NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Danjjo Yuujo ga Seiritsu (Iya Shinai?) Side Story 2 Chapter 3

 Penerjemah: Nobu

Proffreader: Nobu


Chapter 3

Enomoto Kureha Memimpikan Langit dengan Mata Suram


     Sudah tiga hari berlalu sejak Natsume Sakura, yang sangat tidak rela, diseret masuk ke dalam klub drama—sebuah kegiatan ekstrakurikuler baru yang misterius.

     Sore hari, dua hari setelah kegagalan dalam merekrut Kureha.

     Hari ini pun, dia kembali diseret oleh Yataro ke ruang sains tempat Hibari berada.

     Sakura yang berada dalam situasi tersebut telah mendengar garis besar kejadiannya dari seorang murid laki-laki.

     “Ah, maaf, ya. Yataro dan Hibari sampai-sampai melibatkanmu dalam masalah aneh.”

     Orang yang meminta maaf dengan nada lembut itu adalah Makishima Hidekazu. 

     Dia adalah murid laki-laki sekelas dengan Sakura dan Yataro, yang terlihat memiliki aura kurang beruntung.

     Sakura melipat kedua tangannya di depan dada, lalu duduk di atas meja dan berucap dengan sikap yang sangat tidak sopan.

     “Tentu saja. Aku tidak menyangka akan tiba-tiba terseret dalam masalah sepasang kekasih. Makishima-kun, ya? Apa kamu walinya? Kalau begitu, bisakah kamu awasi mereka baik-baik?”

     Mendengar ucapan itu, Yataro langsung merengut dan membalasnya.

     “Hei, Sakura. Tidak perlu bicara seperti itu. Hibari melakukannya dengan niat baik, tahu!”

     “Karena niat baik itu, satu orang gadis jadi kabur, kan? Niat baik yang memaksakan seperti apa yang dia miliki? Apa dia bodoh?”

     Hidekazu tertawa riang.

     “Ahaha, kalian berdua akrab sekali, ya.”

     “Tidak akrab sama sekali! Cepat mulai ceritanya!”

     Meski dirinya sendiri yang memotong pembicaraan, ucapannya sungguh keterlaluan.

     Hidekazu tersenyum kecut, lalu mulai menceritakan hubungan antara Hibari dan Kureha.

     “Awal mula ceritanya berawal dari setahun yang lalu...”

     “Sudah terlalu panjang. Tidak bisa diringkas?”

     “Begitu, ya. Singkatnya, Hibari saat itu sedang berada di fase pubertas…”

     Hibari yang sejak tadi melotot di sudut ruangan langsung bersuara lantang.

     “Jangan bodoh! Aku sama sekali tidak berada di fase pubertas!”

     “Begitu, ya?”

     Yataro dan Hidekazu merenung sejenak.

     “Jelas itu pubertas.”

     “Memang, dia di fase pubertas.”

     Sakura mengangguk.

     Suasana di sana seolah menganut sistem demokrasi dengan suara terbanyak.

     “Jadi, kita sudah tahu kalau Inuzuka-kun berada di fase pubertas. Itu artinya, kita bisa menerapkan ‘pasal kejahatan pubertas’, kan?”

     Yataro menyetujuinya.

     “Ah, benar. Hukuman penjara sekitar tiga ratus juta tahun?”

     “Bodoh sekali. Tidak kusangka kamu bercita-cita jadi penulis. Aku setuju.”

     Wajah Hibari langsung memerah, lalu dia membentak keras.

     “Kalian, pasti kalian sedang mengejekku, kan!?”

     Memang, begitulah kenyataannya.

     Sakura, yang merasa muak dengan percakapan yang tidak ada isinya sama sekali, berkata.

     “Jadi, apa intinya? Sejauh ini, satu-satunya informasi yang kudapat adalah bahwa Inuzuka-kun ini menyenangkan untuk diejek.”

     “Ahaha, kamu ini ada-ada saja, ya.”

     Hidekazu berpikir sejenak…

     “Saat baru masuk sekolah, Hibari dan Kureha-chan sekelas, dan…”

     “Kureha-chan? Kamu terdengar sangat akrab. Apa kamu sama saja dengan playboy ini?”

     “Aku tidak sama. Rumahku dengan Kureha-chan bertetangga. Kami hanya saling kenal sejak kecil. Yah, berkat itu aku jadi kenal Hibari.”

     “Berkat?”

     “...Gara-gara, sih.”

     Keduanya melirik Hibari sekilas, dan lelaki itu langsung memerah lagi lalu membentak keras.

     “Jangan koreksi ucapanmu!”

     Padahal dia sendiri yang memancing situasi itu, Sakura justru berkata dengan nada jengkel.

     “Orang ini, apa tenggorokannya tidak sakit karena selalu berteriak?”

     “Kalau begitu, jangan membuatku berteriak!?”

     Hidekazu tertawa.

     “Keluarga Hibari semuanya berbadan kuat. Sebegini saja tidak akan memengaruhinya sama sekali.”

     “Tetap saja, itu bukan alasan untuk menjadikan orang lain mainan!?”

     Di tengah suasana yang sepertinya tidak akan membuat mereka maju sama sekali, Yataro menghela napas dan mulai bercerita.

     “Nah, begini, deh. Saat baru masuk sekolah, ada kejadian yang sangat sial dan...”

***

     Kilasan Balik.

     Ini terjadi setahun yang lalu.

     Tepatnya, setelah upacara penerimaan siswa baru.

     Di pelajaran homeroom pertama.

     Hibari yang sudah duduk di bangkunya, merasa muak dengan teman-teman sekelas yang sudah asyik mengobrol.

     (Dasar bodoh. Anak SMA memang cuma begini, ya)

     Hibari memang amat sangat cerdas. 

     Dididik secara menyeluruh oleh sang Kaisar, Inuzuka Gorozaemon, tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya, tidak hanya dalam pelajaran, tetapi juga dalam bidang olahraga dan lainnya.

     Tentu saja, dia lulus ujian masuk dengan nilai tertinggi, bahkan menjawab semua pertanyaan dengan benar. 

     Sebagai anak kedua dari Keluarga Inuzuka yang terkenal, dia pun telah mendapatkan kepercayaan besar dari pihak sekolah.

     Bersama kakaknya, Ame, dia kelak akan mengabdikan diri untuk sebuah misi agung. 

     Oleh karena itulah, dia menjadi terlalu dewasa.

     Dia menilai teman-teman sekelasnya seperti seorang dewasa melihat anak-anak.

     (Perkataan Kakek tentang hal-hal tak tergantikan di SMA ternyata tidak bisa diandalkan)

     Hibari yang begitu sempurna.

     Ancaman yang mampu membuatnya berada dalam krisis besar pun muncul di hadapannya.

     “Kamu, Inuzuka-kun, ya~?”

     Mendengar suara gadis itu, Hibari menoleh dengan ekspresi terganggu.

     (Apa lagi ini? Gadis bodoh lain yang mengincar nama Keluarga Inuzuka seperti ngengat—Eh?)

     Melihat sosok gadis itu, Hibari tersentak kaget.

     Rambutnya yang indah dengan semburat kemerahan terlihat sangat mencolok.

     Rasanya seolah dia baru saja bertemu dewi yang turun ke bumi, dan waktu pun terhenti.

     “Kamu… dewi?”

     “Eh?”

     Dia adalah Enomoto Kureha. 

     Seorang gadis yang ceria, cerah, dan yang terpenting, amat sangat cantik.

     Kehidupan SMA Hibari setelah itu dihantam ketakutan yang luar biasa. 

     Saat berada di hadapannya, pikirannya menjadi kacau, tubuhnya kehilangan kendali, dan hatinya terasa melayang.

     Inuzuka Hibari, lima belas tahun.

     Nama dari ancaman itu adalah—cinta pertama!

***

     “Terlalu panjang.”

     Sakura langsung memangkasnya dengan tegas.

     “Selain panjang, ceritamu juga tidak jelas, dan kamu melebih-lebihkannya, kan?”

     Yataro memanyunkan bibirnya dengan kesal.

     “Eh? Padahal sudah cukup bagus, kan?”

     “Itu novel murahan mana? Memangnya di zaman sekarang ada orang yang memanggil teman sekelasnya ‘dewi’ begitu?”

     “Itu wajar di light novel, tahu!”

     “Aku bilang, jangan bawa unsur fiksi ke dunia nyata!”

     Setelah pertengkaran yang biasa mereka lakukan, Sakura menoleh ke arah Hidekazu.

     “Bersamanya, masalah ini tidak akan selesai. Makishima-kun, tolong jelaskan.”

     “Aku? Hmm… Aku tidak keberatan, tapi aku tidak yakin bisa membuatnya terdengar menyenangkan.”

     “Yang dibutuhkan itu objektivitas. Tenang saja, tempat ini bukan panggung pameran novel buatan sendiri yang murahan.”

     “Kalau begitu…”

***

     Setelah masuk sekolah.

     Hibari dan Kureha sekelas, bahkan duduk bersebelahan, sehingga secara alami mereka sering mengobrol.

     Jujur saja, kesan pertama mereka satu sama lain tidaklah buruk.

     Terutama Kureha, tipe pria idealnya adalah "orang pintar~☆" sehingga dia ternyata sudah mengenal Hibari bahkan sebelum upacara penerimaan siswa baru.

     Selain itu, Hibari juga memiliki wajah yang tampan.

     Ditambah lagi, karena keluarganya sangat peduli akan penampilan, dia pun secara alami menjaga kerapian dan kebersihan diri, sehingga saat upacara penerimaan siswa baru, dia menjadi pusat perhatian para siswi.

     Lalu, sikapnya sehari-hari.

     Raut wajah kesepian yang mengesankan sosok penyendiri dan sulit didekati.

     Oleh teman-teman sekelas perempuan yang cukup gampang terpesona, dia diperlakukan layaknya "pangeran dari balik jendela".

     Dan, ternyata Kureha juga termasuk salah satu dari gadis-gadis gampang terpikat itu.

     Dengan keceriaan alaminya, Kureha pun sering kali menyapa Hibari.

     “Aku, Enomoto Kureha. Senang bertemu denganmu~♪”

     “...Ah, ya. Senang bertemu denganmu juga.”

     Meski balasannya terkesan singkat, Hibari diam-diam sudah mulai terpesona dengan teman sebangkunya itu—

***

     Sakura berkata dengan nada tertarik.

     “Ooh. Tapi kenapa dia jadi begitu?”

     “Ahaha, nah… dari sini, kita masuk ke pasal ‘kejahatan pubertas’ Hibari.”

     “Maksudmu?”

     Hidekazu menjelaskan dengan ekspresi sulit.

     “Alasan Hibari bersikap angkuh bukanlah karena dia memiliki aura pangeran, melainkan karena dia meremehkan teman-teman sekelasnya. Dan hal itu perlahan mulai terlihat dalam kehidupan sehari-harinya.”

     “Parah sekali. Mengingatnya, dia pasti pernah mengomentari keramaian para siswi yang membicarakan kosmetik atau aktor, ‘Mereka seperti ngengat yang mengerumuni mesin penjual otomatis,’ begitu, kan?”

     “Hmm… Kamu menebaknya seperti sudah melihatnya sendiri, ya.”

     Yataro tertawa sambil menyela.

     “Dalam hal itu, Sakura juga sama saja. Tanpa diduga, mungkin kalian berdua bisa akrab, tahu?”

     “Aku ulangi, kamu tidak lupa, kan, kalau aku punya hak untuk mengakhiri kehidupan sekolahmu?”

     “S-Sakura berbeda dengan Hibari! Dia wanita yang tahu diri! Hibari itu tidak akan puas kalau tidak mengucapkannya! Benar-benar seperti anak kecil!”

     Melihat sikapnya yang berbalik 180 derajat dengan memukau, Sakura mengangguk puas.

     “Bagus.”

     “Tidak! Kamu puas dengan itu!? Kamu hanya mempermainkanku saja, kan!?”

     Mengabaikan Hibari yang tidak bisa menahan diri untuk menyela, Sakura mendorong Hidekazu untuk melanjutkan.

     “Jadi, kenapa akhirnya jadi separah itu?”

     “Itu karena…”

***

     Sekitar satu bulan setelah masuk sekolah.

     Selama itu… suasana aneh nan tegang terasa di antara Hibari dan Kureha.

     “...E-ehmm.”

     Sasaki, guru matematika, merasa kebingungan. 

     Sebagai guru baru yang sebulan lalu dengan semangatnya berkata, “Aku juga siswa kelas satu sama seperti kalian semua!” dia kini merasa sedikit cemas akan profesinya.

     Di tengah suasana yang sangat tegang—dia pun bertanya pada sumbernya.

     “Inuzuka-kun. Kenapa kamu menatap tajam Enomoto-san?”

     Hibari tersentak kaget, lalu langsung memperbaiki posisi duduknya, sebelum kemudian dengan terburu-buru menaikkan nada bicaranya kepada Sasaki.

     “Hah!? Saya, menatap wanita ini!? Tuduhan tanpa dasar seperti itu, apa maksud Anda!?”

     “Tidak, kamu tadi menatapnya, kan?”

     “Tidak benar! Saya tidak pernah berpikir, ‘Rupanya bulu mata wanita ini lebih panjang dari dugaanku,’ atau semacamnya! Jika Anda terus menuduh, saya juga akan memberikan respons yang sepadan!”

     “Dia menyangkalnya dengan sangat detail, ya…” 

     Sasaki pun berpikir. 

     Betapa merepotkannya murid yang menjadi tanggung jawabnya ini.

     Namun, dia adalah guru baru. 

     Berbekal semangat muda dan tekad kuat, dia berusaha menjalin kedekatan dengan para muridnya.

     “Ahaha. Seberapa pun kamu menyukai Enomoto-san, kalau terus menatapnya dengan tajam, kamu akan dibenci, tahu~?”

     Dia mencoba mencairkan suasana dengan sedikit lelucon.

     Namun, kecerdikan dangkal yang minim pengalaman itu langsung berubah menjadi penyesalan di detik berikutnya.

     “────────!!”

     “...!?!?!?”

     Itu adalah aura membunuh. 

     Rasa tertekan yang seakan-akan sedang ditatap tajam oleh seekor predator besar membuat Sasaki hampir saja ngompol ketakutan.

     'Dengar. Aku. Tidak. Menyukai. Wanita. Ini. Sama. Sekali.'

     “I-iya…”

     Sementara ancaman tanpa suara itu berlangsung, para teman sekelasnya serempak memasang tanda tanya di atas kepala mereka, seolah bertanya-tanya.

     Begitu pula Kureha, dia menatap heran pada Hibari, yang duduk di sebelahnya dengan aura menakutkan.

     Saat matanya tak sengaja bertemu dengan Kureha, Hibari langsung membuang muka dengan tergesa-gesa.

     Wajahnya sudah memerah, dan jantungnya berdebar kencang tak karuan.

     (Sial! Kenapa pikiranku sangat kacau begini!?)

***

     Sakura berkata dengan jengkel.

     “Kenapa kamu menolak sekeras itu?”

     “Karena itu adalah cinta pertama Hibari.”

     “Oh, begitu. Berarti pandangan cintanya masih di tingkat anak SD, ya.”

     Ringkasan itu membuat Hibari membentak keras.

     “Dasar, kamu berbicara semaumu!”

     “Itu karena kamu yang bersikap aneh, makanya jadi merepotkan, tahu! Sadar diri sedikit kalau sudah menyusahkan orang lain!”

     Hibari menggertakkan giginya kesal.

     Saat itu, Yataro berkata.

     “Ditambah lagi, itu cinta pada pandangan pertama, kan? Fakta bahwa dia memilih berdasarkan penampilan, meskipun tidak sengaja, sepertinya tidak bisa diterima oleh harga dirinya, ya.”

     “Cowok yang lagi puber memang merepotkan, ya.”

     “Memang benar.”

     “Eh, kamu juga sama saja.”

     Hidekazu tertawa seraya melanjutkan ceritanya.

     “Cinta pertama yang canggung itu mulai membawa dampak buruk sekitar tiga bulan kemudian.”

***

     Tepat sebelum liburan musim panas.

     Para murid baru mulai terbiasa dengan kehidupan sekolah dan saatnya untuk menikmati masa muda mereka. 

     Saat itulah, wali kelas mereka mulai berbicara.

     “Kalian masih kelas satu SMA… mungkin belum terasa, tapi penting bagi kalian untuk mulai memikirkan masa depan dari sekarang.”

     Tentu saja, itu hanyalah kalimat klise yang biasa diucapkan oleh para guru.

     Kebanyakan murid akan memberikan reaksi acuh tak acuh seperti, “Belum tahu, ah,” atau, “Terlalu cepat!”

     Namun, ada juga beberapa murid yang tergerak oleh ucapan itu.

     Kureha yang berhati tulus, misalnya, mulai mengobrol hangat dengan temannya.

     “Kureha, kamu punya cita-cita untuk masa depan, tidak?”

     “Hehe. Aku, ya~…”

     Dan Kureha.

     Dengan dada yang membusung tak wajar untuk siswi kelas satu SMA, dia menjawab dengan penuh percaya diri.

     “Setelah lulus SMA nanti, aku akan pergi ke Tokyo dan menjadi model terkenal~☆”

     Pengakuan yang cukup berani itu membuat teman-teman sekelasnya heboh.

     “Oh, Kureha tertarik dengan model, ya?”

     “Benar juga, kamu hafal sekali dengan majalah mode.”

     “Kamu memang cantik, sih. Jangan-jangan kita akan punya selebritas di kelas?”

     “Bagaimana kalau kita minta tanda tangan sekarang~?”

     Mereka terus mengobrol dengan riang dan heboh.

     Di saat yang sama, Hibari melirik teman-teman sekelasnya dari sudut matanya.

     “…”

     Mendengar pengakuan Kureha yang tak disangka-sangka, Hibari gemetar hebat.

     Inilah saatnya cinta pertama yang terlalu canggung dan telah terpendam selama tiga bulan, akhirnya meledak.

     “Omong kosong. Berhentilah bermimpi.”

     —Dengan cara yang salah.

     Selama ini, ucapan kasar Hibari memang sering menimbulkan kegemparan di kelas. 

     Tanpa sedikit pun penyesalan, kini di momen penting seperti ini, dia kembali melakukan blunder besar.

     “Cih. Model terkenal? Apa kamu waras memikirkan rencana hidup sekhayal itu di usia SMA?”

     Dengan wajah terkejut, teman-teman sekelasnya menoleh ke arahnya, namun Hibari terus bicara.

     “Lagi pula, mana mungkin kamu bisa menjadi model terkenal. Apa kamu tahu betapa ketatnya persaingan di dunia itu? Seseorang yang bermimpi sekhayal ini di usiamu, tidak akan pernah bisa menjadi model terkenal.”

     Kureha yang biasanya berhati lembut pun, kini dengan segenap tenaga membalasnya.

     “A-aku pasti bisa!”

     “Tidak mungkin. Lagipula, meski kamu bilang mau jadi model, bagaimana kamu bisa mendapat pengalaman di desa seperti ini? Jangan-jangan kamu pikir kamu bisa menjalani kehidupan SMA dengan santai, lalu setelah pindah ke Tokyo bisa langsung sukses?”

     “Itu… dari SNS atau semacamnya…”

     “Kalau berpikir cukup dengan rajin mengunggah foto selfie di SNS saja bisa menambah pengalaman. Kamu sungguh naif. Orang sembrono sepertimu, aku rasa mustahil bisa meraih sukses besar di Tokyo.”

     “────────!!”

     Anehnya, Hibari justru mulai menikmatinya. 

     Lantaran jarang mengobrol dengan Kureha, dia jadi tidak bisa mengendalikan lidahnya. 

     Ini adalah fenomena yang terjadi pada anak laki-laki SD, yaitu senang menggoda gadis yang ia sukai demi mendapatkan respons.

     Namun, Hibari tidak tahu.

     Komunikasi semacam itu… memang bisa menarik perhatian lawan bicara, tapi itu hanyalah teknik yang digunakan oleh mereka yang sudah ahli dalam berkomunikasi.

     Jika dilakukan oleh seorang profesional, bisa jadi mereka memanfaatkan efek bumerang dari rasa suka itu untuk membalikkan keadaan… dan berhasil.

     Namun, jika seorang amatir yang melakukannya, itu hanya akan menyakiti lawan bicara.

     Dan Hibari—dalam hal hubungan dengan wanita—adalah amatir total.

     “Hahaha. Sama sekali tidak masuk akal. Dengan pemahaman serendah itu, kamu bilang mau jadi model terkenal, hah…?”

     Hibari akhirnya menyadari suasana di sekitarnya. 

     Semua teman sekelasnya serempak memasang ekspresi “aduh…”, sementara para siswi menatapnya dengan permusuhan yang sangat serius.

     Dan Kureha—

     Di mata indahnya, air mata membasahi pipi, lalu dia berteriak dengan suara bergetar.

     “Hibari-kun, aku benci kamu!!”

     —Sebuah kejutan, bagaikan petir yang menyambar tepat di kepala Hibari, mengguncang dirinya.

***

Akhirnya Sakura mengerti alurnya, dia pun berkata dengan wajah jijik.

     “Jadi kamu tidak bisa bicara dengannya sama sekali, dan untuk memperbaiki (?) hubungan, kamu sampai repot-repot membuat klub drama? Dasar menjijikkan… tapi tekadnya lumayan juga.”

     “Hei! Tadi kamu mau bilang apa!?”

     “Aku akan memberitahumu satu hal baik. Menguntit itu adalah tindakan kejahatan, tahu?”

     “Aku tahu itu!? Kenapa kamu sengaja mengatakannya!?”

     Paling tidak, jelas bahwa dia benar-benar buta arah dalam hal berusaha.

     “Ngomong-ngomong, kenapa kamu mengatakan hal bodoh itu? Kalau saja tidak ada ucapan itu, hubunganmu tidak akan serumit ini, kan?”

     “A-aku tidak bisa berbuat apa-apa! Wanita yang sama sekali tidak waspada itu mengunggah foto selfie di SNS, kamu tidak tahu bahaya apa yang ada di luar sana!”

     “Kalau begitu, kenapa tidak jujur saja, sih…”

     “A-aku… niatnya memang mau bilang begitu!”

     Saat Sakura menoleh, Hidekazu yang sepertinya memang melihat kejadian itu, menggelengkan kepala.

     Putusan.

     “Sepertinya dia tidak mengatakannya.”

     “Tidak…!?”

     Hibari jatuh berlutut dalam keputusasaan. 

     Sepertinya dia benar-benar mengira kalau yang dia katakan itu demi mengkhawatirkan Kureha. 

     “Astaga, apa kamu punya penyakit yang membuatmu mati kalau tidak menambahkan ucapan tidak penting?”

     Ketika Sakura menghela napas, Yataro tertawa, “Ahaha.”

     “Kamu sendiri juga sama, Sakura.”

     Setelah ditatap tajam, Yataro berkata, “Ops,” sambil menutup mulutnya.

     “Pokoknya,” kata Sakura sambil melipat kedua tangan di dada.

     “Baiklah, belum terlambat kok. Inuzuka-kun, bersikaplah jujur.”

     Pernyataan itu membuat Yataro terkesan.

     “Ooh. Itu kata-kata yang tidak seperti Sakura, begitu positif.”

     “Kalau cuma perempuan, di luar sana masih banyak.”

     “Jadi kamu menyuruhnya untuk menyerah begitu saja!?”

     “Tidak, mana mungkin bisa berbalik dari sini. Dia bukan playboy sepertimu.”

     Saat itu, Sakura mendapat sebuah ide cemerlang, lalu menjentikkan jarinya, “Pat.”

     “Hei, Playboy. Kamu goda dulu Enomoto Kureha, lalu buang dia setelah sukses, dan saat dia sedang patah hati…”

     “Astaga, kamu benar-benar tidak lebih baik dari Hibari…”

     Kali ini, Yataro yang merasa jijik.

     “Padahal itu ide bagus…” ucap Sakura sambil cemberut, lalu melanjutkan.

     “Atau, biarkan saja dia melakukan apa pun yang dia mau dengan SNS atau semacamnya. Memang ada sisi berbahaya dari memajang wajah, tapi sekarang ini, justru jarang ada model yang tidak punya SNS. Apa kamu perlu bersikap seprotektif itu?”

     Sambil mengepalkan tangannya, Hibari berteriak dengan mata membelalak.

     “Kalau seluruh dunia menyadari betapa imutnya Enomoto Kureha, dia akan benar-benar terbang dan meninggalkanku, kan!?”

     “Sudah, bubar! Bubar! Aku tidak bisa melanjutkan ini lagi!”

     Mengapa dia harus mendengarkan omong kosong seperti ini? 

     Sakura benar-benar ingin pulang. 

     Kalau begini, lebih baik dia bekerja paruh waktu di rumah.

     “Biarkan saja dia terbang. Kalau dia tidak kembali padamu, itu berarti kamu hanya lelaki yang sebatas itu.”

     “Bagaimana bisa kamu begitu mudah mengatakan hal yang menyakiti orang lain, hah!?”

     “Maaf, ya. Aku adalah orang jujur yang tidak bisa berbohong.”

     “Yataro! Apa-apaan ini, meminta kerja sama pada wanita seperti dia!?”

     Namun, Yataro menjawab dengan wajah tenang.

     “Kamu benci dengan orang-orang yang biasa bergaul denganku, kan? Makanya aku meminta bantuan Sakura.”

     “Uhuk. Yah… itu benar, tapi…”

     Ini adalah dilema neraka: menjadi bahan lelucon para sosialita atau dihina oleh Sakura.

     “Lagipula, yang aku setujui kan hanya merevisi naskahmu? Aku tidak punya kewajiban untuk membantumu merekrut anggota klub drama.”

     “Ayolah, jangan begitu. Kita kan teman, ya?”

     “Wajahmu yang seolah menganggapnya wajar itu, benar-benar menyebalkan…”

     Namun, apa yang dikatakan Sakura ada benarnya. 

     Dia berada di sini hanya sebagai alasan untuk melimpahkan pekerjaan paruh waktunya kepada kakak-kakaknya.

     “Tapi kalau kamu berhasil mengajak Kureha, aku akan minta Momoe dan yang lain untuk mengizinkanmu libur kapan pun, tahu?”

     “…”

     Benar juga, mereka memang sudah membuat janji seperti itu. 

     Sakura menimbang-nimbang imbalan dan jerih payahnya… lalu menghela napas panjang.

     “Baiklah. Untuk sekarang, mari kita lakukan semampu kita.”

     “Yay! Seperti yang diharapkan dari Sakura!”

     Sakura mendengus melihat tingkahnya.

     “Besok, aku akan memikirkan rencana.”

***

     Saat Sakura pulang, kakak-kakaknya kebetulan sedang berada di rumah. 

     Lebih tepatnya… begitu dia pulang, mereka langsung menyambutnya di pintu masuk. Itu sungguh tidak biasa.

     “Sakura-chan, selamat datang~!”

     “Hehe. Kamu pulang cukup cepat.”

     Sakura menatap kakak-kakaknya yang terlihat aneh karena sangat bersemangat itu dengan tatapan dingin.

     “...Kakak-kakak. Apa kalian sudah membantu di minimarket?”

     Momoe, anak sulung, membusungkan pipinya dengan sikap dibuat-buat.

     “Astaga~, jangan curiga pada kakakmu dong. Hari ini kuliah hanya sampai siang, jadi kami sudah bekerja sejak sore.”

     “Hehe. Memang benar-benar pemalas sejati.”

     Lebih tepatnya, itu karena kebiasaan mereka sehari-hari.

     “Ngomong-ngomong, di mana Yataro-kun?”

     “Bukankah kamu pulang bersamanya, Sakura?”

     Mereka berdua mencari-cari cowok tampan yang lebih muda dengan hati gembira. 

     Sakura menjawab dengan nada jengah.

     “Dia tidak ada. Lagipula, apa yang kalian harapkan?”

     “Eh~! Jadi, tidak ada imbalan karena kami sudah menggantikan jadwal shift-mu?!”

     “Kalau begitu, di mana imbalan karena aku sudah sering menggantikan jadwal shift kalian selama ini?”

     “Itu tidak benar~! Kita sudah berjanji akan kencan buta dengan teman-teman Yataro-kun yang tampan, kan?!”

     “Tidak ada. Berhenti memalsukan kenangan seenak jidat kalian.”

     Melihat kakak-kakaknya yang sudah benar-benar dibuat luluh, Sakura menghela napas.

     “Aku mau belajar di kamar. Kalian juga, jangan terlalu sering cari cowok, ya.”

     Begitu dia hendak menaiki tangga, sesosok tubuh mungil melompat keluar dari ruang keluarga. 

     Itu adalah Yuu kecil.

     Hari itu, dia memegang pistol mainan (sebutan dari Sakura) dari seri Super Sentai yang sedang dia gandrungi, dan mengawasi sekelilingnya layaknya seorang prajurit veteran.

     “Sakura-chan! Di mana laki-laki itu!?”

     “...Di sini juga ada yang merepotkan, rupanya.”

     Sakura berjongkok dan menyamakan pandangannya, lalu berkata dengan wajah yang sangat serius.

     “Yuu. Aku mau mengerjakan PR di kamar. Jadi, aku tugaskan kamu untuk menjalankan misi rahasia.”

     “Misi rahasia!”

     Mata Yuu bersinar cerah.

     Dasar anak lugu, batin Sakura sambil tersenyum licik.

     “Ada cowok playboy yang mengintai di sekitar rumah kita. Kamu harus berjaga di pintu masuk supaya dia tidak bisa masuk. Mengerti? Jangan biarkan dia masuk, bagaimanapun juga.”

     “Siap!”

     Yuu berlari menuju pintu masuk, lalu memasang kuda-kuda dengan pistolnya secara berlebihan.

     Kemungkinan, dia akan bosan dalam waktu sepuluh menit, lalu kembali ke ruang keluarga.

     “Oke, beres…”

     Tepat saat dia kembali hendak menaiki tangga…

     “Sakura-chan, kamu kejam sekali…”

     “Hehe. Tidak ada sedikit pun belas kasihan pada adik kandungnya sendiri. Kamu benar-benar wanita jahat…”

     “…”

     Mengabaikan kakak-kakaknya yang terlalu merepotkan, Sakura pun naik ke kamarnya.

     Di tengah perjalanan menuju kamar, dia memikirkan kembali cerita yang baru didengarnya di sekolah.

     (Tapi, demi gadis yang ingin menjadi model, sampai-sampai membuat klub drama, ya…)

     Sakura merasa kagum pada tindakan yang didasari perasaan tak jelas, yang bahkan belum tentu membuahkan hasil.

     (Namun, apa yang dia katakan memang cukup beralasan)

     Pada akhirnya, pengalaman seorang model adalah “berapa kali dia benar-benar dilihat oleh orang lain.” 

     Bahkan bagi Sakura yang amatir, tidak sulit membayangkan bahwa ada kemampuan yang tidak bisa dilatih di SNS, tapi hanya bisa didapat di lapangan.

     (Tapi ini merepotkan. Hanya menghadapi playboy itu saja sudah cukup… Ah, benar juga)

     Saat itu, sebuah ide cemerlang terlintas di benaknya.

     Sebuah cara yang, jika berhasil, mungkin bisa menyelesaikan masalah Yataro dan Hibari sekaligus.

     “Hehe. Hehehehehehe…”

     Ide cemerlang itu tanpa sengaja membuatnya tertawa.

     Sakura memasuki kamarnya dengan suasana hati yang sangat baik, namun…

     “Dia penyihir…”

     “Dia benar-benar penyihir…”

     “Sakura-chan, penyihir…”

     Sakura tidak pernah tahu bagaimana ekspresi ketiga saudaranya, yang mendengar tawa menakutkan itu dari lantai bawah.

***

     Keesokan harinya.

     Suasana sepulang sekolah yang kini mulai menjadi kebiasaan mereka. 

     Di ruang sains, Sakura duduk bersandar dengan pongah, layaknya seorang ratu. 

     Di hadapannya, ada Yataro, Hibari, dan Hidekazu.

     Ketiganya menunggu ucapan Sakura dengan tatapan curiga.

     “Jadi, ini akan menjadi proyek kolaborasi kalian.”

     “Maksudnya?”

     Ucapan Sakura terlalu singkat. 

     Menanggapi pertanyaan wajar dari Yataro, Sakura menyerahkan sebuah buku catatan baru.

     Di sampulnya, tertulis: Buku Catatan Naskah untuk Pertunjukan Perdana Klub Drama.

     Di halaman selanjutnya, tertulis Pemeran Utama: Inuzuka Hibari/Enomoto Kureha dan di bawahnya Naskah: Shiiba Yataro.

     Keraguan mereka semakin dalam.

     “Playboy, kamu yang bertanggung jawab atas naskah.”

     “Ha? Maksudku, itu sudah jelas sejak awal, tapi…”

     “Bukan soal klub drama.”

     Sakura tiba-tiba tersenyum penuh kemenangan.

     “Kamu akan menulis naskah yang luar biasa agar hati Enomoto Kureha berubah. Lalu, Inuzuka-kun yang akan melakukannya. Misi selesai kalau pada akhirnya kamu berhasil mengajak Enomoto Kureha.”

     “A-apa!?”

     Kali ini, yang berteriak adalah Hibari.

     “J-jangan bercanda! Hanya karena ini bukan urusanmu, kamu memperlakukannya seperti sebuah permainan…”

     Namun, mata Yataro justru berbinar.

     “Apa-apaan ini, kedengarannya seru sekali!”

     “Dasar sosialita sialan!!”

     Mendengar sanggahan Hibari, Sakura bergumam dalam hati, “Jarang-jarang kita memiliki pendapat yang sama, ya…”

     Namun, reaksi Hibari.  

     Tentu saja telah diperkirakan oleh Sakura.

     “Sejak awal, ini bukan lagi masalah pribadi Inuzuka-kun, melainkan masalah klub drama. Bukankah wajar kalau semua anggota klub bekerja sama untuk menyelesaikannya?”

     “Masuk akal. Kalau begitu, apa yang akan kamu lakukan?”

     Menanggapi pertanyaan Yataro, Sakura mengangguk.

     “Mengawasi kalian.”

     “Kamu kabur, kan!?”

     Sakura dengan cuek mengabaikan teriakan Hibari.

     “Baguslah, kan? Lagipula, kalau kamu lakukan sendiri, kamu hanya akan terus ragu-ragu dan tidak ada kemajuan. Lebih baik jadikan ini sebagai cerita kegagalan yang lucu untuk dikenang di masa depan.”

     “Jangan mulai dengan asumsi kalau kami akan gagal!”

     “Kalau begitu, apa kalian punya visi untuk berhasil?”

     “Tentu saja tidak!!”

     Sakura menghela napas panjang.

     “Kalau begitu, sudah diputuskan. Playboy, karena kamu adalah teman Inuzuka-kun, tulis naskah yang bisa membuat cintanya berbalas.”

     “Oke, akan kucoba.”

     Yang satu ini, masalahnya, hanya semangatnya saja yang sudah seperti profesional.

     Di samping keduanya yang langsung berdiskusi mengenai rencana mereka. 

     Hidekazu, yang sedari tadi tenang mengamati jalannya kejadian, berkata kepada Sakura.

     “Ini tujuannya apa?”

     “Tujuan apanya? Bukankah sudah kubilang tadi? Kalau orang seperti Inuzuka-kun ini hanya merenung dan khawatir sendirian, tidak akan ada satu milimeter pun kemajuan.”

     “Tapi meskipun begitu, aku rasa cara ini bukan cara yang benar.”

     “…”

     Sakura melirik Hidekazu. 

     Wajahnya yang tenang itu, bahkan terkesan seperti orang yang sudah berpengalaman. 

     Dia menduga bahwa Hidekazu adalah tipe orang yang menjalani hidup dengan alur waktunya sendiri.

     (…Aku tidak begitu tahu apa yang ada di pikirannya, tapi dia sepertinya tidak punya niat buruk padaku)

     Bagi Sakura, Hidekazu adalah satu-satunya orang yang paling bisa diajak bicara di antara mereka.

     “Kamu sendiri, kenapa bergabung dengan klub drama ini?”

     “Hah? Oh, soalnya, waktu Hibari tahu kalau aku adalah teman masa kecil Kureha-chan, dia mulai mendekatiku. Setelah itu, banyak hal terjadi, dan akhirnya kami menjadi teman.”

     “Jadi, dia datang untuk memastikan apakah kamu berkencan dengan Enomoto Kureha, begitu?”

     “Kalau boleh dibilang secara blak-blakan, ya begitulah. Setelah itu, Hibari mengajak Yataro, dan kadang-kadang kami berkumpul bertiga seperti ini…”

     Sambil tertawa pasrah, Hidekazu melanjutkan penjelasannya.

     “Aku ini tipe rumahan, jadi aku tidak terlalu punya pengalaman berkumpul bareng orang lain. Aku tidak tertarik pada drama, tapi ternyata cukup menyenangkan juga.”

     “…Begitu.”

     Sepertinya tidak ada kebohongan dalam perkataannya.

     Oh,jadi begitu rupanya… Sakura mengangguk.

     “Kamu. Bagaimana pendapatmu tentang naskah si playboy itu?”

     “Eh?”

     Seketika itu juga, Hidekazu tersentak dan wajahnya menegang.

     “Hahaha. Yah, bagaimana, ya… menurutku agak… menyimpang.”

     “Itu ekspresi yang sopan. Benar sekali. Kalau hal seperti itu dipublikasikan, akan terjadi masalah besar.”

     Sakura melipat kedua tangannya di dada sambil mendengus.

     “Sebuah karya fiksi memang fantasi, tapi yang menerimanya adalah manusia sungguhan. Kalau tidak disesuaikan dengan kepekaan manusia sungguhan, tidak peduli seberapa bagusnya karya itu, tidak akan bisa dipahami.”

     Matanya berkilauan.

     “Dan menurutku, Enomoto Kureha adalah ‘manusia sungguhan’ itu.”

     “────!”

     Hidekazu menelan ludah.

     “Jadi, saat Yataro menulis naskah yang bisa menggerakkan hati Kureha-chan, bakatnya akan sempurna…?”

     “Dia tidak punya bakat. Tapi setidaknya, dia tidak akan menulis sesuatu yang aneh seperti sekarang. Protagonis yang ditulis oleh playboy itu, dia bisa terbang, melompat, bahkan menahan peluru, tahu? Bagaimana bisa dia membuat komedi romantis dengan hal seperti itu?”

     “Y-ya, aku juga sebenarnya berpikir begitu…”

     Hidekazu mengangguk dengan serius.

     “Aku benar-benar meremehkanmu. Sejujurnya, ketika aku mendengar Yataro menerima bimbingan naskah darimu, aku bertanya-tanya, ‘Mengapa?’ Maaf, aku tidak tahu tentang dirimu. Tapi penjelasanmu barusan membuatku paham.”

     “Yah, bagiku sendiri, ini merepotkan karena aku ikut terseret…”

     Meskipun begitu, Sakura menunjukkan senyum sedih, seolah enggan meninggalkan momen berharga ini.

     “Sekarang, pekerjaanku juga sudah selesai, ya.”

     “Begitu ya… Eh? Tapi tunggu?”

     Pada saat itu, Hidekazu, menyadari hal yang sangat penting.

     “...Kalau naskah Yataro tidak berubah, dan Kureha-chan menolaknya, apa yang akan terjadi?”

     Tatapan matanya sangat serius. 

     Menanggapi hal itu, Sakura menjawab dengan cepat.

     “Klub drama ini didirikan untuk Enomoto Kureha, benar? Kalau dia tidak bergabung, tentu saja klub ini akan bubar, kan?”

     “A-apa!?”

     Pada akhirnya, Hidekazu sepenuhnya memahami niat Sakura. 

     Sejak awal, Sakura diminta bekerja sama agar Yataro bisa menulis naskah untuk klub drama. 

     Begitu Yataro menyelesaikan naskah ini dan memiliki kepekaan yang normal, tugasnya pun selesai.

     Jika Yataro tidak berhasil memperoleh kepekaan normal, Hibari akan ditolak, dan klub drama akan bubar.

     —Bagaimanapun hasilnya, tugas Sakura tetap akan selesai.

     “Hehe. Lakukan yang terbaik, ya.”

     “...”

     Sambil memandangi Yataro dan Hibari yang sedang berdebat dan menyusun strategi di sana, Sakura memasang senyum jahat.

     Melihat itu, Hidekazu menggumam dengan bibir yang berkedut, “Dia penyihir…”

***

     Tiga hari kemudian.

     Jumat di akhir pekan itu menjadi hari penentu. 

     Sepulang sekolah. 

     Yataro menyerahkan buku catatan dengan penuh percaya diri.

     “Bagaimana?”

     “...”

     Sakura membolak-balik isinya, lalu tersenyum lembut.

     “Yah, tidak buruk, kok.”

     “...”

     Entah mengapa, Yataro malah memasang ekspresi penuh keraguan.

     “A-apa?”

     “Yah, jarang-jarang Sakura memuji seseorang dengan setulus itu…”

     “Memangnya kamu pikir aku ini apa?”

     “Pelatih iblis?”

     “Caramu menjawab seolah-olah kita sedang bersiap untuk Inter-High, ya…”

     Sakura menghela napas.

     “Yah, ini sudah bagus untuk standar darimu. Jangan terlalu berharap.”

     “O-oh, begitu ya. Entah kenapa, aku justru merasa lega.”

     Yataro tertawa.

     Pada saat bersamaan, pintu ruang sains terbuka.

     Itu Hibari. 

     Dia berdiri dengan wajah sangat tegang, memancarkan aura tak berdaya.

     “Hei, Yataro. Apa kamu benar-benar akan pergi dengan pakaian ini?”

     Ternyata, dia mengenakan tuksedo.

     Dia terlihat begitu cocok mengenakan pakaian itu, seolah-olah dia akan pergi ke pesta mewah. 

     Wajah Sakura tampak berkedut, tapi dia segera mengembalikannya ke ekspresi datar dengan segenap kemampuannya. 

     Yataro, yang memberi instruksi itu, tertawa terbahak-bahak.

     “Gila, kamu benar-benar bersiap-siap? Keren!”

     “Hei!? Jangan-jangan, kamu hanya main-main, ya!?”

     “Tidak! Serius, ini yang terbaik.”

     “Benar, kan!? Kamu sudah sungguh-sungguh, kan!?”

     Yataro menarik Hibari yang sudah dirias, keluar dari ruang sains. 

     Rupanya, rencana itu akan segera dilaksanakan begitu saja. 

     Sakura menghela napas. 

     Dia melempar pertanyaan pada Hidekazu yang sedang tersenyum riang di sampingnya.

     “Bukankah playboy itu seharusnya populer di kalangan wanita…?”

     “Ah, itu… kamu tahu, Yataro itu cukup bersikap apa adanya, kan? Sehari-hari, dia tidak mencoba untuk menjadi populer di kalangan gadis, jadi mungkin dia tidak benar-benar tahu bagaimana rasanya merayu seorang gadis.”

     “Dasar tidak becus…”

     Tiba-tiba, Hidekazu bertanya dengan wajah serius.

     “Jadi, sebenarnya, bagaimana naskah itu?”

     “Sampah.”

     “Jawabannya lugas sekali, ya.”

     “Kalau bukan sampah, ya limbah industri. Kamu buang di tempat sampah pun, tidak akan ada yang mau mengambilnya.”

     “Jadi, naskah itu butuh penanganan khusus, ya.”

     Sayangnya, tampaknya Yataro tidak berhasil berevolusi sesuai harapan Sakura. 

     Sambil menunduk dan menghela napas, dia mencurahkan perasaannya yang tidak bisa dia luapkan.

     “...Jangan-jangan, playboy itu tidak memiliki perasaan romantis sama sekali?”

     “Yah, itu mungkin deskripsi yang cukup tepat. Yataro bilang dia dulu sering menonton anime sendirian, dan perasaannya memang berbeda dari orang-orang sepertiku.”

     “Jadi, dia menyukai hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan dirinya sendiri?”

     “Ah, bisa jadi. Baginya, baik anime maupun romansa di kehidupan nyata sama-sama fiksi, kan?”

     “Tapi dia, kan, sering bermesraan dengan para gadis yang mengitarinya?”

     Saat itu, suasana di sekitar Hidekazu berubah. 

     Tidak, senyumnya yang tenang tidak berubah. 

     Namun, entah mengapa, Sakura merasa ada sesuatu yang keruh bergejolak di balik sorot matanya yang tenang.

     “Karena nafsu dan perasaan cinta adalah dua hal yang pada dasarnya terpisah.”

     “…O-oh, begitu, ya. Begitu…”

     Merasa ada kegelapan yang mendalam di balik perkataan Hidekazu, Sakura berhenti menyelidikinya.

     (Yah, lagipula, hubungan kami akan berakhir hari ini, jadi itu tidak masalah bagiku)

     Sakura membuat kesimpulan seperti itu.

     “Tapi kamu juga, mengapa kamu setuju untuk berpartisipasi dalam hal itu?”

     “Hahaha. Aku juga punya niat untuk mendukung kisah cinta temanku, kok.”

     “Yah, bagiku sendiri, kalau aku tidak harus berurusan dengan playboy itu, aku akan baik-baik saja, apa pun yang terjadi…”

     Hidekazu juga ikut berdiri untuk bersiap-siap.

     “Baiklah. Kalau begitu, mari kita pergi dan saksikan penampilan gagah berani mereka.”

     “Aku tidak begitu tertarik…”

***

     Menurut naskah Yataro, tempat pertarungan akhir adalah di belakang gedung sekolah. 

     Seharusnya, Kureha sudah dipanggil ke sana.

     Begitu tiba, Sakura diam-diam mengamati dari balik bayangan. 

     Kureha yang telah dipanggil oleh seseorang, berdiri sendirian. 

     Wajahnya tampak sedikit tegang.

     (Mungkin dia berpikir akan ada pengakuan cinta atau semacamnya…)

     Garis besar rencana itu memang tidak salah, tapi yang menjadi produser adalah Yataro. 

     Di dalam dada Sakura, perasaan cemas yang besar dan perasaan lega—‘Yah, sudah pasti akan gagal dan klub ini akan bubar’—saling beradu.

     “Bagus kamu datang!!”

     Sebuah suara misterius tiba-tiba menggelegar.

     Begitu dia menoleh ke arah suara itu, ──.

     Yataro berdiri di sana, terbungkus dalam pakaian hitam yang misterius. 

     Dia berpose dengan merentangkan kedua tangannya, lalu berteriak seperti penjahat rendahan yang melengking.

     “Kami adalah mata-mata dari organisasi rahasia 'Partai Cinta Pertama'! Kami ingin mengumpulkan energi cinta pertama yang tersebar di dunia ini untuk membangkitkan kembali Dewa Iblis Aphrodia! Aku mencium aromanya darimu! Aroma energi cinta pertama yang segar dan manis masam! Kemarilah, jadilah fondasi untuk kebangkitan Dewa Iblis kami! Tenang saja, nyawamu tidak akan kami ambil! Gelombang cinta pertamamu akan menghilang, tapi kamu tidak akan mati! Aku bersumpah tidak akan menyentuhmu seujung jari pun! Karena aku hanya suka wanita yang lebih tua dariku, dan tidak tertarik pada gadis seusiamu! Bagaimana, ini bukan tawaran yang buruk, kan!?”

     Setelah menyelesaikan kalimatnya dalam satu tarikan napas, Yataro menghela napas puas. 

     Melihat itu… Sakura terdiam, saking tragisnya pemandangan di hadapannya.

     (Informasinya terlalu padat dan kacau…)

     Seperti yang sudah diduga, Kureha tidak bisa memahami situasi. 

     Kapasitas otaknya sudah melampaui batas, dan matanya membelalak tak percaya. 

     Setelah berkedip-kedip, dia akhirnya memanggil mata-mata jahat (lol) itu.

     “Um~…”

     Dia memiringkan kepalanya dengan bingung.

     “Kamu Shiiba-kun dari kelas 3… kan~?”

     “...!?”

     Tentu saja, dia tahu tentang Yataro.

     “K-kenapa kamu bisa tahu!?”

     Melihat Yataro yang gemetar ketakutan,

     (Tentu saja, kan dia teman sekelasmu…)

     Sakura mengulang ejekan yang sempat terlintas di benaknya saat membaca naskah itu.

     Shiiba Yataro.

     Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, dia cukup terkenal di kalangan para gadis karena popularitasnya. 

     Setidaknya, sampai-sampai wanita yang disebut “wanita kering” seperti Sakura pun tahu tentang keberadaannya. 

     Kureha, yang memiliki banyak teman, apalagi.

     Keadaan ini tidak bisa dibiarkan. 

     Dia akan dicap sebagai orang mesum yang menguntit teman sekelasnya dengan pakaian hitam. 

     Merasa berada di posisi sulit, Yataro menjentikkan jarinya.

     “K-keluarlah, saudaraku!”

     Dari balik bayangan, Hidekazu muncul, mengenakan pakaian yang sama. 

     Kemudian, dia mengucapkan dialog yang sudah mereka tentukan.

     “Kami adalah mata-mata dari organisasi rahasia 'Partai Cinta Pertama'! Kami ingin mengumpulkan energi cinta pertama yang tersebar di dunia ini untuk membangkitkan kembali Dewa Iblis Aphrodia! Aku mencium aroma energi cinta pertama yang segar dan manis masam darimu! Kemarilah, jadilah fondasi untuk kebangkitan Dewa Iblis kami! Gelombang cinta pertamamu akan menghilang, tapi kami tidak akan menyakitimu! Karena aku hanya suka gadis yang lebih muda, dan tidak tertarik pada gadis seusiamu! Ini bukan tawaran yang buruk…”

     Kureha mengerutkan keningnya dengan curiga.

     “Hideyan juga, apa yang sedang kamu lakukan…?”

     Mereka adalah teman masa kecil. 

     Sudah pasti Hidekazu akan ketahuan, tapi...

     “Hahaha! Sebenarnya, aku adalah mata-mata yang menyamar sebagai warga sipil! Energi cinta pertamamu sangat besar! Aku ditugaskan oleh organisasi untuk mengawasimu!”

     Dia melanjutkan monolognya seolah tidak terjadi apa-apa. 

     (Makishima-kun ternyata punya kemampuan berimprovisasi yang lebih baik…)

     Sakura terkesan, namun pada saat yang sama, dia merasakan kecemasan yang besar tentang apa yang akan terjadi selanjutnya.

     (Kalau identitasnya ketahuan, apa yang harus dia lakukan…?)

     Seperti yang sudah diduga, suasana menjadi kacau dan berantakan.

     Suasana saat itu sudah seperti teman-teman sekelas yang hanya bermain cosplay (meski sudah bisa diduga sejak awal…), dan tidak ada gunanya lagi melanjutkan naskah ini.

     ──Saat itu, suara orang ketiga bergema.

     “H-hentikan!”

     Sayangnya, orang yang berperan sebagai tokoh utama, yaitu Hibari, tidak bisa berimprovisasi. 

     Mengenakan tuksedo dengan topeng misterius, dia muncul dari balik bayangan.

     “Rasakan ini, dasar organisasi rahasia jahat!”

     Lalu, dia melayangkan dropkick yang indah ke arah Yataro. 

     Yataro, yang menerima tendangan sungguhan dari Hibari yang memiliki kemampuan atletik luar biasa, terpental dan menabrak gedung sekolah.

     Dia tidak peduli pada Yataro yang mengerang kesakitan, sambil memegangi rusuknya. 

     Hibari berdiri di depan Kureha seolah-olah melindunginya.

     “M-menyerah saja! Selama aku di sini, aku tidak akan membiarkanmu menyentuh Putri yang cantik ini seujung jari pun!”

     Terutama saat mengucapkan “Putri yang cantik”, suaranya terdengar sangat parau, tapi dia tetap melanjutkan naskah.

     ──Namun.

     “...Hibari-kun?”

     Tentu saja, dia langsung ketahuan. 

     Wajah Hibari memerah sampai ke telinganya.

     “A-a-apa maksudmu!? Aku adalah tuksedo elit misterius yang melawan organisasi rahasia! Enomoto Kureha! Aku tidak mengenalmu!”

     “Eh? Um…?”

     Itu sudah menjadi bencana besar.

     (Bagaimana dia akan menyelesaikan kekacauan ini…?)

     Saat Sakura merasa tertarik dengan alasan yang lain. 

     Entah mengapa, dia merasa Yataro meliriknya sekilas...

     (Sial, ini gawat…)

     Dia merasakan firasat buruk dan mencoba melarikan diri, tapi sudah terlambat. 

     Yataro menunjuk ke arah Sakura dan berteriak,

     “Wanita Eksekutif Jahat! Kumohon!!”

     Seketika, tatapan semua orang tertuju pada Sakura.

     (A-apa-apaan laki-laki itu…!)

     Sakura terpaksa ikut campur. 

     Dia sudah ketahuan… dan sempat berpikir untuk melarikan diri, namun.

     “...N-Natsume-san juga sedang apa~?”

     Dia juga tahu tentang Sakura. 

     Mereka sempat berbicara tentang ajakan bergabung beberapa hari lalu. 

     Jika demikian, melarikan diri justru akan menjadi bumerang. 

     Jika dia tidak segera menertibkan situasi ini, entah rumor macam apa yang akan menyebar nantinya.

     (Dasar makhluk ekstrovert sialan!)

     Sambil mengumpat dalam hati, Sakura melangkah maju. 

     Saat menerima berbagai tatapan dari sekitarnya, dia memelototi Yataro yang entah mengapa memberinya jempol. 

     Dia menghela napas pasrah, lalu bertepuk tangan.

     “—Terima kasih banyak telah berpartisipasi dalam pertunjukan mendadak klub drama hari ini.”

     Kemudian, dia bertepuk tangan.

     Mendengar kalimat tak terduga itu, semua orang membelalakkan mata. 

     Sakura tidak peduli, dia terus bertepuk tangan pelan.

     “Bagaimana penampilan kami? Dengan begini, klub drama bertujuan untuk menyelenggarakan pertunjukan yang mendebarkan dan original. Dan kami sedang merekrut anggota baru, jadi…”

     Tepuk, tepuk, tepuk… dia menghentikan tepuk tangannya. 

     Lalu, dia melotot tajam ke arah Hibari.

     “Sejujurnya, klub drama ini konon didirikan oleh anak anjing itu, Izunuka-kun, hanya agar kamu bisa latihan menjadi model. Kalau kamu mau, maukah kamu bergabung?”

     “A-apa…!?”

     Rahasia memalukannya terbongkar, si tuksedo elit, atau sebut saja Hibari, langsung memerah.

     “N-Natsume Sakura! Apa yang kamu katakan, Hah!?”

     “Sejak awal, kalau kamu jujur, kamu tidak perlu melakukan sandiwara konyol ini, kan? Karena sudah sampai seperti ini, hadapi saja!”

     “S-semua hal ada prosedurnya!”

     “Lancang sekali kamu, orang yang berusaha memikatnya dengan umpan klub drama bahkan tanpa meminta maaf!”

     “──!?”

     Hibari menoleh ke arah Kureha.

     “Hibari-kun, jadi itu…?”

     “…………”

     Hibari mengepalkan tangannya kuat-kuat. 

     Lalu, dia merobek topengnya dan menundukkan kepala dengan canggung.

     “Soal aku yang pernah mengejek mimpimu, aku benar-benar minta maaf!”

     Sambil menahan malu, dia melanjutkan.

     “Saat pertama kali aku mendengar mimpimu, aku sedikit iri. Aku bukanlah tipe orang yang bisa membicarakan mimpi sebesar itu. Jadi, um… karena aku orang yang sulit, yang terpikir olehku hanya hal-hal seperti ini… maukah kamu mengizinkanku mendukung mimpimu?”

     “…………”

     Kureha terdiam sejenak, seolah mencerna setiap kata itu.

     Begitu dia memahami bahwa perkataan Hibari tulus dari hatinya, sebuah senyum yang sangat cerah pun mengembang di wajahnya.

     “Sungguh~!? Wow, hebat. Terima kasih~!”

     “A-apa…!”

     Wajah Hibari semakin memerah ketika Kureha tiba-tiba meraih tangannya.

     “Aku akan bergabung dengan klub drama~♪”

     “B-benarkah!?”

     “Hmmn~! Ternyata Hibari-kun orang yang baik, yaa~.”

     “I-itu… tidak juga…”

     Melihat mereka berdua, Hidekazu ikut mengangguk.

     Di tengah suasana yang damai itu.

     (Syukurlah, tujuanku tercapai)

     Kesalahpahaman Hibari telah terselesaikan, Kureha bergabung, dan semuanya berjalan lancar.

     (Eh, tunggu…)

     Tiba-tiba, Sakura merasa telah melupakan sesuatu yang penting. 

     ...Tak lama kemudian, dia menyadari hal itu.

     “Ah!?”

     Tujuan Sakura kali ini.

     Jika naskah Yataro bisa dipahami oleh Kureha, maka tugasnya sebagai mentor akan selesai. 

     Atau, jika Hibari ditolak oleh Kureha, klub drama akan bubar.

     Dalam situasi yang seharusnya hanya menyisakan dua pilihan—hasilnya justru berakhir pada pilihan ketiga yang tak terduga.

     Perasaan Yataro tidak berubah, tetapi klub drama tetap ada.

     Jadi, artinya──.

     (S-sial, tidak mungkin aku sendiri yang… Hah!)

     Tiba-tiba, mata Sakura bertemu dengan Yataro. 

     Pria itu menyeringai, seolah-olah bisa membaca isi hati Sakura.

     (Dasar makhluk ekstrovert sialan!)

     Sakura kembali memaki dalam hatinya, entah untuk yang ke berapa kalinya.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close