Chapter 118 – Permusuhan Tak Terduga
Sudah beberapa hari telah berlalu sejak aku meminta bantuan Amami-san. Atau lebih tepatnya, ini hari Jumat yang aku tunggu.
Saat lingkaran pertemananku semakin besar, aku menghabiskan banyak waktu bersama mereka sepulang sekolah. Tapi pada hari khusus ini, Umi dan aku akan menghabiskan waktu bersama.
Sejak kami menjadi sepasang kekasih, kami hampir setiap hari menghabiskan waktu berdua. Jadi, hari Jumat tidak lagi menjadi hari spesial bagi kami berdua. Namun, semua temanku akan membiarkan kami memiliki hari itu untuk diri kami sendiri. Jadi, kami memutuskan untuk memanfaatkannya.
[Umi: Apa rencananya hari ini, Maki? Seperti biasa?]
[Maki: Hmm. Aku tidak ingin keluar hari ini.]
[Umi: Jadi, kamu mau melakukan hal-hal mesum denganku di dalam ruangan? Astaga, Maki, kamu benar-benar mesum.]
[Maki: Aku tidak mengatakan itu, oke?]
[Umi: … Nggak mau~?]
[Maki: …Oke, lihat saja nanti.]
[Umi: Fufu~ Jadi, kamu ingin melakukannya~]
[Umi: Ayo, aku pacarmu~ Jujur saja padaku~]
[Maki: Astaga, kau ini sangat menyebalkan..]
[Umi: Pengecut~]
Sudah empat bulan sejak kami mulai berpacaran dan karena ini adalah pertama kalinya kami menjalin hubungan, kami melakukan banyak hal selain berciuman untuk… tujuan penelitian… Pokoknya, aku menikmati waktuku bersamanya. Setelah kami tenang dengan perasaan kami, kami mulai mencoba untuk belajar tentang satu sama lain lebih dalam. [TN: 'Penelitian' seperti kata-kata dari Anime sebelah (yang pake jas putih)]
Padahal, aktivitas kami sebagian besar terbatas pada apa yang diklasifikasikan sebagai flirting. Jadi, paling banyak kami hanya menyentuh tubuh satu sama lain. [TN: Wah, wah... apa tuh yang disentuh]
Aku sudah menepati janjiku pada Sora-san dan Daichi-san untuk tidak terbawa suasana. Tapi jujur, semakin hari semakin sulit untuk menepati janji itu.
Mungkin saat ini semuanya baik-baik saja. Tapi, dalam tiga bulan... akan ada liburan musim panas .... Tidak akan ada yang tahu apa yang terjadi saat itu..
... Yah, untuk saat ini, tidak perlu mengkhawatirkan soal masa depan terlebih dulu.
[Maki: Oh, ya. Aku punya sesuatu untukmu, Umi.]
[Umi: Hm?]
[Umi: Sesuatu untukku? Padahal kamu sudah memberiku hadiah ulang tahun beberapa hari yang lalu. Tapi, kamu masih ingin memanjakanku, hm~?]
[Maki: Aku dalam suasana hati yang baik. Jadi, bersyukurlah. Selain itu, kali ini aku tidak membutuhkan uang.]
[Umi: Begitukah? Jadi, apa itu?]
[Maki: Hm… 'Pria yang menjijikkan'… Begitu aku menyebutnya… kurasa…]
[Umi: Hah?]
Aku mengharapkan tanggapan itu. Aku tidak tahu harus menyebutnya apa lagi. Jadi, aku akan berhenti di situ.
Selain itu, itu adalah kesan jujurku ketika aku menerima hal itu dari Amami-san.
[Umi: Aku punya firasat buruk tentang ini. Tapi, apakah ini sesuatu yang harus aku nantikan?]
[Maki: Begitulah .... Tapi, ini bukan hal yang luar biasa. Jadi, jangan terlalu berharap..]
[Umi: Mn, baiklah.]
[Maki: Yah, kalau kau tidak menyukainya, aku akan memberimu sesuatu yang lain. Katakan saja apa yang kau inginkan, selama aku punya uang untuk itu, aku akan membelinya untukmu, Umi.]
[Umi: Oke, aku akan pastikan untuk memberitahumu bahwa aku tidak suka pada sesuatu yang akan kamu berikan kepadaku.]
[Maki: Astaga, itu curang. Setidaknya lihat dulu.]
Yah, sebagai gantinya aku akan mengajaknya kencan minggu depan.
Setelah memberitahu Umi tentang rencanaku hari itu, aku memasukkan smartphoneku ke saku.
“Bagaimana, Maki-kun?”
“Umi bilang dia menantikannya… Sejujurnya, itu memberiku lebih banyak tekanan dan kecemasan daripada apapun…”
“Ahaha, aku mengerti. Tapi, jangan terlalu khawatir, Maki-kun. Umi yang sedang kita bicarakan, dia akan menyukai semua yang kamu berikan padanya. Kamu ingat hadiah ulang tahun yang kamu berikan padanya, kan? Sejak dia mendapatkannya darimu, dia selalu–”
“Hm? Selalu apa?”
"…Ah…"
Ekspresi Amami-san langsung membeku. Dia hampir menumpahkan rahasia penting sepertinya.
“…Maaf, Maki-kun, tolong lupakan perkataanku tadi…”
“Sekarang, itu membuatku semakin penasaran… Ada apa dengan Umi–”
“Tolong, Maki-kun! Atau dahiku akan merasakan sakit lagi...!"
Segera setelah itu, dahinya muncul di pandanganku. Dahinya yang awalnya putih memiliki semburat kemerahan karena suatu alasan.
“…Baiklah, aku akan berpura-pura tidak mendengarnya…”
"Terima kasih…"
Dia berbicara tentang hadiah ulang tahun. Aku berharap Umi akan menyukainya. Tapi, sepertinya dia menyukainya lebih dari yang kupikirkan.
Aku akan sangat senang jika Umi mengatakannya langsung kepadaku bahwa dia sangat menyukainya. Tapu yah… kurasa dia punya alasan sendiri.
“Yah, aku tidak ingin menjadi pengganggu. Jadi, aku akan pergi dulu! Semoga berhasil, Maki-kun! Dan juga, ceritakan semuanya padaku nanti!”
“Ya. Terima kasih, Amami-san.”
“Masama~”
Dengan senyum malaikatnya, dia memberiku lambaian kecil dan segera meninggalkan kelas.
Aku tidak bisa menyelesaikan apa pun tanpa banntuannya. Jadi, aku sangat senang Amami-san bersedia membantuku.
Jika itu untuk teman-temannya, Amami-san akan membantu mereka tanpa banyak berpikir. Sebagian mungkin karena Umi sahabatnya dan aku temannya. Dan juga, dia mengetahui bahwa kami berpacaran ... Berkat bantuannya juga aku bisa memilih hadiah ulang tahun untuk Umi.
Itu sebabnya, jika sesuatu terjadi padanya, aku akan melakukan yang terbaik untuk membantunya.
Yah, aku ragu sesuatu akan terjadi padanya dalam waktu dekat.
Atau begitulah pikirku saat aku melihat punggungnya ketika dia meninggalkan kelas dan berjalan menyusuri lorong.
'—Cih, apa-apaan dengan si jalang itu..…'
"Hm?"
Tepat sebelum Amami-san menghilang dari pandanganku, aku mendengar seseorang menggumamkan sesuatu seperti itu.
Masih banyak orang di dalam kelas dan aku sibuk dengan pikiranku sendiri. Jadi, aku tidak tahu siapa yang mengatakan itu.
Meskipun mereka tidak menyebutkan nama secara khusus. Tapi, jelas dari nada bicaranya menunjukkan permusuhan.
Dan aku merasa kata-kata itu ditujukan kepada Amami-san.
Saat aku memikirkan itu, sebuah pesan dari Umi datang.
[Umi: Maaf, Maki.. Aku membuatmu menungguku.]
[Umi: Pelajaranku bentar lagi selesai. Jadi, tunggu aku~]
[Maki: Mm. Aku akan menunggumu di lorong.]
Untuk sesaat, aku merasa khawatir dengan permusuhan yang mereka tujukan pada Amami-san. Jelas mereka tidak suka atau iri padanya.
Kalau dipikir-pikir, Umi dan Amami-san sering mengalami hal seperti ini di SMP, kan?
Untuk saat ini.. aku akan mengabaikan mereka dan memberitahu Umi soal ini nanti.
Catatan Penerjemah:
Oh, mimin lupa ngasih tahu. Di Arc3 ini sebagian ceritanya akan berpusat pada Heroine kedua kita. Yup, siapa lagi kalo bukan Yuu-chan~
|| Previous || Next Chapter ||
19 comments