Chapter 70 – Pulang bersama gadis paling imut kedua di kelasku
Alasan kenapa aku menolak permintaan Seki-kun itu sederhana. Itu karena keadaan hubungan Umi dan Amami-san saat ini.
Kedua gadis itu mungkin bertingkah akrab di depan semua orang di kelas. Tapi, aku tahu ada celah halus dalam hubungan mereka.
Bukti dari pernyataanku ini adalah skinship mereka yang berlebihan. Jelas bagiku bahwa mereka berusaha sangat keras untuk memperbaiki hubungan mereka dengan melakukan itu.
Amami-san terus menempel pada Umi, mencoba untuk memperbaiki persahabatannya. Dan, jika Seki-kun tiba-tiba masuk di antara mereka. Itu hanya akan membuatnya semakin berantakan.
Kalau dia memintaku untuk sesuatu yang kurang jelas, seperti meminta sesi belajar bersama untuk mempersiapkan ujian yang akan datang, aku mungkin bisa membantunya. Mengetahui Amami-san, dia akan dengan senang hati melakukan hal-hal yang kuminta selama itu tidak terlalu merepotkan baginya.
Kalau dia memintaku untuk menciptakan peluang untuknya, aku akan dengan senang hati membantunya.
Sayangnya, permintaannya terlalu berlebihan untuk kulakukan dan selain itu, Amami-san bahkan tidak melihatnya seperti itu. Bukan karena dia tidak terlihat cukup menarik atau apa, gadis itu terlalu sibuk dengan hal-hal lain untuk dipedulikan sekarang.
Aku tidak peduli jika dia patah hati karena ini. Bagaimanapun, memperbaiki hubungan Umi dan Amami-san adalah prioritasku.
Dan yang paling penting, aku tidak ingin menimbulkan masalah bagi Umi.
Jika keadaan berjalan baik antara Seki-kun dan Amami-san, dia pasti akan terlibat dengan Umi dalam beberapa hal. Lagipula, Amami-san sangat percaya pada Umi. Jika sesuatu terjadi, orang yang akan dia konsultasikan adalah Umi. Dan mengetahui Umi, dia akan melakukan yang terbaik untuk membantu sahabatnya, begitulah dia.
Aku tahu, karena dia memperlakukanku dengan cara yang sama.
Dia sangat memperhatikanku. Maksudku, dia bahkan mengetahui tentang pertemuan ini sebelum aku bisa memberitahunya tentang hal itu. Setiap kali dia melihatku sendirian di kelas, dia akan mengirimiku pesan untuk menemaniku dan setiap kali aku mendapat masalah, dia akan membantu. Gadis itu, baik atau buruk, memiliki rasa tanggung jawab yang kuat.
Dan juga, dia agak posesif dan mudah cemburu.
Kalau aku setuju untuk membantunya, dia pasti akan mencoba mencari tahu tentang itu dan jika aku bersikeras untuk merahasiakannya darinya, itu mungkin mempengaruhi kondisi mentalnya.
Ini juga merupakan periode penting bagi kami berdua, aku tidak merasa ingin mengambil risiko yang tidak perlu.
"Apakah itu semuanya? Apa ada hal lain yang ingin kau bicarakan?”
"Tidak... Tidak ada... Begitu, kau tidak mau membantuku 'ya?"
“Ya… Maaf.”
“Tidak, santai saja. Aku sudah tahu ada kemungkinan besar kau akan menolak permintaanku, jangan khawatir tentang itu ..."
... Huh, kupikir dia akan lebih memaksa untuk mendapatkan bantuanku, tetapi dia menyerah begitu saja.
Jantungku berdebar sangat kencang, aku merasa sangat gugup untuk menolaknya. Syukurlah suaraku tidak gemetar.
“Maehara… Kau terlihat seperti pria pendiam. Tapi, ternyata kau keras kepala 'ya? Aku melihatmu dalam cahaya yang berbeda sekarang…”
"Begitukah? …Yah, itu mungkin pengaruh dari seseorang…”
Aku tidak seberani Umi. Tapi, kuharap aku bisa seperti dia suatu hari nanti.
Di satu sisi, Umi adalah tujuanku.
"Ah, sepertinya para Senpai bentar lagi datang. Mari kita akhiri pembicaraan kita di sini."
“Oke… Oh, meskipun aku tidak bisa membantumu secara langsung. Tapi, aku bisa bertindak sebagai dukungan moral.”
“Terima kasih. Tapi, yang aku butuhkan sekarang adalah bantuan langsung darimu.”
"Ahaha ..."
Bahkan jika aku setuju untuk membantu, aku ragu bahwa semuanya akan berjalan baik untuknya.
Aku memberinya tepukan ringan di punggungnya saat dia berbalik dan berlari ke tempat latihan.
Sejujurnya, selama dia melakukan yang terbaik di klubnya, pasti akan ada beberapa gadis yang menyukainya dan kemungkinan besar, salah satu dari mereka akan lebih cocok untuknya daripada Amami-san.
Aku memberinya dukunganku dan berlari ke arah gerbang sekolah.
Di saat kami berbicara, semua orang sepertinya sudah pulang. Aku bisa melihat suasana di sekitar sekolah cukup sepi dan yang bisa kulihat hanyalah daun-daun kering yang tertiup angin musim dingin.
“Sial… Dingin sekali! Aku harus mengeluarkan benda itu dari lemari saat aku kembali ke rumah... Eh?”
Aku bergumam pada diriku sendiri seperti biasa dan hendak berlari melewati gerbang sekolah, namun aku melihat sosok familiar bersandar di dekatnya.
“… Umi?”
Orang itu adalah Asanagi Umi.
"Yo."
“Yo… Kau menungguku 'ya?"
“…. Mnm, seperti yang kamu lihat."
Dia masih mengenakan seragamnya dengan syal kotak-kotak favoritnya yang melilit di lehernya. Dia juga memiliki tas sekolahnya merosot di punggungnya. Dia menggembungkan pipinya saat dia menunggu jawabanku.
Astaga.. Jadi, kau sudah menungguku di bawah cuaca dingin ini 'ya..
“Bukankah kau seharusnya sudah pulang dengan Amami-san? Dan juga, bagaiamana dengan Amami-san?"
“Ah, sebelumnya aku bilang padanya bahwa aku melupakan sesuatu dan menyuruhnya pulang tanpaku. Dan, untuk beberapa alasan dia mengucapkan semoga beruntung ketika aku mengatakan itu, aku bertanya-tanya tentang apa itu?"
“Entahlah.. mana mungkin aku tahu 'kan?"
.... Yah, aku yakin Amami-san tahu apa yang di inginkan Umi.
“Maaf, Maki. Sebenarnya, aku nau pulang sesegara mungkin. Tapi tetap saja, aku mengkhawatirkanmu…”
"Huh, aku terkejut kau tidak mengikutiku dan bersembunyi di dekatku sambil mengintipku."
“Muu… Kalau aku melakukan itu, maka aku akan mengingkari janjiku padamu untuk tidak melakukan apapun 'kan?” katanya dengan pipi cemberut, lalu berpaling dariku.
Aku bisa melihat pipinya sedikit memerah.
“Sejujurnya, aku benar-benar ingin tahu apa yang kamu dan Seki-kun bicarakan… Tapi, aku tahu itu bukan hal yang benar untuk dilakukan… Jadi aku memutuskan untuk menunggumu saja…”
Sepertinya Umi sedikit ragu, antara pulang atau menungguku karena dia khawatir.
Pada akhirnya, dia memutuskan untuk menungguku. Itu sebabnya, dia berdiri di dekat gerbang sekolah seperti ini.
Mengapa dia seperti ini?
Nah, sisi inilah yang membuatnya imut.
"Begitu, ya."
“… Mm…”
"Nah, mari kita pulang atau kita akan kedinginan."
“… Mnm. …Ah, Maki…”
"Hm? Apa?"
“Ini sangat dingin, kau tahu? Jadi… Bolehkah aku… Menghangatkan diri di tempatmu?”
"…Tentu saja…"
Ini bukan hari Jumat, hari dimana kami berdua menghabiskan waktu bersama. Tapi, siapa yang peduli dengan itu?
Dia adalah orang yang kucintai, seseorang yang sangat penting bagiku. Jadi, wajar saja kalau aku ingin menghabiskan waktu bersamanya meskipun ini hari kerja 'kan?
Dan juga, aku kurasa ini bukan hal yang perlu kulaporkan pada Ibuku.
|| Previous || Next Chapter ||
24 comments