[Bagian 6]
Karena ada begitu banyak orang di sini, aku berusaha untuk tidak tersesat, tetapi akhirnya aku tetap tersesat.
Untuk memastikannya, aku melihat sekeliling area itu sekali lagi, tetapi aku masih tidak bisa melihat Umi di mana pun di dekatnya. Sepertinya aku berjalan ke arah yang sama sekali berbeda, sambil mengikuti kerumunan orang.
Biasanya, aku tidak akan tersesat dengan mudah. Bahkan, seandainya aku terlalu lelah untuk memperhatikan, aku akan menyadarinya jika aku pergi ke arah yang salah. Tetapi, mungkin karena perawakanku yang pendek dan aku dikelilingi oleh banyak orang, sehingga lebih sulit bagiku untuk menyadari perubahan pemandangan.
Meskipun memang membingungkan berada di sini, sendirian, namun tidak ada alasan bagiku untuk panik.
Meskipun di tengah keramaian, smartphoneku masih bisa menerima sinyal yang stabil. Selain itu, aku mengisi daya smartphoneku sebelum pergi. Jadi, aku tidak perlu khawatir smartphoneku akan mati sebelum aku menemukan anggota kelompok lainnya.
Aku menyelinap ke ruang kecil di antara dua kios, menarik napas dalam-dalam dan membuka smartphoneku.
[Maki: Maaf, aku tersesat.]
[Umi: Maki, dimana kamu?]
[Umi: Astaga, barusan aku melepaskan tanganku darimu dan ini terjadi!]
[Maki: Maaf, aku pikir aku berjalan dengan hati-hati, aku tidak sadar kalau aku berjalan dengan jarak yang jauh.]
[Seki: Sekarang, tenanglah, Asanagi. Ini tidak seperti dia terdampar di suatu tempat tanpa sinyal atau semacamnya. Karena kita masih bisa saling menghubungi seperti ini, kita akan segera menemukannya.]
[Nina: Jadi, anak kami yang hilang, Maehara Maki-kun (17 tahun), bisakah kamu memberitahu Onee-chan ini di mana kamu berada sekarang?]
[Maki: Ugh...]
Aku mengalihkan pandanganku dari layar smartphone dan mencari tengara apa pun di sekeliling.
Pertama-tama, yang paling jelas terlihat adalah panggung di seberang sungai, yang berada di arah kananku. Tempat kecil yang aku tempati saat ini berada di antara dua kios yang masing-masing menjual es krim, es serut dan minuman dingin lainnya. Mereka juga menjual alkohol dan makanan ringan.
Sayang sekali aku tidak dapat menemukan tengara yang lebih jelas karena tempat ini semakin ramai dari detik ke detik. Aku tidak bisa berjalan-jalan karena bisa tersesat lagi, jadi aku memutuskan untuk tetap di tempat.
[Umi: Jika panggung berada di sebelah kananmu, berarti kamu berada di sekitar area pintu masuk bagian barat].
[Nina: Bisakah kamu memberitahuku nama kios-kiosnya? Aku akan mencoba mencarinya]
[Seki: Jangan pergi dari sana, Maki. Kami akan segera menjemputmu.]
[Maki: Maaf sudah merepotkan.]
[Maki: Ngomong-ngomong, apa semuanya sudah berkumpul?]
[Umi: Iya. Dan juga, aku sebenarnya mencoba mengejarmu, tapi kamu menghilang di tengah kerumunan dengan cepat. Jadi, aku hanya pergi ke tempat semua orang berada.]
[Umi: Pokoknya, kita akan membicarakannya nanti.]
[Maki: Oke.]
Aku merasa bahwa dia akan memberiku ceramah panjang lebar. Namun, sekali lagi, hal itu menunjukkan betapa dia peduli padaku. Jadi, aku tidak bisa mengeluh. Sebaliknya, aku harus menerima nasibku dan merenungkan tindakanku.
... Sungguh, aku harus lebih berhati-hati.
Pokoknya, aku harus mencoba melihat sekeliling supaya mereka bisa melihatku lebih cepat.
"... Entah mengapa, aku merasa cemas."
Baru beberapa menit sejak semua orang mulai mencariku, tetapi ketika aku sendirian seperti ini, rasanya waktu berjalan lambat.
Aku tidak asing dengan perasaan ini, tetapi aku belum pernah mengalaminya sejak Umi pertama kali menjadi temanku. Setiap kali aku bersamanya, waktu berlalu dengan cepat. Berjam-jam berlalu seolah-olah hanya dalam hitungan menit. Namun, saat ini, yang terjadi justru sebaliknya.
Sampai tahun lalu, ini adalah hal yang normal bagiku. Hal ini membuatku menyadari betapa banyak perubahan yang terjadi dalam hidupku setelah aku jatuh cinta dengan Umi.
"Um, permisi~? Kau menghalangi jalan, jadi bisakah kau minggir?"
"M-Maaf! A-Aku akan segera pindah..."
Saat aku membiarkan pikiranku berkelana untuk mengalihkan perhatianku dari kesepian, seorang penjaga toko yang tampak kesal berjalan melewatiku dengan sebuah kotak kardus besar di tangannya.
Berkat hal ini, aku tidak bisa menunggu di tempat itu lagi, tetapi aku juga tidak bisa berdiri di tempat lain, karena keramaiannya. Aku juga tidak bisa bergerak karena aku akan ditelan oleh kerumunan orang lagi.
Mungkin aku harus berdiri di salah satu kios sambil menunggu? Aku seharusnya bisa membeli satu barang lagi, bukan? Ketika aku merenungkan hal ini, seseorang menepuk pundakku.
"Ini dia! Sungguh, kamu membuatku khawatir!"
"M-Maaf."
Merasa lega dengan nada yang familiar, aku berbalik untuk melihat gadis yang memanggilku. Saat aku melihatnya, aku mengeluarkan ekspresi tercengang.
"Kamu baik-baik saja, Rep? Oh, apa aku orang pertama yang menemukanmu?"
"Nitta-san..."
Semua orang mungkin sedang mencariku di tempat lain. Aku pikir Umi yang akan menemukanku pertama kali, tidak pernah aku duga bahwa dari semua orang, Nitta-san yang akan menemukanku.
Post a Comment