Chapter 2 - Bagian 2
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯
"Ah…..!"
Istirahat makan siang.
Saat aku hendak memakan roti yang aku beli dari toserba, aku mendengar suara datang dari lorong.
“Eh? Shimotsuki-san?”
Di sanalah dia, mulutnya menganga seolah ingin mengatakan sesuatu.
“K-Ki….K-ki, K-ki, K-ki….”
"Ikut denganku."
Dengan mengatakan itu, dia dengan cepat meninggalkan kelas dan menuju ke tempat lain.
Di sisi lain, aku melakukan apa yang diperintahkan dan menemukan Shimotsuki-san menungguku di bawah tangga. Di tangannya memegang kantong yang cukup besar untuk kotak makan siang.
.... Apakah dia mengajakku makan siang bersama...?
Tidak mengherankan bahwa ini adalah kasus dalam situasi seperti itu.
Meski begitu, Shimotsuki-san seharusnya tidak terlihat makan dengan orang sepertiku. Namun, jarak di antara kami terlalu jauh bagiku untuk berbicara dengannya.
Aku berjalan ke arahnya, berharap untuk menutup jarak di antara kami.
Tapi dia lebih jauh bergerak maju. Berkat itu, aku tidak bisa berbicara dengannya.
Sebelum aku menyadarinya, kami tiba di tujuan kami.
Kami tiba di belakang gedung sekolah, di mana tidak ada seorangpun di sana. Meski tanah dipenuhi oleh bebatuan kecil, bukan berarti tempat ini tidak nyaman untuk kau duduk.
Berbeda dengan halaman sekolah yang cerah penuh dengan siswa/i, tempat ini sangat sepi, mungkin karena berada di tempat teduh.
Di tempat yang tidak mencolok seperti ini hanya dengan kami berdua, kami mungkin bisa makan siang bersama── Saat aku memikirkan itu, aku tiba-tiba menyadari bahwa Shimotsuki-san terlihat sedikit aneh.
“……”
Dia berdiri diam untuk beberapa detik, sambil menatapku dengan tatapan gelisah di matanya.
“Um, ada apa mengajakku ke sini?”
“…. Tidak ada."
Reaksinya seperti seseorang yang kedinginan. Dirinya yang polos yang kulihat kemarin tidak terlihat. Yang kulihat hanyalah sifat dirinya yang biasa, dingin, tanpa ekspresi.
Namun, karena minimnya orang di daerah ini, rasa malunya tidak terlihat. Sebaliknya, nada suaranya halus, tidak seperti ketika aku pertama kali mendekatinya sebelumnya.
“Nakayama-kun. Aku sedikit marah.”
Suaranya dingin, di bawah nol, tanpa emosi apa pun, bergema di bagian belakang gedung sekolah yang kosong.
"Apa kamu tahu kenapa aku marah?"
Cara dia bertanya yang acuh tak acuh membuatku sedikit takut…tidak; itu membuatku sangat takut.
Tapi, wajahnya yang cantik itu membuatku takjub.
“Nakayama-kun, kita 'teman', kan?”
Aku hanya mengangguk ketika dia mengatakan itu padaku.
Tapi, memang benar.. aku dan dia sudah berteman tempo hari.
Saat aku sedang memikirkan apa yang dia katakan padaku barusan, Shimotsuki-san, kemudian menanyakan sesuatu yang tidak terduga.
“Lalu, kenapa kamu tidak mau berbicara denganku?”
…… Hmm?
Mungkin, ini alasan dia marah padaku...?
"Nee, kenapa kamu nggak mau berbicara denganku tadi? Kita teman, kan? Kamu bisa ngobrol denganku. Padahal, aku sudah lama menunggumu. Aku berharap Nakayama-kun mengibaskan ekornya seperti anak anjing dan berkata, "Selamat pagi, Shimotsuki-san!" Tapi, kamu malah mengabaikanku seperti orang asing."
Seolah-olah dia sedang berbicara dengan seorang anak kecil yang telah melakukan kesalahan.
Shimotsuki-san menegurku dengan nada tenang.
“Ngomong-ngomong, kenapa Nakayama-kun bertingkah seperti orang asing? Karena kamu anak yang baik, bisakah kamu memberitahuku?”
Oke ....
Shimotsuki-san sepertinya adalah tipe orang yang akan memberiku waktu yang tepat untuk menjelaskan diriku sendiri.
Tentu saja, aku tidak berhenti berbicara dengannya tanpa alasan.
“Shimotsuki-san, kau tahu… aku itu orangnya jarang ngobrol sama orang lain, apalagi gadis. Dan juga, kupikir akan lebih baik bagimu kalau aku tidak terlihat berbicara denganmu di depan orang lain.”
Aku tidak ingin membuatnya mencolok.
Saat aku mengatakan itu padanya, Shimotsuki-san mengerucutkan bibirnya kesal.
Gadis tanpa ekspresi itu akhirnya menunjukkan emosi setelah waktu yang lama.
“Jadi seperti itu, ya…kalau kamu benar-benar memikirkanku sejauh itu, aku tidak bisa marah, kan?”
Rupanya, kemarahannya sedikit mereda.
Bahkan jika aku tidak bisa menjelaskannya dengan cukup baik, gadis ini, dia bisa membaca niatku.
“Tapi, kau tahu? Kesepian karena tidak bisa berbicara dengan Nakayama-kun jauh lebih buruk daripada rasa takut untuk terlihat menonjol. Jadi, alangkah baiknya kalau kamu bisa berbicara denganku."
Saat dia mengatakan ini, ekspresinya secara bertahap mengendur.
Sebelumnya, dia sepertinya didominasi oleh kemarahan, tetapi begitu dia memahami niatku, dia mengendurkan pipinya, terlihat agak senang.
“Tapi, aku senang… kamu mau menjadi temanku.. Kau tahu, aku sangat khawatir.... berpikir bahwa kamu tidak menyukaiku... Jadi, aku marah dengan cara yang aneh.”
“Aku tidak tahu kalau Shimotsuki-san seperti ini saat dia marah.”
Wajahnya tanpa ekspresi, acuh tak acuh dan sedingin es.
Dia merasa tidak bisa didekati, sama seperti Shimotsuki-san pada hari itu.
Tetapi…
“A-Aku minta maaf. Aku tahu aku sedikit sulit untuk dihadapi. Aku tidak bisa mengendalikan diriku setiap kali aku berada di dekatmu, Nakayama-kun…Tapi m-meski begitu, maukah kamu menjadi temanku meski aku seperti ini? K-Kamu tidak akan membenciku, kan…?”
Shimotsuki-san hanya jujur di depanku.
Dia terlihat sesuai untuk usianya…Tidak, sedikit muda dan polos, lurus ke depan dan gadis yang cerdas adalah dia.
Tidak mungkin aku tidak menyukai Shimotsuki-san saat dia seperti itu.
“Tidak.. sebaliknya, aku senang bisa berteman baik denganmu, Shimotsuki-san.."
Sekali lagi, aku menyampaikan perasaanku.
Ketika aku mengatakan itu, Shimotsuki-san menutupi wajahnya seolah dia malu karena suatu hal.
“──Seperti yang kupikirkan, Nakayama-kun sangat lembut dan baik. Dia bahkan rela menerima keegoisanku.”
…Aku masih sedikit khawatir diperlakukan sebagai anak kecil.
Tingkah Shimotsuki-san mengingatkan pada seorang kakak perempuan, yang membuatku sedikit tersenyum.
"Nah, karena kita berteman. T-tidakkah menurutmu sedikit dingin untuk memanggil satu sama lain dengan nama belakang kita...m-mungkin kalau kita memanggil satu sama lain dengan nama depan kita, kita bisa mengenal satu sama lain lebih baik, k-kau tahu?"
Shimotsuki-san tidak lagi marah.
Dia mulai menarik-narik pakaianku seolah dia ingin dimanja.
“N-Nee, Nakayama-kun. B-Bagaimana kalau kita memanggil satu sama lain dengan nama depan kita? K-Kurasa itu ide yang bagus untuk memperdalam hubungan kita.."
“N-Nama depan… ya.”
Aku berhenti sejenak. Menguatkan tekadku untuk memanggilnya dengan nama depannya. Lalu ....
“Shiho.”
"..... Ugh! N-Nggak jadi deh."
Tapi, entah kenapa ditolak.
Kaulah yang memintanya, kan?
“Y-Yah, mungkin masih terlalu cepat bagi kita melakukan itu..., heh-heh…wajahku mulai sedikit panas.”
Kulit putihnya yang mulus bersinar merah vermillion.
“Mari kita tunggu sedikit lebih lama sebelum kita saling memanggil dengan nama depan kita, oke? Setelah aku sedikit tenang..?”
Shimotsuki-san tampaknya mudah malu jika seseorang memanggilnya dengan nama depannya.
Kurasa dia gadis yang polos.
Hmm…. tidak.
Dia tersipu
◆.
“Kalau begitu, ayo kita makan. Aku sudah lapar.."
Mungkin mengingat dia lapar setelah merasa segar, Shimotsuki-san mengeluarkan kotak bento lucu dari tas yang dibawanya.
"Hmm? Nakayama-kun hanya makan roti untuk makan siang? Apalagi roti melon bukan untuk makan siang. Ini untuk pencuci mulut.”
"Yah, aku selalu makan roti melon ini untuk makan siangku."
"Itu tidak baik bagi tubuhmu, kau tahu? Kalau temanku, Nakayama-kun sakit karena makan makanan yang kurang bergizi, aku akan sedih. Jadi, mulai besok... kamu harus makan dengan benar, oke?"
Shimotsuki-san duduk tepat di sebelahku.
Jarak antara kami hampir nol. Bohong kalau aku bilang aku tidak bingung saat melihat Shimotsuki-san bersandar begitu dekat denganku sampai paha kami bersentuhan.
“Lihat ini, Nakayama-kun! Bukankah kotak bento yang dibuat Ibuku untukku terlihat lezat?”
Tapi, Shimotsuki-san sepertinya menikmati dirinya sendiri.
Akulah satu-satunya yang menyadarinya. Namun, Shimotsuki-san bersikap biasa saja, seperti tidak ada yang salah sama sekali.
Aku mencoba untuk tetap tenang dan melanjutkan percakapan.
“U-Uhm, ya, itu pasti terlihat…luar biasa. Seperti yang kau katakan. Itu kelihatannya enak banget."
Melihat kotak bento yang dipegang Shimotsuki-san, aku bisa melihat ada hamburger, bacon dan sosis berbentuk gurita, semuanya berjajar rapi. Itu juga kecokelatan yang indah. Jadi, kau bisa melihat sekilas bahwa ini bukan makanan yang di jual di toserba.
Lebih jauh lagi, nilai gizi dari hidangan tersebut telah dipikirkan dengan baik, dengan menyertakan sayuran hijau dan kuning, seperti kacang polong dan paprika.
Itu adalah bento yang menunjukkan banyak perhatian, waktu dan cinta.
“Aku suka daging. JadI, Ibuku selalu membuatkanku lebih banyak……Ah, apa kamu mau mencobanya, Nakayama-kun?”
"Tidak, itu punyamu ...."
"Hmm? Apa yang kamu katakan? Apa kamu mengatakan bahwa 'kamu' tidak boleh masakan Ibuku? Aku tidak akan pernah menerima itu!”
Kemudian, Shimotsuki-san mengangkat steak hamburger utuh dan mengulurkannya ke mulutku.
“Ini, makanlah. 'Ahn'…"
......Nah, sekarang, aku dalam masalah.
Apa yang harus kulakukan?
Terlepas dari seberapa dekat kita sebagai teman, bukankah ini terlalu dekat?
Aku ingin tahu apakah ini dianggap normal bagi 'teman' Shimotsuki-san.
Kalau iya.. Jika aku menolaknya, mungkin aku akan menyakiti perasaan Shimotsuki-san.
Saat aku memikirkannya, aku tidak bisa menahan rasa malu, tetapi aku tidak merasa ingin menolaknya karena suatu alasan.
"Nakayama-kun, cepat!"
Ujung sumpitnya bergetar seolah-olah ujung jarinya tidak bisa menahan berat hamburger.
Kurasa aku tidak bisa membuatnya menunggu lebih lama lagi.
.... Aku juga anak SMA normal.
Aku sangat senang, tetapi aku berhati-hati untuk tidak menunjukkannya di wajahku saat aku menggigit hamburger yang ditawarkan kepadaku.
"Bagaimana? Enak, kan?”
"Ya, ini enak sekali .."
Rasanya enak── menurutku.
Tidak, sejujurnya, aku terlalu gugup untuk mengetahuinya dengan pasti.
Pertama-tama, ini adalah pertama kalinya seorang gadis melakukan ini untukku. Aku punya hubungan dekat dengan Azusa, Kirari, Yuzuki. Tapi, aku tidak ingat pernah melakukan sesuatu seperti ini dengan mereka bertiga.
"Yah, sudah kuduga.. masakan buatan Ibumu sangat enak."
Senatural mungkin, aku mengungkapkan apa yang kupikirkan.
Kalau dia tahu bahwa aku gugup dengan satu atau lain cara, dia akan berpikir aku menyeramkan ... dengan kecemasan seperti itu di benakku, aku akan mencoba yang terbaik untuk menyembunyikannya.
Tapi, ternyata dia melihat niatku.
"Ara? Nakayama-kun. Kenapa kamu terlihat begitu gugup? Oh! Mungkinkah, kamu senang disuapi makan olehku~?"
Shimotsuki-san tersenyum nakal.
"T-Tidak.. mana mungkin aku gugup, kan?"
Aku mencoba berpura-pura bodoh. Tapi, sepertinya tidak ada gunanya melakukan itu didepan Shimotsuki-san.
"Apa kamu lupa? Aku memiliki pendengaran yang baik. Jadi, aku sadar bahwa jantung Nakayama-kun berdebar cukup kencang sekarang."
……Sial, aku lupa.
Ngomong-ngomong, Shimotsuki-san memiliki pendengaran yang sangat baik.
“Muu, Nakayama-kun. Kalau kamu merasa seperti itu. Aku juga malu, tahu.."
Shimotsuki-san berbisik malu-malu sambil menepuk pundakku.
"Ah~. Sangat memalukan!!!”
Mungkin semua ejekan itu hanya kedok yang dia buat?
Shimotsuki-san sepertinya tidak terlalu terbiasa dengan lawan jenis, mengingat betapa merah wajahnya.
“Tapi, yah .... aku selalu ingin melakukan sesuatu seperti ini. Jadi, aku senang bisa mengalami ini.”
Dia juga tampak bersenang-senang dan anehnya, aku bahkan tidak merasa seburuk itu.
“…Akan lebih baik kalau kau bisa sedikit lebih mudah padaku.”
“Aku tidak bisa melakukan itu. Lagipula, ada begitu banyak hal yang ingin kulakukan ketika aku punya teman. Nakayama-kun mau membantuku, kan?”
Kemudian, Shimotsuki-san mulai memakan makan siangnya dengan penuh semangat seolah menyembunyikan wajahnya yang merah cerah.
Dia memiliki mulut yang kecil, tetapi cara dia makan dengan pipi yang membusung membuatnya terlihat sangat mirip tupai.
Mau tak mau aku mengendurkan pipiku saat melihatnya seperti itu.
Ah, aku tersenyum lagi.
Setiap kali aku bersama Shimotsuki-san, suasana hatiku benar-benar tampak cerah.
Itu membuatku merasa senang, meskipun aku hanya karakter mob.
Tapi berkat Shimotsuki-san, sepertinya kehidupan sekolahku akan berbeda mulai sekarang.
Bahkan di dalam kelas, aku harus mencoba berbicara dengannya sebanyak mungkin….!
Aku harus berusaha untuk bersenang-senang dengannya sehingga kami dapat melanjutkan hubungan baik kami.
Perasaan negatif yang kumiliki dari sebelumnya ketika aku berada di kelas menghilang dan sekarang aku merasa sangat positif. Itu semua berkat Shimotsuki-san.
Aku ingin menjaga Shimotsuki-san dengan baik.
4 comments