NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Yuujin ni 500 Yen Volume 1 Chapter 2 Part 1

Chapter 2 - Sebuah cerita tentang masakan adik perempuan temanku


[Bagian 1]

"Ah! Biarkan aku saja yang mencucinya, Senpai.”

Mengambil dua gelas kosong, Akari-chan berdiri.

Dia dalam suasana hati yang sangat baik hari ini, bersenandung gembira saat dia pergi ke arah dapur.

Kuncir kudanya, yang dia selipkan ke dalam bundel saat mencuci, bergoyang ke depan dan ke belakang saat dia berjalan.

Kalau aku memiliki sesuatu untuk dikatakan, itu akan menjadi betapa sederhananya dapurku; hanya berjarak satu pintu dari ruang tamu dan terletak di koridor.

Tapi, aku tidak berpikir aku bisa terbiasa dengan situasi ini.

Sejak aku masuk kampus dan mulai hidup sendiri, hanya anak laki-laki yang pernah masuk ke kamarku sebelumnya. Dan, hari ini... Ini pertama kalinya ada seorang gadis masuk ke kamarku dan gadis itu adalah Akari-chan.

Oh, gawat... semakin aku menyadarinya, itu semakin membuatku gugup.

Aku punya banyak teman 'cewek' di SMAku. Tapi, tidak pernah sekalipun aku punya pacar. Tentu saja, aku tidak pernah menyatakan cintaku kepada salah satu dari mereka, begitu juga dengan mereka...… Itu sebabnya, aku bisa mengatakan bahwa aku tidak pernah memiliki hubungan romantis apa pun ketika di SMA dulu.

Bahkan, beberapa gadis yang menjadi anggota komite menjauh dariku, ketika aku mencoba berbicara dengan mereka tentang pekerjaan mereka…

Oh, itu masih lebih baik dibandingkan di SMP, di SMP bahkan lebih menyedihkan. Sebagian besar waktuku dihabiskan untuk kegiatan klub. Satu-satunya gadis yang aku kenal adalah manajer Kouhaiku.

Semakin aku terlibat dengannya, semakin dia menjadi terikat denganku. Tapi, aku tidak bisa mengatakan itu sebagai pengalamanku bergaul dengan gadis, itu karena... bagiku, dibandingkan pacar, dia lebih seperti adik 

Jadi, bagiku, yang tidak pernah bersenang-senang untuk merayakan masa mudaku, bukankah terlalu sulit untuk tidur dan makan dengan seorang gadis yang lebih muda di ruangan sempit seperti ini?

Selain itu──yah, mungkin terlihat seperti aku menilai orang dari penampilan mereka. Tapi, satu elemen penting yang tidak bisa diabaikan adalah──bahwa Miyamae Akari adalah seorang gadis cantik.

Meskipun aku tidak yakin apakah pantas bagiku untuk menganggap seorang gadis SMA satu tahun lebih muda dariku sebagai seorang perempuan, dia memancarkan pesona kekanak-kanakan yang melintasi batas antara 'imut' dan 'cantik'.

Dia memiliki penampilan yang menarik. Kau bahkan bisa melihat payudaranya yang cukup besar sepertinya dibaik seragam pelautnya. Dan juga, dia memiliki pinggang yang indah meskipun kamisolnya menyembunyikannya──

"Tidak, tidak, apa yang kulakukan sih!?"

Aku menggelengkan kepalaku dan dengan paksa menghapus image Akari-chan yang melintas di pikiranku.

Akari-chan adalah gadis yang sangat cantik, tidak diragukan lagi. Balik lagi ketika aku masih di SMA, aku sering mendengar tentang reputasinya jauh lebih baik dari yang kubayangkan.

Ngomong-ngomong… Akari-chan sering datang ke kelasku setidaknya 2-3 kali dalam seminggu untuk mengatarkan bento kakaknya, Subaru.

Tentu saja, Akari-chan juga cukup populer di kelasku, tidak hanya dikalangan laki-laki, tetapi dikalangan perempuan juga.

Mungkin karena penamlilannya yang imut dan sikapnya yang baik, yang membuatnya populer di kelasku.

Setiap kali, dia datang mengantarkan bento kakaknya dan setiap dia melihatku, dia selalu menyapaku.

.... Yah, itu karena aku sering menghabiskan waktu dengan Subaru saat istirahat makan siang. Jadi, dia tidak bisa mengabaikanku.

Sejujurnya, aku tidak berpikir itu semua buruk. Dia adalah gadis cantik yang tidak pernah bosan kutemui dan setiap kali dia datang untuk mengantarkan makan siang Subaru, itu membuatku tersenyum karena itu menunjukkan betapa dia mengharagai kakaknya, meskipun itu merepotkan.

Ya, dia adalah gadis yang sangat baik yang menyayangi kakaknya.

Kisah tentang dirinya yang terlilit hutang mungkin merupakan hasil dari cintanya yang berlebihan kepada kakak laki-lakinya.

Pasti sulit baginya untuk datang jauh-jauh ke ruang kelas kami untuk mengantarkan makan siang Subaru. Dan pasti lebih sulit baginya untuk datang ke rumahku. Jadi, aku tidak bisa menolaknya begitu saja.

Maksudku, Subaru.

Kenapa kau menawarkan adikmu untuk menutupi hutangmu?

Apakah orang itu iblis?

Lain kali aku melihatnya, aku akan meninju wajahnya.

Apalagi harganya hanya 500 yen. Tidak, tidak masalah apakah itu 1.000 yen atau 10.000 yen. Tapi... aku hanya berharap dia meminjam lebih banyak darik. Jadi, aku tidak perlu merasa bersalah......!!

“Huu~.”

“Hnnghh!?”

Tiba-tiba, sesuatu yang hangat menggelitik telingaku dan mau tak mau aku mengeluarkan suara aneh.

Aku secara refleks berbalik──dan aku melihat wajah Akari-chan tepat didepanku.

“W-Wah!??”

Mata Akari-chan berputar-putar, wajahnya menjadi merah padam saat dia terhuyung mundur, menyatukan kakinya, jatuh di lantai.

"Apa kau baik-baik saja!?"

"Maaf......aku tidak tahu apakah harus memanggilmu atau tidak karena kamu sepertinya sedang memikirkan sesuatu."

Jadi, itu sebabnya aku bisa merasakan napasnya. Dia terlalu dekat denganku.

Sejujurnya, aku sama sekali tidak menyadarinya.

Kurasa seperti itulah aku terserap dalam pikiranku. Tapi, itu bahkan lebih canggung karena yang kupikirkan adalah tentang Akari-chan sendiri.

“Ah, aku sudah selesai mencuci piring. Jadi, kupikir aku akan bertanya apa yang harus kulakukan selanjutnya…….”

“Oh, um, kau tidak perlu melakukan banyak hal. Bagaiamana kalau kau istirahat dulu?”

“Mn, Senpai.. benar, tidak baik melakukannya terburu-buru, kan? Lagian, kita masih punya banyak waktu.."

Akari-chan meletakkan tangannya di dagunya dan mengangguk setuju. Kemudian,

"Bagaimanapun, kita akan hidup bersama!"

“Hidup bersama….yah, itu benar…”

Mendengar dia mengatakannya dengan sangat jelas, aku ingin menghindar dari percakapan ini.

Bagaimana Akari-chan bisa tersenyum begitu positif dalam situasi seperti ini?

Seperti yang kuoikirkan, dia benar-benar berniat menginap di sini. Aku bisa melihat koper dan futon yang di bawakan oleh pengantar barang tadi. 

Terutama item baru yang terakhir adalah unik dalam artian yang membuatku merasa seperti seorang veteran perang, menghabiskan seluruh energiku. Seperti yang bisa kuharapkan dari kasur yang lebih mahal.

“Oh, iya. Senpai.."

"Apa?"

“Isi kulkasnya hampir kosong…….”

Akari-chan mengirimiku tatapan penuh perhatian di sepanjang baris 'Apakah terjadi sesuatu yang buruk?'.

……Kenapa ya. Bukannya aku dituduh melakukan apa pun. Tapi, anehnya aku merasa malu.

Dia benar. Isi kulkas di kamarku hampir kosong.

Saat aku pertama kali mulai hidup sendiri, aku pergi ke toko ritel elektronik dan memilih kulkas dua pintu yang berisi beberapa makanan untuk masakanku sendiri.

Untuk kebutuhanku sendiri...

“Senpai, kamu masak sendiri 'kan?"

Ups, kupikir nada suara Akari-chan telah menjadi sedikit menuduh. Tidak, mungkin aku hanya paranoid.

“Makanan apa yang biasanya kamu makan?”

“Uh…… kebanyakan makan siang di toko serba ada?”

"Haa…"

Dia secara terang-terangan mengeluhkan sesuatu!

"Senpai, kamu tidak boleh makan makanan seperti itu terus.."

“T-tapi, makan siang di toko serba ada sangat enak lho …”

“Aku tidak berbicara tentang rasanya. Aku berbicara tentang nutrisi."

Dia seperti memarahi seorang anak kecil yang tidak mau mendengarkan kata-kata orang tuanya. Dan juga, aku bahkan tidak bisa menyangkalnya. Sejujurnya, aku kehilangan kata-kata.

Di sisi lain, orang tuaku juga mengkhawatirkanku setiap kali aku menelepon mereka, menanyakan apakah aku makan dengan benar…….

“Dengar, Senpai. Kalau kamu tidak makan dengan benar, kamu akan jatuh sakit. Mungkin sekarang kamu baik-baik saja, tetapi dalam 10-20 tahun kedepan, harga untuk mengabaikan hadiah pasti akan datang! Itu sebabnya, kamu harus makan dengan benar!"

Akari-chan mengepalkan tinjunya dan menyampaikan pidato yang kuat. 

Anehnya, itu terasa persuasif.

“Kau tahu banyak, bukan?”

"Ya, aku sedang belajar!"

Ketika Akari-chan mengatakan itu, matanya bersinar dengan percaya diri──Aku tidak merasa bisa mengatakan, “Alasan utamaku tidak memasak adalah karena aku tidak ingin repot-repot bersih-bersih setelahnya."

Aku sedang tidak mood untuk memberikan alasan yang menyedihkan.

"Senpai.."

"Ya?"

"Mungkah kamu nggak mau repot untuk membersihkan setelah memasak? Memang benar sih, itu agak merepotkan.."

“B-Bagaimana…kau!? Kau tidak membaca pikiranku, kan, Akari-chan?”

“Tidak, itu terlihat jelas di wajahmu, Senpai."

Aku merasa malu bahwa seorang gadis yang lebih muda bisa melihat kecerobohanku. Tapi, Akari-chan tersenyum hangat padaku dengan sedikit kasih sayang.

“Jangan khawatir, Senpai. Mulai hari ini dan seterusnya, aku akan menyiapkan makanan bergizi dan enak untukmu”

"Eh? Apa kau yakin, Akari-chan?"

"Iya! Serahkan saja padaku! Aku juru masak yang handal. Aku bahkan biasa membuatkan makan siang untuk kakakku!”

.... Ah, aku tahu itu. Subaru sering membual tentang itu padaku.

Memang benar bento Subaru selalu berwarna-warni dan terlihat sangat lezat, tapi──

"Um, Senpai. Apa kamu pernah mencicipi makana yang kubuat untuk kakakku itu?"

"Tidak, dia tidak pernah mengizinkanku memakan bentonya. Kurasa dia pernah mengatakan sesuatu seperti 'Makanan buatan adikku ini hanya untukku, kakaknya bung!'.."

"Dasar, kakak idiot itu ......!"

Oh, apakah Akari-chan baru saja mengutuk kakaknya…..?

Dia mengatakan itu dengan suara sangat pelan. Jadi, kupikir.. aku mungkin salah dengar.

"... Ahem, itu artinya Senpai tidak tahu apa-apa tentang keterampilan memasakku, kan?”

"Aku tidak berpikir 'tidak tahu apa-apa' adalah kata yang tepat untuk itu ..."

“Tidak, aku sedang bersemangat."

"Uh-huh..."

Mata Akari-chan berkilauan dan dia tersenyum tanpa rasa takut.

Aku tidak tahu apa itu, tetapi percakapan kami sebelumnya tampaknya telah memicu sesuatu dalam dirinya.

“Sudah diputuskan kalau begitu, Senpai! Ayo pergi!"

"T-Tunggu, emang kita mau pergi kemana?'

“Tentu saja, belanja! Aku ingin memastikan Senpai menikmati masakan buatanku sehingga kamu tahu betapa berharganya keberadaanku baginya!”

* * *

Setelah itu, kami memutuskan untuk pergi ke supermarket yang cukup besar di daerahku.

Mungkin ini pertama kalinya aku ke sini sejak tiga bulan yang lalu. Supermarket di sini menjual berbagai macam produk dengan harga murah, membuatnya terjangkau bagi anak sekolah dengan anggaran terbatas.

Karena aku terbiasa makan makanan dari toserba yang hanya berjarak lima menit dari rumahku dengan jalan kaki. Entah mengapa, masuk ke tempat seperti ini, yang menyediakan bahan makanan mentah, terasa aneh bagiku.

"Nah, ngomong-ngomong.. enaknya masak apa, ya?"

Selain menjadi juru masak yang hebat, keluarganya juga relatif kaya. Jadi, aku sedikit khawatir dia mungkin tidak menyukainya kalau aku membawanya ke supermarket biasa…Tapi itu sepertinya tidak menjadi masalah. Malahan, Akari-chan dengan senang hati bersenandung saat dia melihat-lihat sekitarnya.

Ngomong-ngomong, Akari-chan... saat ini mengenakan pakaian kasualnya. Dia memakai t-shirt polos dan celana pendek. Penampilannya sangat cocok dengan yang masih SMA.

“Kecuali dia ingin menjaga imagenya sebagai gadis SMA."

Sepertinya memang begitu. Dia pasti… sering memikirkan itu.

Sekarang aku sudah menjadi seorang mahasiswa, hanya setelah kehilangan itu, aku memahami pesona menjadi anak SMA..

Yah, hanya karena dia melepas seragam sekolahnya bukan berarti semua pesona Akari-chan hilang. Pakaian musim panas yang tipis, memamerkan lengan dan pahanya yang mulus, sangat sehat karena terkena sinar matahari.

Tentu saja, aku menunggu di luar saat Akari-chan sedang berganti pakaian. Tapi, saat aku melihatnya keluar dari kamarnya, aku terdiam sesaat. Bagaiamanapun juga, Akari-chan tetaplah seorang gadis cantik.

Seperti yang diharapkan...panasnya musim panas akan membuatku terpesona. Menurut aplikasi ramalan cuaca, hari ini akan menjadi hari yang tidak berawan, dengan suhu yang melonjak lebih dari tiga puluh lima derajat.

Aku hampir tidak tahan.

Aku merasa lesu karena perbedaan suhu antara panasnya supermarket dan toko ber-AC. Tapi, Akari-chan sepertinya tidak terpengaruh.

"Senpai, aku punya pertanyaan kejutan untukmu."

“Eh, ada apa tiba-tiba?"

"Katakan padaku satu hal yang tidak dimiliki seorang pria ketika mereka hidup sendiri!"

“Eh….?”

Satu hal yang paling tidak dimiliki seorang pria ketika mereka hidup sendiri?

Hal pertama yang langsung terlintas dalam pikiran adalah uang. Tapi, itu tidak hanya terbatas pada pria.

Selain itu, dikatakan bahwa wanita yang banyak mengonsumsi riasan dan hal-hal lain memiliki waktu yang jauh lebih sulit untuk menghemat uang daripada pria yang dapat melakukannya dengan mudah. Ditambah lagi, jawaban kuis ini hanya terbatas pada laki-laki.

Kalau begitu…maka apakah itu hal yang berhubungan dengan memasak? Apa yang tidak dimiliki seorang pria, apa yang tidak dimiliki seorang pria──

"…..Sayuran?"

Aku berpikir, "Itu tidak terlalu buruk."

Karena kakak Akari-chan, Subaru, membenci sayuran. Sederhananya, dia tidak tahan dengan perasaan makan rumput.

Tentunya dia meledak dengan pilih-pilih makan sejak dia mulai hidup sendiri dan Akari-chan pasti melihatnya sebagai perwakilan pria.

Jadi, tidak aneh baginya untuk mengatakan bahwa pria memiliki prasangka terhadap sayuran──

“Boo boo. Itu salah."

….Itu adalah sebuah kesalahan. Aku malu.

“Jawaban yang benar adalah…sekali dan untuk selamanya, masakan rumah seorang gadis!”

“Jawaban macam apa itu!?”

Aku seorang pria yang hidup sendiri!

Pasti ada kekurangannya!

“Hanya untuk catatan, dari mana kau mengeluarkan informasi itu ……?”

“Itu hanya kesan egoisku sendiri.”

“Bukankah itu terlalu egois!?”

Kesan mementingkan diri sendiri itu melekat pada pria yang tidak populer…….bahkan sedikit terlalu dalam….!

“Tapi, menurutku itu tidak salah. Mungkin Senpai, yang kekurangan makanan rumahan seorang gadis, mungkin akan mati dalam waktu yang tidak lama lagi.”

“Mana mungkin! Dan bahkan jika aku melakukannya, itu akan menjadi alasan yang sama sekali berbeda!”

Fakta bahwa aku masih hidup sekarang adalah buktinya.

Tapi, aku terlalu menyedihkan untuk mengatakan itu.

Tidak, sungguh, karma macam apa yang kukumpulkan di kehidupanku sebelumnya untuk memamerkan ketidakpopuleranku kepada adik perempuan temanku?

“Tapi jangan khawatir. Senpai, karena sekarang kamu punya gadis cantik sepertiku yang akan mengurusmu."

"Ha? Maksudmu?"

“Kalau aku menyajikan makanan rumahanku kepada Senpai, kamu pasti akan senang! Dengan begitu, aku bisa membuktikan padamu bahwa aku sangat penting bagi dirimu! Ini yang mereka sebut win-win!"

Akari-chan mengatakan ini adalah nada yang tidak serius atau bercanda saat dia mengisi keranjang belanjaannya dengan berbagai sayuran dan bahan lainnya dengan gerakan yang familiar.

“Ah, Senpai. Jangan khawatir. Aku tahu kok hal yang kamu suka dan yang tidak kamu suka."

"Siapa yang memberitahumu tentang itu?"

"Ee, kakakku. Emang siapa lagi?"

Subaru, si bodoh itu. Dia bahkan mengatakan itu padamu, ya?

“Perang sudah dimulai jauh sebelum pertarungan dimulai.”

“Sungguh berlebihan.”

“Ini tidak berlebihan. Sejak aku menulis "pengantin wanita" sebagai impian masa depanku di buku kelulusan sekolah dasarku, aku sudah berusaha untuk menjadi istri yang serba bisa. Itulah mengapa dapur dan supermarket adalah medan perang itu sendiri. Sebagai orang yang akan merawat Senpai, ini adalah pertarungan yang tidak bisa aku hindari, pertarungan untuk memenangkan perutmu!”

“Pertarungan untuk memenangkan perutku!?”

"Hmm~, bersiaplah untuk itu, Senpai."

Pada akhirnya, aku melihat senyum jahat di wajah Akari-chan dan aku berpikir, “Jadi seperti ini, ya? Iblis kecil, tetapi imut itu."


Catatan Penerjemah:

Kata "memenangkan perut" itu istilah dari kata "Cinta berawal dari perut naik ke hati". Artinya ketika seseorang dihidangkan makanan yang dipadu dengan "bumbu" kasih sayang, akan muncul rasa cinta usai menyantap nikmatnya menu tersebut.




|| Previous || Next Chapter ||
3

3 comments

  • Jonathan
    Jonathan
    21/4/22 10:43
    Untuk memenangkan hati seseorang pertama menangkan perutnya terlebih dahulu
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    16/2/22 14:21
    lanjutt min
    Reply
  • Bima
    Bima
    9/2/22 09:33
    lucu bet dah wkwk
    Reply



close