NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Ushiro no Seki no Gal ni Sukarete Shimatta V1 Chapter 2 Part 3

Chapter 2 - Bagian 3
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

"...Onee-chan, Onee-chan."

"Ada apa?"

"Agak menarik, bukan? Sebuah gedung berlantai banyak seperti ini tidak ada di dekat rumah."

"Daripada gedung berlantai banyak, ini adalah sebuah apartemen, oke?"

Setelah melewati pintu masuk, Miki tiba-tiba mulai melihat sekeliling dengan hati-hati. Sepertinya itu memicu minatnya karena tidak ada apartemen seperti ini di dekat rumah Yuizaki.

Rumah Yuizaki berjarak satu jam perjalanan kereta. Sandai ingat pernah mendengar tentang hal itu. Lebih jauh dari pinggiran kota dari segi jarak... itu sudah sedikit pedesaan.

Dalam banyak hal, itu tampaknya menjadi pengalaman baru bagi Miki yang masih sangat muda dan mungkin juga mendapat sedikit kesempatan untuk pergi ke daerah perkotaan.

".... Jangan terlalu banyak melihat-lihat, Miki. Ini berbeda dari lingkungan sekitar kita. Aku tidak peduli jika seseorang marah padamu, oke?"

"Siapa yang akan marah? Untuk saat ini, Onii-chan tidak terlihat marah, kau tahu? Berarti sedikit saja tidak apa-apa, bukan?"

Deduksi Miki tidak salah. Sandai tidak terganggu oleh perilaku Miki karena di apartemen ini ada kesepakatan tak terucapkan untuk saling tidak mengintervensi di antara penghuni.

Tidak ada yang akan mengerutkan kening hanya karena seorang anak kecil yang tidak bisa tenang.

Namun, lebih awal dari Sandai bisa membela kata-kata dan tindakan Miki, "Tapi tetap saja," Shino menyentil dahi Miki.

"Ouch... Apa yang kamu lakukan, Onee-chan?"

"Bahkan jika tidak ada yang peduli atau marah, bukan berarti kamu bisa berperilaku seperti itu, mengerti?"

"Astaga, berbeda dari penampilan luarmu, di dalam kamu sangat lurus 'ya, Onee-chan... haaah... Mungkin kissu adalah hal yang mustahil kamu lakukan."

"K-Kissu.. itu... yah.."

Ciuman atau semacamnya-Sandai tidak begitu yakin apa yang sedang dibicarakan Shino dan Miki di tengah jalan. Tapi bagaimanapun juga, meskipun terlambat, dia mengatakan pada Shino mengapa dia tidak keberatan dengan perilaku Miki.

Meskipun, meskipun mendengar apa yang Sandai katakan, "Nuh-uh," Shino menggelengkan kepalanya, tidak menyerah. "Bahkan jika tidak ada yang peduli, perilaku buruk itu tidak baik," kata Shino.

Baik dalam hal moral dan pendidikan terhadap anak-anak, Shino berada di pihak yang benar. Sandai tetap diam, karena dia tidak dapat membuat bantahan dan merasa bahwa melakukan perlawanan kecil dapat menyebabkan perselisihan yang tidak perlu.

Setelah memasuki rumahnya dan menuju dapur, Shino mulai mengeluarkan berbagai peralatan memasak dari tas anyaman yang dibawanya sambil menyenandungkan sebuah lagu.

"Ooh... Jadi ini adalah peralatan untuk membuat desert. Banyak juga, ya."

"Mn. Sekarang yang kita butuhkan adalah oven."

"Oven? Mungkin tidak ada di sini."

"Ada, kau tahu?"

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku membuat sarapan di sini terakhir kali, kan? Aku menemukan oven saat itu. Jadi, aku tahu ada satu. Yang ini." Tap-tap, Shino mengetuk sebuah kotak di sudut dapur. 

Jika Sandai tidak salah, kotak itu selalu ada di sana menurut ingatannya.

Dia tidak yakin sejak kapan kotak itu ada di sana dan hanya menyadari bahwa itu adalah sebuah kotak yang dia tidak benar-benar tahu yang tampak seperti oven microwave tapi entah bagaimana berbeda, namun...

"Jadi itu sebuah oven, huh..."

"Eh? Kamu tidak tahu... tunggu, kalau dipikir-pikir kamu tidak memasak dan sebagainya, bukan? Kalau begitu, kurasa tidak ada salahnya kalau kamu tidak tahu karena kamu tidak menggunakannya..."

"Aku sangat senang mendapatkan pengertianmu."

"Nggak malu lagi?"

"Aku tidak terlalu peduli tentang itu. Lebih penting lagi, ada sesuatu yang agak menggangguku..."

"....Sesuatu yang mengganggumu?"

"Aku tidak melihat Miki-chan dimanapun. Pergi kemana adikmu itu?"

Untuk beberapa alasan Sandai tidak bisa menemukan Miki dimanapun; meskipun, Sandai telah menyadarinya setelah tiba di dapur. 

"Eh?" Shino memiringkan kepalanya, tampaknya menyadarinya begitu Sandai menunjukkannya. "Kamu benar. Pergi kemana sih tuh bocah.."

"Seharusnya dia bersama kita ketika kita melewati pintu depan. Jadi, kupikir dia mungkin ada di suatu tempat di sini, tapi... aku akan pergi melihat ke sana."

"Oke, silakan lakukan."

Mereka terbagi menjadi dua dan mulai mencari Miki.

Ada beberapa ruangan, tetapi tidak sebesar rumah terpisah. Jadi, Miki ditemukan dengan cepat. Sandai melihat Miki berbaring di sofa di ruang tamu.

"Itu dia, Miki-chan."

"Wuh?"

"Dia ada di sini!"

"Okaaay!"

Shino bergegas menghampiri untuk menanggapi laporan temuan Sandai, lalu menyipitkan matanya dalam ketidaksenangan saat dia melihat Miki.

Dia marah.

"Miki..."

"Kamu membuat wajah yang menakutkan, Onee-chan..."

"Dengar, ini bukan rumah kita, Miki. Ini rumah Onii-chan ini. Itu tidak sopan dan hanya menimbulkan masalah kalau kamu bertingkah seolah-olah ini rumahmu sendiri, oke?"

"Bahkan kalau Onee-chan mengatakan itu."

"Apanya?"

"Tidak, bukan apa-apa. Selain itu, spesialisasi Miki adalah cemilan. Jadi, tolong buatkan Miki cemilan, oke?"

Miki tampaknya tidak merasa bersalah sampai tingkat yang mengejutkan dan Shino memelototinya. Meskipun, itu hanya untuk sesaat.

Shino perlahan-lahan kehilangan semangat dan menundukkan kepalanya ke bawah, wajahnya entah bagaimana terlihat seperti dia bisa menangis kapan saja.

".... Mau kamu apa sih? Jika kamu seperti ini terus.. sebagai kakak perempuanmu aku akan di anggap tidak berguna, kau tahu? Apa yang akan aku lakukan jika Fujiwara membenciku..."

Kata-kata yang dikeluarkan oleh Shino terdengar sedikit gemetar; lebih jauh lagi, suaranya terlalu rendah membuat Sandai tidak dapat mendengarnya dengan jelas.

Meski begitu, setelah berpikir bahwa dia harus menghibur Shino jika dia sedang sedih meskipun tidak tahu apa yang dia katakan, Sandai mencoba mengatakan sesuatu padanya.

Namun, mulutnya tidak bergerak untuk beberapa alasan-tangannya bergerak.

Tangan itu bergerak sendiri dan Sandai mendapati dirinya menepuk kepala Shino. Itu benar-benar tindakan yang tidak disadari.

"Eh... Tung..."

Dengan tiba-tiba ditepuk kepalanya, meskipun jelas, Shino terkejut, tetapi dia segera tersipu dan mengalihkan pandangannya ke bawah.

Tidak ada tanda-tanda dia menolak.

"....."

"....."


"Entah mengapa Miki merasa tidak lapar lagi... Hmm, jika ini terus berlanjut.. mungkin, kissu bisa akan cukup mudah?" 

Ketika Miki menggumamkan sesuatu, Sandai menyadari apa yang dia lakukan. Dia buru-buru menarik tangannya dan dengan cepat melangkah menjauh dari Shino.

"Aku...."

Sandai menelan ludahnya dan menatap tajam pada tangannya sendiri. Apa yang tiba-dia dia ingat adalah kata-kata Nakaoka.

'Kamu ini merepotkan sekali, ya.. Apa kamu tidak punya ketegasan? Hah? Punya nyali untuk memaksanya menoleh ke arahmu. Tunjukkan keinginan yang cukup untuk membuatnya tertarik padam. Jadilah serigala! Rawr! Rawr rawr rawr!'

Sandai tidak menganggap serius kata-kata Nakaoka.

Sesuatu yang pasti muncul di benaknya. Namun, pikiran untuk tidak ingin membuat masa lalu yang kelam dengan membuat gerakan tepat saat dia sedang bersemangat lebih kuat.

Sebagian dari dirinya juga tidak ingin menempatkan Shino dengan membuat kesalahpahaman yang aneh.

Terlepas dari semua itu, tubuhnya telah bergerak dengan sendirinya.

Sandai menjadi semakin bingung tentang apa yang sedang terjadi. Dia berusaha mati-matian untuk berpikir dan menemukan alasan dari tindakannya sendiri, tetapi tidak peduli seberapa keras dia mencoba, dia tidak bisa sampai pada jawaban yang benar.

Sebagai upaya terakhir, Sandai sekarang memutuskan untuk secara paksa mengubah topik pembicaraan untuk melarikan diri dari pertanyaan ini.

Dia berpikir: jika topiknya berubah, suasana hati akan berubah; jika suasana hati berubah, dia tidak akan memikirkan hal-hal yang tidak perlu dan kemudian dia harus kembali ke dirinya yang biasa.

"Oh, ya... aku lupa di sini tidak ada bahan untuk membuat desert!"

".... Aku berpikir untuk pergi berbelanja sambil bertanya tentang preferensi seleramu."

"Begitu, ya! Kalau begitu, ayo kita pergi!"

"...Mn."

Shino menatapnya dengan mata anak anjing. Matanya berkaca-kaca dan Sandai mundur dan memalingkan wajahnya sebagai tanggapan.

Dia merasa seperti akan kehilangan akal sehatnya jika dia terus menatap matanya.

".... Meskipun begitu dekat~," bisik Miki pada dirinya sendiri, mengangkat bahunya saat dia melihat kedekatan mereka. "Onii-chan, dia benar-benar punya kontrol diri yang sangat kuat. Tidak, hanya nyaris?"

Setelah keluar untuk membeli bahan untuk membuat desert, Sandai mulai tenang karena dia merasa suasana hati entah bagaimana telah berubah.

Sepertinya dia benar dalam penilaian: jika topiknya berubah, suasana hati akan berubah.

Namun, ketika Sandai merasa lega, Miki mengatakan bahwa dia ingin pergi ke tempat besar yang juga memiliki game arcade di sebuah kompleks komersial yang besar-berbeda dengan Shino yang mencoba untuk pergi ke toko yang mengkhususkan diri dalam bahan-bahan makanan, yang menyebabkan pertengkaran hampir terjadi lagi di antara kakak-beradik itu.

Namun, pertengkaran sampai pada titik yang pasti tidak pernah terjadi dan hal berikutnya yang dia tahu, Shino dan Miki berbaikan dan mulai melakukan pembicaraan rahasia secara diam-diam.

'(Astaga... bisa tenang nggak sih. Aku mohon padamu.)'

'(Hmm?)'

'(A-Apa?)'

'(Suasana hati tadi bagus, bukan? Miki melakukan apa yang dia inginkan dan saat kamu sedih, Onii-chan menepukmu, bukan?)'

'(...Entah bagaimana kamu terdengar seperti kamu bertujuan untuk itu.)'

'(Emang itu tujuan Miki.)'

'(Eh? Realsies?)'

'(Realsies.)'

'(Hm-Hmm...?)'

'(Dan, 'kabar baik' untukmu, Onee-chan... Sebelumnya Onii-chan terlihat tersipu malu, kau tahu? Dia membuat wajah seperti orang yang jatuh cinta saat menepuk kepalamu.. Nah, ini adalah kesempatan bagimu untuk menyerangnya! Lakuan sedikit kecerobohan dan 'Cium' Onii-chan.. Tidak ada yang perlu ditakutkan. Momentum itu penting, oke?)'

'(Miki... bukankah kamu bersenang-senang dengan ini?)'

'(Fufu, Miki tidak masalah kalau Onee-chan berpikir seperti itu. Itu karena pilihammu sendiri, Onee-chan. Buatlah situasi seperti di manga atau semacamnya... Dengan begitu, Miki bisa menjauh dengan pergi ke arcade... ah, tentu saja. Miki minta uang untuk bermain gim..)'

'(.....)'

'(Lebih baik kamu putuskan secepatnya atau Onii-chan akan membencimu, kau tahu?)'

'(A-Aku tahu. Ada benarnya juga apa yang kamu katakan.... Lagipula, menjadi ragu-ragu bukanlah sifatku. Jadi, aku akan melakukannya dengan serius. Aku sudah mengambil keputusan.)'

'(Nn.)'


Apa yang mereka bisikkan? Sandai tidak tahu sedikit pun, tetapi hanya diberitahu bahwa mereka memutuskan untuk pergi sesuai dengan permintaan Miki.

Mereka tiba di sebuah kompleks komersial yang besar dan Miki segera mulai mencari game arcade. Game arcade berada di lantai dua.

Miki mengangkat suara kegembiraan saat melihat deretan mesin yang berkedip-kedip.

"Nyufufu, sekarang, Miki akan bermain di sini sendirian sampai kalian berdua selesai berbelanja."

"....Ini sudah larut malam. Apa kamu baik-baik saja sendirian?"

"Ada seseorang di konter tepat di sana. Jadi, tidak apa-apa. Daripada mengkhawatirkan Miki, kamu lebih baik khawatir pada dirimu sendiri, Onee-chan."

"Perkataanmu.. Astaga, gadis ini."

"Minta uang dong."

"Ini 500 yen."

"500 yen, huh... Ini sih cuma bisa main beberapa menit doang. Miki tidak bisa menghabiskan waktu dengan ini kecuali jika itu adalah permainan medali. Tidak, mungkin itu masih akan sulit."

"Jangan mengatakan hal-hal yang egois. Lagian, aku tidak punya banyak uang.."

"Miki tahu kok ..."

Miki mengerutkan kening dan mengerang. Dia sepertinya tidak puas dengan jumlah uang yang diberikan oleh Shino. Tapi yah, benar juga bahwa jumlah waktu yang bisa dia habiskan untuk bermain tidak akan sebesar itu.

Sandai tidak berencana untuk berbelanja dalam waktu yang lama, tetapi dia merasa menyelesaikannya dalam 5 atau 10 menit juga akan sulit.

Shino sudah mengatakan bahwa dia akan bertanya tentang kesukaannya dan sebagainya. Dengan kata lain, itu berarti mereka tidak akan pergi membeli bahan-bahan yang sudah diputuskan sebelumnya. Jadi, menyelesaikannya dalam sekejap akan mustahil.

Hampir pasti Miki akan menghabiskan uangnya dan menunggu mereka, tapi... Sandai membayangkan pemandangan seperti itu pada Miki dan mulai merasa kasihan padanya. Jadi, dia mengeluarkan 500 yen dari dompetnya sendiri dan memberikannya pada Miki.

"Onii-chan...?"

"Itu membuatnya menjadi seribu yen. Sekarang kamu bisa bermain lebih lama lagi, bukan?"

"Makasih~! ...Fufufu, baiklah, kalau begitu Miki akan mengatakan sesuatu yang bagus sebagai ucapan terima kasih, Onii-chan."

"Sesuatu yang bagus...?"

"Pinjamkan telingamu pada Miki."

Meskipun memiringkan kepalanya dengan penuh rasa ingin tahu, Sandai meminjamkan telinganya seperti yang diperintahkan.

'(....Kau tahu, Onee-chan itu orangnya agak ceroboh. Dia terkadang salah melangkah di tangga atau semacamnya. Ini kesempatanmu untuk meremas dua gunungnya yang lembut itu, kau tahu? Anggap saja kamu mencoba melindunginya dan tidak sengaja memegangnya~)'

Itu adalah nasihat yang anehnya spesifik-seolah-olah dia tahu apa yang akan terjadi.

Sandai memiringkan kepalanya lebih jauh lagi hanya untuk Miki yang berlari kencang ke dalam game arcade.

"...Kamu tidak perlu memberi Miki uang. Dia akan belajar bahwa dia bisa mendapatkannya jika dia mengeluh."

Shino menghela napas di sampingnya.

Mungkin benar bahwa itu buruk untuk pendidikan. Tapi di mata Sandai, Miki hanya terlihat sangat sedih.

Selain itu, "Ini tidak seperti aku melakukannya setiap hari. Lagipula, kau juga memberikan Miki-chan uang jajan, kan?"

"Itu... ada alasannya..."

"Alasan? Yah, aku tidak tahu alasanmu itu. Tapi, kau tidak bisa mengeluh padaku karena memberikan Miki-chan uang jajan, kau juga melakukannya.. Maksudku, kau tahu. Saat kau mengajak anak kecil ke tempat seperti ini, wajar saja kalau mereka ingin bermain-main, bukan? Jadi, bukankah menurutmu itu tidak apa-apa hanya untuk hari ini?"

"...Kamu sepertinya akan sangat memanjakan anakmu kalau kamu memilikinya, ya, Fujiwara."

"Menurutmu begitu?"

"Tentu saja. Entah bagaimana aku bisa membayangkan kehidupanmu setelah menikah. Aku merasa kamu akan menjadi seorang papa yang baik hati."

"Meski kau mengatakan itu, aku tidak yakin aku bisa punya pacar, apalagi menikah... Aku ini seorang penyendiri. Bahkan aku tidak pernah berbicara dengan seorang gadis sebelumnya.."

"Kamu salah tentang hal itu, Fujiwara. Ada juga kok seorang penyendiri yang memiliki pacar atau sudah menikah? Maksudku, bahkan kamu juga pernah bertemu dengan seorang gadis... Apa kamu tidak merasakan bahwa ... gadis itu sangat dekat denganmu sekarang?"

Itu adalah komentar yang sangat sugestif dan itu membuat Sandai ingin bertanya balik apa maksudnya.

Namun, dia merasa seperti pada akhirnya tidak akan ada jalan untuk kembali begitu dia tahu jawabannya, membuatnya menjadi dingin dan tidak bisa bertanya.

"Aku merasa seperti... ada, tapi... aku juga merasa seperti... tidak ada." Jawaban seperti itu adalah yang terbaik yang bisa dia berikan.

"Begitu, ya... seperti ada dan tidak ada?"

"I-Itu benar. Begitulah."

"...Hmmmm?" Shino menyipitkan matanya, ekspresinya seolah-olah memeriksa, menyelidiki. Di ujung tatapan itu adalah bibir Sandai, tetapi orang yang sedang dilihat tidak menyadarinya.

Dia hanya merasakan bahwa udara di sekitar Shino telah sedikit berubah, tapi itu saja.

Meskipun, tidak peduli seberapa tidak pekanya Sandai, jika hal-hal yang disebut perasaan itu benar-benar dimasukkan ke dalam tindakan, dia tidak akan punya pilihan selain memahaminya.





|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close