-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 4 Chapter 2

Chapter 2 - (Yang Katanya) Tunangan


Akhir-akhir ini, Naoya dan Koyuki perlahan menutup jarak di antara mereka.

Dapat dikatakan bahwa mereka telah mendapatkan kembali jarak yang sudah ada sebelum mereka mulai berpacaran.

Mereka menjalankan layanan konsultasi hubungan bersama, pergi bersamadan yang lainnya.

Saat mereka telah berpacaran selama sebulan, Koyuki secara bertahap mulai terbiasa dengan hubungan mereka.

Dia menyadari perasaan ‘menggelitik’ yang timbul saat mereka berpegangan tangan, tetapi dia berpikir, ‘Oh, kita memang sudah berpacaran…’, dan akhirnya ikut mulai menikmatinya.

Suatu hari, mereka memanfaatkan hari libur mereka untuk saling mengunjungi.

Mereka berdua mengunjungi bandara terdekat pada hari libur tersebut. Namun itu bukanlah kencan, alih-alih untuk naik pesawat dan terbang dari Jepang untuk berbulan madu.

Hari ini adalah hari dimana (yang katanya) tunangan Koyuki akhirnya datang ke Jepang.

"Naoya-kun...!"

Begitu dia keluar dari pintu internasional, Howard langsung berlari ke arahnya.

Sudah sebulan sejak mereka bertemu karena dia harus pergi untuk perjalanan bisnis ke luar negeri tepat setelah perjalanan bersama antar keluarga sebelumnya. Dia selalu memanggil Naoya putranya dan memberinya suvenir dengan senyum lebar ketika dia melihatnya untuk pertama kalinya setelah sekian lama.

Namun, hari ini berbeda.

Howard meraih kedua bahu Naoya dengan kuat dan melanjutkan perkataannya dengan wajah serius

"Aku punya banyak hal untuk dikatakan, tapi ...... kali ini, tolong bersikap lembut!"

"Otou-san, menurutmu.. aku ini apa?"

Pada dasarnya, dia adalah 'Menantunya yang dapat dipercaya', tetapi sekarang dia dapat membaca perasaan lain seperti 'Dia adalah Putraku dan karena itu aku yakin dia tidak akan memberi ampun kali ini...'.

Naoya melihat ke gerbang di belakangnya saat Howard melongo ke arahnya.

"Kau dan istrimu datang ke Jepang bersamanya, kan? Apa mereka masih di imigrasi?"

"Ya... sepertinya agak ramai hari ini."

Dia tidak melihat siapa pun yang dimaksud dengan tunangan Koyuki tersebut di antara orang-orang yang keluar dari gerbang.

Howard menggelengkan kepalanya dan tampak murung.

"Aku tahu kau sangat peduli dengan Koyuki. Tapi, dia juga anak dari keluarga yang aku kenal dengan baik. Bisakah kau bersikap lunak padanya ..."

"Itu tidak mungkin, Papa. Naoya-kun sudah siap membunuhnya. Menyerah saja dan berpikir bahwa nasib orang itu sudah berakhir."

"Kau tidak bisa melakukan itu...! Aku tidak bisa meminta maaf kepada orang tuanya jika dia kehilangan nyawanya di negeri asing seperti ini...!"

"Naoya-kun, kau ada di pihak siapa, Ayah mertuamu atau Koyuki?"

Naoya tidak bisa menahan diri untuk tidak melihat ke langit-langit.

Pengakuan keluarga Shirogane atas dirinya terungkap melalui insiden aneh seperti ini. Meskipun awalnya dia sudah mengetahuinya, dia tidak yakin apakah ini adalah hal yang bagus atau tidak.

Koyuki mengangkat bahunya.

"Karena jelas bagi siapa saja yang melihatnya bahwa ini adalah death flag. Aku juga merasa kasihan padanya. Dia adalah korban karena dipaksa pergi ke Jepang oleh Ojii-san."

"Tidak...dia sejak awal memang ingin pergi ke Jepang untuk belajar."

"Oh, begitukah?"

Menurut penjelasan Howard, yang terdengar seperti menggigit lidahnya, tampaknya (yang katanya) tunangan itu awalnya berencana untuk belajar di luar negeri, di Jepang. Dia juga memiliki banyak pengetahuan tentang budaya Jepang dan fasih berbahasa Jepang.

"Dia adalah anak laki-laki yang cukup baik dan Ayahku selalu menyayanginya. Ayahku sudah menyukainya sejak lama. Kemudian, ketika dia mendengar tentang Naoya dariku, dia berpikir, ‘Jika itu masalahnya, putrimu lebih baik menikah dengannya!’. Aku mendengar bahwa dia yang mengurus semuanya, termasuk pengaturan untuk studinya di luar negeri di..."

"Ojii-san benar-benar memaksakannya... bukankah orang itu menolaknya?"

"Dia sepertinya tertarik, tapi..."

Howard melirik gerbang internasional.

Orang yang dimaksud itu belum muncul juga, tetapi arus orang melambat. Sudah waktunya untuk melewati imigrasi.

Bahu Howard merosot karena kelelahan.

"Dia sudah mendengar tentang Koyuki dari Ayahku dan dia tertarik padamu. Fakta bahwa kalian seumuran juga merupakan hal yang menarik baginya...Meskipun, aku sudah berusaha keras membujuknya untuk tidak datang ke Jepang... Dia sama sekali tidak berubah pikiran. Sayang sekali."

"Jangan menghela nafas ketika kau melihatku, Otou-san."

Naoya menegurnya, tetapi meletakkan tangannya di dagunya dan berpikir, ‘Hmm’.

"Tapi, ini akan lebih menarik. Jika orang yang katanya tunangan ini fasih bahasa Jepang. Ini akan memudahkan ku untuk menjatuhkannya.."

"Kau seolah mengatakan bahkan jika dia tidak fasih bahasa Jepang, kau masih bisa melawannya..."

"Yah, kurasa kendala bahasa bukan masalah besar. Aku bisa berkomunikasi dengan Su-chan akhir-akhir ini."

“Aku hanya berharap kau tidak berubah menjadi pria seperti Housuke itu.”

Howard semakin cemas.

Ayah Naoya, Housuke, juga pergi untuk perjalanan bisnis tepat setelah perjalanan musim panasnya.

Dia juga dijadwalkan untuk segera pulang.

Namun Naoya tidak ingin memberitahu Howard saat ini karena dia tahu Howard akan langsung kembali ke Inggris karena dia tidak ingin melihat Housuke.

Rupanya, dia bertemu dengannya lagi di luar negeri dan terjebak dalam insiden yang spektakuler.

"Ngomong-ngomong, Otou-san, bukankah kau seharusnya pergi ke stasiun secepat mungkin? Jadwalmu sangat padat, bukan?"

"Ya, itu benar, tapi... Bukan hal yang aneh bagimu untuk bertanya, tapi bagaimana kau tahu..."

"Papa, serahkan masalah ini padaku. Entah bagaimana, aku akan berusaha mengendalikan orang ini."

"Tolong, Koyuki...! Apartemennya ada di sini. Jadi, ajak saja dia berkeliling sekarang! Dan tolong, bersikap lembut padanya!"

Howard menyerahkan sebuah catatan kepada Koyuki dan pergi dengan tergesa-gesa.

Setelah melihat Ayahnya pergi, Koyuki melihat ke bawah pada selembar kertas dan menjatuhkan bahunya dengan sedih.

"Ini sangat dekat dengan rumah kami, seolah-olah sudah direncanakan... Aku ingin tahu apakah Ojii-san yang mengaturnya."

"Aku yakin dia melakukannya, sembilan dari sepuluh kemungkinannya. Apa Kakekmu sendiri akan datang bulan depan?"

"Itu benar, dia memiliki sesuatu yang tidak bisa dia lewatkan. Aku ingin dia datang secepat mungkin. Tapi... jika dia bertemu Naoya-kun, aku yakin dia akan langsung menyukaimu."

“Haha, sepertinya kau terlalu yakin padaku. Tapi kau adalah cucunya yang menggemaskan yang tinggal jauh darinya, aku yakin Kakekmu tidak akan begitu ceroboh…Oh iya”

Naoya mencoba menertawakannya, tetapi kemudian menyadari apa yang terjadi dan memasang wajah datar.

"Jadi begitu... jika Kakekmu seperti itu, aku yakin aku bisa menaklukannya dalam waktu sekitar 3 menit."

"Jangan menebak sebelum kamu menyelesaikan penjelasanmu. Tapi menurutku, kamu benar."

Koyuki mengalihkan pandangannya yang gelisah ke Naoya.

Keluarga besar Howard dulunya adalah keluarga terpandang yang dikenal sebagai bangsawan.

Howard, sebagai pewaris keluarga itu, mengatakan dia ingin menikahi seorang wanita Jepang.

Ayahnya, yang tampaknya ingin dia menikahi seorang wanita dari keluarga terpandang, sangat marah dan keduanya berselisih. Karena tidak direstui, Howard datang ke Jepang dan menikah dengan keluarga Shirogane.

Jepang dan Inggris.

Meski sepertinya perpisahan antara orang tua dan anak itu akan berlangsung lama karena jarak yang sangat jauh antara Jepang dan Inggris.

"Papa masih membicarakannya sampai hari ini... sebulan setelah dia mengiriminya foto anaknya yang baru lahir, Ojii-san datang padanya dengan setumpuk barang-barang untuk bayi sebagai permintaan maaf!"

Itu ada di dalam darahnya...

Rupanya, meskipun dia awalnya tidak merestuinya, tetapi perlahan dia menyesalinya.

Dan penyesalan itu meledak dengan kelahiran cucu pertamanya dan dia sekarang memiliki hubungan yang baik dengan Ibu Koyuki - Misora.

Masalah pewaris keluarga, yang seharusnya menjadi perdebatan, katanya sudah terselesaikan dengan cukup baik.

"Dengan kata lain, Koyuki sangatlah berarti bagi Kakekmu."

"Tapi tetap saja, dia malah menjodohkanku dengan orang yang tidak aku kenal dengan seenak jidat..!"

Bahu Koyuki merosot karena kecewa.

Tapi kemudian dia mengangkat sudut mulutnya seolah dia baru saja memikirkan ide yang bagus.

"Oh, tunggu.. Laki-laki yang akan datang ke sini.. dia pria yang baik, kan? Jika dia benar-benar pria yang baik, bukan ide yang buruk untuk beralih dari orang aneh sepertimu."

"Itu tidak akan terjadi. Itu karena Koyuki sangat mencintaiku."

"Ap--!?"

Wajah Koyuki menjadi merah padam saat Naoya menanggapi provokasinya dengan respon yang serius.

Tidak peduli pria tampan seperti apa yang datang, perasaan Koyuki tidak akan pernah berubah.

Karena Naoya mengetahuinya, dia tidak panik sama sekali dengan pembicaraan tiba-tiba tentang (yang katanya) tunangan tersebut.

Dia menepuk bahu Koyuki.

"Selain itu...Koyuki sudah memiliki hati yang hanya bisa dipuaskan oleh orang aneh di levelku, kan?"

"Jangan membuatku terdengar seperti orang yang aneh juga!"

"Tapi akhir-akhir ini, ketika kau berbicara dengan orang lain selain aku, kau sering merasa tidak nyaman dan berpikir, 'Kenapa aku membutuhkan banyak waktu dan usaha untuk menjelaskannya...?’. Jika itu aku, aku akan segera tahu apa yang kau bicarakan dan mulai menanggapi pertanyaanmu."

"Aku memang pernah memikirkan hal itu. Tapi, aku yakin ini efek dari pacaran denganmu.."

Koyuki terkejut.

Naoya hanya senang bahwa gadis yang dicintainya semakin terbiasa dengan dirinya saja. Dia melihat ke wajah Koyuki dan tersenyum.

"Yah, itu sebabnya. Aku tidak akan membiarkan siapapun mengganggu hubungan kita sekarang, jangan khawatir."

"Tidak, aku ingin mempertimbangkan kembali..."

Koyuki mendorong Naoya kembali dengan kuat dengan wajah serius.

Lalu, pada saat mereka bermesraan seperti itu.

"Kau pasti Koyuki-san?"

"Eh?"

Ketika mereka berdua berbalik, terdapat seorang anak laki-laki yang sangat tampan berdiri disana.

Rambut pirangnya dipotong pendek dan dia menatap lurus ke arah mereka dengan mata sejernih langit biru. Dia memiliki senyum manis di wajahnya dan mengenakan setelan jas yang bagus.

Dia terlihat sangat tampan sehingga pria dan wanita dari segala usia menoleh ke arahnya saat mereka melewatinya.

Dia benar-benar mengabaikan Naoya dan mengulurkan tangan kanannya kepada Koyuki.

"Senang bertemu denganmu, aku Arthur Graves. Kuharap kita bisa akrab mulai sekarang hingga tahun-tahun berikutnya.."

"...Umm, biarkan aku mengatakan ini dulu. Aku minta maaf untuk semuanya."

Koyuki, dengan wajah penuh kepahitan, menjabat tangannya.

Senyum Arthur semakin dalam dan menyegarkan.

Dia mencoba untuk mencium tangan Koyuki.

"Aku sudah melihat fotomu, tetapi kau berkali-kali lebih cantik secara langsung. Suatu kehormatan bertemu denganmu."

"Ya, itu sudah cukup."

Kemudian Naoya turun tangan.

Dia dengan cepat melepaskan tangan mereka dan membawa Koyuki ke punggungnya untuk melindunginya.

Dia kemudian menatap Arthur tepat di wajahnya.

"Maaf, tapi ini Jepang. Kau bisa berjabat tangan untuk menyapa. Tapi, tidak boleh mencium tangannya. Itu hak istimewaku sebagai pacarnya."

"Na-Naoya-kun...? Jangan membicarakan hal memalukan di tempat seperti ini!"

Naoya tidak mengalihkan pandangannya, meskipun dia bisa melihat Koyuki di belakangnya gelisah dengan wajah merah cerah.

Kemudian Arthur menghilangkan senyumnya dan mengerutkan kening.

"Hmmm, jadi kau pacarnya ya? Howard-san sepertinya terlalu mempercayaimu..."

Dia menatap Naoya dari ujung kepala sampai ujung kaki, lalu mencibirnya seolah-olah dia sedang mengolok-oloknya.

"Agak mengecewakan. Kau terlalu miskin untuk berdiri di sebelah Koyuki-san, bukan? Kau tidak cocok dengan Koyuki-san.."

"Yah, kurasa dia terlalu berlebihan untukku."

Naoya benar-benar yakin.

"Heii...!"

Koyuki tampaknya dikejutkan oleh itu.

Dia mendorong Naoya menjauh dan mengarahkan jari telunjuknya ke Arthur.

"Kau pikir kau itu siapa? Pria ini adalah pacarku. Dengan kata lain, dia adalah mainan pilihanku. Apa kau mencoba mengatakan bahwa kau memiliki masalah dengan seleraku?"

"Kenapa kau tidak bilang saja, 'Aku tidak bisa diam saja ketika pacarku di olok-olok!'."

"Kamu bisa diam dulu nggak! Dan juga, jangan menebak pikiranku sekarang!",,

Koyuki, dengan kekuatan kata-katanya yang sama, menyerang Naoya.

Melihat ini, Arthur mengangkat bahunya dengan pose yang berlebihan.

"Ha, apakah itu teknik membaca pikiran mirip Holmes yang dirumorkan? Membaca pikiran di level itu adalah sesuatu yang bahkan bisa dilakukan oleh pesulap amatir saat ini. Agak dangkal untuk bisa melakukannya dengan baik."

"Apa maksudmu di 'level' itu, ha!? Jangan mengatakan hal seenaknya, kamu bahkan tidak tahu kesulitan yang aku hadapi berkat itu!"

Emosi Koyuki meningkat lebih tinggi.

Tidak ada sedikit pun rasa iba di matanya yang melankolis untuk (yang katanya) tunangannya itu.

Dengan tekad kuat untuk hanya menghancurkannya, Koyuki mengucapkan perintah eksekusinya.

"Kalau sudah begini, aku tidak punya pilihan! Naoya-kun, lakukan dan selesaikan!"

"Itu kalimat yang akan diucapkan oleh penjahat, kau tahu."

Naoya tersenyum pahit dan menoleh ke Arthur.

Jika dia sudah diberi izin, yang harus Naoya lakukan adalah menghabisinya dengan cepat.

Seperti yang dilakukan pihak itu pada Naoya sebelumnya, dia juga menatapnya.

"Yah, kurasa begitu. Bahasa Jepangmu cukup bagus. Tapi, untuk apa kau mempelajarinya? Ada begitu banyak bahasa lain, bukan?"

"Aku melihat program Jepang di TV sejak lama dan terkesan dengan budaya negara ini. Aku terkesan dengan budaya negara ini."

Arthur mengusap poninya ke belakang dengan senyum masam.

"Negara ini penuh dengan acara musiman, kuil, tempat suci dan kuil Buddha di seluruh negeri..., serta berbagai macam makanan. Aku belum pernah ke negara lain yang memiliki begitu banyak hal menarik untuk ditawarkan..."

"Oh, aku mengerti..."

Naoya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan atas banyak kata yang tampaknya adalah pujian semuanya.

Kemudian, dia melihat kembali ke Koyuki dan seolah menerjemahkan serangkaian kata-katanya itu.

"Orang ini adalah wibu. Dia belajar bahasa Jepang agar dia bisa menikmati manga dan novel romance sebelum versi terjemahannya keluar."

"Hah!?"

"Dan genre favoritnya adalah romcom."

"Oh, mengejutkan sekali. Aku kira manga Shounen atau semacamnya."

Koyuki sedikit terkejut.

Arthur, di sisi lain, tercengang dengan wajah merah.

"Jangan asal ngomong, kau ini! Tidak mungkin aku membaca sesuatu seperti itu!"

"Ya, ya, aku mengerti. Kau benar-benar ingin melihat bento yang dibuat dengan susah payah oleh seorang Main Heroine yang kikuk. Btw, aku sudah pernah makan bento buatan Koyuki sebelumnya."

"Waaa...! Mungkinkah Tamagoyaki yang dirumorkan itu ada di bento buatannya itu?"

"Tentu saja. Dan itu sedikit gosong."

"Apa!? Itu persis seperti yang aku baca di Mang..."

"Aku khawatir kau harus memohon dan membujukku..."

Suasana tegang di antara mereka bertiga mengendur.

Antusiasme awal Arthur hilang dan dia menoleh ke arah Naoya dengan pandangan masam.

"Aku tidak akan menyangkalnya sekarang, tapi... bagaimana cara kerjanya? Mentalisme adalah proses menganalisis reaksi pihak lain selama serangkaian percakapan. Bagaimana kau bisa tahu sebanyak itu hanya dari pandangan pertama?"

"Yah, matamu beberapa kali tertuju pada poster Anime di sana. Aku hanya perlu memperhatikannya sedikit."

Tatapan adalah hal yang paling jujur ​​dari semuanya.

Jika kita mengamatinya, kita dapat membaca 80% kepribadian seseorang. Setidaknya, itu bagi Naoya.

"Oleh karena itu, kepura-puraan atau kebohongan apa pun tidak akan berhasil bagiku. Sebaiknya kau bersiap untuk itu."

"Ugh... Kau cukup bagus dalam hal ini, bukan?"

Ketika Naoya tersenyum, Arthur mundur seolah dia takut.

Pembunuh yang seharusnya tangguh sudah di ambang batas dan akan mati.

Naoya, merasa senang dengan hal ini, menunjuk ke belakangnya.

"Jika aku dapat menunjukkan satu hal lagi... di sana."

"Hm...?"

Karena gerbang internasional, jumlah orang yang melewati daerah itu sangat banyak.

Mereka semua membawa koper di tangan mereka dan berjalan dengan langkah cepat. Di antara orang-orang ini, orang yang tidak biasa mengintip mereka dari balik pilar.

"Heee....!?"

Begitu Arthur berbalik, orang itu menjerit kecil.

Dia adalah seorang gadis ramping dengan kepala tertutup stola dan memakai kacamata hitam.

Dia terlihat mencurigakan dari sudut manapun. Tapi, Naoya dengan mudah mengenalinya.

"Gadis di sana itu adikmu, bukan?"

"Hah? Tidak mungkin?"

"Uwaaaa!?"

Gadis itu panik dan melepas stola dan kacamata hitamnya.

Dan yang terlihat adalah rambut pirangnya yang indah dan mata berwarna merahnya.

Kulitnya putih yang halus, layaknya sebuah boneka. Arthur memang memiliki penampilan yang menarik, tetapi dia juga gadis yang sangat cantik.

Berkat ini, Arthur terkejut dan berseru.

"Claire!"

"Eh... Onii-sama..."

Gadis itu menoleh dengan canggung.

Sepertinya dia benar.

Naoya yakin, tapi Koyuki memiringkan kepalanya dengan bingung.

"Apa, Adikmu akan bersekolah denganmu juga? Aku belum pernah mendengarnya sebelumnya."

"Itu tidak benar! Nii-sama seharusnya tinggal di Inggris!"

Arthur bingung, tetapi berlari ke gadis yang dia panggil Claire itu.

Naoya dan Koyuki mengikutinya untuk saat ini.

Claire tidak lari, seolah-olah dia sudah menyerah. Dan dia terlihat takut untuk melakukan kontak mata dengan Kakaknya.

"Claire, kenapa kau di sini?"

"Aku... Yah, itu..."

Claire berkeringat dingin dan mengeluarkan suara tipis.

Matanya ditutupi lapisan tipis air mata, yang seolah-olah akan pecah. Namun, dia mengambil sedikit udara dan menegakkan punggungnya seolah-olah dia bertekad untuk melakukannya.

Dia langsung menunjukkan ekspresi yang tegas dan berkata dengan suara yang jelas.

"Aku sudah memutuskan untuk datang ke Jepang juga untuk belajar. Aku khawatir Nii-sama tidak dapat melakukannya sendiri."

"Apa...!? Aku tidak pernah mendengarnya! Apa Ayah tahu?"

"Kurasa tidak. Aku meminta Ibu untuk membantuku secara diam-diam."

"Kenapa kau melakukannya diam-diam!?"

Arthur benar-benar terdiam dan pucat.

Wajar jika dia bingung ketika bertemu Adiknya di negeri orang.

Heee...?

Naoya membaca ‘sesuatu’ dari kegelisahannya dan diam-diam meletakkan tangannya di dagunya

Di tengah situasi ini, Claire menoleh ke Koyuki dengan ekspresi tajam di wajahnya. Busur yang dia buat dengan menjepit ujung roknya terlihat sangat memukau.

"Senang bertemu denganmu, Koyuki-sama. Namaku Claire, adik perempuan Arthur Nii-sama. Mohon bantuannya.."

"A-Ahh...Senang bertemu denganmu?"

Koyuki menundukkan kepalanya dengan bingung.

Tepat di sampingnya, Naoya terkikik.

"Haha, dia tampaknya menjadi Kuudere bishoujo yang lebih cocok dibanding Koyuki."

"Apa maksud perkataanmu itu!? Maksudku, kamu tidak boleh memuji gadis lain di depanku, tau."

Koyuki menatapnya.

Melihat ini, Claire tersenyum kecil.

"Kamu pasti pacar Koyuki-sama, kan, Naoya-sama? Aku sudah mendengar tentangmu dari Howard-san."

"Ah, ya, senang bertemu denganmu. Begitu, ya. Sama seperti Kakakmu. Kau juga fasih bahasa Jepang..."

"Yah, ini semua karena pengaruh Nii-sama...",

Claire dengan lembut menyembunyikan mulutnya dan tersenyum dalam bisikan.

Tingkah lakunya sangat cocok untuk seorang wanita muda yang anggun. Itu sangat sempurna sehingga Koyuki tidak bisa menahan diri dan berpikir, 'Jadi seharusnya seperti itu...', lalu diam-diam ingin menirunya.

Namun, dia segera menjatuhkan senyumnya dan memelototi Naoya.

"Sepertinya kamu bisa menekan Nii-sama sebelumnya. Tapi sekarang aku di sini, itu tidak akan terjadi."

"Oh. Jadi, kau akan menjadi lawanku?"

"Itu benar. Tapi, aku juga seorang wanita. Jadi, aku tidak akan bertengkar denganmu secara langsung."

Claire dengan lembut berjalan ke arah Naoya dan memeluknya.

Dengan pipinya yang sedikit memerah, dia berbisik dengan suara yang manis

"Jadi, izinkan aku mengajukan tawaran padamu. Bagaimana, Naoya-sama? Bagaiaman jika kamu beralih dari Koyuki-sama ke aku?"

"Hah!?"

Bukan Naoya atau Koyuki yang mengeluarkan teriakan terbalik, tapi Kakaknya Arthur.

Dia tampak seperti akan pingsan, wajahnya pucat dan suaranya gemetar ketakutan.

"Apa yang kau bicarakan, Claire...!? Tentu saja kau tidak bisa melakukan itu!"

"Yah, karena kamu ingin bersama Koyuki-sama, bukan?"

Claire tersenyum padanya.

Meskipun itu adalah senyum lembut, ada tekanan tertentu yang membuatnya ragu untuk mengatakan apakah dia bahagia atau tidak.

Dia melanjutkan dengan sikap acuh tak acuh saat dia memeluk Naoya dengan erat, seolah-olah untuk menunjukkan padanya.

"Sebagai adik perempuan, wajar bagiku untuk mendukung percintaan Nii-sama. Aku akan mengurus Naoya-sama yang mengganggu. Jadi, tolong berbahagialah dengan Koyuki-sama, Nii-sama."

"Tidak, tidak perlu bagimu untuk melakukan itu! Aku akan mengalahkan Naoya... Jadi kau menjauh darinya secepat mungkin! Kau tidak perlu mendekatinya lagi!"

Arthur berteriak dengan tangan memegangi kepalanya. Tidak tampak lagi jiwa pemburu di dalam dirinya seperti sebelumnya.

Claire dengan cemerlang mengabaikannya dan tersenyum glamor pada Naoya.

“Naoya-sama, aku memiliki wajah yang cantik, bukan? Wajah yang sangat cantik. Aku tidak kekurangan sebagai seorang pasangan, kan?”

"Fufufu. Itu tidak mungkin, Claire-san."

Koyuki tersenyum kecut dan melambaikan jari telunjuknya

Cewek cantik yang menggoda pacar kesayangannya pasti jadi musuh yang harus dilenyapkan.

Kontak fisik seperti sekarang adalah hal yang terburuk. Tirai akan jatuh pada pertempuran tanpa kehormatan.

Namun, Koyuki masih memiliki rasa percaya diri dalam dirinya.

Suatu hari, ketika layanan konsultasi hubungan sangat sukses, dia khawatir gadis lain akan mengambil Naoya darinya. Tapi sejak itu, Koyuki telah tumbuh dewasa.

Karena dia mulai duduk di meja konsultasi dengan Naoya.

"Um, Sasahara-kun. Aku ingin meminta lebih banyak nasihat pribadi... Kalau kamu tidak keberatan, kita dapat bertukar informasi kontak dan berbicara--"

"Aku tidak bisa melakukan itu. Sama sekali tidak ada kemungkinan aku jatuh cinta padamu. Jadi, kusarankan kau mencari cinta yang lain. Selanjutnya, orang berikutnya silakan!"

"Kamu benar-benar tidak peduli sedikit pun dengan siapa pun kecuali aku..."

Naoya selalu menolak mentah-mentah gadis yang mulai mendekatinya.

Sebagai hasil dari melihat ini dari dekat, dia tampaknya telah mengkonfirmasi sekali lagi fakta yang seharusnya sudah jelas.

Dengan kata lain, hal seperti ini hanyalah masalah biasa.

Lalu, Claire yang menempel di Naoya, dengan bangga memamerkan dadanya.

"Pria itu sudah tergila-gila padaku sejak kita bertemu. Dia tidak akan pernah tertarik pada gadis lain. Benar kan, Naoya... Naoya-kun?"

Koyuki tiba-tiba menatap Naoya.

Karena tidak ada jawaban, dia sedikit khawatir.

Namun, itu tidak bisa dihindari.

"Oh, yah... Iya..."

Naoya berusaha keras untuk memalingkan wajahnya yang memerah dari Claire.

"Uuuuuu, waktu habis!"

Koyuki menarik Claire dan segera membuat huruf T dengan kedua tangannya.

Dia tidak yakin apakah aturan seperti itu berlaku untuk hubungan cinta disini.

Kemudian, Naoya diseret ke sudut oleh Koyuki, yang terlihat seperti iblis.

Dia didorong ke dinding dalam posisi kabe-don. Namun suasananya bukan seperti pada romcom, tetapi lebih seperti pemerasan.

Suara Koyuki rendah dan mengerikan.

"Setidaknya aku akan memberimu sedikit belas kasihan. Kalau kamu memiliki permintaan terakhir, aku akan mendengarkannya."

"Ini salah paham. Tidak ada yang perlu kau khawatirkan."

"Apanya yang salah paham ketika seorang gadis menggoda dan membuat wajah pacarku memerah! Itu hanya alasan bodoh untuk sebuah kejahatan!"

Mata Koyuki terangkat dan dia memarahinya dengan keras.

Tapi begitu dia melakukannya, dia menurunkan alisnya, membalikkan punggungnya dan ngambek.

"Kupikir Naoya-kun tidak akan pernah tergoda pada hal semacam itu, tapi aku gagal melihatnya. Huh, tapi... kamu baik-baik saja dengan Emi dalam mode gal, bukan? Haa, jangan bilang kamu baik-baik saja dengan siapa pun kecuali orang itu adalah Kuudere bishoujo!?"

"Itu mungkin benar. Tapi aku lebih suka Koyuki, gadis cantik kikuk yang keren. Dia sama sekali bukan tipeku."

"Lalu apa yang terjadi sebelumnya!?"

"Yah, karena mereka berdua..."

Naoya dengan lembut menunjuk ke arah Arthur dan Claire di kejauhan.

Kakak laki-laki yang ketakutan dan adik perempuan yang termenung.

Dengan segala maksud dan tujuan, itu saja.

"Jelas, mereka berdua saudara tiri yang jatuh cinta satu sama lain... rasanya memalukan untuk melihatnya."

"...Huh?"

Koyuki mengedipkan matanya.

Dia memegang dahinya dan berpikir lama, dan kemudian dia bertanya kembali secara perlahan.

"Apa yang baru saja kamu katakan...?"

"Saudara tiri yang memiliki cinta sepihak satu sama lain."

"Haa, benarkah itu!?"

Karena kaget, Koyuki berteriak keras, menarik perhatian orang yang lewat.

Kemudian dia mengalihkannya dengan batuk, dan memperhatikan Arthur dan Claire dari bayang-bayang untuk sementara waktu.

Tapi pada akhirnya, dia memberikan tatapan teduh dengan sedikit memiringkan kepalanya.

"Apa kamu yakin keduanya bukan saudara kandung? Mereka terlihat sama persis."

"Hee, begitukah menurutmu. Mereka sama sekali tidak mirip, contohnya di bagian mata mereka."

"Kurasa itu hanya berlaku untuk Naoya dan paman Housuke. Bagiku semua orang asing terlihat sama..."

"Koyuki juga setengah Jepang kan."

"Ehh... Apa maksudmu denganku?"

Koyuki mengerutkan alisnya dan menunjuk dirinya sendiri.

"Gadis blasteran yang cantik, tapi apa lagi. Aku mendapat sifat terbaik dari darah Jepang dan Inggris."

"Tapi kau tidak bisa bahasa Inggris, Koyuki. Satu-satunya hal yang bisa kau mengerti adalah pertanyaan terkait makanan dalam penerbangan, ‘Beef or chicken?’. Jadi setiap kali kau ditanya seperti itu, kau akan menjawab dengan ekspresi puas di wajahmu."

"Ap... Bagaimana kamu tahu itu----maksudku, kita kan sedang membicarakan mereka berdua."

Memaksakan untuk balik ke topik awal, Koyuki menatap mereka berdua dengan matanya yang menyipit.

Arthur yang berambut pirang, bermata biru dan Claire yang berambut pirang dan bermata merah.

Satu-satunya perbedaan secara sekilas adalah warna matanya, tetapi dari sudut pandang Naoya, tidak ada kesamaan antara keduanya di bagian manapun.

Koyuki menghela napas dan menatap Naoya dengan curiga.

"Yah, oke lah misal aku akui mereka saudara tiri, tapi bukan berarti mereka sedang jatuh cinta, kan? Bukankah terlalu berlebihan untuk mengatakan bahwa mereka memiliki cinta bertepuk sebelah tangan hanya karena faktor itu? Bisa saja mereka memang akrab."

"Aku cuma bisa bilang feelingku aja yang seperti itu saat melihatnya."

"Sudah kubilang, itu hanya berlaku untuk kamu dan paman Housuke."

Koyuki mengangkat bahunya dengan kecewa.

Tetapi segera setelah itu, dia mendapatkan kembali ketenangannya dan meletakkan tangannya di dagunya saat dia memikirkannya.

"Tapi... kalau kamu bersikeras begitu, aku akan benar-benar mengamatinya."

"Oh, baiklah, aku akan bekerja sama denganmu kalau begitu."

Percakapan berakhir dan mereka kembali ke Arthur dan Adiknya.

Koyuki memasang senyum centil.

"Maaf membuat kalian menunggu. Terima kasih atas waktunya."

"Tidak, aku tidak keberatan ..."

Arthur menggelengkan kepalanya.

Naoya dan Koyuki hanya menghabiskan beberapa menit dalam pertemuan strategi itu. Tapi pada saat itu, Arthur benar-benar kelelahan dan Claire memunggungi dia dengan rengekan.

Jelas betapa sulitnya diskusi saudara tiri itu.

Arthur sangat kesal sehingga dia menundukkan kepalanya dengan ringan.

"Maaf, Koyuki-san, bisakah kau memberitahu Claire untuk melakukan hal yang sama? Suruh dia pulang ke rumah."

"Oke..."

Koyuki melirik Naoya.

Dia menatapnya dan bertanya, ‘Bisakah aku mencoba sedikit trik?’, Lalu Naoya mengangguk, ‘Tentu’.

Dengan pertukaran itu, rencananya diputuskan.

Arthur, tidak mengetahui semua ini, meminta Koyuki untuk membantunya membujuk Claire.

"Lihat, meskipun dia akan digantikan olehku pada waktunya...Koyuki-san menyukai Naoya sekarang, bukan? Pasti tidak menarik melihat Claire menyerangnya dengan ganas."

"Ya. Itu benar, tapi..."

Koyuki membuat gerakan yang bijaksana dan kemudian tersenyum

"Claire sudah menyelesaikan prosedur untuk belajar di sini, kan? Jadi akan sangat buruk untuk menyuruhnya pulang, bukan?"

"Apa...?"

"Dia datang jauh-jauh ke Jepang karena suatu alasan. Aku menyambutmu, Claire."

"Eh, ehhh...?"

Mengabaikan Arthur yang terdiam, Koyuki berbalik dan menghadap ke Claire.

Claire bingung dengan perubahan sikap Koyuki.

Dia tersenyum dan berkata kepadanya bahwa dia akan menyatakan perang padanya.

"Jika kamu ingin mencoba menjatuhkan Naoya-kun, kamu harus mencobanya. Aku adalah tipe orang yang menerima tantangan yang diajukan padaku."

"Ehh... apa maksudmu..."

"Fufufu, itu sudah jelas, bukan?"

Koyuki tersenyum kecut dan dengan mudah memeluk Naoya, seperti yang dilakukan Claire sebelumnya. Namun, Koyuki melangkah lebih jauh.

Chuuu~

"Apa!?"

Koyuki mencium pipi Naoya dengan ringan.

Itu hanya sesaat dan itu adalah ciuman yang menyentuh.

Meski begitu, itu tindakan yang terlalu berani untuk Koyuki jika dalam keadaan normal.

Biasanya, hal yang berani seperti itu tidak akan mungkin terjadi, tetapi itu dimungkinkan karena Koyuki sangat ingin mempermainkan mereka. Meski begitu, pipinya sedikit diwarnai merah cerah.

Beruntung banget euy...!

Kelembutan dadanya yang menempel padanya dan kesegaran bibirnya sangat menyenangkan.

Sementara Naoya terlarut dalam kebahagiaannya, Koyuki dengan nakal berkata

"Kamu ingin bersaing denganku untuk mendapatkan Naoya-kun, bukan? Jika itu masalahnya, kamu harus melakukan sesuatu seperti ini."

"Ya, bagus untuk memiliki bunga di kedua tanganku, aku akan menyambutnya."

Naoya juga ikut beraksi, tersenyum pada Claire.

Kemudian Claire sedikit tersentak, tetapi dia juga menunjukkan temperamennya.

"Ehhh...Umm, umm, oke. Baiklah. Aku akan melakukannya."

Dan kemudian dia mendekati sisi Naoya.

Dia menarik wajahnya dekat dengannya seolah-olah dia telah mengambil keputusan.

"H-Hentikan...!!!!"

"EHH."

Arthur meraih tangan Claire dan menahannya.

Dia tertegun, tapi kemudian wajahnya menjadi pucat dan berteriak.

"Aku tidak akan membiarkan pria lain menerima ciumanmu...!"

"Nii-sama...?"

Wajah Claire memerah.

Mereka saling menatap dalam diam sejenak dan kemudian Arthur terengah-engah, melepaskan tangannya, dan menjauh. Dia membersihkan tenggorokannya dan melanjutkan perkataannya.

"Aa, tidak, tidak tepat bagi seorang wanita untuk menempelkan bibirnya pada pria yang belum pernah dia temui sebelumnya. Itu yang ingin aku katakan sebenarnya. Ya."

"...B-Begitu."

Claire memalingkan muka dari kakaknya dan menghela nafas kecil.

Warna kekecewaan di wajahnya terlihat jelas dan saat Koyuki menatapnya, dia membuat huruf T lagi dengan kedua tangannya.

"Waktu habis!"

"Apa lagi...?"

"Apa itu budaya di Jepang? Memang tipikal orang Jepang yang berhati-hati."

Sementara keduanya saling memandang, Koyuki menarik Naoya lagi.

Setelah mereka mendapatkan jarak yang cukup dari satu sama lain, wajahnya bersinar.

"Ternyata benar, mereka berdua... mereka saling mencintai!"

"Lihat, aku sudah bilang begitu, bukan?"

Tampaknya bahkan Koyuki menyadarinya dengan kejadian sebelumnya.

Naoya meletakkan tangannya di dagunya dan melihat mereka dari kejauhan.

Dari jarak antara mereka dan intonasi kata-kata mereka, sudah terbukti.

"Menurutku orang tua mereka menikah lagi dan mereka menjadi saudara tiri sekitar 10 tahun yang lalu. Mereka selalu dekat satu sama lain, tetapi ketika mereka tumbuh dewasa mereka menjadi sadar antara satu sama lain sebagai lawan jenis. Namun, mereka tidak menyadari perasaan mereka yang sebenarnya."

"Wow... ini seperti sesuatu yang ada di manga! Ini membuatku sangat terkejut dan akan pingsan..."

Koyuki meletakkan tangannya di atas mulutnya dan tersipu.

Tapi, dia dengan cepat mengedipkan matanya. Dia meletakkan tangannya di dagunya dan merenung.

"Tunggu sebentar. Jika itu masalahnya, Arthur-kun, mengapa dia menyetujui rencana Ojii-san? Itu tindakan yang salah ketika dia memiliki gadis yang dia sukai."

"Itu dia, ini adalah hasil dari konflik batinnya."

Naoya menegaskan.

Arthur jatuh cinta dengan saudara perempuannya, yang tumbuh bersamanya.

Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, tidak pantas untuk memiliki perasaan itu padanya... itu adalah pikiran yang mengganggunya selama ini.

"Jika dia pergi ke tempat yang jauh, mungkin dia bisa memutuskan perasaan cinta terhadap adiknya, kan?"

"Jadi, dia menggunakanku sebagai alasan untuk menjauh darinya...? Itu sangat tidak lucu..."

"Yah, ternyata Claire cemburu dan menyerangku, dan aku salah tingkah sebelumnya bukan karena diserang oleh Claire, oke.."

"Jadi, Claire-san… dia mempermainkan Naoya-kun sebagai aksi balas dendamnya...? Ini seperti cerita-cerita di romcom, kan?"

Koyuki memperhatikan mereka berdua dan sangat terkesan.

Yah, kita juga memiliki cerita romcom kita sendiri...

Dia tampaknya benar-benar menempatkan dirinya di dalam rak. [TN: Maksudnya Koyuki asal komen tapi gak ngaca. Lol]

Bagaimanapun, begitulah keadaannya sekarang.

"Kurasa hal yang tepat untuk sekarang adalah membuat mereka saling menerima satu sama lain. Bagaimana menurutmu, Koyuki?"

"...Ide yang bagus, Naoya-kun!"

Mata Koyuki berbinar.

Dia bahkan melakukan pose yang kuat, jadi sepertinya dia sangat menyukainya.

“Jika saudara tiri itu bisa menjadi pasangan, maka pembicaraan tentang tunangan ini secara alami akan menghilang, itu adalah rencana indah yang akan membuat semua orang bahagia.”

"Ha-ha-ha, benar kan?"

Naoya tersenyum ceria.

Koyuki benar, akhir yang bahagia sudah dekat.

Jadi, dia dengan ringan mengangkat satu tangan dan mencoba kembali ke Arthur dan Claire.

"Makanya, aku ingin menyelesaikan ini dengan cepat."

"Dengan cepat? Apa yang akan kamu lakukan?"

"Apa? Hanya ada satu hal yang dapat dilakukan, tentu saja!"

Naoya tersenyum pada Koyuki, yang terlihat sedikit khawatir dan memberitahunya.

"Aku akan mengatakan, 'Kenapa kalian tidak pacaran saja, toh perasaan kalian juga sama'..."

"Berhenti! Berhenti, Naoya-kun!"

Saat dia mengambil langkah maju, dia dihentikan oleh Koyuki yang emosi.

Ekspresinya yang berkilau sebelumnya berubah dan dia memelototi Naoya dengan wajah lurus------.

"Jangan pernah lakukan itu...! Apa kamu tidak tahu apa-apa tentang hati manusia!?"

"Aku akan menanyakan ini padamu. Apa menurutmu aku akan mempertimbangkan hal seperti itu?"

"T-Tentu saja tidak... Itu pertanyaan bodoh."

Kedua tangan Koyuki berada di kepalanya. Naoya senang melihat bahwa dia mengerti.

Kemudian Naoya mengangkat bahunya.

"Jika mereka pacaran, semuanya akan terselesaikan. Jalan pintas untuk itu adalah aku akan menunjukkannya pada mereka. Apa yang perlu kau ragukan?"

"Itu mungkin benar, tapi..."

Koyuki menatap Arthur dan Claire, terutama pada Claire.

Di matanya, ada perasaan simpati yang mendalam.

"Dia telah mengejar orang yang dia cintai sendirian ke negeri asing ini, bukan? Sudah menjadi sifat manusia untuk ingin melindungi cinta yang begitu manis..."

"Tapi, aku ingin menyelesaikan masalah ini dan menikmati waktuku dengan Koyuki."

"Jangan katakan itu dengan mata memelas begitu! Aku akan memberimu semua waktu yang kamu inginkan nanti, tapi jangan mencoba sesuatu yang agresif! Kamu mengerti!?"

"Ya, aku mengerti. Aku mengerti kata-katamu."

"... Itu sebenarnya yang kamu inginkan, bukan?"

"Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan."

Koyuki memberinya tatapan tajam, tapi Naoya balas tersenyum padanya.

"Tentu saja, itulah yang aku inginkan."

Terlepas dari itu, Naoya tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

"Tapi, yah, memang benar aku ingin menyelesaikan ini secepat mungkin. Bahkan jika dia tidak berniat melakukannya, tidak menyenangkan bagiku untuk mendengarnya menyebutkan dirinya tunanganmu."

Tidak peduli apakah dia memiliki perasaan yang tulus atau tidak.

Naoya adalah satu-satunya orang di dunia yang dapat menyebut dirinya dengan gelar seperti itu.

"Untuk berada di sisi Koyuki adalah hak istimewaku. Bahkan jika itu hanya sebuah gelar, aku tidak akan memberikannya kepada orang lain."

"Na-Naoya-kun..."

Koyuki mengepalkan tangannya di depan dadanya dan gemetar.

Kata-katanya yang lugas, hampir seperti sebuah lamaran, tampaknya telah menyentuh hati Koyuki.

Kemudian Naoya melanjutkannya.

"Selain itu, tidak menyenangkan melihat Claire menggodaku, kan? Aku juga ingin membuatnya berhenti melakukan itu."

"Huft...yah...benar, kan? Sungguh pemandangan yang sangat tidak menyenangkan melihat orang yang sederhana sepertimu dirayu oleh seorang gadis cantik dan disibukkan dengan hal itu."

"Yah, 'Aku tahu Naoya-kun tidak akan terpengaruh oleh gadis cantik dari luar negeri itu, tapi... dia memiliki atribut kuudere! Aku tidak akan bisa tidur nyenyak jika aku tidak menyingkirkannya secepat mungkin...!', itu yang ingin kamu katakan, kan? Aku tahu, aku tahu."

Setelah menerjemahkan dengan blak-blakan perasaan Koyuki, Naoya menepuk bahu Koyuki dan menginterupsinya.

"Jadi, sebelum kita menyatukannya mereka...mari kita singkirkan Arthur dari gelar tunangannya dulu."

"Apa itu mungkin untuk dilakukan?"

"Tentu saja. Mudah."

Dengan satu tangan yang bebas, Naoya memegang bahunya dan menceritakan rencana rahasianya.

"Yang harus kita lakukan hanyalah menunjukkan kemesraan kita."

"... iya?"

"Kita akan menunjukkan keduanya seberapa dekatnya kita.."

"Aku tahu itu! Pada akhirnya, kamu ingin bermesraan denganku, kan!?"

Tangan Naoya di bahunya ditampar.

Mata Koyuki terangkat karena marah, tapi Naoya tetap tenang. Ya, dia memang ingin bermesraan, tapi itu bukan satu-satunya alasan.

"Strategi ini adalah yang tercepat. Mereka juga saling jatuh cinta, ,bukan? Jika kita menunjukkan kepada mereka betapa kita saling mencintai dan seberapa kuat ikatan kita, akan sulit bagi mereka untuk menyeret kita karena alasan pribadi mereka sendiri."

"Oh, kamu dapat mengatakan itu tanpa rasa malu sedikitpun... Ini seperti kisah Angin Utara dan Matahari, tapi aku ragu akan semudah itu."

"Itu pasti mungkin. Lihat, lihat!"

Naoya mengarahkan jari telunjuknya ke Arthur dan yang lainnya di kejauhan.

Kedua bersaudara itu ditinggal sendirian lagi dan suasana diantaranya menjadi tegang. Lalu terdengar Arthur berkata.

"Kenapa kau datang ke Jepang... Aku juga harus memberitahu Tuan Howard-san."

"Oh, Ibu seharusnya sudah menghubunginya sekarang. Lagipula, aku ingin tahu apakah Koyuki-sama dan yang lainnya baik-baik saja."

"...Mungkin mereka akan tersinggung dengan perilaku kita."

"Ya...Mungkin kita sedikit kasar pada seseorang yang baru saja kita temui."

Keduanya tenggelam dengan ekspresi serius di wajah mereka.

Setelah menonton mereka, Naoya berkata tanpa basa-basi.

"Mereka mungkin terlihat seperti orang-orang yang sarkas, tapi sebenarnya mereka cukup baik."

"Meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah, mereka tetap terlihat seperti saudara sungguhan..."

Koyuki sangat terkesan.

Dia merasakan simpati dengan mereka, yang tidak bisa berterus terang dan bersembunyi dengan karakter sarkasnya. Dia bisa melihat dirinya di dalam diri mereka.

"Bagaimana? Jika kita mendorong mereka sedikit, mereka akan langsung mengibarkan bendera putih, bukan?"

"Ini membuatku frustrasi, tapi sepertinya Naoya-kun benar..."

Koyuki dengan enggan menggelengkan kepalanya.

Meskipun itu adalah respons yang tidak jelas, bisa dikatakan dia setuju dengan rencana Naoya.

Naoya meletakkan tangannya di dagunya dan membuat perhitungan.

"Jika kemesraan yang dibutuhkan adalah 100, dibutuhkan sekitar 30 percobaan untuk menaklukan berdua."

"Darimana angka-angka itu muncul?... Tapi itu hanya sedikit lebih dari biasanya, kan?"

"Btw, nilai di mana orang-orang di sekitar kita mulai merasa kewalahan melihat kita dan mengatakan, ‘Mereka berdua sangat mesra...’ adalah tiga."

"Apa orang-orang melihat kita seperti itu?"

Koyuki berteriak dengan wajah merah cerah dan melihat sekeliling dengan panik.

Benar saja, dia melihat tatapan hangat para tamu di sekitarnya dan bahkan ketenangannya menjadi semakin kecil.

Untuk sementara, Koyuki gemetar karena malu. Tapi kemudian dia membusungkan dadanya dengan bangga.

"Baiklah, ayo kita lakukan. Lagipula, aku baru saja menyelesaikan hal yang lebih besar yaitu menyatakan perasaanku padamu. Dibandingkan dengan itu, bermesraan di depan orang lain adalah hal yang mudah."

"Aku tidak percaya ini datang dari gadis yang sangat malu sehingga dia tidak ingin aku berbicara dengannya di sekolah sampai sekarang."

"Berisik! Aku juga telah berubah, tau!"

Setelah memblokir segala keluhan Naoya, Koyuki lalu menunjuk Arthur dan yang lainnya dengan tatapan tajam.

"Ayo pergi, Naoya-kun! Dengan kemesraan kita... Ayo kalahkan saudara tiri itu!"

"Oho, ayo tunjukkan pada mereka semua yang kita punya!"

Naoya pun mengikuti Koyuki dengan tekad yang kuat di dalam dirinya.



TL: Retallia
 
ED: Sipoi


|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close