-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 4 Chapter 4

Chapter 4 - Apa itu Cinta yang Normal?


Seminggu telah berlalu sejak Arthur dan Claire tiba di Jepang.

Kantin sekolah terlihat ramai saat istirahat makan siang.

"Ini adalah situasi yang serius ..."

Koyuki memasang ekspresi serius di wajahnya.

Ini adalah waktu istirahat makan siang dan tempat itu ramai dengan siswa/i lainnya.

Semua orang menikmati waktu istirahat mereka dengan tawa ceria dan dentingan piring bergema dari segala arah.

Koyuki, entah mengapa, bahkan tidak menyentuh bento di depannya dan dia terlihat muram.

Isi bentonya sangatlah umum, seperti tamagoyaki dan tomat mini. Meskipun penampilannya sederhana, tetapi tingkat kematangannya terlihat sempurna tanpa ada bagian yang gosong.

Naoya meletakkan set katsu yang dibelinya untuk saat ini dan menunjuk ke bento Koyuki.

"Terlepas dari situasi serius ini. Bolehkah aku meminta tamagoyaki itu? Koyuki yang membuatnya, bukan?"

"Eh... Mn, ambil aja..."

"Kalau begitu, aku akan mengambilnya. Itadakimasu.."

Dia mengambil sepotong dan memasukkannya ke dalam mulutnya dan mengunyahnya dengan lembut.

Koyuki melihatnya dengan mata cemas.

Setelah menelannya, Naoya tersenyum.

"Hmm, sepertinya skill memasakmu sudah membaik. Rasanya sama enaknya dengan bento yang aku makan tempo hari."

"Eh, iyakah? Tapi, aku masih belum bisa menggulungnya dengan baik..."

“Ya, lama-lama kau juga akan terbiasa jika kau sering melakukannya. Kan Koyuki tipe orang yang cepat hafal jika mempelajarinya. Jadi, percaya diri lah dengan kemampuanmu.."

"Fufufu. Tuh kamu tau. Lagipula, aku gadis yang sangat keren dan cantik. Aku akan membiarkanmu mencobanya lagi saat aku sudah menguasainya. Jadi, nantikan saja.. Eeii, bukan itu!"

Koyuki membusungkan dadanya dengan bangga. Tapi, dia segera mengangkat suaranya dan membantingkan tangannya ke meja.

Dengan bunyi gedebuk, air di gelas pun bergetar.

Suara itu membuat para siswa/i di sekitar melihat kami sejenak, tetapi segera kehilangan minat ketika mereka menyadari bahwa sumber suara itu adalah Koyuki. Sorot mata mereka memberitahuku, 'Yaelah, seperti biasa pasangan itu saling menggoda lagi, kan?'

Koyuki gemetar dan menekan dahinya.

"Naoya-kun...kamu ingat apa yang kukatakan pada Claire-san di restoran keluarga semalam?"

"Tentu saja, aku ingat kata demi kata."

Naoya mengangguk sambil melahap tumis sayurannya.

Suatu hari, Claire memanggilnya ke restoran keluarga dan memintanya untuk memberikan nasihatnya tentang asmara.

Koyuki agak bingung pada awalnya, tetapi setelah Claire menjelaskan kepadanya betapa dia mengandalkannya, Koyuki menjadi kepedean dan berkata.

"'Kalau kamu ingin meluluhkan hati Arthur-kun, kamu harus mengikuti caraku! Bagaimanapun juga, aku adalah orang yang berpengalaman dalam hal percintaan dan akulah yang membuat pria yang aneh ini jatuh cinta padaku!' seperti itu, kan?"

"Seperti yang diharapkan darimu.. kamu benar-benar mengingatnya.."

Alis Koyuki berkerut, sembari menenggak jus hijaunya.

"Aku tidak keberatan kalau kau memberinya beberapa saran. Seandainya mereka bisa jadian tanpa hambatan, maka seluruh masalah pertunangan itu akan terselesaikan secara utuh."

"Itulah yang aku pikirkan saat itu juga. Akhir-akhir ini, aku sudah mendengarkan berbagai cerita orang di layanan konsultasi hubungan Naoya-kun dan juga ikut memberi mereka nasihat... Jadi, kupkir aku pasti bisa membantunya, tetapi aku menyadarinya."

Koyuki memegangi kepalanya dan berteriak dengan suara kecil.

"Kita sendiri bahkan tidak pernah memiliki kehidupan cinta yang normal... bagaimana kita bisa menjadi contoh untuk orang lain!"

"Oya, baru nyadar 'ya?"

Sambil mengangkat bahunya, Naoya memasukkan nasi ke dalam mulutnya.

Setelah kejadian tempo hari, Koyuki kini diakui oleh Claire sebagai Senpai dalam hal percintaan.

Namun, sejak awal hubungan Koyuki dan Naoya adalah kasus khusus yang tidak bisa digunakan sebagai contoh.

Koyuki merangkum perjalanan hubungan mereka sejauh ini dengan bergidik.

"Setelah bertemu satu sama lain selama beberapa hari, kita menyadari kalau kita memiliki perasaan satu sama lain dan setelah bertemu orang tua kita, kita berkencan, bepergian dan berbagai acara lainnya. Kemudian kita mengakui perasaan kita satu sama lain dan akhirnya berpacaran… apakah itu normal?"

"Ya mau bagaimanapun, itu adalah hubungan kita."

Naoya menyatakan perasaannya beberapa kali, tetapi Koyuki belum siap menerimanya.

Jadi, dia menahan jawabannya dan Naoya terus menggodanya.

Itulah mengapa kurang lebih – atau bahkan tidak sama sekali, jalan mereka untuk akhirnya dapat pacaran memang sangat tidak normal.

Koyuki kemudian menatap Naoya.

"Naoya-kun sendiri sangat spesial sejak awal. Kamu mengerti segalanya bahkan jika aku tidak mengatakan apa-apa. Jadi, kita tidak pernah menemui kesalahpahaman... Apakah ada cerita cinta yang seperti itu?"

“Ada kok. Setidaknya aku tahu satu kasus lainnya yang sama.”

"Oh, benarkah? Apa kamu serius? Apa kamu mengenal orang itu?"

"Orang tuaku."

"Oh... ya, itu masuk akal."

Koyuki menangkap kata-kata Naoya dengan tatapan jauh di matanya.

Orang tua Naoya - Housuke dan Airi - juga sudah saling kenal sejak masa sekolah mereka.

Kadang-kadang Ibunya menceritakan tentang masa lalunya, tetapi selalu tentang kejadian aneh seperti menangkap penjambret saat berkencan atau mencegah kecelakaan serius dengan waktu yang sangat lama.

Jadi, bisa dibilang cerita cinta mereka sama tidak normalnya. Naoya pun mengangkat bahunya.

“Tapi sejak awal, keduanya memang sudah saling jatuh cinta kan? Jika kau memberikan saran yang ngasal, mereka pasti tetap dapat menerimanya. Jadi, jangan berpikir terlalu rumit, oke?”

"Bukan begitu juga kali."

Koyuki mengerutkan kening dan membusungkan dadanya.

“Selama ini orang-orang yang datang ke layanan konsultasi kita semuanya mengandalkan Naoya-kun, kan? Tapi, kali ini berbeda. Dia memintaku langsung untuk membantunya. Jadi, wajar kalau aku benar-benar ingin membantunya semaksimal mungkin.”

"...Iya, aku paham kok."

Naoya terkekeh. Sudut matanya secara alami terkulai.

Dia senang melihat seorang gadis yang selalu menyendiri sebelumnya, mencoba melakukan sesuatu untuk orang lain sekarang.

Kemudian Naoya tiba-tiba melihat ke arah pintu masuk kantin.

"Oh, sepertinya target kita baru saja tiba."

"Eeh?"

Koyuki melihat ke belakang. Ada sekelompok orang yang mencolok.

Seorang siswa laki-laki berambut pirang, Arthur, dikelilingi oleh beberapa gadis.

'Arthur-kun, kamu fasih berbahasa Jepang, bukan? Bagaimana kamu mempelajarinya?'

'Nee, nee, ayo pergi bersama kami di hari liburmu berikutnya. Aku akan mengajakmu berkeliling kota!'

'Ini informasi kontakku. Aku akan menunggu pesanmu kapan saja.'

Mereka semua memiliki tanda ️’♡’ di mata mereka dan mengerumuninya.

Semua anak laki-laki di sekitar melihat mereka dengan pandangan iri dengki.

Namun, anak laki-laki yang dimaksud, Arthur, menyikat poninya dengan santai sambil menunjukkan giginya yang putih.

'Hahaha, ini masalah. Aku tidak mengira wanita Jepang sangat bersemangat. Tapi tolong, satu per satu, pussy-chan?' [TN: Asli, kayak gitu dia manggilnya.]

'Kyaaaa! Keren banget!'

Sorakan histeris pun terdengar dari kelompok itu.

Melihat ini, Koyuki memutar matanya

"Apa-apaan itu...?"

"Oh ya, Koyuki belum pernah melihatnya sebelumnya. Mereka itu fanclub Arthur."

"Bagaimana dia bisa mendapatkan fanclub!? Ini baru seminggu sejak dia pindah ke sini, tau!"

"Mudah saja. Dia memiliki wajah yang tampan, bukan?'

Naoya, yang kebetulan berada di kelas yang sama, mengamati antusiasme para gadis.

Wajar jika popularitasnya akan meningkat, mengingat dia adalah seorang pangeran dari luar negeri.

Namun, Koyuki tidak merasakan kekaguman apapun dan mengerutkan keningnya.

"Ada apa dengannya? Cinta sejatinya adalah Claire, bukan? Kenapa dia memandang rendah gadis lain? Ini sedikit mengecewakan."

"Yah, jika seorang gadis menangis padanya, seorang pria akan bahagia kan."

"...Apa kamu juga seperti itu, Naoya-kun?"

Koyuki menatapku dengan curiga.

Naoya lalu menjawabnya dengan tegas.

"Tidak, hatiku cuma milik Koyuki saja.."

"Bagaimana kamu bisa mengatakannya tanpa perasaan malu sedikit pun..."

Koyuki pun langsung bereaksi dengan wajahnya yang memerah dan mencoba untuk membalas.

Melihat itu, Naoya merasa sedikit senang dan terpana.

"Yah, mari kita lihat dulu. Sanksi untuknya akan segera tiba."

"Sanksi apaan?"

Koyuki kemudian kembali menatap Arthur dan kerumunannya.

Dan terlihat sosok kecil muncul dari belakang Arthur dan memanggilnya dengan dingin

'Hmm, bolehkah aku mengatakan sesuatu?'

'Ya, semua wanita akan aku terima... Ehh, Claire!?'
 
Wajah Arthur membeku begitu dia berbalik.

Yang berdiri di sana, tentu saja, adalah Claire.

Dia membuat ekspresi dingin dan terlihat tidak peduli, dan memberitahukan maksud kedatangannya secara langsung.

'Ada hal yang akan aku lakukan sepulang sekolah hari ini. Bisakah kamu pulang sendiri nanti, Nii-sama?'

'Yah, kalau begitu, aku akan pergi denganmu! Meskipun ini adalah negara yang damai, aku khawatir kalau Claire pulang sendirian--'

'Aku akan pulang dengan temanku. Jadi, itu tidak perlu. Oke itu saja, maaf mengganggu kesenanganmu, Nii-sama..'

Claire kemudian berbalik dan berjalan pergi.

'T-tunggu! Claire!?'

'Astaga. Arthur-kun, adikmu mencampakkanmu lagi.'

'Itu berarti kamu punya waktu luang, kan? Ayo bermain bersama kami!'

Arthur mengulurkan tangannya untuk mengejar saudara perempuannya, tetapi dia dihalangi oleh para gadis yang ada di sekitarnya.

Lalu, seorang siswa laki-laki dengan wajah yang memerah muncul menghadang Claire.

'Claire-chan...! Lain kali, jika kau mau--'

'Haa...!?"

'T-Tidak, bukan apa-apa!'

Setelah dikalahkan oleh intimidasi Claire, siswa laki-laki itu langsung pergi tanpa berpikir dua kali.

Setelah mengamati seluruh kejadian tersebut, Naoya pun mengangkat bahunya.

"Benar-benar seperti adegan di drama romcom, termasuk di bagian itu. Menarik, bukan?"

"Apanya yang menarik!? Itu tidak lucu!"

"Loh menurutku itu menarik. Dan bagiku mereka seperti sedang bermesraan."

Itu seperti permainan anak kecil.

Naoya mencoba mencairkan suasana, tetapi Koyuki tetap memasang ekspresi serius di wajahnya.

"Aku harus melakukan sesuatu tentang itu..."

Sementara mereka berbicara, Claire mendatangi mereka.

Dia tersenyum pada Naoya dan menunjuk ke kursi kosong di sampingnya.

"Halo, Naoya-sama. Bolehkah aku duduk di sebelahmu?"

"Oh, ya. Silahkan."

Saat Claire duduk, Koyuki mengangkat alisnya dengan kesal.

"Aku tidak keberatan, tapi apakah Claire tidak apa? Kau tidak bermaksud mencampakkan kakakmu yang tercinta begitu saja dan duduk di sebelah pria lain, kan,?"

"Bodo amat. Aku tidak mengenal pria playboy itu."

Claire menoleh ke samping dengan cemberut.

Namun, dia segera menunjukkan senyumnya mempesona dan dengan santai memeluk Naoya.

“Bagaimana kalau aku melupakan Nii-sama sesaat dan mulai serius lagi untuk membuat Naoya-sama jatuh cinta padaku-----kyan!”

"Tentu saja tidak boleh!"

Kemudian, Koyuki segera membungkuk dari mejanya dan memberi Claire jentikan di dahinya.

Sambil berteriak, Claire mundur dari Naoya. Sementara Arthur, yang menonton dari jauh, memalingkan wajahnya yang putus asa seperti sedang berada di akhir dunia.

Claire menggosok dahinya dan mengalihkan pandangan kesalnya ke Koyuki.

"Astaga, cuma bercanda kok. Kamu tidak dewasa sekali."

"Aku tidak peduli apa yang kamu katakan, apa yang salah tetaplah salah. Jadi menyingkirlah darinya!"

"Huh?"

Alih-alih Claire, yang diam-diam bangkit dari kursinya, Koyuki tetap duduk di sana dengan tenang.

Selain itu, dia berusaha keras untuk menarik kursi Naoya ke arahnya dan dengan ringan menusuknya dengan sikunya.

"Naoya-kun, Naoya-kun. Apa yang kamu lakukan dengan gadis Kouhai ini ketika kamu punya pacar sepertiku?"

"Tidak. Dia bahkan tidak peduli padaku, kau tahu?"

Kebanyakan anak laki-laki akan senang dirayu oleh seorang gadis cantik sepertinya.

Namun, Naoya tahu bahwa tidak ada kesempatan untuk mengibarkan bendera dengannya.

Dia tidak perlu dikekang, karena dia bisa menghadapi situasi seperti ini secara alami. Jadi, yang dirasakan Naoya hampir sama seperti sedang dipermainkan oleh anak kucing.

"Waktu itu aku terlihat salting karena berpikir, 'Wow, gadis ini sangat menyukai Arthur...', tapi aku sudah terbiasa melihatnya sekarang. Jadi, aku tidak akan salting lagi."

"Tapi, bukan berarti kamu bisa lengah saat didekatinya! Kamu mengerti!?"

"Ya, iya. Aku mengerti. Jadi Claire, kau tidak diperbolehkan melakukan trik apa pun padaku, oke?"

"Iya deh. Lagian, aku tidak bermaksud membuat Koyuki-sama marah.." kata Claire menundukkan kepalanya.

Lalu dia meletakkan tangannya di dagunya dan menatap Naoya.

"Tapi Naoya-sama sangat tangguh, bukan? Jika aku tersenyum, sebagian besar pria akan langsung jatuh cinta, tapi...ekspresinya bahkan tidak berubah."

"Sayang sekali, aku hanya jatuh cinta pada hal yang nyata."

"Tetap saja, itu loyalitas yang sangat kuat."

Claire mendesah kesal.

Kemudian dia menoleh ke arah Koyuki dan mengarahkan matanya yang berbinar padanya. Dengan bonus tambahan menyilangkan jari seolah sedang berdoa.

"Untuk melatih budak seperti dia sampai di level ini...seperti yang diharapkan dari Koyuki-sama!"

"Eeh??"

Koyuki memutar matanya.

"Tidak perlu menyembunyikannya. Kamu pasti menghabiskan waktu yang lama dan cambuk untuk membuatnya jatuh cinta padamu."

“Yah, tidak butuh waktu lama kok sejak kita bertemu sampai dia jatuh…”

"Kamu pasti bercanda lagi. Pria ini bukan tipe pria yang bisa kamu taklukkan dalam waktu sesingkat itu."

Claire terlihat yakin dan meletakkan tangannya di dadanya dengan wajah yang serius.

"Pikirku dalam hati, setelah melihat Koyuki-sama. Aku tahu tidak akan mudah untuk menaklukkan Nii-sama, tapi... aku juga ingin bermesraan dengannya. Maka dari itu, aku telah mengambil keputusan. Kalau dalam bahasa negara ini, itu disebut Harakiri kan?"

"Harakiri itu pilihan terakhir, tahu."

"Tapi, aku bisa merasakan tekadmu..."

Keduanya saling memandang

Sebaliknya, Claire meremas tangan Koyuki dengan mata penuh tekad.

"Aku akan belajar dari Koyuki-sama seni merayu seorang bangsawandan aku pasti akan mengalahkan Nii-sama di tempat ini. Tolong awasi aku."

"Eh, eh, eh..."

Koyuki menelan ludah dengan wajahnya yang membiru.

Sejak awal dia tidak mengetahui rahasia apapun untuk bisa membuat pria jatuh cinta padanya.

Namun, setelah memutar kepalanya sedikit, lalu menghirup dan menghembuskan napasnya, ada senyum tak gentar yang muncul di wajahnya.

"Tentu saja. Jika itu aku, aku pasti bisa dengan mudah menaklukkan pria mana pun!"

"Seperti yang diharapkan Koyuki-sama! Aku mengandalkanmu!"

Claire menjabat tangan Koyuki dengan binar di matanya.

Pandangan Claire lurus menatap Koyuki, terlihat bahwa dia telah merasa percaya sepenuhnya padanya.

"Aku ingin segera menanyakan rahasiamu hari ini juga..."

"Tunggu."

Kemudian, seseorang menyela Claire dan Koyuki.

Koyuki pun berteriak terkejut di hadapan orang yang muncul begitu saja dihadapannya.

"Uwaaa, Sakuya!?"

"Kau semakin terlihat seperti ninja, Sakuya-chan!"

"Tidak, itu tidak benar. Nii-sama masih bisa menyadarinya. Jadi, aku harus melatihnya lagi."

Sakuya menggelengkan kepalanya.

Naoya adalah satu-satunya yang memperhatikan dia menyelinap ke arah mereka.

Sambil mendorong punggung Claire dengan kuat, Sakuya membawanya keluar dari kantin.

"Claire dijadwalkan mengunjungi toko buku bersamaku hari ini. Jangan bilang kamu sudah lupa."

"Tentu saja aku masih ingat. Dan setelah itu, kita akan minum teh bersama sembari kamu mewawancaraiku, kan?"

"Ya. Aku akan menggali sangat dalam perasaan murni seorang gadis yang memiliki perasaan untuk saudara tirinya."

"Ini demi penulis yang sudah sering kudengar, bukan...? Aku dengan senang hati akan bekerja sama denganmu! Kalau begitu, aku akan menantikan tips dan trikmu di lain waktu, Koyuki- sama!"

"Uh-huh."

Dengan senyum canggung, Koyuki melihat ke arah Claire, yang melambaikan tangannya dengan riang saat dia pergi.

Sepertinya dia dan Sakuya menjadi sangat dekat sejak mereka berada di kelas yang sama.

Saat sosoknya sudah menghilang dari kantin sekolah, Naoya juga telah menghabiskan sayur tumisnya. Dia membersihkan piringnya tanpa meninggalkan sebutir nasi pun dan mengatupkan kedua tangannya.

"Terima kasih untuk makanannya. Koyuki, kalau kau tidak segera makan, istirahat makan siang akan berakhir."

"...Aku tidak nafsu makan."

Bahu Koyuki merosot dan dia mengangguk.

Tampaknya, setelah dia berulang kali meyakinkan Claire akan kemampuannya, dia sudah tidak dapat mundur lagi.

"Uuuuu, kenapa aku melakukan itu... Tidak mungkin aku tahu bagaimana cara menaklukkan hati seorang pria... Ini adalah akhir dari dunia..."

"Jangan khawatir."

Naoya dengan ringan menimpali kekhawatiran Koyuki.

Masalah Koyuki sederhana dan jelas. Dia kesulitan memberikan nasihat kepada Claire tentang cinta.

"Ada cara yang baik agar kau dapat memberikan Claire nasihat yang bagus."

"B-Benarkah!? Apa itu?"

"Itu sangat sederhana. Saat ini, Koyuki tidak memiliki cukup pengalaman dalam hubungan romantis yang normal, kan?"

Naoya mengangkat jari telunjuknya ke arah Koyuki, yang mendongak dan menggigit mulutnya.

Alasan mengapa Koyuki tidak dapat memberikan nasihat tentang cinta dikarenakan mereka telah menjalani kisah cinta yang cukup eksentrik (unik). Maka dari itu, hanya ada satu hal yang harus mereka lakukan.

Naoya mengulurkan tangan kanannya dan tersenyum.

"Ayo kita pergi kencan, Koyuki. Kencan seperti sepasang kekasih pada umumnya. Begitulah caramu mendapatkan pengalaman cinta yang normal."

"Kenapa kamu membuatnya terdengar seperti itu, apakah kencan kita tidak normal sejauh ini!?"

Dia berpikir, 'Apakah itu benar...?', namun dengan seketika Koyuki langsung mengkhawatirkan hal itu.

* * *

Beberapa hari kemudian di hari libur

Naoya dan Koyuki pergi kencan sebagai sepasang kekasih untuk pertama kalinya dalam hidup mereka.

"Oh, akuarium...!"

Mata Koyuki berbinar dan dia berseru dengan gembira

Naoya pun meliriknya sekilas.

"Ya, akuarium."

Sebuah struktur kubik besar berdiri di depan mereka.

Di dinding luar, gambar ikan hiu paus, penyu dan makhluk air lainnya dicat dalam desain pop, terlihat pada gambar tersebut mereka sedang berenang dengan gembira di bawah langit musim gugur yang cerah.

Di sekitarnya, ada taman yang hijau.

Di sana-sini, barisan pohon cemara yang dipotong berbentuk ikan terlihat di sekitarnya dan para badut di jalanan dengan terampil memutar balon. Banyak orang tua dan anak-anak terlihat dengan bekal makan siang mereka dengan nuansa sedang berpiknik.

Lautan yang dekat dan angin laut yang menyegarkan membelai mereka berdua.

Hawa panas dari musim panas telah berkurang secara signifikan dan ini adalah hari yang baik untuk berpergian.

"Hmm, kemana dulu 'ya? Ah, aku harus memeriksanya dulu!"

Koyuki membuka pamflet dan membacanya dengan seksama.

Pakaiannya hari ini terdiri dari rok renda selutut dan blus dengan lengan panjang tiga perempat.

Meski kasual, pakaiannya tetap terlihat mencolok dengan bordiran dan ruffles yang halus.

Meski begitu, ekspresi Koyuki hampir sama dengan anak-anak yang berlarian di sisinya.

Ketika dia melihat ke atas, matanya dipenuhi dengan tanda bintang yang menunjukkan euforianya.

"Ada pertunjukan lumba-lumba hari ini! Dan juga akan ada kesempatan bagi pengunjung untuk memberi makan penguin dan juga untuk mengelus mereka...! Jangan sampai kita melewatkan semua ini, Naoya-kun!"

"Baiklah. Oh ya, aku juga harus memeriksa toko suvenir dalam perjalanan pulang nanti."

"Yap, sangat penting untuk melihat boneka-boneka binatang disana! Kalau begitu, ayo pergi, Naoya-kun!"

Koyuki dalam suasana hati yang bahagia saat dia berjalan menuju pintu masuk akuarium.

Sambil berjalan berdampingan dengannya, Naoya tersenyum masam.

"Tapi, hmm, kau tidak bisa hanya bersenang-senang saja. Ada misi penting untukmu hari ini, Koyuki."

"Tentu saja, aku tidak melupakannya."

Koyuki memberikan senyum yang masam juga.

Sambil memegangnya di antara jari telunjuk dan jari tengahnya, dia dengan cepat mengeluarkan sebuah memo.

Beberapa catatan tertulis di dalamnya dengan sangat detail, menunjukkan betapa seriusnya dia tentang kesempatan ini.

Sambil memegang buku memo itu, Koyuki berkata dengan nada percaya diri.

"Kamu pasti berbicara tentang barang kolaborasi Nyanjiro yang hanya tersedia di akuarium ini kan? Tentu saja aku sudah memeriksanya. Aku punya rencana belanja yang memungkinkanku untuk memborong apa saja dengan uang sakuku!"

"Koyuki, kau hebat. Tentu saja, tapi itu penting juga, kan?"

Naoya tidak kehilangan senyumnya.

Naoya kemudian mempertegas maksudnya yang sebenarnya dengan nada suara yang tenang.

"Kau datang ke sini hari ini untuk mendapatkan pengalaman dalam hal cinta yang normal, bukan?"

"Pengalaman cinta...!?"

Saat itulah kaki Koyuki terhenti.

Karena dia berhenti begitu tiba-tiba, dia hampir menabrak pasangan yang berjalan di belakangnya. Naoya dengan santai menarik tangannya dan bersandar ke sisi jalan, kemudian menanyakannya lagi dari depan.

"Apa kau ingat?"

"Uuu ..."

Koyuki mengendus, melihat ke bawah sedikit.

Kemudian, dia segera membusungkan dadanya dan berkata.

"Ingat kok. Aku hanya ingin menggodamu saja."

"Begitu toh, Koyuki benar-benar hebat!"

Dan Naoya pun menganggukkan kepalanya begitu saja. Karena dia sudah tahu ini akan terjadi bahkan sejak sehari sebelumnya, dia tidak ingin memperburuk keadaan dengan mengingatkan Koyuki secara paksa.

Setelah berjalan lagi, Koyuki mengalihkan pandangannya pada Naoya.

"Tapi…bagaimana aku bisa benar-benar mendapatkan pengalaman itu...? Ini juga bukan kencan biasa kan?"

"Serahkan itu padaku."

Naoya memukul dadanya.

"Hari ini kita tidak hanya akan berkencan. Ini adalah tempat latihan bagimu untuk belajar cara memainkan permainan cinta. Kau dapat menggunakan situasi apa pun untuk merayuku dan mengasah keterampilanmu sepenuhnya."

"Sudah kubilang, keterampilan yang kumiliki denganmu tidak akan berhasil dengan orang lain."

Koyuki mengangkat alisnya dengan kesal.

"Ketika mata kita bertemu, kamu sudah bahagia karena kamu bisa melihatnya, 'Oh ternyata kamu sangat menyukaiku...!'. Bagaimana aku bisa menggunakan teknik seperti itu dalam hubungan yang normal?"

"Jangan khawatirkan hal itu. Aku tidak akan menunjukkan kepekaanku yang biasanya hari ini, hanya kepada Koyuki."

"Hee??"

Koyuki mengedipkan matanya. Sepertinya dia terkejut.

"Bagaimana kamu bisa yakin hal itu akan berhasil?"

“Sebenarnya, bukannya aku akan menjadi tidak peka seperti biasanya. Aku akan tetap menyadari semuanya, tetapi aku tidak akan melakukan tindakan apapun.”

Hambatan bagi Koyuki untuk mencari pengalaman adalah persepsi Naoya.

Berkat keterampilan Naoya tersebut untuk dapat memahami segala hal yang terjadi pada Koyuki, mereka berdua dapat menikmati hubungan mesra mereka dengan lebih mudah dan tanpa masalah yang biasanya akan menyebabkan konflik.

Jadi, jika dia menutup persepsinya itu, Koyuki tidak akan punya pilihan selain melakukan pendekatan secara normal.

"Anggap saja hari ini aku adalah MC dalam manga romcom yang tidak peka sama sekali. Maka dengan begitu, Koyuki akan dapat mengasah keterampilan cintanya secara umum."

"Jadi begitu... kamu sangat cerdik, Naoya-kun."

Koyuki meletakkan tangannya ke dagu dan menggeram.

Dia tampaknya benar-benar terkesan, tetapi matanya yang melirik Naoya diwarnai dengan skeptisisme yang penuh warna.

“Aku yakin kamu pasti berpikir, ‘Koyuki akan mencoba berbagai hal untuk menaklukkanku. Jadi, ini pasti akan sangat menarik. Di luar dia terlihat tanang, tapi aku yakin di dalam hatinya dia akan menjadi gegabah…Aku sangat menantikannya!’ ---- ya, benar sekali. Karena ini adalah kamu…"

"Oh, Koyuki sekarang menjadi lebih peka sama sepertiku."

"Itu sangat mudah ditebak. Dan aku tidak pernah ingin mengasah keterampilan semacam itu."

Bahu Koyuki turun seolah dia lelah.

Naoya pikir begitu----.

"Tapi... kamu juga meremehkanku."

Dia memandang Naoya dengan tatapan tajam.

Sambil menyodok area jantung Naoya dengan jari telunjuknya, dia merendahkan suaranya untuk berkata.

"Kita adalah sepasang kekasih sekarang. Aku tidak akan marah melihatmu terlihat lebih sombong dibanding sebelumnya. Tapi, jangan berani mengolok-olokku."

"Kalau begitu, mari kita lihat bagaimana kau melakukannya."

"Silahkan. Aku sudah membaca majalah dan manga untuk mempelajari teknik tentang itu. Aku akan menunjukkan padamu apa yang bisa aku lakukan dengan keterampilan cintaku yang lengkap."

Saat Koyuki terisak dan tertawa, keduanya tiba di pintu masuk akuarium.

Mereka membeli tiket masuk dan melewati pintu gerbang.

Begitu mereka melangkah ke dalam akuarium, udara sejuk menyelimuti mereka berdua.

Dalam pencahayaan rendah akuarium, sebuah tanda bersinar menunjukkan rute yang harus diikuti.

"Kalau begitu, mari kita mulai dari sini. Sampai kita pulang, aku akan menjadi MC romcom yang tidak peka itu."

"Baiklah. Tapi, aku akan meninggalkanmu saat aku sedang bermesraan dengan lumba-lumba dan penguin nanti."

Koyuki tersenyum dengan senyum iblis dan terlihat penuh dengan motivasi.

Dalam kegelapan akuarium, senyumnya terlihat lebih mengesankan dari biasanya.

"Hal pertama yang pertama. Yap."

Sembari mengatakan itu, Koyuki mengulurkan tangan kanannya.

Naoya menatapnya sebentar, kemudian mengobrak-abrik sakunya.

"Ah, kau mau permen kan? Nih, rasa stroberi."

"Wow, ini rasa favoritku... Bukan ini!"

Awalnya dia menerima permen itu dengan wajah yang bersinar, tapi kemudian mata Koyuki terangkat dan marah.

"Seorang gadis, yang sedang berkencan, mengulurkan tangannya kepada seorang pria! Bagaimana bisa kamu berpikir ada pilihan lain selain berpegangan tangan?"

"Yah, kalau kau berkata begitu."

Naoya hanya menganggukkan kepalanya pada pacarnya yang sangat marah padanya.

Jika itu Naoya yang biasanya, dia akan dengan mudah memegang tangannya dan berkata 'Aku sangat senang Koyuki yang memintanya.'

Tapi, Naoya hari ini berbeda---.

"Hari ini aku adalah MC romcom yang tidak peka. Aku tidak akan mengerti kalau kau tidak mengatakannya dengan jelas ..."

“Hah! Meski begitu, seharusnya kamu tetap bisa berusaha membaca sedikit situasinya kan!? Apa kamu meninggalkan semua perasaanmu di rumah?”

"Tapi, kalau kau bisa mengalahkan musuh yang begitu kuat, aku yakin kau bisa menyebut dirimu gadis yang paling tangguh dalam percintaan."

"Tapi bukan berarti tidak ada batasannya! Sial...majalah itu mengatakan aku bisa melakukannya dengan cara ini...!"

Koyuki menggertakkan giginya seolah-olah dia sedang melihat musuh bebuyutannya.

Namun, dia segera menyadari bahwa itu tidak akan mudah. Dengan rona merah di pipinya, dia sekali lagi mengulurkan tangan kanannya ke arah Naoya. Kali ini dengan permintaan yang tepat dan jelas.

"Ahhh...muuu…aku mengerti! Sini tanganmu! Cepat pegang tanganku!"

"Oh, begitu. Jadi, itu yang kau inginkan?"

Naoya meremas tangannya dengan erat.

Ini adalah pegangan tangan antar kekasih dengan jari-jari yang terjalin. Dia tersenyum dan berkata dengan seringai di wajahnya.

"Jika itu masalahnya, kau seharusnya mengatakannya sejak awal. Lagipula, aku orang yang sangat tidak peka."

"Ugh...Kamu lebih menyebalkan dari yang kukira...dasar MC romcom yang tidak peka...!"

Kepekaan Koyuki pun sedikit tumbuh dan kencan akuarium dibuka tanpa insiden.

Hal pertama yang menyambut mereka adalah sekumpulan ikan tropis.

Di akuarium besar, ikan berwarna-warni berenang dengan sirip ekornya berayun anggun. Anemon menari dengan tentakel mereka terlihat di sekitar terumbu karang dan udang kecil di atasnya menambahkan warna merah cerah.

Sekumpulan warna dan cahaya yang bersinar dari atas terlihat sangat berkilauan.

"Wah, cantiknya...!"

"Pemandangan yang cukup spektakuler, bukan?"

Koyuki juga langsung terkejut dengan pemandangan itu.

Saat Koyuki menatapnya dengan mata berbinar, Naoya diam-diam mengamatinya dan merekam pemandangan itu ke dalam retinanya.

Meskipun ini adalah kencan untuk meningkatkan pengalaman cinta Koyuki, kencan tetaplah kencan. Naoya akan menikmatinya sepenuhnya.

"Oh, lihat itu. Naoya-kun!"

"Hm, ada apa?"

Lalu tiba-tiba Koyuki menunjuk ke dalam tangki.

“Di sana. Ada ikan kecil yang lucu. Itu yang berkilau!”

"Apa? Di mana? Aku tidak bisa melihatnya."

"Itu loh, di sana!”

Kemudian, Koyuki menarik lengan Naoya ke arahnya.

Secara alami, jarak di antara keduanya menjadi sangat dekat dan dada Koyuki menempel di lengannya.

Bahkan melalui pakaiannya, Naoya bisa melihat gumpalan lembut dadanya yang berubah bentuk. Tempat mereka bersentuhan terasa panas, seperti terbakar.

Mungkin karena menyadari Naoya yang terlihat terkejut, Koyuki pun dengan lembut menatapnya.

Apa yang ada di wajahnya adalah senyum tak kenal takut. Wajah seorang prajurit yang telah mengalahkan seorang jenderal musuh.

"...Fufu, bagaimana dengan ini? Mendebarkan, bukan? Bukankah ini teknik romantis yang klasik?"

"Kerja bagus..."

Naoya sebenarnya telah menebak perkembangan ini dan dia juga sudah terbiasa dengan skinship yang sedekat ini.

Namun, fakta bahwa Koyuki yang menginisiasi ini sendiri sangatlah penting. Jika Naoya adalah orang biasa, dia pasti sudah berlutut dan menyatakan kekalahannya.

Tapi kemudian, Naoya merasa harus menyerangnya balik.

Setelah sedikit berbalik dan meskipun dalam keadaan tersipu, dia berkata secara terus terang.

"Ikannya memang imut, tapi... Koyuki lebih imut lagi lho."

"Ugh...!?"

Pada saat itu, Koyuki memegangi dadanya dan mengerang.

Apa yang dia tahan dengan terengah-engah adalah pujian terbaik yang baru saja dia dapatkan dari musuhnya.

"K-Kamu melakukan pekerjaan dengan baik, Naoya-kun. Aku sudah terbiasa dipanggil ‘imut’ dan ‘cantik’ berkali-kali, tapi... fakta bahwa kamu melakukannya sambil tersipu malu adalah poin yang sempurna! Apakah MC romcom dapat melakukan hal blak-blakan seperti itu karena ketidakpekaannya...!?"

"Tepat sekali. Tapi aku benar-benar serius ya dengan apa yang aku katakan barusan."

"Oh, jadi kamu adalah MC romcom yang sangat serius dan tidak peka ya..."

Koyuki berusaha menerimanya, lalu mengepalkan tinjunya dan menunjukkan tekadnya

"Kalau begitu, aku juga tidak akan kalah. Aku akan serius mulai sekarang, Naoya-kun!"

"Haha. Ya, tenang saja, kau tidak akan kekurangan lawan kok."

Naoya tersenyum dan menerima deklarasi perangnya.

Kencan pun berjalan tanpa hambatan.

Keduanya mengunjungi kolam berang-berang laut, akuarium besar, dan kawasan ubur-ubur secara bergantian.

Selama perjalanan ini, Koyuki meluncurkan berbagai macam serangan. Ditambah lagi sentuhan tubuhnya yang dilakukannya tanpa sadar.

"Jika dipikir-pikir lagi, Naoya-kun tinggi juga ya. Wow... kamu memang seorang pria!"

Koyuki tersipu dan memujinya sedemikian rupa.

"Wow, luar biasa! Aku tidak tahu itu! Naoya-kun benar-benar tahu banyak hal, bukan?"

Ketika Naoya berbicara tentang hal-hal trivia terkait ikan, dia membalasnya dengan pernyataan-pernyataan pamungkas dalam kencan buta yang sudah dipelajarinya sebelumnya.

Ada banyak pernyataan yang agak asing, tapi Koyuki terus menyerang.

Naoya, seperti MC romcom yang bodoh, mencoba menghindari pesonanya, tetapi kenyataannya Koyuki berhasil membuat jantungnya berdebar beberapa kali.

Setelah melihat-lihat pameran akuarium, mereka berdua kembali mengantri.

"Muuuu..."

Saat antrian perlahan bergerak maju, Koyuki memiliki ekspresi muram di wajahnya saat dia membuka memo kecilnya.

Memo itu berisi list serangan yang akan dilakukannya di akuarium.

Dia menambahkan disebelahnya reaksi dari Naoya terhadap tiap serangannya, dengan banyak sekali tanda silang.

"Sejauh ini, strategi skinship tampaknya yang paling jelas dan efektif... Ada apa dengan laki-laki sekarang, apakah mereka begitu sederhana?"

“Ya mau bagaimana lagi, itu jelas akan sangat efektif, tidak peduli seberapa tidak tidak pekanya orang itu."

Tidak banyak pria yang tidak menyukai dada wanita.

Ketika Naoya dengan halus mengatakan itu padanya, mata Koyuki melebar.

Ekspresi yang terlihat darinya bukanlah ekspresi yang sewajarnya ditunjukkan pada laki-laki yang sedang dia ajak kencan, melainkan ekspresi yang seolah ditunjukkan pada ulat dengan bulu halus yang tumbuh di sekujur tubuhnya.

"Sungguh kotor... laki-laki memang menjijikkan."

"Eh, apa kau mengatakan sesuatu? Orang-orang di sekitarku sangat berisik. Jadi, aku tidak bisa mendengarnya."

"Kamu sengaja menutup telingamu...! Hal semacam itu hanya cocok terjadi saat momen pernyataan cinta dari seorang heroine! Jika kamu melewatkan banyak percakapan seperti itu, kamu hanyalah seseorang yang perlu pergi ke THT!"

Koyuki berseru dengan suara serak.

Tampaknya tipuannya tidak berhasil. Naoya pun buru-buru menunjuk ke depan.

"Yah, lihat, aku bisa melihatnya sekarang!"

"Hah? Aku tidak akan membiarkanmu membodohiku... Huwaaa!"

Wajah Koyuki bersinar saat dia melihat ke depan.

Antrian sudah semakin sedikit dan lokasi yang mereka cari sudah dekat. Di puncak tangga rendah ada kolam kecil dengan penguin mengambang di dalamnya.

Bahu Koyuki bergetar karena senang.

"Pe-penguin itu sangat dekat...! Apa yang harus kita lakukan, Naoya-kun!"

Naoya sangat senang karena mereka berhasil datang tepat waktu dengan acara memberi makan para penguin itu.

Naoya tersenyum hangat melihat tingkah lucu Koyuki.

Pengalaman memberi makan penguin tampaknya menjadi acara yang populer, sehingga Naoya dan Koyuki harus melewati antrian yang begitu panjang sebelumnya. Dan saat ini giliran mereka hampir datang.

Pasangan di depan mereka mengenakan sarung tangan karet dan mengambil ikan.

Dari suara-suara penguin tersebut, terlihat jelas bahwa mereka ingin sekali diberi makan.

Naoya mengintip dari belakang mereka dan mundur sedikit.

"Penguin cukup menakutkan jika dilihat dari jarak dekat..."

"Ah, yang benar? Mereka itu terlihat lucu tau.."

"Seperti yang diharapkan dari seorang penyayang binatang... kau serius sampai akhir."

Koyuki masih membuat wajah bahagia.

Dia meningkatkan antusiasmenya, menggulung lengannya dan menunjuk Naoya dengan jari telunjuknya.

"Oke, Naoya-kun. Mari kita lakukan gencatan senjata. Aku tidak punya waktu untukmu sekarang."

"Ya, ya. Kurasa aku juga harus mulai lebih berhati-hati sekarang."

"Bagaimana kamu akan menggunakan kemampuanmu itu dalam memberi makan penguin?"

Sementara mereka berbicara, pasangan di depan mereka menyelesaikan gilirannya dan pergi.

Akhirnya, bukan giliran Naoya. Koyukilah yang pertama pergi ke depan dan setelah diberi pengarahan oleh petugas, dia mengenakan sarung tangan karet dan sepatu bot panjang.

Begitu berada di meja makan, penguin berteriak bersama.

Kicauan mereka begitu kuat sehingga mereka membuka mulut lebar-lebar dan menjulurkan lidahnya. Melihat pupil mata burung yang khas itu, yang berbaris sedemikian rupa sehingga sulit untuk mengetahui kemana mereka melihat, bisa membuat seorang anak kecil menangis.

Ini adalah pengalaman memberi makan yang cukup spektakuler, tetapi Koyuki tidak gentar dan matanya berbinar.

"Lagipula mereka semua sangat lucu...! Nah, mari kita lihat, yang mana yang harus aku beri makan...?"

"Yang di depanmu, tolong yang bertanda biru di sayapnya."

"Oke, oke. Baiklah, perlahan-lahan..."

Koyuki dengan hati-hati membawa ikan itu ke penguin yang ditunjuk oleh petugas.

Setelah menyelipkan ikan mackerel kecil ke dalam mulutnya yang terbuka lebar, penguin itu menelannya dan memekik puas. Koyuki pun dipenuhi dengan rasa kepuasan, seolah-olah dia baru saja menyelesaikan perjalanan seribu mil.

"Dia memakannya...!"

"Selamat. Kalau begitu, giliranku."

Naoya dengan ringan mengambil gilirannya dan pergi ke meja makan.

Koyuki, sambil melepas sarung tangan karetnya, tiba-tiba melihat ke sudut kolam.

"Kyu..."

Ada seekor penguin sendirian di sana.

Dia tetap diam di sudut ruangan, menatap dinding, tidak memperhatikan teriakan teman-temannya untuk makanan. Berbeda dengan sudut ruangan yang bising, dia terlihat sangat kesepian.

"Araa? Kamu tidak mau makan?"

"Dia tampaknya tidak memiliki nafsu makan sekarang ..."

Petugas itu menggelengkan kepalanya dengan senyum masam.

"Hee. Bolehkah aku melihatnya lebih dekat?"

"Ya, silahkan. Dia si kecil yang penurut kok."

Dengan izin petugas itu, Naoya mendekat dan menatap mata penguin tersebut.

Pada awalnya, penguin itu tidak tertarik pada Naoya yang tiba-tiba muncul dihadapannya. Namun, mata mereka bertemu pada saat itu juga dan Naoya menghela nafas.

"Jadi begitu, memang sulit..."

"Kyuuuuu...!"

Penguin itu mengeluarkan satu teriakan seolah-olah menganggukkan kepalanya.

Koyuki memutar kepalanya seolah ingin tertawa.

"Ehh, tunggu. Apa yang kalian bicarakan satu sama lain?"

"Dia di tikung oleh pengui lain. Benar, bukan?"

"Bagaimana kau tahu tentang itu? Apa kau semacam penggemar fanatik penguin?"

Petugas itu terlihat kebingungan.

Sementara Koyuki memutar matanya seolah-olah dia benar-benar kewalahan.

"Tidak hanya bisa berbicara dengan Suu-chan. Tapi, kamu juga bisa tahu apa yang dipikirkan penguin itu..?"

“Aku sendiri terkejut dengan kemampuanku ini. Tapi…ternyata aku memang bisa memahaminya.”

Mungkin itu dikarenakan pengalaman yang Naoya dapatkan dari Sunagimo milik keluarga Shirogane tempo hari.

Naoya menoleh ke penguin yang dimaksud dan memberinya sorakan yang meriah. Bukan dalam bahasa penguin, tentu saja, tetapi dalam bahasa Jepang.

"Jangan khawatir. Kau akan menemukan cinta yang baru, aku yakin. Jangan khawatirkan itu lagi."

"Kyuu...sasu, kyuu!"

Penguin itu menatap Naoya, lalu menatap langit-langit dan mengerang dengan keras.

Lalu penguin itu menggunakan sayapnya untuk meratakan kaki Naoya.

Petugas yang melihat ini pun meletakkan tangannya di atas mulutnya dan bersorak.

"Ara, itu adalah pose melamar!"

"Apa...!?"

Sementara Koyuki mengangkat matanya, penguin itu merayap ke kaki Naoya dan tidak melepaskannya.

"Um, bolehkah aku memberinya makan?"

"Silahkan! Dia mungkin akan memakannya sekarang!"

Naoya menyerahkan seekor ikan mackarel kecil, yang dengan mudah dia telan.

Setelah menerima makanan dari Naoya, sepertinya dia menganggap itu adalah hadiah untuknya dan penguin itu pun tampak lebih bersemangat.

Tingkah laku penguin tersebut membuat para petugas kebun binatang bersorak kagum.

"Penguin memang sering mendekati manusia, tapi...sepertinya dia sangat menyukaimu...Tuan, apa kau ingin bekerja disini suatu saat nanti? Kau pasti akan menjadi karyawan yang baik!"

"Ya, aku akan mempertimbangkan jalur karir tersebut."

"Kyuu."

"Oh, aku malu ketika kau mengatakan itu juga..."

Cinta penguin yang begitu membara itu bahkan membuat Naoya merasakan bahagia yang melampaui batasan spesies.

Namun, dia tidak bisa menerimanya. Dia dengan cepat menunjuk ke arah Koyuki.

"Tapi, aku minta maaf. Aku sudah punya pacar."

"Kyu...!?"

Begitu Naoya menolaknya, penguin itu pun membeku.

Sebelum dia bisa pulih dari keterkejutannya, dia menatap Koyuki dengan tajam.

"Kyuuuuu...!"

“Ugh… Bukankah pandangannya itu seperti melihat seekor kucing pencuri?”

Koyuki terintimidasi dengan pengakuan penguin yang disukainya sebagai musuh.

Meski begitu, dia mengumpulkan semangat juangnya dan menarik Naoya ke dalam pelukannya.

"Tidak peduli seberapa lucu penguin itu, aku tidak akan memberikanmu padanya! Ayo pergi, Naoya-kun!"

"Iya, ya. Oh, btw, penguin ketiga dari kanan tampaknya tertarik padanya. Kenapa kau tidak membiarkan dia bergabung dengannya?"

"Oh, aku mengerti! Terima kasih, mak comblang penguin yang misterius!"

Mereka pun meninggalkan area makan penguin tersebut dengan Koyuki yang masih terus menyeret Naoya.

Pemberhentian selanjutnya adalah pertunjukan lumba-lumba. Jadi, mereka langsung menuju panggung terbuka.

Setelah pertunjukan yang berlangsung kurang dari 10 menit, Naoya bergumam pada dirinya sendiri.

“Jika itu mamalia atau burung, sepertinya aku hanya bisa sedikit memahaminya…”

“Bukankah kamu memperluas jangkuanmu terlalu banyak!?”

"Pyuui--!"

Pada saat yang sama ketika Koyuki meneriakkan balasan itu, seekor lumba-lumba di kolam memekik dengan suara bernada tinggi.

Tidak ingin meninggalkan barisan depan, lumba-lumba itu berputar-putar di air, naik ke permukaan dan memekik manis. Pelatih mencoba membawanya kembali, tetapi dia tidak memperhatikannya.

Dia sudah seperti ini sejak dia dan Naoya saling bertatapan di tengah pertunjukan.

Karena hal ini, meskipun pertunjukan telah usai, sebagian besar penonton tidak pergi, tetapi lanjut menonton lumba-lumba itu secara gratis dan mengambil gambarnya.

Naoya bahkan mendengar beberapa orang berbisik, 'Apa anak laki-laki itu adalah manusia lumba-lumba?'

Koyuki, melihat ke kolam dan berkata dengan cemas

"Aku senang melihatnya dari dekat, tapi... apakah dia juga sedang patah hati?"

“Tidak, sepertinya dia habis melewati banyak kencan buta yang gagal karena standarnya yang terlalu tinggi.”

Tidak ada lumba-lumba jantan yang bisa mengisi hatinya.

Lalu tiba-tiba muncul sosok misterius yang bisa melihat menembus hatinya.

Tentu saja, hati lumba-lumba gadis itu pun menjadi sangat terguncang...sepertinya.

"Terakhir kali, kamu bisa berbicara dengan Sunagimo, kan?"

Naoya kemudian mengobrak-abrik tas jinjingnya. Dan dia segera menemukan apa yang dia cari.

Sambil mempersiapkannya, Naoya mengangkat bahunya.

"Setelah itu, aku mencobanya pada seekor merpati di taman... Tapi aku tidak bisa membaca apa pun saat itu. Jadi, kupikir itu mungkin terbatas pada hewan yang terbiasa berinteraksi dengan manusia."

"Aku tidak menyukainya... pacarku semakin tidak manusiawi..."

"Heh, itu tidak sopan. Pokoknya, maafkan aku, Dolphin-san. Aku tidak bisa menerimamu."

"Pyou...!"

Sama seperti penguin tadi, lumba-lumba itu juga membeku seketika.

Naoya dan Koyuki, yang duduk di sebelahnya, saling menatap satu sama lain, lalu----.

"Splasshhhh!

"Kyaaaa!?"

"Oops!"

Dia memercikkan air dengan sirip ekornya.

Tentu saja, Naoya telah menduga kejadian ini. Jadi, dia segera membuka payung lipatnya.

Lumba-lumba itu berbalik dan pergi.

Tamu-tamu lain dan pelatih terkesima melihat lumba-lumba itu.

Tepuk tangan yang terdengar adalah setengah untuk keterampilan Naoya dan setengahnya lagi untuk menyemangati lumba-lumba yang sedang dimabuk cinta.

Koyuki menatap Naoya, yang sedang melipat payungnya.

"Aku tahu sejak awal kamu tidak akan bisa memainkan peran sebagai MC romcom yang tidak peka."

"Haha, aku juga berpikir begitu..."

Naoya menoleh ke Koyuki dan membeku, dan kata-katanya terpotong begitu saja.

"Hm? Ada apa, Naoya-......ehh!?"

Beberapa saat kemudian, Koyuki terengah-engah saat dia mengikuti tatapan Naoya.

Blusnya sedikit basah dan menempel di kulitnya, memperlihatkan warna pakaian dalamnya.

Sambil terburu-buru menutupi dadanya dengan lengannya, Koyuki menatapnya dengan wajah merah padam.

"Aku tahu kamu hanya mengincar tubuhku."

"Kau salah paham! Aku sudah mencoba melindungimu! Itu karena kau malah bergerak ke arah yang salah...!"

Pada akhirnya, Naoya harus membela dirinya dengan sangat canggung dan setelah itu dia menawari Koyuki untuk makan parfait di resto sebagai permintaan maafnya. Karena itu adalah kesalahan Naoya sejak awal, sudah sepantasnya dia menebus kejahatannya.

Kencan akuarium pun akhirnya menjadi kemenangan telak bagi Koyuki.

Setelah hari itu. Dalam perjalanan ke sekolah, mereka bertemu dengan Claire. Arthur tidak terlihat bersamanya dan mungkin karena ini, Claire menyambutnya dengan mata berbinar dan penuh energi.

"Selamat pagi, Koyuki-sama. Tolong ajari aku rahasia cinta itu hari ini!"

"Claire-san..."

Koyuki menatap Claire dengan serius.

Setelah sedikit ragu, dia kemudian memberitahunya dengan ekspresi penuh tekad di wajahnya.

"Dengar, cinta adalah perang." [TN: Yeah, Love is War~]

"Ehh, Perang... maksudmu?"

Sementara Claire kebingungan, Koyuki pun mengangguk pelan.

"Ya. Kita dikelilingi oleh musuh sepanjang waktu. Kita tidak punya waktu untuk trik-trik yang tidak berguna dan jika kita tidak berhati-hati, kita akan segera diserang. Kalau kamu ingin menang dalam perang yang begitu sengit... hanya ada satu hal yang harus kamu lakukan."

Dia menepuk bahu Claire yang sedang menelan ludah.

Lalu Koyuki berkata dengan suara yang tegas.

"Dengan dadamu, tahu."

"I-Iya...?"

Koyuki mengatakannya dengan tegas, sambil menunjuk ke dadanya sendiri.

"Seorang pria akan jatuh dengan sedikit sentuhan dadamu. Jadi, mengapa tidak memanfaatkan kelemahannya! Claire, kamu harus menyerangnya dengan sentuhan tubuhmu! Jangan ragu dengan hal itu!"

"Um, Naoya-sama...?"

"Itu bukan satu-satunya alasanku menyukainya. Meskipun aku memang menyukai itu."

Naoya menggelengkan kepalanya, tetapi menegaskan sebagian persetujuannya.

Karena hal ini, Claire meletakkan tangannya di dadanya dan merenung.

"Ummm...dada? Nii-sama tidak semesum itu..."

Namun, dia segera menganggukkan kepalanya dengan binar di matanya.

"Tapi kalau itu adalah saran dari Koyuki-sama, yang merupakan wanita tangguh, itu pasti benar 'kan? Mulai sekarang aku akan melakukan yang terbaik!"

"Nah, itu tekad yang bagus, Claire-san!"

Kedua gadis itu berjabat tangan dengan erat. Naoya hanya bisa melihat ikatan di antara mereka, seperti seorang atlet dan pelatihnya.

Naoya diam-diam menghela nafas, sementara mereka berdua pergi meninggalkannya.

"Hmm, aku ingin tahu apakah aku sudah melakukan sesuatu yang buruk padanya..."

Benar saja, setelah hari itu, dia sering melihat wajah Arthur memerah dan membiru saat adiknya berusaha menempel padanya.


TL: Retallia
 
ED: Sipoi


Catatan Penerjemah:

Lol, dihabisin disini illustrasinya. Buat yang pengen liat wajah Claire dan Arthur, jangan berharap deh~ wkwkwkwk. Udah tau kan harusnya Fumi-sensei disini kayak gimana~




|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close