NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kurasu de Nibanme ni Kawaii Onna no Ko to Tomodachi ni Natta [WN] Chapter 83

Chapter 83 – Sore hari di kencan pertama


[Bagian 2]

Saat itu jam 7 malam. Karena matahari sudah terbenam, lampu yang berasal dari pohon Natal menerangi jalan sebagai gantinya. Di bawah lampu-lampu itu, Umi dan aku berjalan menuju peron stasiun dengan kecepatan yang lebih cepat dari biasanya.

“Fiuh~ Itu menyenangkan~ Tapi, di saat yang sama aku juga merasa lelah ...Menambahkan waktu ekstra sedikit berlebihan, ya?”

“Ya… Badanku terasa berat… aku ingin pulang… aku sudah merindukan tempat tidurku…”

"Ahaha, aku juga .."

Kami seharusnya selesai pada jam 6 sore, tetapi dua jam bernyanyi tidak cukup bagi kami sehingga kami memperpanjang waktu kami selama satu jam penuh. Tapi, itu ternyata sebuah kesalahan. Setelah setengah jam, kami gagal menyanyikan lagu anak-anak yang menenangkan karena kami terlalu lelah.

Oh.. ngomong-ngomong, Umi sudah meminta izin Ibunya, Sora-san bahwa dia akan sedikit terlambat. Tapi, sebagai gantinya ....

'Maki-kun, tolong antar Umi pulang, oke?'

Sora-san memintaku untuk mengantar putri kesayangannya pulang. Jadi, aku harus menunda reuniku dengan kasur kesayanganku.

“Maki, suaramu sebenarnya sangat bagus, apa yang membuatmu malu? Suaramu jernih dan nadamu sempurna.”

“Itu semua berkat kau, Umi.."

Selama tiga jam bernyanyi, Umi menjaga ketegangan di ruangan tetap tinggi setiap kali aku memegang mic. Ketika dia tidak tahu lagu yang aku nyanyikan, dia mendengarkanku dengan penuh perhatian dan memujiku. Dan, saat dia tahu lagu yang aku nyanyikan, dia akan menyanyikannya bersamaku.

Bahkan saat aku gagal dan mempermalukan diri sendiri, itu tidak berarti akhir dunia. Aku masih bisa bersenang-senang bernyanyi dengannya. Umi membimbingku untuk keluar dari cangkangku dan secara bertahap, aku bisa mengikuti jejaknya.

Tenggorokanku terasa sakit, tetapi aku merasa bersemangat.

Mereka mengatakan karaoke bisa menghilangkan stres dan aku mengalaminya secara langsung.

“Itu pertama kalinya aku bernyanyi di depan orang… Berkat dirimu yang ada di sisiku, aku senang. Jadi, um.. Terima kasih, Umi..."

“Mnm, sama-sama. Sekarang kalau orang lain mengajakmu ke karaoke, kamu akan baik-baik saja. Jadi apa yang kamu pikirkan? Mau pergi dengan teman sekelas yang lain?”

"Tidak."

“Eh, kenapa?”

"Apa maksudmu, 'kenapa'?"

Aku bisa lepas hari ini karena aku hanya berdua dengan Umi. Jika Amami-san atau Nitta-san ada di sana, aku ragu aku bisa melakukannya juga.

Baiklah, aku akan meminta Umi untuk mengajariku beberapa lagu 'aman' untuk dinyanyikan, kalau-kalau aku akhirnya pergi karaoke dengan grup yang lebih besar.

“Um, Umi. ..."

“Hm?”

“Um… Bernyanyi di depan banyak orang… Kurasa aku tidak bisa melakukannya seperti sekarang, tapi…”

"Iya?"

"Bisakah kau ... membantuku berlatih kapanpun kau punya waktu?"

"…Hanya kami berdua?"

“Ya… Sesuatu seperti itu…”

Aku ingin membiasakan diri dengan perasaan ini sebelum aku bisa bernyanyi dengan baik di depan orang lain. Untuk itu, aku ingin mengajaknya kencan lain kali.

Tentu saja, jika aku mengatakan bahwa aku tidak memiliki motif tersembunyi, aku berbohong. Lagipula aku menikmati waktu kita bersama.

“Hehe~ Kalau begitu, ayo pergi bersama kapanpun kita punya waktu. Aku akan membawa Yuu juga untuk pesta karaoke kecil kita.”

“Amami-san ya? …Seberapa bagus dia dalam hal itu?”

“Yuu? Dia hobi bernyanyi.. "

"Ah…"

Hanya mendengar kata 'hobi' aku sudah tahu.

Gadis itu sangat bersemangat ketika membahas atau melakukan hal-hal yang dia sukai. Karena dia hobi bernyanyi, dia pasti sangat pandai dalam hal itu.

Bagaimanapun, dia adalah Amami-san. Tidak mungkin gadis itu akan buruk dalam sesuatu yang dia sukai.

“Jadi, kapan kita akan melakukannya? Ujian dimulai pada hari Jumat minggu depan. Jadi, minggu depan seharusnya tidak… Bagaimana dengan liburan musim dingin? Kamu cuma membuang-buang waktu bermain game di rumah, kan?”

“Yah, Ibuku sibuk bekerja, tidak seperti kita bisa pergi jalan-jalan keluarga atau semacamnya. Bagaimana denganmu? Keluargamu tidak punya rencana apa-apa?”

“Tidak, ayahku sibuk bekerja. Aku mendengar bahwa dia harus segera pergi ke negara lain. Jadi, aku akan berada di rumah selama liburan musim dingin.”

Amami-san juga akan tinggal di rumah liburan musim dingin ini. Rupanya dia tidak perlu mengunjungi kerabatnya di luar negeri tahun ini.

Kami memutuskan tanggal dan waktu untuk pesta karaoke kami setelah mengkonfirmasi semuanya dengan Amami-san. Setelah itu, kami naik ke eskalator stasiun.

Cuaca menjadi lebih dingin di malam hari dan angin kencang kadang-kadang bertiup. Angin itu membuatku merasa seperti akan jatuh jika tidak hati-hati.

“Ugh… dingin sekali…”

“Umi, kemarilah ..."

“Ah… Mm… Makasih …”

Aku berdiri tepat di sampingnya agar angin tidak langsung menerpanya.

Aku tidak tahu apakah ini akan berhasil atau tidak karena kami berdua memiliki tinggi yang sama, tidak, Umi sedikit lebih tinggi dariku. Tapi, ini lebih baik daripada tidak sama sekali.

“Maki, bisakah aku tetap seperti ini lebih lama?”

"…Tentu…"

Saat aku mengatakan itu, Umi memeluk erat lenganku.

“Ah, apa tanganmu tidak terasa dingin?"

“Sedikit… Bolehkah aku menghangatkannya di dalam sakumu?…”

"Mnn ."

Kubiarkan tangannya masuk ke saku jaketku.

Angin musim dingin seharusnya dingin, tetapi fakta bahwa aku meringkuk bersama Umi seperti ini membuatnya terasa agak hangat.

“Maki…”

“Hm?”

“Ini mengingatkanku pada waktu itu…”

"Waktu itu? …Ah…"

“...…”

Dia berbicara tentang pertama kali ketika dia mengakui perasaannya kepadaku.

Aku masih ingat ketika dia membisikkan kata-kata itu langsung ke telingaku.

'Aku mencintaimu…'

…Mengingat kejadian itu membuat pipiku memanas...

“… Um…”

“Mm?”

“Maki… Bagaimana perasaanmu padaku?…”

“…Kau sudah tahu jawabannya."

Tentu saja, aku mencintainya.

Baik sebagai teman maupun sebagai seorang gadis.

Kalau tidak, aku tidak akan bernyanyi di depannya dan aku tidak akan memegang tangannya seperti ini.

“Mn. Tapi … aku ingin mendengarnya langsung dari mulutmu… Boleh, kan?"

Itu tidak adil. Bagaimana mungkin aku menolaknya?

“…Aku bisa mengatakannya dengan keras, tapi…”

“Kalau kamu malu, bisikkan saja padaku sehingga hanya aku yang bisa mendengarnya… Sama seperti yang aku lakukan sebelumnya.”

Umi mendekatkan wajahnya ke wajahku. Dia benar-benar memaksa hari ini.

Melarikan diri bukanlah pilihan. Jadi, aku tidak punya pilihan selain melakukannya, tapi pertama-tama…

“Disini ramai. Jadi, ayo turun eskalator dulu dan cari tempat yang tidak terlalu ramai, oke?"

“Kamu hanya perlu membisikkannya padaku, tidak ada yang akan mendengarmu… Baiklah, ayo lakukan seperti itu…”

Setelah itu kami mencari area yang tidak terlalu ramai di sekitar stasiun.

“Benar-benar membawaku ke tempat terpencil dan gelap seperti ini~ Kamu punya nyali, ya?”

"Lebih baik daripada mempermalukan diri sendiri di depan orang banyak itu."

“Hehe, aku bercanda. Pokoknya, ayolah, katakan saja~”

“Ugh… Kalau begitu …”

“Hm.”

Aku mendekatkan bibirku ke telinganya.

“Nh… Maki, nafasmu menggelitik…”

“M-Maaf…”

“Hehe… Tidak apa-apa… Saat itu, aku juga merasa gugup…”

Mengapa aku merasa segugup ini padahal yang harus kulakukan hanyalah memberitahunya sesuatu yang kami berdua tahu.

Kurasa aku juga harus terbiasa dengan ini.

“Perasaanku padamu…”

Aku bisa merasakan detak jantungku. Tepat sebelum aku akan mengatakan padanya perasaanku...

'Maehara-san!'

Aku mendengar suara seorang wanita, memanggil namaku dari kejauhan.

“…Ada apa, Maki?”

"Apakah seseorang memanggil namaku?"

Aku menjauh darinya dan melihat ke arah suara itu. Di sana, aku melihat seorang wanita melambai ke arah kami.

“Wanita berkacamata itu… Apa kamu mengenalnya, Maki?”

“Tidak, kurasa tidak?"

Meskipun dia terlihat masih muda, tetapi sebenarnya dia wanita dewasa. Satu-satunya wanita yang kukenal dari rentang usia yang sama dengannya adalah Yagisawa-sensei dan tidak ada orang lain.

Padahal, wajahnya tampak familier.

Apa aku pernah melihatnya di suatu tempat sebelumnya?

'Maaf, Minato, aku terlambat.'

Pada saat itu, seseorang muncul dari pintu masuk stasiun, membalas wanita itu.

Ekspresi wanita itu menjadi cerah ketika dia mendengar suaranya.

“Ee~. Apa-apaan itu. Ternyata hanya mirip toh. Aku pikir, aku akan bertarung dengan wanita tua itu karena diam-diam mendekatimu.. Hm? Ada apa, Maki?"

“…Orang itu… Ayahku… Dan dia adalah bawahannya…”

"…Eh?"

Aku tidak mengenalinya pada awalnya karena dia mengenakan pakaian kasual dan kacamatanya membuatku bingung. Tapi, sekarang aku ingat dia.

Kenapa dia bersama Ayahku pada jam seperti ini?




|| Previous || Next Chapter ||
5 comments

5 comments

  • Fajar
    Fajar
    17/4/22 00:38
    Mangtaf
    Reply
  • Zinia
    Zinia
    10/4/22 22:56
    Dilf x onee-san?🗿
    Reply
  • Anonymous
    Anonymous
    9/3/22 21:32
    Sehat selalu, semangat lanjut terus
    Reply
  • Unknown
    Unknown
    6/3/22 16:08
    Lanjut!!! Semangat minn!!!
    Reply
  • Arcturus
    Arcturus
    6/3/22 13:02
    Aaaaaa!!!
    Nyaris sekali oi🙂
    Reply
close