Chapter 8 – Pengakuan
[Bagian 2]
“Haa, aku menemukan sesuatu yang merepotkan…”
Aku tahu kebanyakan orang menjadikan tempat seperti ini sebagai tempat untuk pengakuan karena tidak akan ada orang yang melihatnya dah ini juga bukan hal baru. Tapi, aku tidak menyangka Asanagi akan terlibat kali ini.
Yah, aku bisa mengerti kenapa orang-orang mengaku padanya. Dia adalah gadis yang di sebut "Gadis paling cantik kedua di kelas". Tidak heran jika ada beberapa pria yang mencoba mengaku padanya.
Ngomong-ngomong, anak laki-laki itu. Dia dari kelas lain, kan? Atau mungkinkah dia Senpai?
Sejujurnya, aku tidak tertarik dengan percintaan orang lain. Aku juga tidak mengerti mengapa mereka sangat bersemangat ketika membahas percintaan orang lain, terutama kisah cinta yang ada di TV.
“Ini tidak ada hubungannya denganku."
Aku bergumam sebelum memperbaiki posisi dudukku Meskipun ini kebetulan, tidak sopan menguping pembicaraan orang lain. Lagipula, aku tidak menyukai hal seperti ini.
Aku akan berpura-pura tidak melihat mereka. Untuk jaga-jaga, jika Asanagi-san mengetahui bahwa aku ada di sini.
Ini seharusnya baik-baik saja.
"Begitu, ya. Apa kau sedang berpacaran dengan seseorang?"
“Tidak."
“Apa ada seseorang yang kau sukai?”
“Itu.. bukan itu."
Meskipun aku sudah berpura-pura untuk tidak melihat apa yang terjadi. Tapi tetap saja, aku tidak bisa tidak mendengarkan percakapan mereka.
Sial, ini sama saja seperti aku bagian dari kelompok Amami-san... Ini bukan karakterku.
"Yosh, aku harus pergi dari sini."
Rasa bersalahku lebih besar dari keingintahuanku. Jadi, aku memutuskan untuk menyelinap keluar dan pergi ke tempat lain, berharap bahwa mereka tidak menyadari keberadaanku.
Tapi, serius? Kenapa dia mengaku di tempat seperti ini? Padahal tempat ini adalah zona nyaman bagiku, kau tahu?
... Huh, kenapa kau tidak mengaku padanya sepulang sekolah?
Di tempat romantis. Kurasa itu akan jauh lebih baik, mungkin.
Aku mencoba pergi dari tempat ini tanpa mengeluarkan suara sedikitpun agar mereka tidak menyadariku. Tapi, sebelum aku bisa pergi dari sini.
“?! Kya–!”
“Eh?”
Aku menabrak seseorang yang tiba-tiba muncul entah dari mana jatuh di depanku.
Untungnya, kita hanya bersentuhan saja. Sehingga tidak menimbulkan suara keras yang memungkinkan mereka berdua mengetahui kita.
"Muu~, siapa sih yang- eh? Maehara-kun..?"
"Y-yo, Amami-san…”
"Nee, aku juga di sini lho."
"Kau juga, Nitta-san…”
Dua orang yang ada di depanku ini adalah Amami Yuu sahabat terbaik Asanagi yang mendapat julukan "Gadis paling imut pertama di kelas". Yang lainnya, Nitta-san.
Lagian, ngapain mereka berdua ada di sini? Mungkinkah mereka mengikuti Asanagi?
Seperti yang di harapkan dari Idol kelas, dia sangat peka dengan situasi seperti ini.
"Ah, benar juga. Maehara-kun, ngapain kamu di sini? Oh! Apa kamu datang ke sini untuk melihat Umi-ku~? Fufu, begitu, ya.. Tapi, kamu tidak boleh melakukan seperti ini, kau tahu~?"
“Ha? Tidak, aku tida-"
“Hehe, cuma bercanda. Kamu baru saja terlibat dengan mereka, kan? Maaf, Umi-ku sudah merepotkanmu."
Jika itu orang lain, mereka pasti memberiku tatapan mencurigakan dan bahkan menyerangku dengan beberapa pertanyaan. Tapi, Amami-san tidak melakukan hal seperti itu.
Bahkan ketika aku tidak bisa menjawab pertanyaannya dengan benar. Dia tidak memberiku tatapan jijik atau semacamnya. Sebaliknya, dia memberiku senyuman yang sama yang selalu dia perlihatkan ke semua orang di kelas.
Dirinya yang tersenyum seperti itu sangat imut. Jika ada orang yang mengatakan bahwa dia Main Heroine dari sebuah manga atau anime, aku sangat setuju dengan mereka.
“Yuu-chin, ayo pergi ke sana, kita bisa melihat mereka lebih jelas dari sana.”
“Mm! …Oke, ayo Maehara-kun. Kamu ikut dengan kami, kan?"
“Eh? Ah, tidak, aku…”
Bahkan jika ini adalah ide Amami-san. Aku masih merasa bersalah terhadap Asanagi dan aku tidak tahu harus membuat wajah seperti apa jika dia mengetahuinya. Itu sebabnya, saat ini aku akan menolaknya.
“Hei, Maehara, jangan terlalu banyak gerak. Nanti bisa ketahuan."
"Tapi.."
"Shii, shii."
Sebelum aku bisa pergi dari tempat ini, Nitta-san yang sebelumnya di belakang Amami-san tiba-tiba menarik bahuku.
“Dengar, ya. Kalau kamu banyak gerak, kita bisa ketahuan, kau tahu?"
"......."
Dia meraih bahuku lebih keras dan memaksaku untuk duduk kembali.
Aku tidak bisa membalas kata-katanya. Lagian, kalau kau tidak ingin mereka melihatmu. Kenapa kau melakukan ini sejak awal? Terlebih lagi, kenapa kau sangat bersemangat dengan hubungan percintaan orang lain?
“…Maaf, Maehara-kun. Seperti yang kamu lihat, dia sangat bersemangat tentang hal ini. Yah, aku juga tertarik sih.."
“Kau juga, Amami-san?”
“Mnm. Bagaimanapun, Umi adalah sahabat terbaikku. Itu sebabnya, sebagai sahabatnya aku akan mengawasinya dari kejauhan."
...... Serius?
Kalau dipikir-pikir, jika salah satu dari mereka memiliki pacar. Mereka pasti jarang menghabiskan waktu bersama, huh?
"Kalau kau tidak berpacaran dengan siapapun atau tidak memiliki orang yang kau suka. Bagaimana trial bersamaku? Tentu saja, kalau kau menemukan orang yang kau suka..."
"Tidak, aku tidak tertarik..."
Seperti yang kau lihat. Meskipun dia sudah di tolak, dia masih keras kepala.
Astaga, jika kau melakukan hal seperti itu. Kau hanya akan berakhir dengan dibenci olehnya, kau tahu?
“Uwah~, sepertinya anak laki-laki kali ini sangat keras kepala."
"Eh, kali ini?"
Aku tidak bisa menyembunyikan rasa terkejutku. Menanggapi keterjutanku Nitta-san menjawabku.
"Benar, berbeda dengan anak laki-laki sebelumnya. Mereka langsung menyerah."
“Btw, ini keempat kalinya Umi mendapatkan pengakuan seperti ini sejak dia masuk SMA' kan?"
“Kelima, Yuu-chin. Apa kamu lupa anak laki-laki dari sekolah lain. Itu lho.."
"Oh, benar.."
Lima kali, ya? Padahal kita baru saja masuk sekolah setengah tahun. Bukankah itu angka yang cukup tinggi?
“Luar biasa, kan? Umi sangat populer, kau tahu? Setiap kali kami pergi jalan-jalan, pasti ada saja cowok random yang mencoba mendekatinya."
"Itu karena Yuu-chin terlalu mempesona bagi mereka, bukan? Hora, kamu itu seperti Idol. Jadi, sangat sulit bagi anak laki-laki untuk mendekatimu. Itu sebabnya, mereka menyerah padamu dan sebagai gantinya mereka mengincar Umi."
Pernyataan Nitta-san benar. Alih-alih mendekati gadis seperti bunga yang tak terjangkau. Mereka memilih opsi kedua, 'gadis paling imut kedua' yang tampaknya mudah di dekati.
“Eh, benarkah? Kupikir Umi lebih mempesona dariku. Maehara-kun, bagaimana menurutmu?”
"…Eh, entahlah.."
Bagiku, Amami-san adalah yang paling mempesona dari semua gadis di kelasku. Tapi, aku tidak berpikir itu ide yang baik bagiku untuk mengatakan itu dengan keras dalam situasi ini, terutama ketika Nitta-san masih ada di sini. Sebaliknya, dia seharusnya tidak menanyakan orang luar (aku) pertanyaan seperti ini.
“Haah… Sudah kubilang kan? Aku tidak tertarik."
“Kalau begitu, setidaknya, bisakah kita mulai dari teman…”
"Bodo ah."
Asanagi mulai bosan dengan ini dan mulai pergi dari tempat itu.
Aku tahu menjadi bersemangat itu bagus, tetapi menjadi bersemangat sampai membuat seseorang tidak nyaman seperti itu tidak baik.
“Ah, sepertinya ini sudah berakhir. Ayo kembali ke kelas.”
“Nitta, tunggu… Maehara-kun, aku minta maaf karena membuatmu terlibat dalam hal aneh seperti ini.”
“…Tidak, tidak apa-apa, perlakukan aku seperti kaki tangan saja.”
Namun, aku tetap harus memberitahu Asanagi bahwa aku tidak sengaja mendengarkan ini. Lgipula, tidak baik menyembunyikan sesuatu dari temanku. Tentu saja, aku akan menyembunyikan fakta bahwa Amami-san juga bersamaku.
“Yuu-chin, apa yang kamu lakukan? Cepatlah.”
“Tunggu dulu~ Oh ya. Maehara-kun, bolehkah aku meminjam smartphonemu?”
“Eh? Ah, tentu…”
"Terima kasih."
Secara refleka aku mengeluarkan smartphoneku dan menyerahkannya pada Amami-san.
“Ami-san? Apa kamu…?"
“Umm ~ untuk jaga-jaga …”
Kemudian Amami-san mengembalikan smartphoneku.
Layar menunjukkan nomor telepon yang bukan milikku.
“Itu, nomor teleponku! Aku akan mendaftarkan nomor Maehara-kun juga. Jadi, hubungi aku nanti, oke?”
“Ah, tunggu—”
“Kalau begitu, sampai jumpa setelah makan siang! Jangan beri tahu Umi apa yang terjadi di sini, oke?”
Tanpa menungguku mengatakan sesuatu, Amami-san berlari menjauh sambil melambaikan tangannya.
"...Seperti yang diharapkan, ini berubah menjadi sesuatu yang merepotkan."
Kebanyakan anak laki-laki akan senang mendapatkan nomor telepon dari Amami-san. Tapi bagiku, ini adalah bom waktu lebih dari segalanya.
|| Previous || Next Chapter ||
5 comments