

"Baiklah, nanti akan kutanyakan."

"Un. Tolong ya. Tapi, untuk jaga-jaga kalau tidak boleh, mungkin aku akan cari-cari kerjaan lain juga..."

"Omong-omong, bukankah dulu kamu pernah bilang ingin mencoba menjadi guru les privat?"

Aku sendiri sempat berpikir, kalau muridnya laki-laki, apa dia tidak akan bisa fokus belajar dalam berbagai artian, tapi karena dia sendiri yang mau...

"Guru les privat sepertinya akan kucoba setelah masuk universitas. Sebelum mengajari orang lain... aku harus mengurus ujian masukku sendiri dulu..."

Ujian masuk... ujian masuk ya... Benar juga. Teringat akan kenyataan, aku dan Nanami jadi sedikit lesu.

Tahun depan kami sudah harus memikirkannya... saat aku sedang berpikir begitu, giliran kami pun tiba.

"Un, soal ujian masuk kita pikirkan lagi nanti!! Sekarang kita nikmati Natal sepenuh hati!!"

"Benar juga!! Ayo kita foto!! Mau difotokan pas kita ciuman?"

"Ada banyak orang, jadi lebih baik jangan!!"

Seolah ingin mengubah suasana hati, kami berbaris berdampingan untuk difoto.

...Entah kenapa rasanya aku mendengar seseorang berkata "Youshin payah juga ya" tapi kuanggap saja aku salah dengar...

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

"Aku pulang."

"Permisi... Wah... saljunya mulai turun, tapi kita sudah sampai ya."

"Benar, benar... syukurlah kita sampai di rumah sebelum turunnya lebat..."

Setelah puas melihat iluminasi, sambil memegang kantong berisi banyak sekali masakan di kedua tangan kami, kami berjalan berdampingan dengan perasaan bahagia... dan akhirnya kami tiba di rumah.

Karena pintunya terkunci, aku membukanya dan kami berdua masuk bersama... tapi, tanpa sadar kami jadi saling bertatapan.

Luar biasa, rasanya status 'hanya berdua saja' jadi sangat terasa. Rasanya, ini adalah tindakan yang sangat menyiratkan 'pulang bersama'.

Karena itu, rasanya kami berdua jadi sedikit, hanya sedikit saja, sadar akan situasi ini.

Sambil sedikit canggung, kami pindah ke ruang tengah, lalu aku dan Nanami meletakkan kantong-kantong yang kami bawa di kedua tangan ke atas meja. Manajer, banyak sekali masakan yang dibuatnya...

"Ah... Nanami, mantelmu biar kusimpan... ya..."

Saat Nanami mulai melepas mantelnya, aku mengulurkan tangan padanya, tapi aku malah terpana dengan gerakannya.

Saat dia melepas mantel bulu angsa putihnya, bahunya yang indah terlihat. Hari ini dia mengenakan kemeja mini yang benar-benar memperlihatkan leher dan bahunya, bahkan bagian atas dadanya pun terlihat.

Dan untuk bagian bawah yang tersembunyi... adalah rok mini berbahan denim. Sepertinya, bahannya denim...

Keduanya pendek, membuat paha dan pusarnya terekspos dengan berani. Aku tidak menyangka di balik pakaian tebalnya, dia mengenakan pakaian setipis ini... atau lebih tepatnya, seterbuka ini.

Kukira, di bawah mantelnya dia memakai pakaian yang cukup tebal... kukira dia memakai sweter atau semacamnya, jadi ini di luar dugaanku.

Tidak, habisnya, apa mungkin memakai pakaian tipis di bawah pakaian tebal untuk menahan dingin?

"...Youshin? Ada apa?"

"Ha?!"

Kesadaranku yang sempat melayang karena kesenjangan tingkat keterbukaan pakaiannya, kembali ditarik oleh Nanami yang menengokku dengan khawatir.

Nanami membungkukkan badan, dalam postur yang biasa disebut 'membentuk huruf L'. Karena dia menengok ke wajahku, jadi... yah... luar biasa ya.

Aku sengaja tidak menjelaskannya dengan detail. Rasanya sudah seperti bulan sabit. Tidak, bukan ya?

(Tln: Apalagi kalau bukan opppaaaaaaaaaaaaaaaaaa--------i)

Karena pandanganku sepertinya akan menjadi sangat tidak sopan, aku menampar pipiku sendiri dengan kedua tanganku sekuat tenagaku. Suara yang mirip dengan ledakan dan guncangan yang terasa sampai ke dalam membuat mataku kembali terjaga.


"Un, Nanami. Mantelmu biar aku simpan."

"Tidak, tindakanmu barusan itu apa...?"

Itu adalah semangat.

Sebagai pernyataan tekad bahwa aku tidak akan kalah dengan situasi ini... jadi, yah, jangan dipikirkan. Seolah ingin menyatakan hal itu, aku mencoba menerima mantel dari Nanami... tapi dia menariknya kembali.

"Apa jangan-jangan... aku bau keringat?!"

Tunggu, kenapa jadi begitu.

Dengan panik, Nanami melihat ke bawah ke arah tubuhnya sendiri, lalu melingkarkan lengannya ke bagian kulitnya yang terbuka. Entah kenapa, gerakannya itu terlihat seksi.

"Tidak, tidak apa-apa... hanya saja karena pakaian di bawah mantelmu sangat terbuka, jadi aku sedikit kaget saja... Nanami wangi kok..."

"Benarkah...? Tidak apa-apa?"

...Apa jangan-jangan, dia sengaja memakai pakaian tipis di bawah mantelnya agar tidak berkeringat ya. Memang sih aku juga sedikit berkeringat di bawah mantelku, tapi aku tidak begitu memikirkannya.

Justru aku yang jadi khawatir apa aku tidak bau keringat...

"Kalau kamu sekhawatir itu, mau mandi dulu?"

"Heh...?"

...Ah, gawat. Aku mengusulkan hal yang aneh. Rasanya jadi seperti pembalasan dendamku saat di Hawaii. Lagipula, situasinya berbeda dengan waktu itu.

Mengusulkan hal itu saat benar-benar hanya berdua saja... gawat kan...

"Se... sebelum itu, bagaimana kalau kita hubungi Ibu dan yang lain!! Kan itu sudah jadi syaratnya!!"

"Be... benar juga!! Un!! Menghubungi mereka itu penting!!"

Sebelum suasana menjadi hening, kami menghubungi Ibu dan yang lainnya dulu. Tadi aku sempat berpikir kalau harus menghubungi mereka itu sedikit merepotkan, tapi sekarang rasanya aku sangat bersyukur.

Sambil berterima kasih karena sudah memberiku kesempatan untuk ganti topik, aku pun menelepon.

[Halo? Youshin?]

"Ah... Ibu... ini, aku sudah sampai di rumah bersama Nanami, jadi aku telepon."

[Maaf mengganggu, itu...]

Pada saat itu, entah kenapa dari seberang ponsel terdengar sorak-sorai. Kukira mereka sedang menonton TV atau semacamnya, tapi semua orang dewasa di belakang sana sedang menatap ke arah sini.

"...Ibu?"

[Aku tidak menyangka... kamu akan benar-benar, sungguh-sungguh, menelepon dengan benar...]

"Hah?"

[Tapi, sepertinya aku yang memenangkan taruhannya ya. Meskipun aku kaget anakku ternyata lebih serius dari yang kubayangkan... Tapi menepati janji itu hal yang luar biasa tahu.]

"Iya?"

Di sanalah aku akhirnya sadar. Ibu, wajahnya merah padam. Semua orang dewasa di belakangnya juga wajahnya memerah.

Me... mereka mabuk!! Dan lagi, sepertinya sudah dalam kondisi yang sangat merepotkan?!

Sepertinya para orang dewasa di sana bertaruh apakah kami akan menelepon dengan benar atau tidak. Kenapa jadi begitu.

Para orang dewasa yang sudah tidak karuan itu, terus mengganggu kami dari ponsel seolah sedang mengoceh tidak jelas. Benar-benar orang dewasa yang payah.

Ibu dan Mutsuko-san sama-sama melihat ke arah ponselku. Wajah mereka berdesakan sampai terlihat macet total. Mutsuko-san juga pasti sudah mabuk...

[Nanami~... tidak boleh begitu dong~... kamu harus bisa merayu Youshin-kun dengan lihai untuk membawamu masuk... padahal kesempatannya sudah disiapkan...]

"Ibu?! Ucapanmu tidak beda dengan yang tempo hari?!"

[Dulu aku juga begitu tahu, pada Ayahmu... pada Gen-chan~...]

[Benar, aku juga begitu.]

Dari seberang telepon terdengar paduan suara penuh duka dari para ayah, "Ibu?!".

Nanami, sambil terlihat heran dan memegangi kepalanya, melayangkan protes pada Mutsuko-san.

"Ibu... itu kriminal tahu?"

[Nanami... kalau sama-sama setuju itu bukan kriminal tahu... Lagipula, kalau pada laki-laki yang payah, kalau tidak begitu... dia tidak akan bertindak... Apalagi kamu sudah pakai pakaian sesemangat itu...]

(Tln: Judul chapternya pengalaman pertama... apakah sudah saatnya?)

Pada saat itu, Nanami mematikan panggilannya. Un, aku juga akan melakukan hal yang sama. Kenapa juga aku harus mendengarkan cerita seperti itu dari orang tuaku. Aku sama sekali tidak mau mendengarnya.

Meskipun begitu, seingatku, saat mabuk sebelumnya mereka tidak sampai separah itu, apa karena situasi Natal yang membuat mereka bersemangat, atau karena ini akhir tahun...

Intinya, kami yang sudah mematikan telepon tidak akan tahu detailnya. Mungkin orang dewasa punya kesulitannya sendiri, begitulah aku mencoba mengalihkan pembicaraan dengan hal yang klise.

"...Untuk sekarang, karena sudah lapar, ayo kita siapkan makanannya."

"Ayo!! Mou!! Ada apa dengan para orang dewasa itu!? Maafkan aku, Youshin, ibuku..."

"Kalau kamu bilang begitu, aku juga minta maaf buat ibuku."

Saat kami saling menundukkan kepala, entah kenapa rasanya jadi lucu. Setelah tertawa bersama, sesuai dengan ucapan kami barusan, kami pun mulai menyiapkan makanan.

Di tengah-tengah itu...

[Perlengkapan menginap Nanami-san sudah Ibu letakkan di kamar Youshin. Piyama dan lainnya. Jangan melakukan hal yang aneh-aneh ya.]

Pesan seperti itu masuk, tapi untuk saat ini lebih baik kuabaikan. Lagipula, apa Ibu benar-benar mabuk...?

Apa itu bukan akting?

Meskipun disebut menyiapkan makanan, pada dasarnya kami hanya menata masakan yang sudah dibuatkan oleh manajer, tapi ada tiga kantong plastik... jumlahnya lumayan banyak.

Katanya masakannya kejutan, tapi apa ya yang dibuatkannya? Untuk jaga-jaga, aku sudah memberitahukan apa yang aku dan Nanami tidak suka...

Sambil merasa antusias, aku mengeluarkan masakan dari dalam kantong. Pertama... ada hamburger steak dan omurice... ini daging ayam ya? Sepertinya bukan digoreng tapi dipanggang. Ayam panggang ya.

Hanya ini saja sudah cukup, tapi ada juga sesuatu yang terlihat seperti sapi panggang.

"Yang di dalam wadah tahan panas ini, apa ini minestrone ya? Hebat!... ada kentang goreng dan juga salad kentang!..."

(Tln: minestrone atau sup merah kalau kalian kenal, warnanya merah isinya kacang-kacangan, sayur, tomat dll)

Nanami berseru dengan suara yang hampir terdengar seperti jeritan takjub. Ini baru isi dari dua kantong.

...Sepertinya manajer benar-benar bersemangat ya. Setidaknya ini adalah masakan untuk lebih dari dua orang, dan sepertinya kami tidak perlu memasak tambahan apa pun.

Baiklah, apa ya isi kantong terakhir... saat kukeluarkan... ini adalah kue dan... minuman. Diletakkan di dalam botol yang terlihat seperti botol wine.

"Ah... ada memo tahu. Apa ya... 'Sebagai servis, saya tambahkan kue untuk dua orang, dan jus bergaya sampanye yang bisa diminum oleh anak di bawah umur. Ini hadiah Natal' katanya."

Rasanya aku benar-benar berutang budi pada manajer. Aku harus membalas kebaikannya di pekerjaan paruh waktuku nanti. Aku tidak menyangka dia bahkan akan memberikan kue juga.

"Mumpung ada kesempatan, mau kita tata di piring?"

"Kalau begitu suasananya jadi lebih terasa ya... walaupun cuciannya jadi bertambah..."

"Soal itu, yah, kalau dikerjakan berdua pasti akan cepat kok."

"Itu benar juga sih. Kalau begitu, ayo kita kerjakan dengan cepat...!!"

Kami meletakkan masakannya di atas piring, lalu menuang sup ke dalam mangkuk, dan karena di luar dingin, kami menghangatkan kembali masakan yang sedikit mendingin itu di dalam microwave.

Untuk masakan yang digoreng seperti kentang goreng, kami panaskan di dalam oven... dan untuk masakan dingin seperti sapi panggang atau salad kentang, kami biarkan apa adanya.

Saat kami menata semua itu di atas meja, hidangannya begitu mewah sampai aku khawatir apa kami bisa menghabiskannya. Kalau tersisa... mungkin akan kami makan lagi nanti.

Setelah selesai menata masakannya, aku mencari-cari apa ada gelas di lemari piring. Aku belum pernah meminum jus bergaya sampanye sih. Ini benar-benar jus kan?

Gelas biasa juga tidak apa-apa, tapi aku ingin sedikit bergaya dengan gelas yang sesuai... dan ternyata ada. Gelas berbentuk seperti huruf U. Aku tidak tahu nama resminya.

Aku pun menuangkan jus yang kami dapat ke dalamnya. Mungkin karena gelasnya yang modis, minumannya jadi terlihat seperti alkohol sungguhan.

Cairan berwarna kuning sawo itu perlahan memenuhi gelas, yang membuat sosok Nanami di seberangnya terlihat sedikit bergelombang. Apa takarannya begini sudah cukup ya?

Karena aku tidak tahu etiket yang benar, aku menuang cairan itu sampai sekitar dua per tiga gelasnya lalu menjauhkan botolnya, dan terdengar suara letupan gelembung kecil.

Gelembung yang naik dari dasar cairan, begitu sampai di permukaan, pecah dan menghilang. Suaranya begitu kecil sampai nyaris tidak terdengar.

Setelah selesai menuang jusnya ke dalam dua gelas, tanpa ada yang memulai, kami pun duduk di kursi kami masing-masing. Selama itu, entah kenapa kami tidak saling berbicara.

Gelas ini... tangkainya ramping sekali, aku jadi tidak tahu bagaimana cara memegangnya... untuk sementara, aku mencoba bergaya dengan memegangnya menggunakan tiga jari: telunjuk, tengah, dan ibu jari.

Saat kuangkat, ternyata Nanami juga memegangnya dengan cara yang sama... jadi sepertinya ini sudah benar. Kami pun dengan ringan membenturkan gelas kami.

"Selamat Natal."

"Selamat Natal."

Berbeda sekali dengan kemarin, sekarang, kami mengucapkannya dengan tenang, lalu kami meminum jus di dalam gelas kami. Kukira rasanya akan manis, tapi ternyata yang menyebar di mulutku adalah rasa asam dan sedikit sepat, bukan manis.

(Tln: sepat itu bukan rasa tapi sensai mengering atau mengerut di mulut, biasanya diakhir tegukan kopi juga ada)

Karena rasanya berbeda dengan jus yang kubayangkan, aku jadi sedikit terkejut, tapi saat kutelan jusnya dan membiarkannya mengalir dari mulut ke kerongkonganku, rangsangan sodanya ikut mengalir bersamanya.

Dan saat aku menjauhkan gelas dari mulutku...

"Pfft..."

"Fufufu..."

Kami berdua tertawa bersamaan. Awalnya kami tertawa kecil, lalu tawa kami langsung menjadi keras.

"Mouu, kenapa kamu tertawa?!"

"Loh, kamu sendiri juga tertawa kan!!"

"Habisnya tiba-tiba suasananya berubah, jadi terasa seperti orang dewasa..."

"Un, soal itu aku juga setuju... rasanya jadi lucu sendiri..."

Ini benar-benar bukan alkohol kan? Aku dan Nanami sama-sama memastikannya, tapi kadar alkoholnya memang nol... Hal itu malah membuatnya semakin lucu, dan kami pun tertawa bersama lagi.

"Meskipun ini Natal, tapi ayo kita bersikap seperti biasa saja. Nanami, mau makan apa?"

"Aku mau omurice. Omurice buatan manajer kan enak."

"Oke, ini omurice-nya. Suatu saat nanti aku juga akan bisa membuat yang seenak ini...!!"

"Kenapa kamu jadi bersemangat untuk menyainginya. Mou... ah, benar-benar enak."

Tadi kami sempat tegang karena hanya berdua, tapi akhirnya kembali seperti biasa... Dalam suasana yang biasa seperti itulah, Natal kami berlalu.

Hanya saja, saat itu aku sama sekali tidak tahu... kalau tepat setelah ini... aku akan menjadi sangat, sangat gugup...

(Tln: LETS GOOO UNBOXINGGGGGGGGGGGG------------------------G)

◇◇◇◇◇◇◇◇◇◇

Aku adalah Kucing. Bukan, ini adalah kamarku. Kamarku yang biasa. Di tengah-tengah itu, entah kenapa aku sedang menunggu sambil duduk bersimpuh.

(Tln: tiba tiba aku adalah kucing bjir)

Alasannya sederhana... karena aku sedang menunggu Nanami.

Bunyi engsel pintu yang berkarat, suara derit yang terdengar dari pintu, menggema di dalam kamarku, dan seolah merespons suara itu, tubuhku sedikit melompat.

Dengan ragu-ragu, yang masuk ke dalam kamarku adalah... Nanami dalam balutan pakaian tidurnya. Pakaian tidur, atau lebih tepatnya piyama... tidak, sama saja ya. Aku sedang bingung.

"Aku sudah... selesai mandi..."

"I... iya..."

Perlahan, Nanami yang mengenakan piyama dengan handuk mandi yang terletak di bahunya masuk ke dalam kamarku. Piyama yang manis, terlihat seperti pakaian rumahan yang pernah kulihat sebelumnya.

Sosok Nanami yang selama ini kulihat di seberang layar ponsel, kini ada di dalam kamarku. Tidak, bukan hanya itu yang membuatku gugup.

"Kenapa Youshin, kenapa kamu duduk bersimpuh?"

"Tidak, habisnya... rasanya aku harus menyambutmu dengan postur yang benar."

"Kenapa.." tawa Nanami. Tidak, karena, aku akan menyambut Nanami di kamarku... yah, dia memang sudah pernah masuk ke kamarku, jadi mungkin ini sudah terlambat. Sangat, sangat terlambat.

"Ehehe, kalau begitu ayo kita makan kuenya. Makan di jam seperti ini rasanya sedikit berdosa ya."

"Benar juga, ayo kita makan."

Melihat kue yang sudah disiapkan di atas meja, mata Nanami langsung berbinar-binar. Rasanya sangat feminin, di mana makanan manis lebih diutamakan daripada rasa gugup.

Setelah itu, kami makan malam lagi, dan setelah selesai kami mencuci piring bersama-sama, lalu kami saling bertukar hadiah Natal.

Hadiah kami berdua adalah aksesori kecil, aku memberikan anting-anting pada Nanami, dan Nanami memberikanku kalung.

Aku tidak begitu sering memakai kalung, tapi untuk kencan berikutnya aku ingin coba memakainya.

Kami juga berbicara soal tahun depan karena tidak ada liburan sekolah, jadi kami akan saling memberikan syal buatan tangan... lalu setelah itu kami bersantai sambil menonton TV di ruang tengah.

Untuk hidangan penutup berupa kue, karena kami sudah kekenyangan setelah makan banyak masakan, jadi kami memutuskan untuk memakannya sebagai hidangan penutup setelah mandi tadi...

(Tln: entah kenapa dijelaskan lagi padahal diatas sudah dijelasin)

Setelah itu, sambil berpikir 'sudah lama sekali ya tidak menghabiskan waktu santai berdua seperti ini...', kami duduk di sofa sambil menempel dengan erat...

Posisi menempel kami juga bermacam-macam. Menempel dari samping, menempel secara vertikal... saat aku berbaring, Nanami naik ke atasku...

Saat itu, kami menonton film apapun yang sedang diputar. Kami menghabiskan waktu kami dengan begitu santai.

“Baiklah, aku akan bersihkan kamar mandinya ya.”

“Eh, biar aku saja. Kan aku yang menumpang...”

“Tidak, tidak, biar aku saja... eh... interaksi seperti ini rasanya seperti tinggal bersama ya.”

Kurasa, satu kalimat inilah yang menjadi pemicunya. Mengutarakan dengan kata-kata perasaan yang sedikit kurasakan saat masuk ke pintu depan tadi adalah sebuah kesalahan.

Nanami jadi gelisah sambil berkata “I... iya juga... ya...?”, dan aku pun buru-buru membersihkan kamar mandi...

Lalu setelah itu kami mandi... dan sampailah pada saat ini. Tentu saja, kali ini tidak ada interaksi seperti saat di Hawaii di mana kami mandi bersama.

Meskipun aku sedikit kecewa karena tidak ada, tapi aku juga sedikit lega. Karena, kami benar-benar hanya berdua saja...

Meskipun memakai baju renang, tapi tetap saja akan sangat gawat bukan.

"Kuenya enak... karena kemarin juga sudah makan, jadi aku sempat bingung hari ini bagaimana, tapi karena sudah diberi ya mau bagaimana lagi... makan lagi deh."

"Tidak kusangka kita akan makan kue berturut-turut... aku jadi harus lebih giat lagi dalam latihan otot dan berolahraga."

"Jangan ingatkan aku pada kenyataan... Aku juga mau olahraga dan latihan otot bersama Youshin nanti."

"Khawatir dengan lemak di perutku" kata Nanami sambil sedikit menyingkap piyama di bagian perutnya dan mencubitnya. Seingatku, dia pernah bilang kalau dietnya berhasil...

Tidak, ini bisa jadi masalah, jadi lebih baik aku tidak mengatakan hal yang aneh.

"Nanti kalau mau olahraga, ajak aku juga ya... kita berjuang bersama...!!"

Sebentar lagi juga Tahun Baru, jadi Nanami bersemangat untuk menghilangkan lemak tahun barunya yang pasti akan menumpuk. Lemak tahun baru itu sudah pasti ya... tidak, aku juga sih.

Setelah selesai makan kue, kami lalu beristirahat di kamarku. Beristirahat, tapi tubuhku jadi kaku. Aku tidak tahu harus berkata apa...

Kami berdua terdiam dengan kaku... tapi tak lama kemudian, Nanami perlahan membuka mulutnya.

"...Hei, Youshin."

"A-apa...?"

"Malam ini, mau tidur bersama?"

...Ajakan yang sangat luar biasa jujur. Mendengar ajakan yang tiba-tiba itu, aku refleks hampir menjawab "iya". Benar-benar secara refleks.

Kenapa tiba-tiba dia mengatakan hal seperti itu... pikirku, tapi ekspresi Nanami terlihat serius, dan tidak ada perasaan aneh apa pun di dalamnya.

"...Bersama?"

"Un, bersama..."

"Di tempat tidurku?"

"Un, di tempat tidur Youshin..."

Aku memastikannya sekali lagi, dan dipastikan kalau kata-kata Nanami bukanlah sebuah kesalahan. Tidak, kalau dipikir-pikir untuk ke depannya, aku harus membuktikan kalau kami tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh meskipun menginap...

Tapi sepertinya Nanami juga sudah mengerti soal itu, dan dia membuka mulutnya sambil sedikit menunduk.

"Aku sudah memikirkan banyak hal, tapi, yah, kita kan masih anak-anak... meskipun ada hal yang ingin kita lakukan, tapi kita tidak bisa melakukannya dengan sesuka hati... dan di atas semua itu, kurasa ada banyak hal yang tidak boleh kita lakukan."

Itu... adalah hal yang juga kurasakan. Sebanyak apapun ulang tahunku datang, meskipun tahun depan aku akan dewasa, tapi statusku sebagai siswa SMA tidak akan mengizinkan banyak hal.

Kurasa itu tidak bisa dihindari, dan kita masih dilindungi. Karena itu, kita menerimanya dengan lapang dada, dan saat kita tidak mau menerimanya, kita diam-diam keluar dari perlindungan itu, dan melanggar aturan.

Sungguh, kita saat ini berada di posisi yang setengah-setengah, bukan orang dewasa, tapi juga bukan anak-anak.

Mungkin hal itu yang terhubung dengan rasa aman, tapi sebaliknya, mungkin juga bisa terhubung dengan rasa cemas seperti yang dirasakan Nanami. Perasaan itu, aku sangat memahaminya.

"Tapi, yah, itu... aku ingin sebuah 'ikatan'. Tapi karena tidak mungkin, jadi setidaknya bersama-sama..."

Ikatan... kata yang diungkapkan oleh Nanami itu, mungkin merujuk pada banyak hal. Ikatan batin, ikatan fisik... ikatan hukum.

Hanya saja, kita belum diizinkan untuk membuat ikatan itu, dan mungkin satu-satunya ikatan yang boleh kita miliki hanyalah ikatan batin.

Ikatan fisik maupun ikatan hukum tidak diizinkan untuk kita. Satu-satunya yang nyaris bisa kita langgar aturannya hanyalah ikatan fisik, dan itu bisa dilakukan dengan sangat mudah.

Mungkin Nanami juga merasakan hal itu. Karena itu, mungkin, sebagai gantinya, dia meminta sesuatu yang satu tingkat di bawah ikatan fisik, yaitu sentuhan fisik.

Kurasa aku bukanlah laki-laki yang begitu tidak peka sampai tidak bisa merasakannya.

Habisnya, jika kami mau, kami bisa melakukannya. Guru kesehatan juga pernah bilang, kalau mau dilakukan ya bisa dilakukan, memang benar. Ada sangat banyak kesempatan, dan caranya juga ada sangat banyak.

Karena itulah, aku menjadi semakin pandai mencari-cari alasan untuk tidak melakukannya.

"...Tapi apa kita bisa menahannya ya."

"Soal itu kan, ayo kita tahan... selalu ada kemungkinan terjadinya sesuatu..."

"Kalau itu terjadi... aku akan membulatkan tekadku."

"Un, seperti yang kuduga... masih belum bisa ya. Soalnya, Youshin sepertinya akan benar-benar membulatkan tekadnya. Dengan mengesampingkan banyak hal."

Karena itu, memang tidak mungkin ya... kata Nanami sambil tertawa...

"Aku juga akan menahannya... jadi berikan aku rasa aman bersamamu, Youshin. Meskipun ini terdengar sangat egois."

...Oh begitu, rasa aman... ya.

Aku tidak sepenuhnya setuju dengan kata-kata Nanami. Hanya saja, dunia ini adalah rangkaian kompromi terhadap hal-hal yang tidak bisa kita terima.

Karena itu, di sini, demi memberikan rasa aman pada Nanami, aku akan sedikit, hanya sedikit saja, mendekatinya. Jika itu bisa terhubung dengan rasa amannya, aku akan dengan senang hati mendekat.

Lagipula, memenuhi keinginan egois pacar... itu adalah kebahagiaan terbesar seorang pacar bukan.

Aku pun perlahan berdiri di tempat, lalu tersenyum pada Nanami yang menatapku dengan cemas... dan untuk membawanya ke tempat tidurku, aku mengangkatnya.

Dalam posisi yang biasa disebut gendongan putri.

Latihan otot itu hobiku, yang seperti ini sih ringan saja. Nanami yang terkejut sampai tidak bisa bersuara, dalam posisi digendong ala putri, menutupi mulutnya dengan kedua tangannya.

Sambil bergerak dengan perlahan, aku membaringkan Nanami di atas tempat tidurku... lalu aku menatap matanya dalam-dalam.

"...Kita akan tidur bersama, tapi tidak akan melakukan hal yang mesum ya?"

"Un... aku juga lebih suka begitu, jadi tidak apa-apa."

"Lalu, kalau Nanami merasa tidak nyaman, kita akan tidur terpisah... kamu juga dilarang melakukan hal yang aneh-aneh ya?"

"Aku tidak akan merasa tidak nyaman kok... tapi... aku akan menahan diri untuk tidak iseng...!!"

Ternyata dia memang berniat untuk melakukannya ya, Nanami sempat memalingkan wajahnya sesaat... lalu kembali menatapku. Un, kalau aku tidak mengatakan apa-apa, mungkin akan gawat ya?

"Janji?"


Aku mengacungkan jari kelingkingku, dan mengulurkannya di hadapan Nanami. Awalnya Nanami memiringkan kepalanya seolah bertanya 'apa ini', tapi dia langsung mengerti maksudku dan menautkan jari kelingkingnya pada jariku.

"Un, janji."

Di samping Nanami yang tersenyum tenang, aku pun ikut tersenyum dengan tenang. Melihat senyumnya itu, meskipun kami akan tidur bersama setelah ini, hatiku terasa begitu damai.

Perlahan, dengan perlahan aku pindah ke sampingnya. Aku pun menyelimuti Nanami, lalu aku sendiri ikut masuk ke dalam selimut itu.

Karena tempat tidurku hanya untuk satu orang, secara alami... aku jadi mendekat pada Nanami. Tapi, hatiku terasa sangat damai.

Jernih seperti langit musim dingin, dan tenang seperti udara musim dingin.

"Selamat tidur, Nanami..."

"Selamat tidur, Youshin..."

Kami saling merapatkan tubuh kami... lalu kami pun terlelap dengan tenang.

Di hari ini, untuk pertama kalinya... aku memilih untuk tidur bersama Nanami atas kehendakku sendiri.



Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment


close