Chapter 98 – Keluarga Asanagi
[Bagian 5]
Sebelum 'berbicara', Sora-san menyuruh kami berdua untuk sarapan terlebih dahulu.
Hidangan utama untuk sarapan pagi ini adalah sup miso, tamagoyaki dan tidak lupa dengan nasi. Dan juga, tamagoyaki keluarga Asanagi berbeda dengan keluargaku, bisa dibilang itu sedikit asin.. mungkin Sora-san membuatny mengikuti selera suaminya, Daichi-san.
"Oh, ya. Maki-kun, tadi malam kamu makannya sedikit, kan? Hari ini, makanlah lebih banyak lagi, oke? Kamu juga, Umi.."
“Y-Ya… I-Ittadakimasu.."
“M-Mm…”
Sulit untuk menolaknya setelah apa yang baru saja terjadi. Jadi, kami menuruti Sora-san dan makan.
Ah, ngomong-ngomong.. Sora-san juga sudah menyiapkan buah-buahan sebagai makanan penutup dan seperti makanan lainnya, kami memakannya sampai habis.. Semuanya sangat enak.
Setelah selesai sarapan, Sora-san memberi kami peringatan.
Tentunya dia marah pada Umi. Dan juga, tampaknya Sora-san sudah membujuk Daichi-san untuk membiarkan kami tidur bersama dengan alasan bahwa kami hanya akan tidur, tidak lebih dari itu. Dia juga memberi tahu ibuku tentang hal itu.
... Jadi, begitu.. Itu sebabnya, mereka memberi izin pada Umi agar aku bisa tidur bersamanya ...
“(Astaga, kau seharusnya memberitahuku tentang semua ini dulu, Umi..)" kataku dengan nada rendah.
"(Yah, kupikir kalau kita bisa 'chu-chu' secara diam-diam. Mereka tidak akan menyadarinya~... Lagipula, aku ingin melakukannya denganmu, Maki…)"
“(Begitu, ya..)"
“(M-Mhm…)”
"Umi, Maki-kun.."
““Y-Ya! Kami minta maaf!""
Dan sekarang, kami sedang melakukan seiza di dalam ruangan di sebelah ruang tamu. Kami menundukkan kepala kami kepada Sora-san, yang juga melakukan seiza di depan kami.
Meskipun dia tersenyum pada kami, aku bisa merasakan tekanan dibalik senyumnya itu.
"Yah, Ibu tidak melarang kalian berciuman atau semacamnya. Tapi, setidaknya.. pilih tempat dan waktu untuk melakukan itu."
"Benar, jika tidak.. kalian akan melebihi batas.."
Begitu, ya.. mereka khawatir bahwa kami akan terbawa suasana dan akhirnya melebih batas...
"Fufu, itu benar. Kalian tidak ingin membuat kesalahan yang sama seperti yang kami lakukan, kan?”
"Eh? Kesalahan yang sama?" kata Umi, sambil mengalihkan pandangannya dari Sora-san ke arah Daichi-san yang sedang bersantai di dalam ruang tamu.
"Bu, jangan bilang ..."
"Ah…"
Sora-san melanjutkan saat pipinya memerah.
Aku mengalihkan pandanganku ke arah Daichi-san.
“Um, dulu ketika aku masih SMA, Ayahmu datang berkunjung ke rumahku.. Tapi saat itu, aku satu-satunya di rumah–”
"Hei, apa kau sedang membicarkanku?"
"Eh, nggak kok. Itu hanya imajinasimu saja, Sayang.."
Tentu saja, dia bohong.
Yah, sepertinya orang tua Umi memiliki sejarah yang memalukan.
"Oke, hanya itu saja yang ingin aku sampaikan pada kalian. Pokoknya, Maki-kun.. kalau kamu mau mencium Umi, pilih waktu dan tempat yang tepat.. Kamu ingin kelihatan romantis, kan? Hal itu juga berlaku untukmu, Umi. Karena kamu sudah berjanji pada Maki-kun, kamu harus menepati janjimu itu, oke?"
""Iya..""
"Oh, ya. Satu hal lagi, Umi.. untuk saat ini, fokuslah pada ujianmu dulu, berhenti bermain-main. Lalu, belajar memasak selagi Ibu masih bisa mengajarimu atau kamu tidak akan bisa–”
“Kenapa hanya aku yang mendapat kuliah panjang! Dan juga, aku bisa belajar memasak kapan pun aku mau!”
"Ara, berani juga kamu mengatakan itu.. padahal kamu payah dalam memasak, fufu."
"Ugh...!"
Menurutku yang dikatan Sora-san ada benarnya juga. Dan juga, ini menunjukkan bahwa Sora-san sangat peduli dengan kami.
Demi menjaga hubunganku dengan keluarga Umi tetap rukun, aku akan berusaha yang terbaik. Dan, yah.. ini juga demi hubunganku dengan Umi di masa depan.
"Yah, hanya itu saja. Ingat itu baik-baik, kalian berdua.."
""Ya, kami mengerti..""
..........
......
Setelah mendapat kuliah yang agak panjang dari Sora-san, aku bisa menghela nafas lega.
Itulah yang aku pikirkan. Namun ....
“Maki-kun, bisakah aku berbicara denganmu sebentar?”
"Buft!"
Perasaan lega yang aku miliki sebelumnya, tiba-tiba menjadi ketegangan.
“Santai saja, ini hanya obrolan ringan."
"I-Itu tidak akan menjadi obrolan ringan dengan kepalan tanganmu, kan?"
"Kalau kau lebih suka seperti itu, kita bisa mengaturnya."
"T-Tidak, terima kasih."
Setelah itu, Daichi-san membawaku ke taman. Sedangkan Umi, tampaknya dia masih belum selesai di kuliah panjang Sora-san. Ngomong-ngomong, Riku-san masih tidur di kamarnya.
Setelah melangkah keluar rumah, kami berdua duduk di bangku di sebuah taman.
“Aku sudah mendengar semuanya dari Istri dan putriku. Mereka menceritakan semuanya kepadaku tadi malam.”
“…Um… aku minta maaf soal tadi malam…”
"Tidak apa-apa. Hal itu juga terkadang bisa membuat 'kami' orang dewasa menangis. Terlebih lagi, kau itu masih kelas 1 SMA. Seperti yang dikatakan putriku, kau sudah berusaha keras, Maki-kun."
"Uh-huh, terima kasih."
Dia meletakkan tangannya yang besar di kepalaku. Kebaikannya hampir membuatku menangis. Tapi, aku menahan air mataku. Sekali sudah cukup, aku tidak ingin terlihat menyedihkan lagi.
“Tapi pada saat yang sama, kau terlalu memaksakan diri. Menghargai orang tuamu memang tindakan yang baik. Namun, bukan berarti kau harus menyembunyikan perasaanmu seperti ini. Kalau kau terus menyembunyikan perasaanmu itu, hatimu pada akhirnya akan hancur.”
Itulah yang terjadi kemarin. Berkat Umi, hal terburuk tidak terjadi. Jika bukan karena dia, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku ...
“Tapi, bahkan jika aku bersikap egois, itu tidak akan merubah apapun 'kan? Mereka sudah memutuskan untuk bercerai, tangisan dan jeritanku hanya akan mengganggu mereka…”
"Kau benar. Tidak ada yang akan berubah bahkan jika kau berteriak pada mereka. Mereka mungkin sudah lama melewati titik di mana mereka akan mendengarkan kata-kata seorang anak tunggal.”
“Lalu, apa gunanya? Bertindak egois tidak akan berguna…”
"Tidak, itu tidak akan sia-sia."
“Eh?”
"Paling tidak, itu bisa membuatmu merasa lebih baik. Benar, begitu?"
"Ah…"
Kata-katanya menjadi jelas bagiku.
Sulit untuk mengubah orang lain melalui tindakan seseorang, tetapi lebih dari mungkin untuk mengubah diri sendiri melalui tindakan itu.
“Orang-orang akan berkata, 'Pikirkan bagaimana perasaan orang tuamu', atau 'Jadilah lebih dewasa'. Tapi pada akhirnya, itu hanya kata-kata kosong yang diucapkan oleh pihak yang tidak terkait. Pada akhirnya, satu-satunya orang yang bisa membantumu adalah dirimu sendiri. Jadi, kau tidak boleh menahan diri. Kau mungkin seorang anak, tetapi orang dewasa seharusnya tidak menahanmu lebih dari yang diperlukan.”
“…Tapi, bukankah menjadi egois itu buruk? Kau tidak akan mengatakan hal seperti ini kepada bawahanmu, kan, Daichi-san?”
"Benar. Nah, dalam pekerjaan kami, menjadi egois akan merugikan operasi kami, meskipun itu tergantung pada situasinya.”
“Menjadi dewasa sepertinya merepotkan…”
“Yah, kau akan mengalaminya sendiri setelah kau lulus.”
'Tidak perlu bagimu untuk memikirkannya sekarang', lanjutnya.
“Nah, hanya itu yang ingin aku katakan padamu. Aku tahu, aku terdengar seperti orang tua yang 'mengoceh'. Meski begitu, aku ingin kau tetap kuat, Maki-kun. Bagiku, keberadaanmu di keluarga Asanagi akan membuat segalanya lebih mudah. Kau tahu, di usiaku sekarang sulit untuk menyeimbangi sifat ceria Istri dan putriku..."
“…. Ah, aku bisa mengerti perasaanmu itu, Daichi-san."
Seperti yang aku pikirkan, kami mirip satu sama lain. Hanya tinggi badan dan postur tubuh kami yang berbeda.
“Meskipun Umi... Putriku itu agak egois dan nakal. Tapi, dia tetaplah gadis SMA biasa. Maki-kun, tolong jaga dia untukku.."
"Ya, tentu saja.. Dan, terima kasih, Daichi-san."
Setelah itu, kami saling berjabat tangan.
.... Aku sangat senang bisa datang ke rumah Umi hari ini, meskipun aku membuat sedikit keributan tadi malam.. Seperti tiba-tiba menangis ketika makan malam, dilanjutkan dengan tidur bersama dengan Umi di kamarnya, kami bahkan hampir berciuman. Dan, terakhir.. Sora-san memberikan kami kuliah yang panjang tentang suatu hubungan.
Berkat kebaikan keluarga Asanagi, aku merasa jauh lebih baik sekarang.
Setelah ini, aku hanya perlu fokus untuk malam Natal. Dan saat itu, aku akan mengungkapkan perasanku yang sebenarnya padanya...
Catatan Penerjemah:
Udah dapet restu dari orang tuanya Umi, sekarang tinggal ngungkapin perasaanmu, kawan! Next chapter tentang Natal~
|| Previous || Next Chapter ||
19 comments