-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 4 Chapter 5

Chapter 5 - Festival Budaya


Hari itu, layanan konseling cinta Naoya sangat ramai sejak dibuka.

Layanan konseling itu dilakukan di ruangan khusus di sudut kelas yang dipisahkan dengan sekat. Backsound diputar di ruangan kelas dengan volume yang sedikit kencang agar detail konsultasi dari tiap klien tidak bocor.

Ruangan khusus itu berukuran kecil dan hanya dibutuhkan dua kursi untuk mengisi ruangan tersebut.

Kali ini, Naoya duduk disana bersama dengan seorang siswi.

Ketika dia datang satu menit yang lalu, dia memiliki ekspresi serius di wajahnya, tetapi sekarang ekspresi itu hilang dan dia tersenyum dan menundukkan kepalanya.

"Terima kasih! Aku akan menerima saranmu... Aku akan mencoba yang terbaik."

"Ya, semoga berhasil. Oke, berikutnya.."

"Oke, selanjutnya---"

Setelah gadis itu pergi, dia memanggil Tatsumi, yang sedang menunggu di luar.

Suara gemerisik siswi itu telah menjauh dan Naoya pun sendirian untuk sementara waktu, sembari mendengarkan percakapan dan suara-suara di luar. Ketenangan datang, tetapi itu tidak berlangsung lama.

"Permisi!"

Tirai di atas pintu masuk berayun dan domba tersesat berikutnya menyelinap masuk.

Setelah melihat wajahnya, Naoya mengangkat satu tangan untuk menyambutnya.

Dia juga menambahkan beberapa salam pembuka yang telah diputuskan oleh teman-teman sekelasnya sebelumnya.

"Selamat datang di layanan konseling cinta Sasahara. Aku akan dengan mudah menyelesaikan masalah cintamu. Arthur-kun?"

"Ugh...!"

Di sisi lain, klien itu ---- Arthur mengerutkan kening dalam suasana hati yang buruk.

Rupanya, kata ‘cinta’ atau ‘masalah cinta’ itu seolah telah langsung menembus hatinya. Naoya melihat ada potongan-potongan yang hancur berserakan di kakinya.

Arthur berdiri di pintu masuk untuk sementara waktu, tetapi dia sepertinya menyadari bahwa tidak ada jalan keluar baginya.

Akhirnya, dia mengambil keputusan dan duduk di depan Naoya.

Sambil mencoba terlihat kuat, dia menyikat poninya dan tersenyum, menunjukkan giginya yang putih.

"Saat aku mendengar bahwa kau menawarkan layanan konsultasi yang tidak biasa, aku memutuskan untuk mencobanya. Maksudku, kelihatannya keren aja kan buat coba-coba. Maaf kalau mengecewakanmu."

"Tidak, mengapa kau menunggu 30 menit hanya untuk coba-coba? Berapa banyak waktu luang yang kau miliki?"

"Ugh...!? Sudah selama itu kah!?"

Memeriksa jam ditangannya, wajah Arthur berubah warna.

Dia pasti sangat gugup selama menunggu gilirannya.

Naoya mengangkat bahunya dan berkata dengan ringan.

"Yah, klienku sepertinya gugup. Jadi, mari kita mulai dengan obrolan yang santai. Bagaimana kesanmu sejak bersekolah disini? Apa kau menikmatinya?"

"Yah, buatku ini sangat menarik."

Arthur dengan lembut membuka tirai di pintu masuk dan mengintip ke luar.

Biasanya, ruangan ini hanya ruang kelas biasa dengan meja dan kursi yang tertata seperti biasanya.

Tetapi saat ini ruangannya dihias menjadi kafe. Dindingnya pun ditutupi dengan balon hati dan meja panjangnya ditutupi dengan kain pastel.

Sebagian besar meja telah dipenuhi oleh pelanggan.

Jus dan beberapa snack dijual disana seperti kacang goreng dan kue dan siswa-siswi di kelas yang berpakaian seperti pelayan berkeliling menjamu para pelanggan.

'Selamat datang, ada berapa orang?'

'Jika kau datang ke layanan konseling, silakan isi namamu di formulir reservasi ini.'

'Konselor kami tidak memiliki hati manusia. Jadi, dia akan memberikanmu nasihat yang jujur dan blak-blakan. Tolong jangan datang kalau kau memiliki mentalitas yang lemah!'

Para siswa menangani antrean di koridor, mengelola reservasi dan menjelaskan pemberitahuan awal itu.

Peran setiap siswa dialokasikan dengan sempurna dan semua orang bekerja dengan sangat cepat dan efisien.

Arthur menghela nafasnya setelah melihat adegan ini, yang mungkin baru saja dia lihat untuk pertama kalinya.

"Aku sudah membaca tentang ini di manga dan novel romance. Tapi, aku tidak tahu ada juga layanan konseling cinta seperti ini."

"Kurasa tidak terlalu banyak tempat seperti ini di Jepang."

Hari ini adalah Festival Budaya SMA Otsuki.

Acara yang berlangsung selama dua hari ini terbuka untuk umum dan dikenal sebagai acara besar di kalangan masyarakat.

Dan kelas Naoya menghadirkan kafe dengan layanan konseling cinta.

Rencana tersebut disetujui dengan suara bulat oleh semua orang karena akan membuatnya berbeda dari tema kafe-kafe lainnya. Rencananya kafe itu akan digunakan sebagai kafe biasa atau sebagai tempat orang menunggu giliran layanan konselingnya.

Rencana itu tampaknya berjalan dengan sempurna danan ada barisan orang yang menunggu giliran di koridor.

Arthur menatap aktivitas itu.

Seolah-olah dia mengintip melalui jendela ke dunia yang jauh dari yang biasa dia lihat sebelumnya.

Naoya tersenyum cerah padanya.

"Seperti yang kau lihat, hari ini adalah festival budaya. Aku yakin kau pernah mendengar kata-kata itu sebelumnya, kan? Ini adalah hari di mana kau bisa lebih jujur ​​dari biasanya."

"...Begitu, ya."

Arthur mengangguk dengan serius dan menutup tirainya.

Meja konsultasi itu pun akhirnya terputus dengan dunia luar dan dia menoleh ke arah Naoya.

Dengan ekspresi serius di wajahnya, dia secara perlahan mengeluarkan beberapa kata.

"Aku salah satu dari orang-orang yang sedang berjuang dengan cinta. Maukah kau mendengarkanku?"

"Tentu saja. Karena kita berteman, kan?"

"Naoya..."

Arthur pun menelan ludahnya.

Dia akhirnya mengambil keputusan. Tinju yang terkepal di pangkuannya terlihat sedikit gemetar.

Tetap saja, dia tidak gentar dan akhirnya mengeluarkan isi hatinya yang tersembunyi.

"Sebenarnya, aku... mencintai adikku, Claire!"

"Aku tahu. Terus?"

"Eeh?"

Ketika Naoya begitu saja membalasnya, Arthur memutar matanya dan membeku.

Keheningan terjadi di ruangan konsultasi itu.

Setelah beberapa saat, Arthur merasa malu ketika dia mencurahkan isi hatinya.

"Oh, jadi kau sudah tahu tentang ini. Eh...bagaimana bisa!?"

Tirai itu bergetar saat dia mencoba berdiri tiba-tiba karena terkejut.

Naoya mengangkat alisnya saat itu.

"Tenanglah. Kau tidak ingin orang lain mendengarmu membicarakan hal sensitif seperti itu, kan?"

"M-Maaf..."

Arthur pun membeku, tetapi kemudian dia segera mulai berbisik.

"Tapi itu mengejutkan, bukan!? Seorang kakak yang memiliki perasaan pada adiknya adalah masalah besar bahkan dalam dunia fiksi, apalagi dalam kenyataan!"

"Kalian adalah saudara tiri. Jadi, tidak apa-apa kalau kau memiliki perasaan padanya."

"Bagaimana kau tahu semua itu!? Aku tahu bahwa Claire dan aku tidak memiliki hubungan darah, tapi...!"

"Aku sudah memberitahumu sebelumnya, aku bisa tahu hanya dengan melihatnya. Oke cepatlah, aku sudah memiliki rencana yang diperlukan untuk membantumu."

"Jangan seolah-olah membuat ini sudah menjadi bagian dari rencanamu! Ini adalah masalah temanmu, oke!?"

Itu adalah cerita yang berbeda.

Ketika Naoya mendesaknya, Arthur pun melanjutkan percakapan dengan ekspresi ragu di wajahnya.

Namun, itu adalah masalah cinta yang telah lama dia simpan dalam pikirannya dan tidak bisa didiskusikan dengan siapa pun. Dia merasa sedikit lega karena bisa membicarakannya untuk pertama kalinya.

Kata-kata yang dimuntahkan dengan erangannya pun tidak kunjung berhenti.

"Claire, yang dulunya sangat tsuntsun sampai kemarin, anehnya menempel denganku akhir-akhir ini. Dia terus berusaha menghalangiku dari gadis-gadis lain, memelukku seperti saat kita masih kecil... Jadi, aku aku benar-benar kewalahan."

"Itu adalah bencana."

Kejadian itu adalah hasil dari Claire yang menerapkan saran Koyuki.

Jadi akibat serangan itu, Arthur pun memutuskan untuk pergi ke layanan konseling itu --- ya seperti itu lah yang terjadi.

Ya, ini adalah peristiwa yang sudah diprediksi dengan cemerlang...

Naoya tidak akan memberitahukan kebenaran di baliknya dan dia hanya menimpalinya seolah-olah dia baru pertama kali mendengar kejadian tersebut.

Jika percakapan ini menjadi rumit, itu bisa memengaruhi rencana Naoya kedepannya.

Mari kita lihat, ada lima belas orang yang tersisa di sesi pagi ini, termasuk Arthur. Dengan asumsi setiap orang membutuhkan waktu satu hingga dua menit untuk konselingnya... yah, kita seharusnya memiliki waktu yang diperlukan dan menyisakan banyak waktu luang...

Dengan begitu, Naoya mulai memainkan perhitungan itu di kepalanya.

Tanpa menyadari hal itu, Arthur mulai tenggelam dalam pikirannya.

"Sejujurnya...Aku sudah mencintai gadis itu sejak pertama kali bertemu dengannya. Tapi...Claire hanya melihatku sebagai Kakaknya."

Kata-katanya, yang sembari menatap jari-jari kakinya, diwarnai dengan kepesimisan.

Itu---- karena dia sendiri ingin percaya bahwa itu lah kenyataan yang seharusnya.

Naoya menganggukkan kepalanya.

Harapan dan penolakan adalah hal yang paling menyakitkan, bukan? Jadi, dia akan mengambil langkah pencegahan dengan menganggapnya tidak memiliki peluang sejak awal...

Naoya baru-baru ini mengamati banyak kisah percintaan orang lain.

Itulah mengapa sangat mudah untuk menguraikan maksud sebenarnya di balik kata-kata Arthur tersebut.

Tapi, dia tidak akan melakukan hal sembrono dengan menginterupsinya. Jadi, dia hanya mendengarkan kata-katanya saja.

"Jika dia tahu bahwa aku memikirkan omong kosong seperti ini, kita tidak akan bisa menjadi saudara tiri yang normal lagi. Itu adalah hal terakhir yang aku inginkan. Jadi, tolong beri tahu aku. Bagaimana aku bisa... menghentikan perasaan ini?"

Arthur mendongak, matanya tertegun menatap Naoya.

Apa yang dia cari bukanlah sebuah cara untuk dapat mendekatinya, tetapi solusi untuk menghentikan semuanya.

Dia ingin pihak ketiga memberitahunya bahwa dia harus menyerah. Itu saja.

"... Hanya ada satu hal yang bisa kukatakan padamu."

Naoya meletakkan tangannya di bahunya.

Dia menatapnya dan membuat pernyataan yang sangat singkat.

"Jawabannya ada di dalam dirimu. Itu saja."

"... Hah?"

Arthur membeku dengan ekspresi terkejut di wajahnya.

Dia meluangkan waktu untuk mencerna kata-kata Naoya dan otot-otot wajahnya pun menjadi tegang.

Dan akhirnya ekspresi yang dia tunjukkan adalah ekspresi murung yang mengerikan, seolah-olah dia sedang mengunyah serangga yang pahit.

"Kudengar kau bisa menunjukkanku jalan yang lebih tepat dan jelas, tapi...saranmu sangat abstrak, bukan? Bahkan seorang peramal palsu juga bisa mengatakan hal seperti itu."

"Kadang-kadang aku mengubah jawabanku tergantung pada siapa aku berbicara. Dalam kasusmu, ini yang terbaik yang bisa aku berikan."

Naoya mengangkat bahunya, tidak mengindahkan protes darinya.

"Yah, coba pikirkanlah lagi. Masih ada waktu."

"Btw...apa kau tahu bagaimana perasaan Claire padaku?"

"Ya, aku tahu. Tapi, aku tidak akan memberitahumu dan kau pasti merasa tidak ingin mendengarnya dariku kan?"

"...Ya, aku tahu itu." kata Arthur sambil menghela napas panjang.

Setelah menyelesaikan konsultasinya, Naoya menghadapi sisa klien lainnya satu demi satu.

Meskipun sebagian besar dari mereka adalah seorang siswa/i, namun masyarakat umum secara bertahap mulai terlihat di antrian itu.

Beberapa dari mereka datang dengan kekhawatiran yang berat, seperti ‘Aku sebenarnya berselingkuh dengan bos di tempat kerjaku...’, tetapi Naoya sama sekali tidak mengubah sikapnya dan menyelesaikan semuanya dalam waktu yang telah dijadwalkan.

Setelah klien terakhir pergi, Tatsumi menggambar garis coretan pada nama-nama yang tersisa di daftar reservasi.

"Baiklah, sekarang kau bisa istirahat. Kerja bagus."

"Terima kasih. Lelahnya, seperti yang sudah kuduga."

Naoya berdiri dari kursinya, memutar bahunya dan menghela nafas.

Dia baru saja duduk di sana dan mendengarkan percakapan dalam waktu yang lama, sehingga rasa lelahnya terakumulasi.

Tatsumi kemudian menatap Naoya dengan pandangan geli.

"Dibandingkan ketika kau pertama kali memulainya, kau sudah terbiasa, bukan? Bagaimana pendapatmu tentang memulai bisnis ini dengan menerima uang sebagai biaya konsultasinya? Serahkan padaku untuk mengaturnya."

"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku tidak suka gagasan mengambil uang dari klienku."

"Ini adalah situasi yang saling menguntungkan bagi klien dan kau, kan?"

"Tidak, kau tahu, aku harus mengajukan pendaftaran bisnis ini dan juga terkait pajak usahanya."

“Hee… Kau sudah berpikir sangat jauh untuk benar-benar merealisasikannya ya…?”

Tatsumi mengangkat bahunya dengan cemas karena ternyata Naoya sudah berpikir sejauh itu.

"Oh, kau sudah selesai, ya?"

Melihat ini, Arthur memutar kepalanya dengan rasa ingin tahu.

Setelah konsultasi selesai, dia ditangkap oleh Tatsumi dan bersama-sama mereka bekerja untuk mengatur reservasi.

Bocah pirang, bermata biru, tampan yang berkeliaran di sekitar kelas sangatlah mencolok dan para wanita di antara para pengunjung diam-diam memberinya tatapan penuh gairah.

"Apa kau yakin? Tanpa Naoya, kita tidak akan memiliki layanan konsultasi."

“Oh ya, kau bertugas di bagian dekorasi ya. Jadi, kau belum tahu sistemnya. Lihat, lihat.”

Tatsumi mengatakan ini dan menggantung label yang sudah dia siapkannya.

Arthur membaca kata-kata di atasnya dengan hati-hati dengan matanya yang menyipit.

"Acara saat ini adalah ‘Love Spitting Room'...?"

"Dengan kata lain, ini semacam ruang pengakuan. Orang-orang akan masuk ke sana dan kita hanya perlu mendengarkan keluhannya."

"Kurasa festival budaya memang terbuka untuk segala jenis ide ya..."

"Dan kelas kita sangat mempersiapkannya, bukan? Jadi sebagai pendengar pertama, kami menunjuk kau, Arthur."

"Hah!? Aku tidak pernah mendengarnya sebelumnya!"

Sambil memaksa Arthur, yang panik dan terjebak di sudut ruangan, Tatsumi menyatakan itu dengan cukup keras ---- sehingga terdengar di seluruh kelas bahkan sampai ke koridor.

"Layanan konseling akan istirahat sejenak. Mulai sekarang, seorang anak laki-laki tampan dengan rambut pirang dan mata biru akan mendengarkan segala kekhawatiranmu tentang cinta---"

"Ap, dia akan mendengarkanku!?"

"Dia sangat memanjakan mata... Tolong biarkan aku membuat reservasi!"

Tentu saja, keributan pun terjadi.

Pandangan yang terbang dari segala arah sama ganasnya dengan elang yang mengintai mangsanya. Beberapa dari mereka adalah wanita dewasa dari masyarakat umum dan kafe yang damai itu tiba-tiba diselimuti oleh suasana medan perang yang membara.

Arthur benar-benar kewalahan dan mundur dengan napas pendek.

"K-Kenapa aku, Tatsumi?"

"Kau dikelilingi oleh gadis-gadis sepanjang waktu, bukan? Kau pasti pandai dalam mendengarkan keluhan wanita."

"Tapi ini terlalu menakutkan...! Hei jangan hanya melihat, Naoya, bantu aku!"

"Anggap saja ini sebagai pembelajaran bagimu. Jadi, lakukan saja---"

Naoya melambaikan tangannya ke arahnya.

Terkadang tugas seorang teman adalah untuk mendorong temannya agar dapat melangkah lebih jauh.

"Terkadang pengalaman orang lain bisa membantumu. Kau bisa mendengarkan cerita orang lain sembari memikirkan perasaanmu sendiri dengan hati-hati."

"Oh...Aku mengerti. Kalau begitu..."

Arthur memikirkannya dengan gusar.

Namun, dia kemudian membuat pernyataan yang berani seolah-olah dia adalah seorang pemenang.

"Kalau begitu ayo kita lakukan ini! Baiklah, kalian semua! Ungkapkan padaku semua yang ada di hatimu yang menderita karena cinta itu!"

"Kyaaaa!!"

Para pengunjung wanita pun menjadi sangat antusias.

Melihat ini, Tatsumi diam-diam tertawa.

"Baiklah, sekarang kita akan menargetkan untuk menjadi kelas yang memiliki penjualan terbanyak."

"Akhirnya kita akan memulai tujuan kita yang sebenarnya."

Teman sekelas lainnya saling memandang dan mengangguk.

Bahkan dengan tidak adanya Naoya sebagai bintang utama, tampaknya hal yang dapat disajikan oleh kelasnya tidak akan berhenti begitu saja.

Tatsumi dengan cepat menjauhkan diri dari Arthur, yang dikelilingi oleh para gadis dan mengantar Naoya dalam perjalanannya untuk beristirahat.

"Yah, nikmati waktu istirahatmu kawan. Btw, kau ingin pergi mencari Shirogane-san, kan?"

"Tentu saja. Kau juga harus pergi membantu Yui secepat mungkin. Ini sudah lewat dari waktu yang kalian janjikan."

"Kau benar-benar menyebalkan ... Jangan seenaknya mengintip jadwal orang lain. Pergi kau dari sini."

"Ya, iya. Aku pergi kalau begitu!"

Naoya diusir dan meninggalkan garis depan untuk sementara waktu.

Dan kita akan beranjak ke pertempuran lain.

Suasana festival benar-benar terasa di setiap sudut sekolah.

Terasa sangat biasa untuk melewati kostum boneka binatang di mana-mana. Terlihat juga sosok zombie dengan riasan khusus yang tampak profesional memanggil pengunjung ke rumah berhantu dan anggota klub atletik yang terlihat kuat menjual crepes.

Ada beberapa hal yang akan menarik perhatian hanya dengan berjalan-jalan di sekeliling sekolah.

Naoya melewati semuanya dan mengintip ke dua kelas yang berdekatan.

Kelas pertama di kelas 2. Kelas Koyuki.

"Selamat datang... Eh, Sasahara-kun!"

"Hei!"

Seorang kepala pelayan yang terlihat tampan dengan mengenakan setelan jas memanggil para siswi di depan kelas dengan sebuah banner di tangannya.

Rambutnya ditata rapi dan aksesoris lainnya seperti dasi dan sarung tangan di saku nampak sungguh sempurna. Wajahnya manis, segar dan gadis-gadis yang melewatinya akan bersorak melihat wajah tampan itu.

Suaranya juga dibuat rendah ---- tetapi Naoya tidak akan bisa dibohongi.

Dia mengamati cara dia berpakaian dengan penuh perhatian dan memujinya dengan senyuman.

"Oh, ketua kelas, ya? Pakaian itu sangat cocok denganmu."

"Oh, ketahuan ya? Terima kasih, ya?"

Mika, yang berperan sebagai kepala pelayan yang tampan itu, menggaruk kepalanya karena malu.

Di belakangnya, ruang kelasnya terlihat sama sibuknya dengan kelas Naoya.

Kelasnya sama-sama mengangkat tema kafe. Disana para siswi melayani pelanggan dengan mengenakan berbagai macam kostum, seperti dokter, polisi wanita, penyihir dan prajurit.

Semuanya terlihat orisinil seperti Mika dan terlihat para pelanggan meminta berfoto di sana-sini.

Kepala pelayan tampan itu membusungkan dadanya saat melihatnya.

Lalu, dia menjelaskannya pada Naoya dengan volume yang cukup keras.

"Kelas kita mengadakan kafe cosplay. Aku meminjam kostum-kostum itu dari klub drama dan melakukan yang terbaik dalam mengatur pakaian yang cocok untuk semuanya!"

"Seperti yang diharapkan, kau memang sangat pandai dalam hal penyamaran."

"Hehehe, engga juga sih. Tapi, aku akan berusaha untuk bisa membodohi mata Sasahara-kun suatu hari nanti!"

Mika memegang tangannya erat-erat saat dia mengungkapkan antusiasmenya.

Pada pernyataan perangnya, Naoya menyipitkan matanya dan mengangguk.

"Baiklah...aku ingin membawa Koyuki bersamaku, tidak apa-apa kan?"

"Oh, ya. Tentu saja boleh!"

Izin untuk meminjamkannya pun dengan mudah diberikan.

Oleh karena itu, Naoya tidak ragu-ragu untuk masuk ke dalam kelas, tetapi dia membuka pintu kelas yang kosong di sebelahnya. Di dalamnya, ada tumpukan meja dan kotak kardus yang tidak digunakan, disana terlihat remang-remang dan berantakan.

Di sudut ruangan itu----.

"Hyaa...!?"

Sama seperti yang sudah Naoya duga, Koyuki ada di sana.

Begitu matanya bertemu dengan Naoya, dia dengan cepat bersembunyi di balik tirai.

Itu adalah situasi yang sama seperti saat Naoya dipanggil ke arcade beberapa waktu lalu.

Mika adalah kepala pelayan. Siswi lainnya adalah dokter dan polisi... Pakaian yang dikenakan Koyuki sebagai anggota kafe cosplay persis seperti yang telah diharapkan oleh Naoya.

Tirai yang mengelilingi Koyuki dengan cepat dibuka untuk memaparkannya ke cahaya matahari di siang hari.

"Awww...!"

Dia memakai kostum bunny girl.

Di kepalanya, aksesoris telinga kelincinya bergoyang dan bodysuit yang ketat nampak berkilau.

Di pinggulnya, tentu saja, ada aksesoris ekor kelinci. Dia memakai celana hitam ketat yang bersih dan bahkan sepatu hak tinggi hitamnya terlihat sempurna. Dadanya yang besar sangat dipertegas dengan pakaiannya dan proporsi tubuhnya yang bagus, yang awalnya tersembunyi di balik seragamnya, terlihat sangat menonjol sekarang.

"Uuuuu... J-Jangan menatapku...!"

Wajah Koyuki menjadi merah padam dan dia perlahan mundur, tetapi segera tertahan dengan dinding yang berada di belakangnya.

"...Umu."

Setelah menatapnya dengan seksama, Naoya mengangguk dengan sepenuh hati.

Sembari melihat kembali ke arah Mika di belakangnya, Naoya mengulurkan tangannya dan membungkuk dalam-dalam.

"Aku sebenarnya sudah menduga kau akan memilih setelan bunny girl untuknya, tapi tetap saja... terima kasih banyak, Ketua kelas-san. Aku tidak akan pernah melupakan jasamu ini."

"O-Oi, jangan mengatakan hal itu dengan serius...!"

Koyuki pun menjatuhkan tangannya.

Bunny-san itu terlihat menutup matanya dan tubuhnya gemetar, sepertinya kekesalan dan rasa malunya sudah berada di puncaknya, tetapi dia berusaha sekuatnya untuk tetap tersenyum dengan telinga kelinci di kepalanya yang bergerak-gerak dengan gembira seiring dengan gerakan tubuhnya.

Sementara itu, Mika menggosok hidungnya dengan penuh rasa kemenangan.

"Ehehe, sama-sama. Koyuki-chan juga sudah berusaha keras. Bagaimanapun juga, dia adalah teman masa kecilku yang berharga!"

"Jangan ubah teman masa kecilmu yang berharga menjadi boneka dandananmu! Aku menantikannya karena kamu bilang kamu punya pakaian yang lucu untukku...Tapi, kenapa kamu memilih bunny suit ini?"

"Bukankah kita sudah mencoba segala macam kostum di arcade hari itu? Makanya, satu-satunya yang tersisa adalah bunny suit ini!"

"Bukankah masih ada banyak pilihan lainnya...!?"

Tidak peduli berapa banyak Koyuki meninggikan suaranya, teman masa kecilnya yang cuek itu tidak akan membiarkannya lolos begitu saja.

Mika memutar kepalanya di depan Koyuki, yang sudah kelelahan karena berteriak.

"Tapi, bagian yang berwarna kulit itu juga merupakan bodysuit. Jadi, tidak terlalu terbuka 'kan? Belakangan ini ada aturan ketat untuk cosplay di sekolah. Layaknya aturan dalam senam ritmik atau kostum figure skating. Jadi, kamu tidak perlu malu, tahu."

"Tentu saja aku malu! Mending pulang aja!"

"Sudahlah, terima saja. Nggak usah dipikirin.."

Naoya menepuk pundaknya dan memberinya dorongan.

Bodysuitnya lebih tebal dari setelan kostum lainnya dan menutup tubuhnya sampai ke pergelangan tangannya. Karena kainnya tebal. Jadi, dia tidak akan kedinginan. Mika sepertinya telah mempertimbangkan banyak hal untuk memberikan kostum ini.

Kemudian, Naoya memberikan pendapatnya pada Koyuki, yang sedang memegangi kepalanya karena frustasi.

"Memang benar, itu membuatku kesal jika pria lain melihatmu dengan pakaian itu, Tapi… pakaian itu jelas terlihat sangat cocok untukmu. Kau sangat imut. Terbaik lah pokoknya!"

"Uuu.......ughh...!"

Koyuki hanya bisa mengerang dengan wajahnya yang merah cerah. Dia bahkan tidak mampu melepaskan kalimat sarkasnya seperti biasanya.

Naoya meraih tangan Koyuki dan mencoba membawanya keluar.

"Kalau begitu, seperti yang dijanjikan, aku akan meminjam Koyuki dulu."

"Hah? Tidak, tidak! Lagipula, aku akan membantu kelasku! Itu jauh lebih baik daripada berjalan di sekitar sekolah dengan pakaian seperti ini...!"

Koyuki terus melawan, berpegangan pada tirai.

Kemudian, Mika mendekat sambil memegang banner itu di tangannya.

"Koyuki-chan, tugasmu adalah menjadi papan iklan berjalan. Bawalah banner ini, kamu akan menjadi iklan yang sangat bagus untuk kelas kita."

"Huh. Jadi, itu tujuanmu...!? Emi-chan di pihak siapa sih!?"

"Astaga, tentu saja aku di pihak Koyuki-chan."

Mika mengatakan itu dengan nada minta maaf.

Setelah itu, dia tiba-tiba menunduk, membuat ekspresi murung dan mengucapkan beberapa patah kata.

"Jadi, kamu tidak bisa mempercayai kata-kata dari satu-satunya teman masa kecilnya...?"

"Ugh...oke, aku mengerti! Ayo kita lakukan!"

"Yey. Kalau bisa, pelan-pelan aja ya kelilingnya!"

“Kupikir kau harus lebih curiga lagi untuk mengetahui siapa lawanmu, Koyuki.”

Dia memang sekutunya saat ini, tetapi dia adalah sekutu yang tidak akan berhenti untuk melihat hal menarik yang akan dilakukan oleh Koyuki. Jadi, tidak aman untuk mengatakan bahwa dia tidak akan memiliki maksud tersembunyi dari tiap hal yang akan dilakukannya pada Koyuki.

Kemudian, sambil tersenyum, Mika mengantar mereka pergi. Setelah itu mereka berdua memutuskan untuk berkeliling di sekitar festival seperti yang telah mereka janjikan sebelumnya.

Sebagai sekolah gabungan antara SMP dan SMA, ada terlalu banyak hal yang dapat dilihat hanya dalam waktu satu hari, termasuk pameran dan stand makanan/minuman.

Halaman sekolah dipenuhi dengan banyak stand makanan.

Aroma makanannya tercium dari segala sudut dan balon-balon merah cerah menari-nari di langit biru seolah-olah seseorang telah sengaja melepaskannya dari tangan mereka.

Mata Koyuki berbinar saat melihat suasana festival ini dalam kostum bunny suitnya.

"Takoyaki...! Permen apel dan permen kapas...!"

"Ini mengingatkanku pada festival liburan musim panas waktu itu."

Wajah Naoya tersenyum saat dia memegangi banner kelasnya untuknya.

Mereka memutuskan untuk meluangkan waktu sejenak untuk bersantai di stand makanan. Terlihat banyak sekali makanan yang dijual mulai dari jajanan yang sudah umum seperti takoyaki dan yakisoba, hingga makanan yang cukup istimewa seperti kari berbumbu dan kebab.

"Umm, Koyuki sudah dewasa ya. Kau ternyata sangat cepat beradaptasi dengan pakaianmu."

"Fufufu, tentu saja. Seorang jawara harus selalu berdiri tegak setiap saat."

Koyuki mengendus dengan bangga.

Ternyata, nafsu makannya telah melebihi rasa malunya.

Dia kemudian menunjuk ke daerah sekitarnya, yang sudah dipenuhi para siswa dengan berbagai kostum.

"Ini adalah ruang terbuka. Jika kita ingin menyembunyikan pohon, sembunyikanlah di hutan. Melihat banyaknya siswa yang mengenakan kostum disini, seharusnya satu kelinci tidak akan begitu menarik perhatian orang-orang.” [TN: Maksudnya dengan banyaknya orang lain yang sudah mengenakan kostum, Koyuki yang juga mengenakan kostum kelincinya harusnya tidak akan terlalu mencolok.]

"Iya, sepertinya begitu. Oh, maukah kau menunggu di sini sebentar?"

"Oke, apa kamu ingin membeli sesuatu?"

Setelah meninggalkan Koyuki di belakang, Naoya pun mendekati salah satu stand makanan.

Seorang siswa laki-laki yang sedang menjaga stand itu memperhatikan Naoya dan buru-buru mencoba menyembunyikan smartphonenya. Naoya meraih tangannya dan berteriak padanya dengan wajah datar.

"Kau Saito, kan? Hapus gambar itu. Kalau tidak, aku akan memberi tahu Senpai yang kau sukai dan adik perempuan kesayanganmu itu tentang ini."

"Hyaa!? Bagaimana kau tahu... Tidak, tidak, maafkan aku!"

Saito pun akhirnya mengakui perbuatannya dan menghapus foto Koyuki di depan Naoya.

Sembari melihat ke sekelilingnya, sepertinya para siswa idiot lainnya telah meletakkan smartphone mereka dengan wajah yang membiru.

Karena mereka semua baru mencoba melakukannya, Naoya hanya akan mengawasi mereka untuk saat ini.

Seperti yang Koyuki katakan, ada banyak sekali siswa berkostum di sekitar sana.

Namun, apakah itu akan membuat Koyuki tidak terlihat begitu mencolok? Sepertinya tidak...

Seorang gadis cantik, yang sejak awal sudah akan menarik perhatian banyak orang, sedang mengenakan kostum yang cukup berani. Tentu saja, hal itu akan mengundang niat buruk yang tidak diinginkan.

Namun, sebagian besar siswa pun akhirnya menyerah untuk melakukan tindakan bodoh itu, meskipun mereka mengagumi Koyuki.

Mereka tahu tentang Naoya. ‘Dia memiliki kekuatan yang bisa membaca pikiran orang lain.', bahkan ada beberapa dari mereka yang lebih memperhatikan itu dibanding melihat Koyuki.

Akhirnya, setelah kejadian itu, mereka pun bisa berkeliling dengan tenang.

Mereka senang menemukan dua potong gurita di takoyaki yang sudah mereka beli dan mereka menikmati sup misterius yang entah berasal dari negara mana.

Kemudian, dengan pisang cokelat di tangannya, Koyuki tersenyum nakal.

"Tahun lalu aku pergi sendiri, tapi... ternyata tidak buruk untuk berkeliling menikmatinya dengan seseorang."

"Kalau begitu, aku akan menemanimu lagi tahun depan. Aku akan selalu menjadi pendampingmu."

"Yah, tergantung seberapa baik kamu melakukannya sekarang sih. Sebaiknya kamu bekerja keras agar aku tidak memecatmu."

Koyuki mengatakan itu sambil tersenyum angkuh. Dan sepertinya Koyuki sedang dalam suasana hati yang baik hingga dia tanpa sadar menyenandungkan sebuah lagu.

Setelah selesai makan, mereka meninggalkan halaman sekolah dan memutuskan untuk melihat-lihat pameran di gedung sekolah.

Koyuki berhenti di salah satu ruang kelas, yang penuh sesak dengan orang-orang.

Dari papan namanya, sepertinya itu adalah salah satu ruangan pameran klub budaya.

"Sepertinya menarik, apa kamu ingin melihatnya?"

"Boleh, tapi jangan nyesel ya nanti, oke?"

"A-Apa? Ini bukan rumah hantu, kan?"

Meskipun Naoya memberinya ancaman ringan, Koyuki tetap melangkah ke ruang kelas itu tanpa ragu-ragu.

Di dalamnya, terdapat deretan meja panjang berjajar dengan beberapa stand untuk masing-masing klub dengan ukuran yang sudah diatur berjejeran dan sama luasnya.

Para murid duduk di kursi sambil menjual berbagai macam barang, mulai dari barang yang normal seperti majalah sastra hingga barang tidak jelas seperti album yang dipenuhi foto berwarna dari AC outdoor.

Setelah membeli album foto yang berisi foto-foto kucing liar, Koyuki menghela nafas.

"Bukankah tempat ini seperti... komiket yang dikunjungi Sakuya setiap tahun?"

"Sepertinya begitu. Oh, kalau kau tertarik dengan acara itu, aku akan menemanimu musim dingin nanti."

"Yah, aku agak tertarik. Tapi, bukankah itu agak ramai.. Hmm?"

Koyuki mempertimbangkannya dengan ekspresi sulit di wajahnya, namun tiba-tiba dia terhenti.

Dia mundur beberapa langkah dan memutar matanya ketika dia melihat wajah penjaga stand yang baru saja dia lewati.

"Kenapa ada Sakuya disini...?"

"Selamat datang, Onee-chan dan Nii-sama."

"Yo, Sakuya-chan. Sepertinya kau sudah bekerja keras hari ini."

Naoya dengan ringan mengangkat satu tangannya ke Sakuya yang menyambutnya.

Dia sendirian di stand itu, menata buku yang telah dia buat di atas kain putih polos.

Sakuya menatap Kakaknya yang sedang menggunakan kostum kelinci, lalu mengarahkan kamera smartphonenya ke arahnya.

"Yup, selagi Onew, tidak.. kelinci-san ada di sini. Bisakah kamu berpose nakal?"

"T-Tentu saja tidak!"

"Cih. Nggak bisa, ya. Yah, okelah. Aku akan meminta foto biasa saja untuk kenang-kenangan.."

"Ugh... yah, kalau itu.. baiklah.."

"Terima kasih, Onee-chan. Kalau begitu, aku ingin kamu dan Nii-sama saling berpegangan tangan dan mengecup pipi satu sama lain dan sudut kakimu harus seperti ini..."

"Nggak usah banyak minta Sakuya!"

Setelah membiarkan dia mengambil satu foto, Koyuki pun menatap Sakuya.

"Sekarang giliranku, Sakuya. Apa yang kamu lakukan di sini?"

"Kamu seharusnya sudah tahu apa yang aku lakukan, Onee-chan. Aku menjual buku."

Sakuya mengambil salah satu buku yang berada di tumpukan di atas meja dan menyodorkannya ke arah Koyuki.

"Majalah ini dijual seharga 100 yen untuk satu eksemplarnya. Kalian diperbolehkan untuk melihat-lihatnya dulu."

"Lah, sejak kamu bergabung dengan sebuah klub? Bukannya kamu nggak punya kegiatan klub?"

"Tidak, Onee-chan. Ini bukan klub sastra."

Sakuya memiringkan kepalanya.

Kemudian, dia meletakkan sebuah papan nama dan mengetuknya di atas meja.

Papan nama itu dapat dibaca sebagai berikut.

'Ini adalah stand Shirogane.'

"Ehh...Shi-Shirogane...? Apa-apaan ini...?"

"Nama resminya adalah 'Klub Observasi Shirogane Koyuki dan Sasahara Naoya'. Itu adalah klub yang dibentuk hanya untuk mengamati dan menikmati pemandangan dari interaksi kalian berdua."

"Hah!? Apa maksudmu!?"

"Btw, aku adalah pendiri sekaligus ketua dari klub ini. Ini adalah edisi pertama dari buku jurnal pengamatan kami. Jadi, silakan menulis laporan tentang pendapat dari Onee-chan setelah membacanya."

"Aku tidak pernah menyetujui itu! Sini biar aku lihat dulu...!"

Koyuki langsung merebut buku itu dari adik perempuannya.

Naoya mengintip dari samping dan melihat isinya sekilas.

Begitu dia membalik sampulnya, latar belakang Koyuki tertulis di halaman pertama.

Koyuki lahir pada jam 03.45 pagi pada tanggal 24 Desember 20xx, dengan berat 3,560 gram...

Isinya cukup layak untuk dibaca dan tidak hanya berisi informasi dalam bentuk teks, tetapi juga dalam bentuk grafik seperti grafik variasi pertumbuhan tinggi Koyuki. Meskipun begitu, informasi terkait berat badannya tidak disertakan, sepertinya Sakuya benar-benar mempertimbangkannya.

Koyuki menutup buku itu dengan keras dan tubuhnya gemetar.

"Ini benar-benar berisi tentangku... Bagimu, Kakak perempuanmu itu apa sih?"

"Subjek penelitian. Atau mungkin salah satu misteri yang perlu dipecahkan."

"Jangan mengatakan hal itu dengan wajah datar! Lagian, siapa juga yang mau membeli buku seperti ini."

Bahu Koyuki merosot dengan ekspresi muram di wajahnya.

"Bisakah aku membeli satu eksemplar buku itu?"

Sebuah suara yang jelas bergema di belakang mereka.

Dan yang berdiri di sana adalah Kirihiko.

Dia mengenakan jaket kasar yang bagus dan kacamata hitam berwarna terang.

Auranya sedikit tidak cocok untuk dikatakan sebagai pengunjung yang datang ke pameran sederhana sebuah klub. Jadi, kehadirannya membuat tempat ini menjadi sedikit heboh.

Naoya membungkuk padanya dengan ringan.

"Yo, Kirihiko-san. Apa pekerjaanmu sudah selesai?"

"Tentu saja. Aku bekerja sepanjang malam untuk menyelesaikan semuanya agar bisa datang ke sini hari ini."

Dia mengedipkan mata pada Naoya dan terlihat lingkaran hitam di sekitar matanya, tetapi sepertinya dia sudah berusaha menyembunyikannya dengan make up.

Sakuya, dengan ekspresi sedikit gugup di wajahnya, buru-buru mengulurkan buku itu padanya.

"Siang, Akaneya-sensei. Ini, gratis untukmu. Aku juga sudah meminta tolong untuk menyumbangkan beberapa patah kata dan saran padamu, Sensei."

"Tidak, tidak. Tentu saja aku akan membayarnya."

Kirihiko membuka dompetnya dengan elegan dan mengeluarkan koin 100 yen yang mengkilap.

Dia dengan lembut mengambil tangan Sakuya dan meletakkannya koin itu dengan hormat. Pemandangan itu sedikit tampak seperti adegan dalam sebuah lamaran pernikahan.

"Membayar adalah cara terbaik untuk menunjukkan rasa hormat kepada seorang penulis."

"Sensei... Terima kasih banyak."

Keduanya saling memandang dan mengangguk.

Ini adalah pemandangan yang bagus, tetapi Koyuki sangat marah dan berteriak.

"Apa yang kamu lakukan dengan melibatkan seorang penulis profesional untuk bekerja sama dalam membuat buku itu?"

"Bukan hanya Sensei. Mika juga menitipkan kesan pesannya untukmu. Sebuah mahakarya dengan lebih dari 30.000 kata."

"Jangan bilang, itu ada di halaman yang berisi kata-kata dengan font yang sangat kecil yang barusan aku lihat!?"

Meskipun Koyuki membuka buku itu lagi untuk memeriksanya, dia kewalahan dengan banyaknya teks yang tertulis disana, yang bisa saja dianggap seperti sebuah makalah akademis. Meski begitu, penglihatan dinamis Naoya mampu membaca keseluruhan teksnya, yang ternyata isinya berbicara tentang semangat Mika mengenai kostum-kostum cosplay yang ingin dia kenakan pada Koyuki.

Dan disana, Naoya mengetahui kalau kostum berikutnya yang Mika inginkan untuk dikenakan oleh Koyuki adalah kostum miko (gadis kuil). [TN: Wow, aku juga pengen liat (^v^)~~)

Naoya meletakkan tangannya di dagunya dan berseru kagum.

"Seperti yang diharapkan dari ketua kelas. Seleranya memang bagus."

"Jangan bilang bahkan Naoya terlibat dalam hal ini...!?"

"Nggak kok, yah awalnya aku juga diundang."

Naoya menggelengkan kepalanya pada tatapan tajam yang ditujukan Koyuki padanya.

Tidak salah lagi, kalau Naoya adalah yang paling ahli dalam urusan mengenal Koyuki.

Itu sebabnya Sakuya memintanya untuk ikut menuliskan beberapa hal tentang Koyuki, tetapi Naoya menolaknya dengan sopan.

"Kenangan Koyuki adalah milikku sendiri, kan? Kurasa tidak tepat bagiku untuk bersusah payah mengungkapkannya dengan kata-kata dan memberitahu orang lain tentang hal itu."

"Kalau kamu sudah tahu skema jahat ini sebelumnya, beritahu aku dulu dong!"

"Yah, Sakuya-chan membuatku berjanji untuk tidak memberitahumu."

"Kalau dia memberitahumu, kamu akan menghentikannya, kan?"

"Tentu saja! Sebaiknya kalian bubarkan pertemuan bodoh ini sekarang juga!"

Dengan sekejap, Koyuki meninggalkan ruangan kelas itu dengan uap yang keluar dari kepalanya.

Naoya mengucapkan selamat tinggal pada Sakuya dan yang lainnya dan mengejarnya.

"Yah, biar suasana hatimu membaik, ayo kita makan sesuatu yang manis, oke?"

“Jadi, kamu ingin aku diam saja setelah aku diekspos ke publik begitu?”

"Tidak, bukan begitu. Hanya saja, semua orang menyukaimu, Koyuki."

Langkah kaki Koyuki pun terhenti.

Matanya, melirik kembali ke Naoya, berkilauan seperti bintang yang berkelap-kelip di langit malam.

"...Beneran?"

"Benar. Mereka tidak akan bisa membuat sesuatu seperti itu kecuali mereka benar-benar menyukaimu."

Naoya pun menyerahkan buku yang baru saja dia beli itu kepada Koyuki.

Ini adalah buku yang sederhana, hanya berisi kertas fotokopian yang dilipat dan disatukan, tetapi isinya cukup tebal. Lipatannya rapat dan kita bisa merasakan perasaan cinta dari penulisnya.

Mungkin Koyuki akhirnya merasakan ini juga dan matanya pun berbinar.

Hanya butuh satu dorongan lagi agar suasana hatinya menjadi baik. Kamudian, Naoya melipat tangannya.

"Kurasa kau sangat populer. Kau dapat mencuri hati orang dengan mudah atau lebih tepatnya, kau membuat mereka terpesona."

"Fufufu. Benar sekali. Lagipula, aku gadis super cantik yang sempurna!"

Koyuki mengibaskan rambutnya dengan elegan.

Aroma sampo yang harum tercium di udara dan rambutnya, yang sehalus benang sutra, berkibas dan berkilau. Suasana hatinya kini kembali normal...atau bahkan lebih baik. Koyuki kemudian memasang ekspresi puas di wajahnya.

“Aku tidak menyangka adikku akan menjadi ketuanya…walaupun wajar saja kalau aku bakal memiliki satu atau lebih klub penggemar. Kenapa aku tidak menyadari ini sebelumnya ya~? Ahaha.”

Tawa keras Bunny-san bergema di koridor.

Namun, setelah tertawa singkat, ekspresi Koyuki tiba-tiba melunak.

"Fufufu, tapi menerima perasaan cinta dari orang lain...itu perasaan yang luar biasa, bukan?"

"Yap. Mungkin buku itu akan setebal kamus jika terus dilanjutkan nanti."

Naoya membalasnya dengan lembut.

Melihatnya begitu, suasana Koyuki menjadi lebih baik lagi dan dirinya terkikik.

“Pfft, orang biasa sepertimu seharusnya tidak akan bisa menggapaiku. Tunduklah pada popularitasku yang bersiniar ini…Eh, tapi tidak usah berlutut begitu, tahu!”

"Tidak, tolong biarkan aku melakukannya. Jika aku tidak bisa melihatmu dalam pose itu dari bawah, aku akan menyesalinya seumur hidupku!"

"Itu tidak lucu, hei! Jangan melakukan itu di tengah jalan!"

"Jadi, kalau tidak di tengah jalan, tidak apa ya? Yosh!"

"Kamu tidak mendengarkanku! Jangan lakukan itu di mana pun!"

Di sudut koridor yang ramai, dua orang pasangan bucin terlibat dalam sebuah pertengkaran.

Tapi, itu hanya berlangsung sebentar hingga mereka didekati oleh sekelompok gadis.

"Jadi, kamu toh, Sasahara-kun! Terima kasih buat kemarin ya!"

"Ya...? Oh, kau dari kelasnya kan...!"

Melihat kedatangan orang lain tibat-tiba, membuat Koyuki menjadi sedikit gugup.

Suatu hari, siswa perempuan yang Yui kenalkan ke Naoya itu meminta nasihat padanya. Berkat saran Naoya, dia berhasil memenangkan cintanya. Gadis lain yang berada di kelompok itu juga merupakan teman sekelas Koyuki dan mereka tampak akrab dengan Naoya.

Koyuki, di sisi lain, dengan cepat bersembunyi di belakang Naoya.

Meskipun dia telah berteman dengan Yui dan Mika, dia belum mengenal teman-teman sekelasnya yang lain. Kecanggungan dan rasa malunya itu dapat dirasakan oleh Naoya dari belakangnya.

Naoya tersenyum pada gadis-gadis itu tanpa menyentuh Koyuki.

"Terus, bagaimana kabarnya sejak saat itu?"

"Ya! Berkatmu, kita memiliki perasaan yang sama. Kita akan pergi kencan setelah ini.."

Gadis-gadis yang menanggapinya tersenyum dengan penuh kebahagiaan.

Rupanya, semuanya berjalan cukup baik.

Gadis-gadis lain juga sangat penasaran dan mengelilingi Naoya.

"Apa kamu Sasahara-kun? Pacar Shirogane-san?"

"Kudengar kamu sangat blak-blakan dan memiliki selera humor yang bagus. Tolong aku lain kali ya. Aku sudah mengenal baik seorang pria yang lebih tua di pekerjaan paruh waktuku baru-baru ini, tapi sepertinya aku tidak bisa memberikan kesan yang baik padanya. Btw, ini fotonya."

"Oh, aku sih tidak bisa merekomendasikan orang ini. Mungkin dia sudah mendekati dua atau tiga orang sekaligus."

"Oh, benarkah? Aku memang punya firasat itu... tapi bagaimana kamu bisa tahu?"

"Lihat pacarku juga dong! Dia tidak berselingkuh, kan?"

Gadis-gadis itu saling menertawakan dan satu demi satu dari mereka meminta nasihat Naoya.

"Uwaa, dia lebih populer dariku...!"

Koyuki merasa hancur melihat pemandangan itu. [TN: Mamam Koyuki.]

Namun, dia tidak tahan untuk tetap diam saja dan kemudian dengan cepat menarik Naoya menjauh dari gadis-gadis itu.

"Umm... kalian semua terlalu dekat!"

Dia berdiri di depan Naoya kali ini.

Cara dia memelototi gadis-gadis itu mirip dengan persona ‘Putri Salju dengan Lidah Beracun’nya yang dulu. Namun, reaksi mereka saat ini sangat berbeda dari sebelumnya.

"Pria ini adalah milikku. Izinlah padaku kalau kamu ingin berbicara dengannya. Tidak ada pengecualian hanya karena kamu sekelas denganku."

"Jangan khawatir, Shirogane-san. Semua orang sudah tahu kalau kalian saling mencintai dan aku tidak akan mengambilnya darimu."

"Iya, lagipula aku juga sudah punya pacar."

Semua orang hanya tersenyum padanya.

Mereka semua tahu bahwa ancaman Koyuki itu hanyalah sebuah peringatan ringan.

Meski begitu, Koyuki menunjukkan giginya dan mengerang seperti binatang yang terluka.

"Tetap saja, tidak boleh! Ayo pergi, Naoya-kun!"

"Ya, iya. Kalau kalian ingin ingin berkonsultasi lebih lanjut, datang saja ke kelasku ya."

Sembari ditarik oleh Koyuki, Naoya melakukan promosi kelasnya ke sekelompok gadis itu.

Tetapi bahkan setelah itu, gadis-gadis lain yang telah berkonsultasi dengan Naoya sebelumnya terus berdatangan dan berbicara dengannya.

Setiap kali itu terjadi, Koyuki akan segera menarik Naoya untuk melarikan diri, hingga akhirnya tanpa sadar dia menemunkan dirinya tersesat di gedung belakang sekolah.

Matahari sudah mulai terbenam dan rumput liar tumbuh tinggi disana.

Hiruk pikuk festival sekolah yang seharusnya dekat terasa jauh disana. Dan mungkin karena cuaca yang dingin, tidak ada orang lain yang terlihat di sekitar sana.

Sembari duduk di tangga aspal, Koyuki menghela nafasnya.

"Astaga, Naoya-kun tiba-tiba menjadi sangat populer ya?"

"Ahaha, maaf, maaf."

Setelah duduk di sebelahnya, Naoya menawarkan makanan ringan yang dia beli di sepanjang jalan.

"Apa kau ingin permen kapas? Ini sebagai permintaan maafku untuk kekacauan tadi."

"Tidak, terima kasih. Kamu terus saja menggodaku dengan permen atau manisan lainnya."

"Oh, Nggak mau 'ya? Kalau begitu, aku akan memberikannya pada Sakuya-chan nanti."

"Kamu tahu apa maksudku kan...! Tentu saja aku akan mengambil permennya!!"

Koyuki menyambar permen kapas itu dan memasukkan permen kapas ke dalam mulutnya. Kerutan di alisnya berangsur-angsur memudar. Seperti yang sudah diharapkan oleh Naoya, kekesalannya selalu memudar tiap kali dia memakan yang manis-manis.

Ketika permen kapas yang lembut itu sudah habis setengah, Koyuki membuka mulutnya sambil menghela nafas.

"Tapi... orang memang dapat berubah, kan?"

Dia melirik Naoya yang duduk di sebelahnya dan sedikit memiringkan kepalanya.

"Naoya-kun, kamu tiba-tiba menjadi sangat populer. Sampai saat ini, kamu selalu menghindar untuk bergaul dengan yang lain, sama sepertiku, bukan?"

"Kupikir begitu."

Naoya menganggukkan kepalanya dengan senyuman.

Karena dia bisa membaca pikiran orang lain, dia selalu berusaha menghindar dalam menjalin hubungan dengan orang lain.

Wajar baginya untuk selalu memiliki keraguan, bahkan dengan Koyuki. Maka dari itu, sangat tidak wajar baginya untuk memberikan nasihat tentang cinta ke sejumlah orang secara tiba-tiba.

"Aku bisa mengerti jika kamu berkonsultasi dengan Iwatani-sensei atau satu atau dua orang lainnya. Tapi, mendengarkan begitu banyak orang setelah itu... Ada apa?"

"Yah, sederhananya sih aku senang mereka bisa mengandalkanku."

Kebanyakan orang menjadikan Naoya sebagai pilihan terakhir setelah kewalahan dengan masalah mereka sendiri.

Jadi, dia ingin membantu mereka dan baru-baru ini---- dia punya alasan lain.

Dengan sedikit malu, Naoya menggaruk pipinya dan melanjutkan perkataannya.

"Yah selain itu, aku tidak bisa memiliki kehidupan cinta yang normal."

"Cinta yang normal...?"

"Ya. Aku yakin Koyuki menyadari itu saat terakhir kali kita pergi kencan."

Naoya kemudian melihat ke atas.

Pemandangan langit diatasnya terpotong di antara gedung-gedung sekolah, membentuk persegi panjang yang sangat sempit.

Angin sepoi-sepoi bertiup dan lingkungan disekitarnya dipenuhi dengan udara yang tenang.

Naoya dengan ringan menutup matanya dan melanjutkan lagi perkataannya.

"Aku sangat peka. Jadi, aku bisa membaca semua yang orang lain pikirkan. Aku tidak pernah khawatir apakah gadis yang aku suka benar-benar menyukaiku atau tidak... Perasaan khawatir, kecemasan yang normal yang biasanya dirasakan oleh yang lainnya, aku tidak pernah merasakan itu."

Masalah cinta itu banyak.

Ada yang bermasalah karena tidak mampu memahami perasaan orang yang dicintainya dan ada yang bertanya-tanya bagaimana membuat orang lain dapat menyukainya.

Namun, Naoya tidak tersandung di tempat seperti itu.

Hanya dengan melihat wajahnya, dia bisa membaca pikiran orang lain dan mengetahui apa yang dia cari.

"Aku ingin tahu bagaimana rasanya berada dalam cinta yang normal yang dialami semua orang. Itulah mengapa aku mendengarkan keluhan-keluhan seperti itu----"

Kata-katanya terpotong di tengah kalimat.

Alasannya adalah karena Koyuki telah memasukkan semua sisa permen kapasnya ke dalam mulut Naoya. Teksturnya yang lembut dengan cepat meleleh di mulutnya dan menghilang. Manisnya permen kapas menyengat lidahnya.

Bahkan setelah permen kapasnya hilang, Naoya tetap menutup mulutnya.

Dia menunggu Koyuki berbicara.

Melihat Naoya dengan mata serius, Koyuki perlahan membuka mulutnya.

Bahkan di tempat yang teduh itu, Naoya bisa melihat pipinya yang memerah.

"Aku sangat senang dengan hubungan kita sekarang, tau.."

Koyuki mengeluarkan suara yang begitu samar hingga hampir tenggelam oleh hiruk pikuk festival yang berada jauh disana.

Tapi, Naoya bisa menangkapnya dengan kuat di telinganya.

Koyuki dengan cepat membuang muka.

Sambil bergumam, dia mencoba menemukan kata-kata yang seharusnya dia keluarkan berikutnya di tengah rumput liar yang berada di sekitar kakinya.

"Jadi...umm...bagaimana aku harus mengatakannya...di saat seperti ini?"

"Oh, tidak apa-apa. Aku baru saja menghabiskan semuanya."

Naoya hanya tersenyum.

Pada saat-saat seperti ini, Naoya senang bahwa mereka sedang berada jauh dari keramaian.

Dia bisa menikmati kecemasan gadis favoritnya untuk dirinya sendiri.

"Kau bodoh, Koyuki. Bagaimana bisa aku tidak puas denganmu?"

Naoya dengan lembut memegang tangan Koyuki.

Di bagian belakang gedung sekolah yang dingin, panas tubuh mereka menyatu dari tempat mereka saling bersentuhan dan telapak tangan mereka pun menjadi berkeringat.

"Tidak peduli seberapa anehnya ini... ini adalah satu-satunya cinta untuk aku dan Koyuki. Aku bangga dengan itu dan aku tidak pernah ingin mengubahnya. Jadi, jangan khawatir."

"Naoya-kun..."

Mata Koyuki terlihat lembab.

Tetapi, karena mungkin tiba-tiba merasa malu, dia dengan cepat melepaskan tangan Naoya dan menoleh ke sisi lain.

"Ya, itu benar. Jika kamu adalah orang yang tidak peka, aku pasti sudah menyerah padamu sejak awal. Kamu harus berterima kasih atas kemampuanmu yang tidak biasa itu."

“Benar juga. Kalau tidak, mungkin hatiku sudah retak dan hancur berkeping-keping sejak awal saat menghadapimu.”

"Ugh... kesehatan mentalku juga seharusnya sudah retak..."

Koyuki berdeham dengan wajah membiru.

"Tapi kamu benar-benar tidak menyerah, tahu. Kamu membolak balikkan perasaanku dengan cara apapun yang kamu bisa."

"Kurasa itu yang menyenangkan."

Dia tidak pernah menyerah karena dia sudah tau bagaimana perasaan Koyuki padanya.

Kemudian Naoya menyeringai dan menunjuk bibirnya.

"Btw, kalau aku boleh jujur... akan lebih baik jika kau membungkamku dengan ciuman daripada dengan permen kapas itu."

"Haaa... Jangan konyol! Kenapa aku harus melakukan itu padamu?"

“Eh. Kalau Koyuki menciumku, aku akan langsung terhibur tidak peduli seberapa sedihnya aku.”

"Entahlah. Pergi lah dan tenggelam sendiri... Muu, jangan mendekat!"

Saat Naoya perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah Koyuki, Koyuki mendorong kembali dengan sekuat tenaga.

Menghabiskan waktu di belakang gedung sekolah seperti ini mungkin sedikit tidak wajar jika dibandingkan dengan menikmati festival budaya seperti biasanya.

Tapi tetap saja.

Mungkin aku akan mengingat apa yang terjadi di sini selama seumur hidupku...

Naoya memiliki perasaan yang memuaskan itu.

Koyuki sepertinya merasakan hal yang sama dan menolak untuk menatap matanya.

Jadi, mereka berdua sedang menikmati festival dengan cara mereka sendiri, namun kemudian mereka diganggu dengan suara langkah kaki.

"Oalah, jadi kalian bermesraan di tempat seperti ini ya...!"

"Hmm?"

Yui tiba-tiba muncul di depan mereka.

Dia kehabisan napas, seolah-olah dia datang dengan sangat terburu-buru dan rambutnya berantakan.

Di lengan seragamnya ada ban lengan bertuliskan, ‘Anggota Komite Festival Budaya’.

Naoya dengan ringan berkata kepada teman masa kecilnya itu, yang sedang mengatur nafasnya.

"Yoo, Yui. Aku sih setuju saja dengan itu, tapi Koyuki sepertinya akan sedikit enggan. Mungkin kau bisa membujuknya menggunakan persahabatan kalian sebagai tamengmu."

"Aku senang kamu bisa dengan cepat mengerti, Naoya."

"Tolong, lakukanlah percakapan yang normal denganku. Dan juga, aku tidak sedang bermesraan dengannya."

Koyuki menepuk punggung Yui dengan wajah murung.

Akhirnya, setelah nafasnya teratur kembali, Yui menyeka keringat dari dahinya dan menjelaskan situasinya dengan singkat.

"Yah, singkatnya, kami tidak memiliki cukup peserta untuk event panggung di festival ini. Jadi, aku sangat ingin Naoya dan Koyuki-chan berpartisipasi."

"Sulit ya menjadi anggota komite ..."

Koyuki berkata kepadanya dan kemudian dia terlihat serius dan khawatir.

"Pasti akan ada banyak orang ya di depan panggung itu? Agak memalukan sih, tapi... Yui-chan sepertinya sedang dalam masalah."

Setelah berpikir sebentar, Koyuki kemudian memukul dadanya dan berkata dengan penuh semangat.

"Baiklah. Ayo kita ke sana!"

"Terima kasih, Koyuki-chan...!"

Yui memberi Koyuki pelukan hangat dengan air mata di matanya. Itu adalah pemandangan persahabatan yang indah.

Sementara Naoya merasa santai dan bersemangat tentang acara spesial yang akan datang, saat itu juga---- Yui mengatakannya sambil tersenyum.

"Kalau begitu, pergilah ke sana dan menangkan kompetisi pasangan termesra di sekolah ini!"

"Aku menolaknya!!"

Sepuluh menit setelah dia meneriakkan itu, Koyuki sudah berada di atas panggung bersama Naoya.

Dia mau tidak mau mengikutinya karena tidak tahan dengan bujukan Yui yang berlinang air mata.

 
TL: Retallia
 
ED: Sipoi



|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close