NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Imouto no Tomodachi no Bijin Yankee JK Volume 1 Chapter 14

Chapter 14
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

Di bawah terik matahari yang membakar segalanya, Erika-chan dan aku kembali ke rumah sambil berpegangan tangan.

Tangan kami yang saling bertautan basah oleh keringat. Tapi, kami tidak mengatakan sepatah kata pun saat kami menuju ke rumahku, masih berpegangan tangan.

Ketika kami akhirnya tiba dan membuka pintu depan rumahku, Mana sudah ada di depan pintu. Dia sepertinya memperhatikan kami pulang dan menunggu kami.

“Astaga! Kamu terlambat! Apa kau tahu betapa khawatirnya aku!?”

Mana dengan marah memberi kami masing-masing handuk. Itu adalah handuk basah yang dingin. Ketika aku menekannya ke wajahku, air dingin membasahi kulitku yang panas.

Erika-chan membenamkan wajahnya ke dalam handuk basah dan berteriak.

“Apa-apaan ini rasanya enak~”

Mana kemudian berkata dengan nada sedikit kesal.

"Yah, aku sudah menduga kalian berdua pulang dengan bermandikan keringat. Jadi, aku menaruh handuk dingin di lemari es terlebih dahulu!"

Aku berterima kasih kepada Mana.

"Terima kasih, Mana! Kau sangat bijaksana…"

"Sama-sama! Ini semua berkat didikan Aniki! Dulu, suatu hari ketika aku pulang dengan keringat bercucuran dari aktivitas klubku, aku ingat Aniki menyiapkannya untukku seperti ini!”

Mana adalah anggota klub tenis softball dari tahun pertama sekolah menengah pertama sampai dia berhenti sekolah. Aku ingat menyiapkan handuk pendingin ini untuk Mana ketika dia akan pulang dari latihan musim panas dengan wajahnya yang merah padam.

Berkat Mana, keringat kami segera menghilang dan kami pergi ke kamar masing-masing untuk berganti pakaian.

Kemudian kami pergi ke ruang tamu untuk makan siang. Di meja, Erika mengenakan T-shirt hitam sederhana dan celana pendek longgar. Dia sepertinya telah meminjam beberapa pakaian Mana.

"Aku tahu kalian berdua akan pulang dengan perut keroncongan. Jadi, aku sudah menyiapkannya untuk kalian! Bersyukurlah dan makanlah!"

Mana meletakkan sandwich buatannya di atas meja. Itu terlihat sangat bagus sampai aku hampir meneteskan air liur hanya dengan melihatnya.

“Aaaaaaah Manaa~. Kau adalah adik perempuan terbaik ... "

"Yah, aku tidak punya hal lain untuk dikerjakan. Jadi, kalau aku tidak melakukan sesuatu. Percuma saja aku khawatir!"

Erika-chan meminta maaf pada Mana yang masih kesal.

"Maafkan aku… Mana. Karena membuatmu khawatir."

"Aku senang selama kamu baik-baik saja. Dan kemudian, apa yang kalia bicarakan sehingga butuh waktu begitu lama?"

Aku menjawab pertanyaan Mana.

“Sebenarnya setelah ini, aku berencana untuk pergi bersama Erika-chan ke rumahnya.”

“Eh?”

Mana terkejut.

"Yah, kupikir lebih baik membawa Erika-chan ke rumah kita selama liburan musim panas. Juga, aku akan berbicara dengan ibunya."

"Serius? Itu bagus~!"

"Aku tidak tahu apakah ibu Erika-chan akan mengatakan ya atau tidak, atau bagaimana dia akan bereaksi, tapi aku akan mencoba meyakinkannya."

"Tidak bisakah kita membiarkan dia tinggal di sini tanpa memberitahunya?"

"Aku tidak ingin mendapat masalah nanti karena membawa putrinya pergi tanpa izin. Selain itu, dia harus pulang setidaknya sekali. Erika-chan pasti memiliki beberapa barang yang ingin dia bawa. Pakaian ganti, pekerjaan rumah liburan musim panas."

Untuk beberapa alasan, saat aku mengatakan 'pekerjaan rumah liburan musim panas', aku merasa seolah-olah kedua wajah mereka menegang. Tapi, baiklah. Aku hanya akan berpura-pura tidak melihatnya untuk saat ini.

"Tunggu... apa aku boleh ikut denganmu?"

Mana dengan takut-takut bertanya padaku.

"Aku janji, tidak akan mengatakan apa-apa. Aku hanya ingin bersama Erika."

Memahami perhatian Mana padanya, aku bertanya pada Erika-chan.

"Bagaimana menurutmu? Nggak masalah jika Mana ikut?"

"Iya. Tidak apa-apa… Aku akan senang jika Mana ada bersamaku."

Erika-chan menatap Mana dengan ekspresi malu-malu.

Keduanya memiliki senyum kecil di wajah mereka.

Kami makan sandwich kami dan minum teh kami dalam satu tegukan.

Setelah makan, tekad melonjak dari dasar perut kami.

Setelah menyatukan kedua tangan dan berkata, “Terima kasih atas makanannya,” aku berdiri.

“Kalau begitu, ayo pergi. Pertarungan dengan last bos."

Mendengar kata-kataku, Erika dan Mana mengangguk.

Aku penuh motivasi.

* * *

Saat itu pukul 3:30 sore. Hari belum berakhir.

Mana dan aku bersekolah di SMP yang sama dan rumah Erika berada di kota yang sama. Kami bersekolah di SD yang berbeda, tetapi jaraknya masih relatif dekat.

Kami bertiga berjalan di bawah terik matahari lagi.

Jika kita punya mobil, kita pasti bisa keluar dengan mobil dengan AC yang menyala penuh. Sayang sekali aku tidak punya mobil atau SIM. Aku mungkin harus mempertimbangkan untuk mendapatkan SIM di masa mendatang.

Itulah yang terjadi di kepalaku yang hangus putus asa.

Hari ini sangat panas sehingga kami hampir diam sepanjang waktu. Terkadang Erika-chan akan memberitahuku arah ke rumahnya. Tapi aku tidak bisa memaksa diri untuk berbicara. Tidak, lebih baik tidak berbicara karena itu akan membantuku menghemat energi dan mengurangi rasa hausku.
Kami akhirnya tiba di tempat Erika-chan membawa kami, sebuah apartemen kecil. Dindingnya agak kotor. Tidak mungkin tempat ini dikelola dengan baik. Tempat pembuangan sampah yang bersebelahan dipenuhi sampah meskipun bukan hari sampah, menunjukkan rendahnya taraf kehidupan masyarakat di sekitar sini.

Kami masing-masing menyeka keringat dengan handuk dan menuju apartemen.

Aku menekan bel pintu di sebelah pintu yang ditunjuk Erika-chan.

Suara bel yang retak terdengar.

…………Tapi tidak ada yang menjawab.

"Apa mereka tidak ada di rumah?"

Aku bertanya pada Erika-chan diam-diam.

"Tidak, dia pasti ada di sini. Dia hanya tidak menggunakan mesin penjawab karena terlalu merepotkan."

"Begitu. Yah, kurasa aku tidak punya pilihan lain…"

Aku tidak punya pilihan selain menekan bel pintu berulang kali. Setelah sekitar satu menit berdering terus menerus, pintu akhirnya terbuka.

"Apa~?"

Begitu pintu terbuka, aroma manis, kental dan tak terlukiskan keluar dari dalam ruangan.

Pintu dibuka oleh seorang wanita dengan rambut cokelat dan tatapan berkaca-kaca di matanya. Dia mengenakan gaun kamisol hitam dan selendang ungu. Dadanya terbuka lebar, yang membuatku sulit untuk melihatnya.

Aku mencoba yang terbaik untuk hanya melihatnya dari leher ke atas.

"Apa Anda ibu Erika-chan?"

Ketika aku mengatakan itu, dia langsung bertanya, “Apa yang dia lakukan?” Apalagi dia terlihat kesal.

Bagaimanapun, dia tampaknya adalah ibu Erika-chan.

“Tidak, Erika-chan tidak melakukan apa-apa… Ah, sebelum itu, aku Kamijō Tsukasa. Adik perempuanku adalah teman Erika-chan…”

Saat aku berbicara, ibu Erika hanya melihat kukunya. Kemudian, ketika dia tiba-tiba melihat Erika di belakangku, dia berseru, “Ah.”

"Huh, jadi kau di sana. Terus? Apa maumu? Selain itu, siapa kau?"

——Bukankah itu yang baru saja aku jelaskan padamu!?

Aku berteriak dengan sekuat tenaga di dalam kepalaku, tetapi tetap tersenyum di wajahku di luar. Tenang, aku sudah menduga hal ini.

“Yang di sebelah Erika-chan adalah adik perempuanku. Dia adalah temannya. Jadi hari ini, aku ingin berbicara denganmu tentang membiarkan Erika-chan menginap di rumah kita untuk liburan musim panas…”

"Menginap? Bukankah itu baik-baik saja? Kenapa kau tidak melakukan apa yang kau inginkan?"

Saat aku berbicara dengannya, dia menjawab dengan mudah.

Sambil memainkan rambutnya sendiri, ibu Erika-chan sibuk dengan smartphonenya. Dia tidak melakukan kontak mata denganku sejak beberapa waktu yang lalu.

“…Anda terlalu santai tentang itu.”

"Aku tidak tertarik pada gadis itu. Aku tidak peduli dimanapun dia menginap. Lakukan apa yang kau mau."

Sikap tenangku hampir pecah.

Tenang, wahai diriku. Kau harus bersikap tenang di sini.. Aku harus berbicara dengan tenang sampai akhir.

Pada saat itu, seorang pria tiba-tiba berjalan dari belakang ruangan.

"Ada apa?"

"Aah, dia kakak dari teman Erika. Dia membiarkan Erika tinggal di rumahnya."

"Hou? Untuk itukah dia datang jauh-jauh ke sini? Sungguh Onii-chan yang sangat perhatian ~."

Pria itu menatapku dan tertawa, lalu pada Erika-chan dan mencibir.

“Kau memiliki kepribadian yang sangat lucu, melarikan diri dari rumah hanya karena aku membuang bonekamu itu.”

Jadi, si brengsek ini yang membuang boneka pinguin kesayangan Erika-chan...

Aku tidak bermaksud datang ke sini untuk mengatakan apa pun kepada pacar ibu Erika-chan, tapi aku tidak bisa pergi tanpa mengatakan sesuatu.

"… Kenapa kau membuangnya?"

Aku bertanya pada pria itu.

"Ah? Entahlah .... sampah itu ada didepanku dan itu sangat menggangguku. Jadi, aku membuangnya.. Sampah harus dibuang pada tempatnya, kan?"

Pria itu mengejek. Itu adalah tawa yang kasar.

Ketika aku melirik Erika, dia memelototi pria itu seolah-olah dia mencoba membalas dendam orang tuanya.

"Meskipun kau tinggal di rumah yang sama, apa kau tidak melihat betapa Erika-chan sangat menyayangi boneka itu?"

Aku juga marah. Alasanku ingin merespon dengan tenang berbenturan dengan instingku untuk melampiaskan amarahku dan ekspresiku memudar.

Seorang ibu dengan sikap buruk meskipun dia menyapa anaknya. Pernyataan kejam diulang di depan orang itu sendiri. Selain itu, pacarnya itu pria bajingan.

Aku mencoba untuk bersabar, tetapi kemarahanku meluap.

"Bajingan, kau tidak tahu apa-apa tentang Erika, kan!? Kau tidak tahu apa yang dipedulikan Erika sekarang, apa yang ingin dia lakukan di masa depan atau apa yang dia kerjakan dengan sangat keras…"

"Masa depan?"

Ibu Erika-chan memiringkan kepalanya dengan bingung ketika dia mendengar kata-kataku.

"Masa depan gadis itu sudah ditentukan. Ketika dia lulus dari sekolah menengah, dia akan mendapatkan pekerjaan di bisnis malam yang sama, sehingga dia dapat membayar kembali uang yang telah kuhabiskan untuk membesarkannya."

"Hah?"

"Apa yang salah dengan itu? Lagipula itu satu-satunya gunanya untuk anak yang putus asa, bukan?"

Bahkan seorang Buddha marah setelah ketiga kalinya. Jika seorang Buddha dibiarkan marah setelah keempat kalinya, kupkir aku juga berhak untuk marah.

Aku hendak berteriak padanya, tapi saat itu Erika-chan memelukku dari belakang.

"Aku akan bekerja seperti orang normal dan menikahi Onii-san! Aku tidak akan pernah menjadi sepertimu! Dan aku tidak akan pernah melakukan apa yang kau inginkan!"

Erika-chan berteriak pada ibunya sambil memelukku.

Ibu Erika-chan dan pacarnya tampak bingung sejenak, lalu dengan cepat menghela napas kesal.

Ibu Erika-chan mencibir padanya.

"Begitu? Apa kau tergoda oleh pria ini?"

"Kau salah! Onii-san tidak seperti itu! Jangan samakan aku denganmu, yang tidak memiliki mata yang tajam untuk laki-laki!"

“Ah, terserah. Aku harus bersiap-siap untuk bekerja. Kau bebas tinggal bersamanya, menikah dengannya, melakukan apa pun yang kau inginkan.”

Tidak peduli apa kata orang lain, ibu Erika-chan mungkin akan selalu seperti ini.

——Tapi, itu sudah cukup. Aku telah melakukan apa yang perlu kulakukan.

Aku menatap Mana. Lalu Mana, yang sangat peka, segera meraih tangan Erika-chan dan berkata,

 Ayo, Erika. Ayo ambil pakaianmu dan barang-barang lainnya."

"Ah, ya…"

Mana dan Erika-chan naik ke kamarnya dan mulai mengambil barang-barangnya. Ibu Erika-chan dan pacarnya menatap mereka. Aku juga melihat dari pintu yang terbuka.

Dalam waktu kurang dari lima menit, Erika-chan dan Mana keluar dari ruangan dengan kantong plastik di kedua tangan. Barang-barang pribadi Erika-chan mengintip dari kantong plastik, dikemas dengan berantakan.

"Aniki. Ayo pergi. Aku ingin pergi dari sini secepat mungkin." kata Mana.

"Ya, ayo pergi." kataku, lalu Mana dan Erika-chan mengangguk.

Ketika aku berbalik untuk pergi, pintu depan sudah tertutup.

——Erika-chan selalu berjuang sendirian di apartemen kecil itu.

Aku tidak perlu mengembalikan Erika-chan ke apartemen itu untuk sementara waktu. Aku merasakan pencapaian yang luar biasa ketika aku memikirkan hal itu.

Hari-hari panjang di musim panas dan sinar matahari tidak mereda bahkan setelah pukul empat sore.

Kami perlahan-lahan berjalan pulang, melengkapi air yang tumpah dari tubuh kami dengan minuman olahraga dari mesin penjual otomatis yang lewat.

Saat ketegangan menghadapi ibu Erika-chan mereda, perlahan-lahan aku merasakan gelombang penyesalan. Aku putus asa pada saat itu, tetapi saat aku tenang, aku mulai berpikir bahwa mungkin ada hal lain yang bisa kulakukan.

Seharusnya aku mengatakan sesuatu yang lebih kepada mereka berdua. Sesuatu yang akan membuat mereka menyesal tidak menghargai Erika-chan dengan baik..

Hanya dengan menjaga Erika-chan dalam perawatanku, aku telah mencapai tujuanku. Mamun, aku merasa tidak nyaman. Tubuhku lengket karena keringat, yang membuatku semakin merasa tidak nyaman.

Namun, suara Erika-chan ceria dan hidup.

"Ah, aku merasa sangat segar~!Terima kasih, kalian berdua~! Onii-san, kamu terlihat keren saat berbicara untukku! Hei, hei, apa kamu mendengar apa yang dikatakan ibuku? Dia berkata, 'Tetap bersamanya, nikahi dia, lakukan apa pun yang kamu mau.' Aku mendapat izin untuk menikah!"

Wajah Erika-chan berseri-seri. Ketika aku melihat Erika-chan seperti itu, penyesalan yang kurasakan sebelumnya menghilang.

——Selama Erika-chan bahagia... Tidak apa-apa.

Bahuku rileks. Pipiku secara alami mengendur.

Saat itu, Mana dengan riang menyikutku.

'Oi oi Aniki~. Kenapa kamu tidak berkencan dengan Erika? Kamu perlu menanggapi perasaannya."

"Eh? Hah? Btw, Mana, apa kau tahu kalau Erika-chan menyukaiku…?”

“Ya, aku tahu itu.”

"Eh, kapan!?"

Aku bingung. Meskipun aku tidak memberi tahu orang lain bahwa Erika telah mengaku kepadaku atau bahwa dia mendekatiku dengan agresif ...

Kemudian Mana menjawab dengan tenang.

"Eh? Sejak kapan… Hmm, kupikir sejak saat Aniki mengajari Erika beberapa hal?"

“Itu sudah lama sekali!”

Tidak heran dia tidak bereaksi ketika Erika-chan berteriak pada ibunya, mengatakan "Aku akan menikahi Onii-san!"

Sementara aku tercengang, Mana berkata dengan suara putus asa.

“Karena aku tahu itu, aku berhati-hati untuk memastikan bahwa hanya Erika dan Aniki di rumah, tahu?”

“Eh? Jadi itu alasannya hanya Erika-chan yang datang ke rumah kita akhir-akhir ini! Nn? Tunggu, jangan bilang, Runa-chan dan Arisa-chan juga tahu?”

“Itu sudah jelas, kan?”

"Serius!? Aku tidak menyadarinya sama sekali!?”

Mana dan Erika-chan tertawa senang.

"Hei Aniki. Kamu harus membebaskan Erika dari rumah itu. Aniki juga menyayangi Erika. Jadi, kenapa kamu tidak membawanya pergi dan menikahinya? Atau apa kamu masih menganggap Erika sebagai adik perempuanmu? Apa  kamu benar-benar tidak menyadarinya?"

Kata-kata itu diucapkan dengan nada ringan, tetapi sangat membebani pikiranku.

——Bagiku, Erika-chan itu…

Itu mengembalikan emosi yang kurasakan saat melihat Erika-chan menangis di pipa saat di taman.

Dia sudah seperti adik perempuan bagiku. Namun, aku tidak bisa langsung menjawab.



|| Previous || Next Chapter ||
5 comments
close