NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kyou mo Ikitete Erai! [LN] Volume 1 Chapter 1 Part 3

Chapter 1 - Bagian 3
¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

"Hal yang mengganggumu? Apa itu?"

"Err, kupkir bukan ide yang bagus menikah tanpa perasaan cinta terhadap satu sama lain.."

Kupikir aku sudah mengatakan hal yang sangat jelas padanya. Tapi untuk beberapa alasan, Tojo-san mengedipkan matanya beberapa kali seolah-olah aku telah mengatakan hal yang gila.

Aku bertanya-tanya apakah aku tanpa sadar mengatakan sesuatu yang aneh dan dia menahan mulutnya, lalu mulai tertawa.

"Ahaha... Kamu benar-benar orang yang menarik, Inamori-kun. Kamu benar-benar sangat jujur dengan perasaanmu."

"Eh, maksudmu?"

"Ahem, bolehkah aku memelukmu sebentar?"

Tojo-san tiba-tiba berdiri dan memelukku.

Dua bantalan besar menyelimuti wajahku, memberiku kelembutan dan kehangatan yang luar biasa.

Pikiranku langsung kosong.

Kombinasi dari dua bantalan dan informasi tentang tubuh wanita yang tidak kuketahui mungkin sudah menyebabkan otakku mengalami konsleting.

"Jadi, bagaimana menurutmu?"

"A-Aku mengerti"

Kelembutan payudaranya tampaknya menjadi semacam penenang bagiku.

Ketika aku menyatakan perasaanku yang sebenarnya, ini semua sudah terlambat.

Pipiku mulai panas karena rasa malu dan dengan terburu-buru aku menarik diri dari dua bantalan lembut di depanku.

"Apakah ini masih belum cukup jelas?"

"Umm........."

Aku bisa melihat bahwa wajah Tojo-san lebih merah dariku. Bahkan jika dia mencoba menutupi wajahnya, aku bisa melihat uap naik dari atas kepalanya.

Bahkan dengan semua rasa malu ini, Tojo-san melakukan semua yang dia bisa untuk memelukku.

Apa hal benar yang harus aku lakukan disini?

Sebagai seorang pria, sebagai Haruyuki Inamori, apa hal yang benar untuk dilakukan.

"... Bisakah kau memberiku waktu?"

"Eh?"

"Tidak peduli itu dimulai dari pertemanan atau dengan cara lain, aku membutuhkan waktu untuk mencintai Tojo-san dengan tulus..."

Aku merasa seperti telah menjatuhkan tekadnya, bahkan setelah dia mencoba yang terbaik untuk memelukku.

Karena walau sampai sejauh itu, aku masih belum bisa mengambil kesimpulan.

"...Jadi begitu, aku mengerti bagaimana perasaanmu, Inamori-kun. Bagaimana kalau kita mulai dengan masa percobaan satu bulan?"

"Masa percobaan?"

"Yup. Selama satu bulan, kamu akan mengalami gaya hidup yang baru saja aku jelaskan dengan beberapa batasan. Setelah itu, kalau kamu masih ingin bersamaku.. Kita akan melakukan pertunangan secara resmi."

Mendengar saran Tojo-san, aku menepuk dadaku sekali.

Satu bulan. Dengan waktu sebanyak itu, aku yakin dia akan bisa melihat sisi burukku...

Jika pada akhirnya dia akan kecewa denganku dan meninggalkanku, lebih baik itu terjadi sebelum harapan di dalam diriku tumbuh.

Setelah dia mengatakan banyak hal baik padaku, tidak mungkin aku menolaknya.

Padahal jika aku berniat untuk menolaknya.. ini adalah waktu yang paling tepat untuk mengatakan 'tidak' padanya.

"Kalau begitu... tolong jaga aku."

"Mn! Aku juga!"

Kata Tojo-san dengan senyum paling indah di wajahnya untuk hari ini.

“Sekarang, Inamori-kun. Kamu bisa mandi dulu.. air panasnya seharusnya sudah siap sekarang. Aku juga sudah menyiapkan garam mandi. Jadi, kamu bisa memilih yang manapun yang kamu suka.”

"Eh, garam mandi?"

"Mn, kamu pernah menggunakan garam mandi sebelumnya, kan?"

Bahkan ketika aku tinggal bersama keluargaku, aku tidak tertarik pada hal-hal seperti itu. Dan juga, aku tidak mampu membeli barang-barang seperti itu setelah aku mulai hidup sendiri. [TN: yak karena Inamori juga bingung, reader mungkin juga bingung, jadi bath salt (garam mandi) adalah mineral bubuk yang larut dalam air dan digunakan saat mandi yang bertujuan untuk relaksasi. (www.wikipedia.com)]

Aku bahkan tidak berpikir akan bisa berendam di bak mandi lagi.

"Oke, aku akan menjelaskannya padamu.."

Aku mengikuti Tojo-san, yang memintaku untuk mengikutinya dan menuju ke kamar mandi.

Saat aku memasuki ruang ganti, dia menunjukkan tas kecil yang tak terhitung jumlahnya yang dia tinggalkan di wastafel.

Mereka semua dalam paket warna-warni, masing-masing dengan apa yang tampak seperti nama yang ditulis dalam bahasa Inggris.

Jika dilihat sepintas, sepertinya banyak di antaranya adalah nama-nama bunga.

"Aku punya yang standar seperti mawar dan lavender."

"Yah, aku benar-benar tidak terbiasa dengan hal semacam ini ... yang mana yang paling sering kau gunakan, Tojo-san?"

"Ah, kamu ingin menggunakan aroma yang sama denganku, ya?"

Tiba-tiba Tojo-san terlihat gugup.

Karena aku sudah sangat kewalahan dengannya, aku tidak lagi keberatan bagaimana dia menangkap perkataanku. Jadi, aku hanya menatap matanya dan terus berbicara.

Kupikir akan lebih mudah untuk menghindari kesalahpahaman jika itu adalah sesuatu yang sudah digunakan orang lain.

"Kalau begitu tolong gunakan ini, aroma yuzu. Ini aroma favoritku."

"Oh, terima kasih banyak. Aku akan mencobanya."

Setelah menerima garam mandi beraroma yuzu, aku meletakkan tanganku di pakaianku untuk mulai melepasnya dan memasuki kamar mandi.

... Akan tetapi.

"Um... bisakah kau keluar sekarang?"

"Eee? Apa kamu tidak ingin aku melihatmu?"

"Tentu saja tidak! Ini memalukan!"

"Nggak apa-apa kok! Lagipula, kita akan menjadi suami-istri suatu hari nanti!"

"Kita bahkan belum menikah. Jadi, itu dan ini berbeda!"

Pada akhirnya, Tojo-san mengalah setelah penolakan kerasku.

Dengan pipi cemberut, Tojo-san meninggalkan ruang ganti.

"Phew......"

Setelah aku sendirian, aku segera melepas pakaianku.

Sepertinya aku sedikit berkeringat karena kemeja yang kukenakan di balik pakaian kerjaku sudah sedikit basah.

Saat dia pergi, dia menyuruhku memasukkan semuanya ke dalam mesin cuci. Tapi, sejujurnya aku merasa tidak nyaman.

Namun, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan untuk itu.

"... Yah, mau bagaimana lagi."

Aku memasukkan pakaian kerja dan kemejaku ke dalam mesin cuci dengan rasa bersalah yang besar.

Itupun karena aku tidak bisa membiarkan pakaian ini kotor karena aku harus memakainya lagi nanti.

Segera setelah itu, aku membuka pintu kamar mandi dan melangkah masuk.

"Ini sangat luas ..."

Hanya melihat apa yang ada di depanku membuatku menghela nafas panjang.

Jika dibandingkan dengan yang ada di rumahku sebelumnya, kamar mandi ini ukurannya dua kali lebih besar.

Bahkan bak mandinya cukup besar untuk dua orang. Dan juga, entah mengapa ada layar monitor di dinding.

Karena penasaran, aku menekan tombol di monitor. Tampaknya TV-nya masih menyala dan aku bisa melihat acara TV yang baru saja aku tonton mulai diputar.

Bahkan ada TV di sini...

Dengan perasaan senang yang aneh, aku duduk di kursi kecil disana dan mulai menghidupkan kran air.

Suhu pancuran air yang awalnya dingin, secara bertahap menjadi lebih hangat dan segera mencapai suhu yang tepat.

"Ah…segarnya."

Karena aku sangat terkejut dengan ukuran bak mandinya, aku hampir lupa untuk menuangkan garam mandinya.

Dengan tangan yang sedikit basah, aku membuka segelnya dan menuangkannya ke dalam bak mandi.

Kemudian airnya menguning dengan aroma yuzu yang manis dan asam.

Bak mandi itu sekarang sudah siap.

Aku kembali ke kursi dan membasuh kepalaku dengan sampo.

Mandi setelah berkeringat memang menyegarkan dan terasa sangat nyaman...

Setelah aku berkeramas, aku membilasnya dan meraih handuk untuk membersihkan tubuhku. Dan saat itu, untuk beberapa alasan pintu kamar mandi perlahan terbuka dan aku melihat kaki yang bersih tanpa noda sedikitpun.

Penyebab terbesar dari kesalahanku adalah aku tidak sengaja menatap ke arahnya.

Mataku bertemu dengan Tojo-san yang baru saja membalut tubuhnya dengan handuk dan pikiranku kosong.

"Inamori-kun, bolehkah aku membasuh punggungmu?"

Pipinya sedikit merah dan dia perlahan berjalan masuk ke kamar mandi.

Dia hanya menutupi tubuhnya dengan handuk, tetapi jika kau melihat lebih dekat, handuk tersebut tidak terikat dan hanya dipegang dengan tangannya sendiri.

Mungkin karena dia hanya memegang handuknya di dadanya, tetapi itu tetap tidak bisa menutupi seluruh payudara Tojo-san yang besar sehingga aku benar-benar tidak bisa mengabaikannya.

Bagian bawah handuk itu juga sangat dekat dengan pangkal pahanya, membuatku sulit untuk melihatnya.


"A---Apa yang kau lakukan di sini!?

"Tidak apa-apa! Tidak ada yang perlu ditakuti! Aku sama sekali tidak punya niat jahat kok."

"Bukan itu masalahnya!"

"Tolong jangan banyak bergerak atau handuknya akan lepas!"

"Ah, maaf…"

Pernyataan Tojo-san tersebut adalah jebakan.

Karena saat aku sudah mulai tersadar kembali, dia sudah berada di belakangku.

Dan ketika aku secara refleks mencoba untuk berdiri, dia memegang bahuku untuk menahanku.

Merupakan suatu keatletisan yang luar biasa untuk dapat bergerak dengan sangat baik di atas lantai yang basah seperti ini.

"Lihat, lantai kamar mandi licin. Jadi, jangan banyak bergerak 'oke?"

"T-Tapi..."

"Tidak ada 'Tapi-tapian!'! Jangan khawatir, aku akan memastikan kita tidak melewati batas. Jadi, tolong tenang saja dan buat dirimu nyaman."

Bukan itu masaahnya dan kurasa kita sudah melewati batas saat ini...

Sebelum aku bisa membuatnya berhenti entah bagaimana, Tojo-san meneteskan sabun mandi ke lap badan.

Dia menyabuninya dengan tangannya dan mulai menggosok punggungku dengan lap badan itu.

"Tolong beritahu aku jika ini terlalu kasar."

"Tidak, ini sudah pas."

Untuk sementara, satu-satunya suara di kamar mandi itu adalah lap badan yang menggosok kulitku.

Aku mencoba untuk berbicara. Tapi, ketidaknormalan situasi dimana punggungku dibasuh oleh Idol sekolah ini mencegahku untuk mengatakan apapun dan pada akhirnya aku tidak bisa membuka mulutku.

Dan tiba-tiba, aku merasakan ----- 'fyunyun~', sensasi lembut di punggungku.

"Eee, Ap--!?"

"Bagaimana menurutmu? Aku yakin dengan ukuran dan kelembutannya."

Kata-katanya membuatku sadar apa yang menyentuh punggungku.

Meskipun dilapisi handuk, hanya ada sedikit hal di dunia ini yang dapat dibandingkan dengan kelembutan ini.

Ini adalah impian seorang pria.

Ini adalah mimpi yang dipenuhi dengan keinginan (read: nafsu) seorang pria dan dua gunung yang dapat membuat pria tersebut kehilangan akalnya.

Perasaan lembut ini jauh lebih jelas daripada ketika dia menempelkannya ke wajahku sebelumnya.

Sial! Kelembutan yang aku rasakan ini... Oppai, kan!?

Aku sudah mencapai kebenaran dunia ini dan alam semesta melintas dalam pikiranku.

Tepatnya, aku hanya membayangkan alam semesta dan melarikan diri dari kenyataan.

"Kalau kamu menikah denganku, kamu dapat melakukan apa pun yang kamu inginkan denganku kapan pun kamu mau 'benar kan?"

"Kau bilang ini masa percobaan."

"Yup, itu benar. Itu sebabnya aku harus membuatmu jatuh cinta padaku dalam satu bulan ini. Untuk itu, aku akan menggunakan cara apa pun."

Nada suara Tojo-san begitu serius hingga membuatku merinding, karena aku tidak berpikir sejauh itu.

..........Dia serius.

Dia lebih siap dari yang kubayangkan dan dia tidak mundur hanya karena aku menolak untuk langsung menuruti keinginannya.

Tingkah Tojo-san yang seharusnya tidak sehat dalam hal apapun, tampak seolah tulus.

Mungkin berlebihan ketika aku mengatakan bahwa dia tampak tulus.

Kupikir ini benar-benar tidak sehat.

"Setelah masa percobaan berakhir... sudah terlambat untuk menyesali apa yang seharusnya aku lakukan setelah kamu menolakku. Jadi, aku tidak ingin menyesalinya."

".......!"

Tekanan kelembutan di punggungku semakin kuat.

Jantungku berdebar kencang.

Aku merasa seperti akan pingsan jika ini terus dibiarkan.

"Hmmm, panas sekali ya? Padahal tidak ada air panas. Aku ingin tahu apakah ini imajinasiku saja..."

"...T-Tojo-san, sudah cukup.."

"... Eee, Mn, baiklah.. kurasa hanya segini saja."

Sentuhan di punggungku akhirnya menjauh.

Aku dapat merasa lega, tetapi pada saat yang sama aku merasa sedikit menyesal entah kenapa, aku ingin memukuli diriku sendiri.

"Kali ini aku akan menunggumu di luar. Jadi, tolong luangkan waktumu untuk berendam di bak mandi sebelum keluar. Oh, iya. Aku akan membilas badanku dulu, ada banyak busa ditubuhku ...."

Tojo-san mulai membilas busa yang menempel di tubuhnya. Setelah itu, dia  meninggalkan kamar mandi.

Aku ditinggalkan sendirian dan menggeliat sambil memegangi kepalaku.

Apa yang harus aku lakukan ... Apa gunanya mengatakan tidak sebelumnya?



".....Uuuuuuu~~~~~~! Apakah dia akan berpikir kalau aku murahan? Tapi aku pernah membacanya di internet kalau ini adalah cara terbaik untuk mendapatkan perhatian seorang pria. Uuu...! Aku malu, tapi aku akan melakukan apapun yang terbaik!"

Di luar kamar mandi, aku tidak tahu bahwa Tojo-san juga mengalami penderitaan yang sama sepertiku.

* * *

Beberapa saat setelah aku meninggalkan kamar mandi. Tojo-san yang sudah selesai mandi dulu, berkata, 'Aku punya sesuatu yang bagus untukmu,' dan menuju dapur.

Ngomong-ngomong, aku tidak punya pakaian ganti. Jadi, aku meminjam t-shirt yang sudah disiapkan Tojo-san sebelumnya tanpa sepengetahuanku dan memakainya.

Dia sangat murah hati. Aku merasa kasihan padanya. Aku tidak tahu harus berbuat apa.

"Aku menyiapkan beberapa Hagen Des |1|. Rasa apa yang kamu suka? Aku sudah menyiapkan varian rasanya dengan lengkap."

"Oh, kalau begitu aku mau rasa vanilla."

"Fufu, kebetulan sekali. Aku juga suka rasa vanilla~"

Tojo-san mengeluarkan dua vanilla Hagen Des dari freezer dan meletakkannya di depanku dan dirinya.

"Whoaa. Terima kasih banyak. Aku belum bisa membelinya dalam beberapa tahun terakhir."

"Kalau kamu menikah denganku, kamu bisa memakannya setiap hari."

"Oh, Itu tawaran yang sedikit menggoda."

"Apa? Mungkinkah tubuhku kalah dengan es krim ini?"

Wajah Tojo-san dengan ekspresi kesal benar-benar berbeda dari wajahnya yang biasa dia tunjukkan di sekolah.

Fakta bahwa aku bisa melihat sisi yang tidak diketahui dari Idol sekolah membuatku sedikit senang.

"Ah, barusan kamu tersenyum alami untuk pertama kalinya, bukan?"

"Eh ...Benarkah?"

"Terkadang kamu membuat senyum yang agak di paksakan. Tapi, senyum yang baru saja kamu perlihatkan padaku sangatlah alami."

Rasanya seolah-olah telah disadap di bagian bawah sadar pikiranku dan anehnya aku merasa malu ketika hal tersebut ditunjukkan di depanku langsung.

Aku mengambil es krim, merasakan wajahku memanas lagi.

"Nee, Inamori-kun. Biasanya kamu memakan es krim dengan cara apa? Kalau aku suka memakannya saat es krimnya sudah mulai sedikit meleleh, lalu mengikisnya dari bagian yang meleleh."

"Aku-------"

Itu adalah pertanyaan dan jawaban yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya.

Aku selalu berpikir bahwa es krim harus dimakan sebelum meleleh dan aku belum pernah mendengar ide untuk memakannya ketika sudah mulai mencair.

"Aku akan memakannya apa adanya. Apa rasanya lebih enak kalau kau memakannya saat es krimnya mulai mencair?"

"Tidak, itu tidak mengubah rasanya. Tapi, menurutku itu membuat es krimnya lebih terasa creamy dan lembut. Karena kita sedang akan memakannya, mengapa kamu tidak mencobanya?"

Saat dia mengatakannya seperti itu, mau tak mau aku menjadi penasaran.

Tojo-san mengambil es krim di tangannya dan mulai menghangatkannya dengan membungkusnya di telapak tangannya.

"Ketika cupnya mulai sedikit bergelombang ketika kamu menekan jarimu di atasnya sambil menghangatkannya seperti ini, saat itulah es krimnya siap untuk dimakan!"

"Hmm, jadi begitu..."

Lalu aku memegang cup es krim dengan cara yang sama dan memindahkan panas dari telapak tanganku ke sana.

Dalam beberapa menit, permukaannya melunak dan siap disantap menurutnya.

"Setelah meleleh sampai titik ini, cobalah memakannya sambil mengikis daerah sekitarnya. Ini akan sedikit berbeda dari memakannya biasanya."

Seperti yang dia katakan, aku mengikis bagian yang sedikit meleleh di sepanjang tepinya dengan sendok dan membawa sendok itu ke mulutku.

Tentu tidak ada perubahan yang signifikan pada rasanya itu sendiri.

Namun, kelembutan es krim di mulutku terasa sangat berbeda.

Ini hanya es krim. Dan itu masih tetap es krim yang sama.

Anehnya, rasa manis yang lembut dan tekstur yang halus ini membuatku merasa bahagia.

"Tunggu, tunggu! Pertahankan - pertahankan!"

"Eehh?"

Aku disuruh menunggu saat memasukkan suapan kedua ke dalam mulutku dan aku harus berhenti bergerak dalam posisi dengan sendok di mulutku.

Tojo-san dengan cepat mengeluarkan smartphonenya, mengaktifkan aplikasi kamera dan mengarahkannya ke arahku, lalu memfotoku.

"Ap---Apa yang kau lakukan?"

"Eh? Ah, M-Maafkan aku... aku melihat Inamori-kun terlihat sangat bahagia sehingga aku hanya ingin mengabadikannya dalam bentuk foto...!"

....Apa-apaan itu?

Aku sangat malu hingga kehilangan minatku untuk lanjut memakannya.

"Waaa! Ini langka! Ini adalah foto terbatas yang hanya bisa diambil jika kita berada di ruang yang sama! Nee, bolehkah aku menggunakannya sebagai wallpaper HP-ku?"

"Akan memalukan jika orang lain melihatnya. Jadi, tolong jangan jadikan itu wallpaper hpmu jika bisa..."

"Tidak apa-apa! Hp ini untuk keluargaku dan Inamori-kun. Jadi, kamu tidak perlu khawatir orang lain akan melihatnya."

Mengatakan ini, dia menunjuk ke dua smartphone yang sedang dicharge di rak.

“Yang di sebelah sana itu untuk sekolah dan yang di sebelahnya untuk bekerja. Yang satu aku ambil untuk sekolah atau ketika aku hang out dengan teman-teman dan yang satu lagi untuk bekerja ketika aku pergi ke kantor."

"Kenapa kau sampai repot-repot menggunakan HP yang berbeda..?"

"Aku tidak terlalu suka mencampurkan urusan pribadiku dan pekerjaanku. Saat aku bekerja, aku ingin melupakan sekolah dan saat aku di sekolah, aku ingin melupakan pekerjaan. Ah, tentu saja. Inamori-kun pengecualian! Aku akan memastikan bahwa nomer HP milik Inamori-kun di kedua smartphoneku! Jadi, jangan khawatir!"

Aku sama sekali tidak bermaksud mengkhawatirkan bagian itu.

Lagi pula, dengan melakukan itu, dia meningkatkan kinerjanya dan mendapatkan keuntungan dari menggunakan 3 buah smartphone.

Aku tidak berpikir itu sia-sia. Dia memang membutuhkannya.

"... Kupikir sudah waktunya bagi kita untuk menyikat gigi dan pergi tidur."

"Sebelum aku melangkah lebih jauh, aku ingin bertanya padamu, kau tidak akan tidur di ranjang yang sama denganku, kan?"

"Fufu, kamar ini hanya memiliki satu tempat tidur. Jadi, kita akan tidur bersama."

Aku ingin tahu apa yang baru saja dia katakan dengan begitu blak-blakan.

Aku tidak berpikir semua anak laki-laki SMA dapat tidur di ranjang yang sama dengan perempuan, tapi jika anak laki-laki SMA yang normal tidur di ranjang yang sama dengan perempuan, kupikir sesuatu sudah pasti akan terjadi.

"Tentu saja, aku tidak akan menyentuhmu. Jadi, jangan khawatir. Serius, aku tidak akan melalukan apapun kok. Jadi..."

“Tidak, itu… seharusnya aku yang mengatakan itu, kan?"

"Oh, kalau disentuh dengan Inamori-kun, aku benar-benar setuju dengan itu. Aku sudah melakukan penelitian tentang fakta bahwa kamu adalah pria yang sangat bertanggung jawab."

... Oh, begitu.

Memang benar, jika terjadi kesalahan, aku harus bertanggung jawab. Dan aku pasti akan bersedia menerima tanggung jawab jika dia memintaku untuk menikahinya.

Maka dari itu, tidak boleh ada kesalahan yang terjadi di antara kita.

Apa yang harus aku lakukan, agar aku bisa tidur dengan tenang....?

Aku sudah gugup saat ini. Tapi jika kita tidur bersebelahan, aku tidak akan pernah bisa tidur.

"Bolehkah aku tidur di sofa?"

"Nggak boleh! Kamu tidak boleh tidur disana."

"O-Oke..."

Aku tidak yakin apakah itu ide yang baik untuk memaksakan diriku melakukannya meskipun pemilik rumahnya mengatakan tidak.

Kurasa aku tidak punya pilihan lain selain bersabar...

"Oh, dan...Inamori-kun selalu berbicara dengan formal padaku, tapi kita adalah teman sekelas. Jadi, kamu bisa berbicara dengan santai, oke? Aku merasa agak kesepian karena jarak di antara kita."

Ketika dia menunjukkan ini kepadaku, aku menyadari bahwa aku telah berbicara dengan formal.

Tampaknya gagasan bahwa Tojo-san adalah orang yang hebat sudah tertanam dalam diriku sehingga aku secara tidak sadar mengambil pendekatan yang hati-hati padanya.

Terus terang, aku takut...

"...Tapi Tojo-san juga berbicara dengan formal, kan?"

"Inilah aku dan aku berbicara dengan nada ini tidak peduli dengan siapa aku berbicara. Jadi, tidak apa-apa. Ini lebih merupakan identitas."

Ketika dia mengatakannya seperti ini, aku tidak bisa memberikan argumen lain.

Setelah dipikir-pikir, tidak ada gunanya menolak.

"Jadi, kau ingin aku berbicara seperti biasanya?"

"Mn! Itu saja yang aku minta!"

Mungkin aku memang sudah berbicara terlalu formal padanya meskipun kami adalah teman sekelas.

Kupikir aku harus menjaga jarak yang tepat dari wanita dan aku agak bersyukur telah dikoreksi lebih atau kurang dengan paksa.

"Kalau begitu, ayo kita sikat gigi bersama~"

Tojo-san meraih tanganku, membangunkanku dari kursi dan membawaku langsung ke kamar mandi.

"Aku hanya punya sikat gigi cadangan."

Dia menunjukkan beberapa sikat gigi baru.

Untungnya, ada sikat dari seri yang sama dengan yang aku gunakan di rumah. Jadi, aku biarkan dia memilih yang itu untukku.

"Inamori-kun lebih suka kuas yang lembut. Aku lebih suka yang sedikit lebih keras."

Kedengarannya seperti cara yang aneh untuk mengatakannya dan jantungku berdebar kencang.

Ini gawat... Jika aku bereaksi terhadap setiap hal seperti ini, hatiku benar-benar tidak akan bisa menerimanya...

Kami berdua menyikat gigi di depan cermin, berkumur dan kembali ke ruang tamu.

"Oh, seharusnya aku menunjukkan kamar tidurnya dulu. Tolong lewat sini."

Tojo-san membuka pintu di sebelah ruang tamu.

Itu adalah kamar dengan tempat tidur double bed.

Rak buku besar terlihat berjejer di dinding, tetapi semua buku ditulis dalam bahasa asing. Jadi, tidak ada cara untukku mengetahui isinya.

"Aku ingin mengatakan bahwa aku memang menyiapkan tempat tidur ini untuk berbagi kamar denganmu, tetapi aku adalah orang yang pemilih terhadap tempat tidur. Aku memilih kasur yang dibuat khusus sesuai dengan keinginanku dalam hal kualitas dan ukurannya sehingga aku dapat memulihkan kondisiku bahkan dengan tidur sesedikit mungkin."

"Kalau kau sensitif terhadap ruang tidurmu, bukankah berarti aku seharusnya tidak tidur denganmu?"

"Jangan khawatir tentang itu. Memang benar pada awalnya kupikir lebih luas lebih baik, tetapi ketika aku mencoba tidur disana, ternyata rasanya sangat sepi. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa ruang itu akan sempurna ketika Inamori-kun berada di sebelahku."

Kurasa sedikit berlebihan untuk mengatakan bahwa itu akan sempurna denganku.

Tapi, setidaknya mungkin memang benar bahwa aku tidak akan menjadi pengganggu saat ini.

"... Tidak, tapi tetap saja aku tidak enak untuk tidur denganmu."

"Eh...?"

Kata-kata perlawanan terakhirku tampaknya memiliki kejutan yang tidak terduga.

Ekspresi Tojo-san menunjukkan bahwa ketenangannya sebelumnya telah menghilang.

"Begitu, ya.. Segitunya kamu tidak mau tidur denganku, ya?"

"Tidak, bukan itu maksudku..."

"Uuuu..."

"Tojo, san...?"

"Tidak, bukan apa-apa. Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu tidak nyaman..."

Tojo-san menutupi wajahnya dan mulai terisak.

Rupanya, dia benar-benar terkejut.

Seketika dadaku terasa remuk oleh rasa bersalah.

Aku memikirkannya dan karena Tojo-san yang memintanya, seharusnya tidak ada masalah, kan?

Dia tidak memaksakanku ke ranjang dan tidak sopan bagiku untuk terus menolak ajakannya.

Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan lagi. Tapi bagaimanapun juga, aku tidak bisa terus membuat Tojo-san sedih seperti ini.

"Baiklah! Aku tidak keberatan tidur bersama Tojo-san."

"Mn, terima kasih banyak. Kalau begitu, ayo kita tidur bersama."

... Huh? [ED: Are?]

Wajah Tojo-san bersinar dan dia menarik tanganku dan membawaku ke tempat tidur.

Apa aku baru saja ditipu?

"Kamu bilang kita bisa berbagi ranjang, kan?"

"Aah... ya..."

Aku tidak bisa lagi melakukan apa pun selain berkompromi.

Aku pergi ke kamar tidur dan mendekati tempat tidur tanpa disuruh.

Ada dua bantal.

Salah satu bantal sedikit penyok di tengahnya. Jadi, kurasa itu bantal yang biasanya dia gunakan.

Sementara yang satunya masih terlihat baru.

Aku berhasil menekan detak jantungku saat aku naik ke ranjang dengan Tojo-san.

Mau di lihat dari manapun, dia sangat dekat!!

"Fufufu, aku bisa merasakan kehangatan Inamori-kun."

"Um, Tojo-san... kalau kau sedekat ini, akan sulit bagiku untuk tidur..."

"Eee... Hnmp, aku senang kamu sadar akan diriku. Tapi, benar juga. Kalau kamu tidak bisa tidur, akan buruk untuk mengikuti pelajaran besok."

Baru saja aku akan menyarankan agar dia membiarkanku ijin untuk tidur di sofa, namun pada saat itu.

Tiba-tiba Tojo-san meletakkan tangannya di belakang kepalaku dan menarikku ke dadanya dengan kekuatan lebih dari yang aku bayangkan.

Kepalaku terkubur dalam dua bantalan besar yang lembut dan kepalaku membeku untuk kesekian kalinya hari ini.

"... Sebenarnya.. Aku juga merasa gugup, tau."

"Eh?"

Aku bisa mendengar dengan jelas detak jantung Tojo-san.

Suaranya begitu kuat sehingga sulit dipercaya bahwa itu normal dan aku tahu dia juga sangat gugup.

"Orang yang kucintai begitu dekat denganku, kau tahu? Bagaimana mungkin aku tidak gugup?"

Dia berbisik di telingaku dan sensasi menggelitik mengalir di tulang punggungku.

Tapi anehnya, hatiku menjadi tenang.

Aku sudah mendengar bahwa detak jantung memiliki efek menenangkan pada pikiran orang, tetapi ketika kau mengalaminya sendiri, kau harus mempercayainya.

"Aku minta maaf untuk ... semua hal mengejutkan yang sudah aku lakukan padamu. Tapi ... aku benar-benar ingin kamu tahu bagaimana perasaanku, selain itu"

".... selain itu?"

"Maaf kalau aku terdengar begitu sombong. Tapi aku ingin mengatakan kepada Inamori-kun, yang sudah bekerja sangat keras sampai hari ini, 'Kamu sudah melakukan yang terbaik'..."

Jari-jari Tojo-san membelai kepalaku.


Tangannya begitu lembut seolah-olah dia sedang menyentuh kaca yang rapuh.

Itu sangat lembut dan tanpa sadar air mata mulai menggenang di mataku.

Aku tidak bekerja untuk dipuji siapa pun.

Aku harus membuat kesepakatan dengan kerabatku karena aku harus bertahan hidup.

Kecuali fakta bahwa orang tuaku meninggal, itu semua adalah salahku.

Sebelum aku menyadarinya, aku sudah lupa bagaimana caranya berbicara dan aku mungkin telah mengekang diriku sendiri bahwa aku tidak boleh bergantung pada siapa pun di sekitarku, bahkan kerabatku.

Jadi, ketika dia mengatakan, "Kamu sudah melakukan yang terbaik," itu merusak kelenjar air mataku yang telah lama mengeras.

"Dari sudut pandangku, Inamori-kun cukup hebat untuk bisa bertahan hidup...atau memang ini cara yang salah untuk memperlakukanmu?"

"... Tidak."

Dimana rasa maluku.

Aku memeluk tubuh Tojo-san dan membenamkan wajahku di tubuhnya seolah diriku meminta untuk dimanjakan olehnya.

Aroma manis menggelitik lubang hidungku dan detak jantungnya, seperti biasa, perlahan-lahan mulai menidurkanku.

"Aku sangat senang mendengarmu mengatakan itu."

"... Aku juga ikut senang kok."

Mungkin karena tubuhku cukup lelah, gelombang rasa kantuk yang tak tertahankan menimpaku.

Tak lama kemudian, aku tertidur.

==================================================

Kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii, kawaii

Inamori-kun, yang tertidur dengan wajah damai.

Aku sangat senang dia tidur di dadaku.

Tapi dengan dia yang begitu dekat denganku, aku tidak akan bisa tidur seperti biasanya.

Rambutnya lucu dan bergoyang di beberapa tempat. Bulu matanya panjang dan imut untuk anak laki-laki. Wajah tidurnya imut dan kekanak-kanakan, tetapi tubuhnya lebih kuat dan lebih dingin dari kelihatannya, dan tangannya sedikit kasar, kokoh dan keren...!

Astaga, aku hampir mimisan...

Aku tidak dapat menemukan satu hal pun yang aku tidak suka tentang orang ini.

Tapi, aku merasa bisa mengatakan seratus atau seribu hal yang aku suka tentangnya.

Sejujurnya, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan dengan diriku sendiri karena aku tidak pernah begitu menyukai orang asing.

Apa yang harus aku lakukan. Jika aku menciumnya sekarang. Kira-kira dia bakal tau nggak, ya?

---------- Tidak, tidak. Bagaimana aku bisa memikirkan pikiran jahat seperti itu.

"Nnn..."

"..........!"

Tiba-tiba, Inamori-kun melingkarkan lengannya ke tubuhku.

Kedekatan kita semakin meningkat dan aku bisa merasakan tubuhnya semakin panas.

Ayah, ibu, aku minta maaf. Aku mungkin akan mati hari ini...

Aku sangat senang. Tidak ada apa-apa selain kebahagiaan.

Aku terkejut bahwa ini masih masa percobaan.

Jika kami menjadi pasangan resmi, aku akan sangat senang sampai kehilangan akal sehat.

"Uumm...mmm..."

Saat aku menguatkan pelukanku sedikit, Inamori-kun mengeluarkan sedikit suara erangan.

Ini gawat...

Aku masih dipeluk dengan cukup dekat olehnya dan aku mungkin harus menahan diri untuk tidak melangkah lebih jauh.

Dengan orang ini... aku bisa lebih merentangkan sayapku.

Saat itu ketika hatiku hancur, kerja keras Inamori-kun memberiku kesempatan untuk bangkit kembali.

Saat itu, aku yakin.

Bahwa seorang anak laki-laki bernama Haruyuki Inamori adalah orang yang aku butuhkan dalam hidupku.

"... Selamat malam, Inamori-kun."

Jika dia membenamkan wajahnya di dadaku, aku akan membenamkan wajahku di rambutnya.

Aroma sampo yang sama dengan milikku menggelitik lubang hidungku dan aku sangat senang melakukannya.

Aku pasti ingin membuat kebahagiaan ini bertahan lama-------selamanya, ya itu saja.


TL: Retallia

Editor: Sipoi

|1| Plesetan dari Haagen-Dazs 'merupakan salah satu produsen yang menyajikan es krim dengan kualitas terbaik.


Catatan Penerjemah:

Iya, aku tahu kalian mesti bakal bilang mirip banget dengan plot LN sebelah. Tapi orang bijak pernah berkata, “beda karakter, beda setting, beda juga hal yang bisa kita nikmati”. Yap! Jadi, jangan terlalu menutup hatimu untuk selalu mencari plot yang baru terus menerus hhehe. Dan aku juga sangat suka ada bagian POV FMCnya, sayang banget di Dokudere gaada hiks… Yauda itu saja, semoga kalian senang membacanya ^^





|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close