Chapter 7 – Pengakuan
[Bagian 1]
Saat ini, Istirhat makan siang akhirnya tiba. Teman-teman sekelasku, yang lelah karena pelajaran barusan, menunjukkan kelegaan mereka.
Beberapa dari mereka langsung pergi ke kafetaria bersama teman-temannya sementara yang lain berkumpul di sekitar meja mereka untuk makan siang bersama. Tapi untuk penyendiri sepertiku, kadang-kadang, waktu makan siang bisa menjadi menyebalkan, terutama hari ini.
"Hm, Maehara-kun, kau tidak membawa makan siang hari ini?"
"Mmm, Ibuku hanya memberiku ini."
Aku menunjukkan kepada Ooyama-kun koin 500 yen milikku yang berkilau.
Biasanya, Ibuku akan bangun lebih awal untuk membuatkan bekal makan siang untukku, tetapi, jika dia terlalu lelah karena pekerjaannya, dia hanya akan memberiku uang seperti ini sebagai gantinya.
“Hei, Ooyama-kun, mau makan bersama?”
“Ah… Maaf, teman-temanku sudah menungguku. Jadi, aku harus pergi.”
“Oke… Selamat bersenang-senang.”
Aku tahu ini akan terjadi, tidak mungkin dia makan bersama denganku. Setelah melihatnya pergi, aku juga menjauh dari mejaku.
“Umi ~ Ayo makan siang bersama~”
“Ah, aku juga ikut ~”
Amami-san dan Nitta-san berkumpul di meja Asanagi-san. Saat makan siang, ketiganya biasanya berkumpul seperti ini.
“Ah, maaf, aku harus keluar untuk membeli sesuatu dulu, mulai tanpaku, oke?” kata Asanagi-san.
Ini jarang terjadi, dia tidak biasanya mencoba untuk memisahkan diri dari kelompoknya seperti ini.
“Eh? Tapi Umi, kamu membawa makan siangmu, kan? Apa kamu masih perlu membeli lebih banyak makanan?”
“Tidak, aku cuma mau beli sesuatu untuk diminum…”
“Kalau begitu, aku akan–”
"Ah maaf. Tapi, bisakah kamu membiarkanku pergi sendiri hari ini?"
Kejadian tidak biasa lainnya. Asanagi-san biasanya akan membawa Amami-san ikut dengannya.
Jika kau bertanya-tanya, tidak, kami tidak punya rencana untuk makan siang bersama.
“…Baiklah. Tapi, kembalilah secepat mungkin! Atau aku akan memakan makan siangmu!”
“Yuu, dendam pada makanan adalah sesuatu yang sangat menakutkan, tahu? …Yah, sebenarnya, kamu bisa memakannya jika kamu mau… Yah, aku pergi”
Setelah melambai ke arah semua orang, Asanagi-san buru-buru berjalan keluar kelas dan menabrakku.
“… Umm…”
"Halo."
Asanagi-san baru saja mengirimiku pandangan sebelum dia melewatiku dan meninggalkan kelas.
Aku memperhatikan bahwa dia menatap smartphonenya sepanjang waktu, wajahnya tampak sedikit tidak senang.
Yah, itu tidak ada hubungannya denganku, aku seharusnya tidak mengoreknya.
Meskipun saat mata kami bertemu barusan, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu padaku.
…Yah, sebaiknya aku pergi juga.
Aku memutuskan untuk mendorong masalah Asanagi-san ke belakang pikiranku dan pergi ke toko di sebelah tangga.
Toko yang terletak di dalam kafetaria itu dipadati oleh para siswa/i yang hendak membeli tiket makan siang dan roti. Mereka berbaris rapi di depan toko.
Seperti yang diharapkan, sejak aku datang ke sini nanti, makanan populer seperti sandwitch telah terjual habis. Yang tersisa hanyalah makanan ringan seperti roti manis atau roti tawar saja. Aku pergi ke kafetaria dan tidak ada kursi yang tersisa untukku.
Pada akhirnya, yang bisa kudapatkan hanyalah anpan kecil dan susu meskipun aku tidak terlalu menyukainya dan berkeliaran mencari tempat makan.
"Sekarang ... Di mana aku bisa menemukan tempat yang tenang untuk hari ini?"
Apakah aku membawa kotak makan siangku sendiri atau membeli sesuatu untuk makan siang, aku akan selalu mencari tempat yang tenang untuk makan.
Tentu saja aku bisa kembali ke kelas. Tapi, aku merasa teman sekelasku sering mengejekku setiap kali aku makan sendirian.
Jika ini adalah toko gyudon atau ramen , tidak ada yang akan peduli tentang diriku yang makan sendirian. Tapi, itu adalah ruang kelas, rasanya salah jika aku duduk di sana dan makan sendirian.
Kau mungkin mengatakan bahwa aku terlalu banyak berpikir, tetapi fakta bahwa aku selalu terlalu memikirkan hal-hal ini adalah alasan mengapa aku seorang penyendiri.
“Halaman… ramai hari ini… Baiklah, kalau begitu, ayo pergi ke sana.”
Seorang penyendiri selalu menyiapkan beberapa tempat di mana dia bisa sendirian. Seperti bangku di halaman…tepat di bawah naungan pohon, atap yang biasanya terlarang, tempat parkir guru dan tempat parkir sepeda
Ini adalah hari yang menyenangkan dan aku ingin makan di luar. Jadi, aku pergi ke tempat parkir sepeda. Ada banyak tempat teduh. Kurasa aku bisa menghabiskan waktu di sana tanpa menonjol.
“… Tolong… jadilah pacarku…!”
Aku mendengar suara anak laki-laki yang tidak kukenal datang dari kejauhan.
Aku tidak begitu mendengar apa yang orang katakan. Tapi, dia mungkin mengaku pada seseorang. Nah, adegan ini terjadi sekali atau dua kali sebulan di tempat seperti ini.
"Yosh, di sini saja.”
Aku tidak peduli apakah dia diterima atau tidak. Tapi, terlalu dekat dengan mereka bukanlah ide yang baik. Aku menyelinap dan membaur ke dalam bayangan sepeda, membuka plastik anpanku dan mulai mendengarkan pengakuan lainnya
“Ah… Um… Maaf. Aku tidak tertarik berpacaran dengan siapa pun sekarang." kata gadis itu, suaranya terdengar familiar bagiku.
Aku punya firasat bahwa orang tersebut mengaku pada Asanagi-san.
|| Previous || Next Chapter ||
5 comments