NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Imouto no Shinyu? Mou Ore no Onna Tomodachi? Nara Sono Tsugi wa? V1 Chapter 7

Chapter 7
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

 Rin-chan, pernah mengatakan kepadaku bahwa dia masih menangani berbagai masalah SDM, seperti pengukuran fisik dan pengambilan foto yang diperlukan untuk membuat kartu pelajar.

 Jadi, mungkin dia akan sibuk untuk sementara waktu..

 Kami memutuskan untuk belajar bersama mulai minggu depan, setelah pulang sekolah.

"Jadi, bagaimana menurutmu?"

“Hmm... Aku akan membicarakannya dengan adikku. Karena orang tuaku pulang terlambat. Kami harus berbagi tugas untuk melakukan pekerjaan rumah, seperti membuat makan malam dan lainnya.”

"M-Maaf... aku tidak memikirkan hal itu.."

"Tidak apa-apa.. Ini cuma pekerjaan kecil bagiku. Lagipula, aku tidak punya kegiatan lain untuk mengisi waktu luang..."

"Meski begitu.. "

"Kenapa kau sedikit tegang sekarang?"

 Wajahnya menjadi sedikit merah dan dia tampak bingung.

 Ini adalah perubahan mendadak dari sifat beraninya sebelumnya.

“Tidak, aku hanya merasa bersalah…”

"Haa.. kau tidak melakukan kesalahan apapun... Ini tidak seperti dirimu saja."

 Rupanya, dia lebih malu daripada yang dia kira dan merasa semakin bersalah atas tindakannya sebelumnya.

 Kurasa dia mencoba bertingkah seperti iblis kecil. Tapi kepribadian Rin-chan tidak cocok untuk itu, bahkan jika dia dipengaruhi oleh adikku sampai batas tertentu.

 Namun, kekuatannya luar biasa.

 Dia malu pada dirinya sendiri. Tapi, dia juga bisa membuat lawannya lengah.

 Itu adalah pedang bermata dua. Aku hanya berharap dia menyadari hal ini dan tidak menyalahgunakannya untuk bersenang-senang.

 Jika dia melakukannya, aku yakin hati kita akan berada di tangan satu sama lain… dan hatiku akan diserang dengan satu atau lain cara.

 Itu bukan pedang bermata dua lagi.

"Ern, aku akan ke sini."

"Mnm, sampai jumpa lagi."

* * *

 Aku berpisah dengan Rin-chan di persimpangan jalan dan langsung tancap gas ke rumahku secepat mungkin.

 Ketika aku tiba di rumah, pintu tidak terkunci, kupikir adikku sudah pulang duluan.

"Aku pulang."

"Oh, tumben sekali Nii-san pulang terlambat dari biasanya. Apa kamu mengambil jalan memutar?”

“Tidak, aku pulang dengan Rin-chan.”

“Eh?”

 Aku tidak mengharapkannya, tetapi aku mendengar suara terkejut dari adik perempuanku.

"Kalian pulang bareng!?"

“O-Ohh… emang kenapa?"

 Aku secara spontan mengatakan itu pada adikku.

 Dia pasti tidak menduga bahwa hubungan kami semakin dekat hanya dalam waktu singkat.

“Ohh! Kalian berdua cepat banget akrabnya! Ah, btw.. Siapa yang mengajak pulang bareng? Rin atau Nii-san?"

“Rin-chan... Dia mengirimku pesan 'Onii-san, mau pulang bareng?'. Lalu, aku membalas 'Oke.' Di tengah perjalan pulang, kami juga membicarkan tentang sekolah dan hal-hal lain."

 Tentu saja, aku tidak berbohong. Faktanya, kami memang membicarakan tentang sekolah, seperti kegiatan klub, belajar dan yang lainnya dalam perjalanan pulang.

 Aku menyerahkan topik obrolan pada Rin-chan dan membiarkan adikku menanyakan semua pertanyaan yang dia inginkan.

"Begitu.. Jadi, bagimana?"

"Apanya?"

"Apa Rin mau bergabung dengan suatu klub?"

"Oh, soal itu.. Kenapa kau tidak menanyakannya pada Rin-chan? Kupikir dia akan memberitahumu.."

"Mungkin kamu benar. Tapi, aku ingin mendengarnya darimu, Nii-san.."

"Huh, kurasa.. untuk saat ini, Rin-chan masih belum berpikir untuk bergabung dengan suatu klub."

“Hmm~. Itu artinya, Rin bukan anggota klub manapun, sama sepertimu, kan?" 

“Nah, ini yang ingin kubicarakan denganmu. Dia ingin aku menemaninua belajar sepulang sekolah karena dia mengalami kesulitan dengan pelajaran SMA-nya dan aku ingin menghabiskan satu atau dua jam dengannya.”

“Hoho~... begitu ya, Sepertinya hubungan kalian berjalan lancar. --Tidak, lebih tepatnya.... kalian sudah saling mengenal dengan sangat baik dalam waktu yang sangat singkat, bukan…?”

“Y-Yah, begitulah …”

 Seperti yang diharapkan dari adik perempuanku, dia skeptis karena cerita itu berkembang terlalu cepat. [TN: Skeptis adalah sikap mempertanyakan atau meragukan suatu hal yang diduga sebagai keyakinan atau dogma belaka]

"Jika itu masalahnya. Aku sangat mendukungmu. Kalau hal itu bisa berdampak positif bagi temanku. Tentu saja, Nii-san harus membantu Rin, oke.."

“Syukurlah aku punya adik yang pengertian.”

“Tapi, apa yang membuat Kakakku ini bertindak sejauh itu?”

 Meski begitu, dia tetaplah adik perempuanku. Orang yang mengenalku lebih baik dari orang lain. Wajar saja, jika dia menjadi penasaran setelah melihat Kakaknya melakukan sejauh itu untuk sahabatnya.

“Jangan salah paham, oke.. Aku melakukan ini karena aku merasa kasihan pada sahabat baikmu itu. Kau berkali-kali menyuruhnya datang ke sini, tetapi kau malah meninggalkannya sendirian."

“Hah!? Aku tidak meninggalkannya sendiran oke!? Aku juga punya sesuatu yang harus kulakukan. Lagian, Rin juga tahu itu!”

“Bahkan kalau kau berpikir begitu, aku merasa kasihan padanya dari sudut pandang orang luar. Itu sebabnya, aku termotivasi untuk melakukan sesuatu yang bisa mendukungnya."

 Hee~, gumamnya.

 Dia sepertinya puas dengan situasinya, selain kesulitan berurusan denganku.

"Yah, ini hanya bagian dari cerita, aku ingin kau membicarakannya."

“Jangan menaruh perhatian dan tuntutan ekstra pada pembicaraan perempuan, itu menjijikkan. Selain itu, Nii-san tidak perlu menceritakan semuanya padaku."

 Suasana hati adik perempuanku menjadi sedikit buruk. Jadi, aku berhenti berbicara lebih jauh.

 Biasanya itu akan membuatku merasa sedikit tidak nyaman. Tapi, sekarang ini sangat membantu.

 Aku akan berasumsi bahwa Rin-chan akan mengurus sisanya.




|| Previous || Next Chapter ||
5 comments

5 comments

  • Unknown
    Unknown
    20/12/21 09:07
    Cerita di LN ini mirip banget sama kehidupan yang gua alamin sekarang
    • Unknown
      Nibiru
      14/4/22 23:59
      Lanjutkan halu nya bro
    Reply
  • Putora
    Putora
    15/12/21 13:22
    Neks
    Reply
  • SoraDesuu
    SoraDesuu
    15/12/21 02:07
    Next min
    Reply
  • Rofiko
    Rofiko
    14/12/21 23:25
    Lanjot
    Reply
close