Chapter 3 - Jarak untuk Mendekatinya yang Tidak Berbicara
[Part 1]
Pengingat:
【】: kata-kata Kurusu di tabletnya
() : suara hati orang lain yang dibaca/didengar oleh MC (Kaburagi)
"Hewan yang sedang terangsang memang menjengkelkan. Mereka akan melakukannya dimanapun mereka berada."
Istirahat makan siang. Teman sekelasku Shintaro Kanbayashi, yang duduk di kursi di depanku, mengatakan sesuatu seperti itu.
Dia melihat ke luar jendela dengan kesal, dan ketika angin meniup poninya yang panjang dari matanya, dia menyingkirkannya dari wajahnya dengan raut muka yang menyedihkan.
Kemudian dia akan mendesah dengan keras, melihat keluar lagi, dan ketika angin bertiup, dia akan memperbaiki poninya lagi...dan seterusnya.
Aku penasaran dengan apa yang sedang dia lihat, dan ketika aku menengoknya, aku melihat sebuah pasangan sedang makan siang bersama.
"Hahahaha... Enaknya... Damai sekali~. Hmm-hmm."
Setelah mengatakan itu, aku melihat Kanbayashi bersandar di tepi jendela dan meletakkan tangannya di atasnya.
Aku menatap kosong ke arah langit dan menghela nafas lagi.
(Jika itu Ritsu, aku yakin dia akan setuju dengan ceritaku, meskipun dia berpura-pura bersikap menolak. Bagaimana, apakah aku sebaiknya langsung menceritakannya?)
Dia terdengar berharap di dalam hatinya...
Dia terus melirik wajahku... Yah, aku pun juga tidak bisa menahannya.
"Kanbayashi... ada apa denganmu? Daritadi kau terus menghela nafas."
"Aku hanya sedang berpikir, mengapa dunia begitu tidak adil?"
"Hah, kau terdengar seperti orang yang habis mendapatkan ilham. Tapi yah memang begitulah dunia ini."
"Iya, iya. Tapi tetap saja itu menggangguku. Mungkin karena musim semi sudah dekat, aku jadi semakin sering melihatnya belakangan ini. Benar-benar mengganggu mataku."
"Ah~ serbuk sari dari bunga yang bertebangan memang sakit kalau kena mata, kan? Iya aku paham──"
"Lah, apa yang kau bicarakan. Maksudku pasangan, ya pasangan. Ada pasangan baru di mana-mana, seolah itu menjadi sebuah trend tiba-tiba. Aku biasanya tidak begitu peduli dengan pasangan, tetapi melihat mereka saling bermeraan berulang kali dihadapanku, itu membuatku merasa terpicu untuk bisa merasakan apa yang mereka rasakan."
Dia sepertinya tampak agak iri dan sedih melihat bagaimana dia mengatakan bahwa dirinya sedang tertekan dengan keadaan ini.
Wajahnya yang rapi terlihat murung, dan penampilannya itu terlihat menarik bagi para gadis.
Sambil melihat Kanbayashi, beberapa gadis di sekitar bergumam dalam hati mereka bahwa dia terlihat keren.
“Jika kau pernah berpacaran, maka aku kau pasti akan mengerti perasaan para pasangan itu yang selalu mencoba bermesraan di depan umum. Aku yakin Kanbayashi bisa saja berpacaran dengan siapa pun kalau kau lebih serius.”
"Haha, tidak mungkin, tidak mungkin. Kau juga tahu kan, Ritsu. Tidak ada seorang pun di sekolah ini yang aku suka. Yang aku suka adalah wanita dewasa yang lebih tua. Remaja bukanlah seleraku."
"Oh, iya juga ya."
Penampilan Kanbayashi tidaklah buruk. Jika aku harus menilai apakah dia populer atau tidak, aku pasti akan menjawab kalau dia itu populer.
Namun, dia menyukai wanita yang lebih tua, ya sekitar satu tahun lebih tua darinya setidaknya.
Aku dengar Kanbayashi memiliki empat adik perempuan, sehingga dia mau tidak mau harus memanjakan mereka terus-menerus setiap harinya. Dan menurutku, rasa tertariknya pada wanita yang lebih tua adalah karena keinginannya untuk menjadi ‘pihak yang dimanjakan’.
Maka dari itu, dia selalu menolak pernyataan cinta dari orang-orang yang seumuran dengannya dan hingga sekarang dia belum memiliki pacar.
Sungguh sia-sia jika melihat penampilannya yang menarik itu.
Lalu, Kanbayashi mengeluarkan kata 'Oh' seolah telah mengingat sesuatu, dan bertepuk tangan.
"Nah iya, ada satu orang di sekolah ini. Seorang wanita yang dewasa dan keren."
"Eh, benarkah?? Ada seseorang seperti itu..."
"Itu lho, Mochizuki-sensei. Dia luar biasa, kan?"
".............Eh"
"Ada apa? Kau menatapku seolah-olah kau ingin mengatakan 'Apa kau sudah gila?'. Ritsu kan akrab dengannya, jadi ku pikir kau pasti mengerti dengan pesonanya."
"Pesona, huh... Seperti bagaimana dia begitu ceroboh dan kikuk, ya."
“Lah, kalau itu bukannya lebih ke kekurangannya ya dibanding pesonanya?”
Kanbayashi tertawa.
Sepertinya dia mengira aku sedang bercanda.
Aku memiringkan kepalaku dan dia berdeham.
“Dia pilihan yang baik, kan? Mochizuki-sensei cukup menarik sebagai wanita dewasa, dan perilakunya sangat keren. Tidak berlebihan untuk mengatakan bahwa dia adalah wanita idamanku."
"Idaman, ya? Tapi dia seorang guru. Bahkan jika dia akhirnya mau menerimamu, bukankah dia akan dihukum karena itu?"
“Sangat menarik, bukan? Cinta terlarang antara seorang guru dan siswanya itu penuh dengan rintangan. Tetapi semakin besar rintangannya, akan semakin menyenangkan, bukan? Ketika kau dilarang untuk melakukan sesuatu, bukankah kau malah akan merasakan dorongan untuk melakukannya? Untuk melanggar larangannya? Semakin keras rintangannya, maka semakin besar juga tingkat kepuasannya jika kita bisa mengatasinya. Manusia akan selalu tertarik dengan tantangan seperti itu."
Kanbayashi mengatakan hal tersebut dengan senyum lebar dan penuh kejujuran.
Dia orangnya mudah menerima keadaan, dan sangat mengkhawatirkan ketika aku mendengar dia berpikir dalam hatinya 'Hoo, jadi ini mungkin kan untuk dilakukan?'. Aku benar-benar berpikir apa yang akan dia lakukan kedepannya.
...Aku harus segera memberitahunya untuk tidak memikirkannya dengan serius.
Namun tiba-tiba dia mengatakan,
"Yah, Ritsu, bukankah sudah waktunya bagimu untuk mencari pacar yang baru? Ini momen yang tepat, kan??"
"Hah? Pacar baru? Aku bahagia dengan kehidupanku sekarang. Tidak ada yang perlu dirubah."
"Oh, gitu ya. Ternyata Ritsu masih berhubungan baik dengannya ya seperti biasa. Aku kira kau akan terbawa suasana juga seperti orang-orang lainnya."
"Yah, itu bisa saja terjadi kalau memang ada yang benar-benar membuatku sangat tertarik. Tapi di belahan bumi manapun, cinta hanya akan menciptakan masalah. Apalagi sekarang, setelah Hari Valentine, ada banyak orang yang terburu-buru untuk bisa jadian dengan target mereka. Dan parahnya, ada beberapa dari mereka yang tergoda dengan orang lain meskipun mereka sudah punya pacar, jadi ya aku perlu berhati-hati."
"Tapi sejauh yang aku tahu, Ritsu adalah orang yang paling mungkin mendapatkan masalah, jadi ya aku hanya khawatir denganmu."
"Hahaha. Jangan khawatir dah. Aku pandai kok menghindari bahaya."
"Hee...benarkah? Menurutku kau orang yang senang bermain api. Ya, Ritsu adalah orang yang selalu mencari masalah."
"Ya kapanpun itu, masalah akan selalu datang dengan sendirinya──"
"Bukan begitu ya. Tidakkah kau seharusnya lebih waspada dan berhati-hati?"
"Yah, bener sih. Tapi itu jadi agak tidak menyenangkan, bukan?"
Tangisan dalam hati seseorang yang biasanya dapat orang lain abaikan, dapat aku dengarkan secara langsung.
Seringkali suara tangisan itu terdengar keras seperti sedang mencari-cari pertolongan.
Dan jika aku melihat ke arah suara itu, aku akan mengenali siapa orang itu...
Tentu saja, aku tidak bisa pergi begitu saja setelah mengenalinya.
Rasa bersalah akan muncul ketika mengabaikan seseorang yang membutuhkan itu. Terlebih lagi, aku akan merasa bersalah karena aku seolah berpura-pura tidak tahu padahal aku dapat mendengarnya.
Jika aku dapat bersikap tidak peduli, mungkin aku tidak akan merasa terbebani, tetapi sepertinya tubuhku memang dirancang untuk menerima masalah-masalah itu.
Yah, karena aku selalu mengambil tindakan untuk menghilangkan rasa bersalah itu, aku jadi memiliki reputasi seperti sekarang ini…begitulah. (TN: Reputasi disini maksudnya kepopuleran MC karena dianggap sebagai orang yang sangat baik dan ramah dengan semua orang.)
“Pada akhirnya itu hanya kemunafikan dibanding kebaikan, jadi ya itu hanya untuk kepuasanku sendiri.”
"Huft. Ya, kalau menurut Ritsu tidak apa-apa, aku tidak akan mengatakan apapun lagi."
"Yah, setidaknya aku akan sedikit lebih berhati-hati."
"Aku jadi berpikir apakah kau akan mendapatkan lubang di perutmu dari semua masalah yang kau alami ini suatu saat nanti."
Kanbayashi mengangkat bahunya dengan rasa prihatin.
Aku hanya dapat tersenyum kembali pada sikapnya dan tertawa 'Hahaha'.
'Oii, gabung dong! Kayaknya obrolan kalian seru.', Aku mendengar suara dari belakangku dan merasakan beban yang berat di punggungku.
Aku pun berbalik dan melihat seorang pria berkulit gelap, berambut pendek, dan berpenampilan atletis. Pria itu bernama Jun Kawaguchi.
Saat mataku bertemu dengan mata Kawaguchi, dia tersenyum padaku dengan senyum polos seorang bocah laki-laki yang baru saja lulus dari sekolah dasar.
"Berat woi!"
"Ups, maaf. Aku hanya mencoba memanfaatkan pria tampan ini."
"Apa yang akan kau lakukan setelah menyerangnya secara fisik?"
"Ahahahaha! Iya maaf, maaf~!"
Walaupun dia tinggi, berotot, dan tampan, tetapi kepribadiannya memang masih kekanak-kanakan.
Dia terlihat seperti orang yang serius ketika diam, tetapi ketika dia mulai membuka mulutnya, kepolosannya yang seperti bocah itu akan terlihat dengan jelas.
Kesenjangan antara penampilan dan kepribadiannya itu membuatnya populer di kalangan gadis-gadis, tetapi dia begitu berdedikasi dengan kegiatan klubnya sehingga dia menolak semua pernyataan cinta yang dia dapatkan.
"Telat sekali kau Gu-san. Jam makan siang sudah hampir selesai sekarang."
"Yah, soalnya tadi aku dipanggil sama guru. Tapi sudah beres sih semuanya sekarang."
Dia memberikan acungan jempol dan senyum yang lebar.
"Aku senang kau dapat menyelesaikan semuanya. Apakah kau mengalami masalah dengan hasil ujianmu lagi?"
"Iya, mereka memutuskan untuk memberiku ujian remedi."
"Oh. Apakah itu adalah sesuatu yang bisa dikatakan dengan riang?"
Kanbayashi berkata sambil menghela nafas, raut wajahnya tampak kaget.
Kawaguchi sama sekali tidak terganggu dengan sikapnya itu, dan sama sekali tidak peduli tentang hal itu.
"Hahaha! Loh, bukankah itu hal yang baik bahwa aku masih punya kesempatan untuk memperbaikinya~?"
"Hm? Kesempatan disini maksudnya kesempatan bagimu untuk tetap bersekolah, kan?"
"Jangan khawatir, jangan khawatir! Aku punya senjata pamungkas yang luar biasa."
"Eh, aku tidak tahu kalau Kawaguchi punya hal seperti itu, soalnya kalau aku lihat kau selalu sibuk dengan kegiatan klubmu. Apakah kau memanggil seorang tutor? Yah kalau begitu, semoga berhasil deh."
Saat aku mengatakan itu, Kawaguchi menatapku dengan ekspresi putus asa di wajahnya.
"............" (Itu jelas bohong...kan?)
Saat aku memalingkan wajahku, dia mencengkeram bahuku dengan kuat.
"Tolong ajari aku!! Jika aku tidak lulus ujian remidi nanti, aku bakal tidak naik kelas. Sebelumnya kupikir nilai ujianku tidak akan menjadi masalah karena aku berprestasi dalam bidang olahraga, tapi ternyata tidak! Aku benar-benar memohon padamu, Ritsu~~~~!!!"
"Duh, berhenti mengguncangku... Maksudku, sudah berapa kali kau memintanya?"
"Kau satu-satunya yang bisa kuandalkan. Ritsuemon, tolong bantu aku~!"
"Kau pikir aku robot kucing serbaguna itu. Aku sudah menduga kau akan berpikir kalau aku pasti akan mau membantumu jika kau memintanya, benar kan?”
"Ah, jadi kau sudah tahu?"
"Tidak perlu menjadi Ritsu untuk bisa mengetahui itu. Aku sendiri sudah bosan melihatnya! Aku harap kau bisa sukses nanti sebagai seorang komedian."
"Hmmm. Iya benar, aku mengharapkan sebuah variasi dari caramu meminta bantuan padaku kali ini. Jadi ini terasa agak mengecewakan."
"Kalian berdua ini benar-benar jahat ya!"
Aku dan Kanbayashi pun saling memandang dan menghela nafas.
Teman-teman sekelas yang lain tertawa kecil saat mereka menyaksikan percakapan kami.
Hal tersebut sudah menjadi tradisi saat ini, dan menurutku mereka sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
Aku juga tahu, jadi itu memang lelucon yang buruk, kan?
Kawaguchi pun menyerah dan bahunya merosot, tapi kemudian dia mengeluarkan kupon makanan dari dompetnya, yang mungkin sudah dia siapkan sebelumnya.
"...Itu kan, kupon ramen gratis dari kantin sekolah. Hmm, bagaimana kalau...ramen porsi jumbo dengan chashu yang besar?” (TN: Chashu itu potongan daging babi.)
"Eh, yang berisi soft-boiled egg itu kan?" (TN: Soft-boiled egg itu kyk telur rebus, tapi kuning telur di dalemnya masih agak encer. Nikmat sih asli kalau pernah nyobain di warung-warung ramen.~)
"Ugh... Uang saku bulananku..."
"Hmm. Kurasa Gu-san harus tahan untuk makan tauge setiap hari bulan ini~."
"Sialan, kalau begitu aku akan diet bulan ini!!!!"
"Terima kasih seperti biasanya. Baiklah, aku akan mengajarimu dengan serius."
"Terima kasih atas bantuannya, Ritsu~! Nah, dengan ini masalah sudah usai. Ayo kita makan di luar!"
"Memangnya semudah itu, bung."
Dia menanggapi teguran itu dengan senyum kekanak-kanakannya.
Ujian remedinya belum selesai, tapi sepertinya dia berpikir sudah menyelesaikan masalahnya.
Yah, dia sepertinya sudah bertekad jadi aku yakin dia akan bekerja keras nanti.
Dia hanya tidak bisa melakukannya sendiri. Tapi sepertinya dia orang yang mudah mengerti dan dapat belajar dengan baik jika diarahkan dengan benar.
“Apa kau yakin mau melakukannya lagi?”
"Tidak apa, aku tidak keberatan. Aku sudah terbiasa."
"Benarkah? Tapi dengan semua beban mengajar ini, akan lebih sulit bagimu untuk mengejar ranking satu, kan?"
"Tidak masalah. Aku sudah belajar setiap hari, dan dengan mengajar maka aku juga akan ikut belajar. Selain itu, bukan ide yang buruk untuk belajar dengan suasana yang ramai sesekali."
"Hmm, jadi begitu..."
Kanbayashi pun mengangkat bahunya dan menghela nafasnya.
"Yah, kalau begitu aku juga akan ikut. Gaya mengajar Ritsu sangat mudah dimengerti."
"Eh, tunggu sebentar. Jika ada satu orang lagi yang akan ikut, kita harus bicarakan───"
"Kalau begitu, aku juga ikut gabung dong. Sepertinya ini trend yang menarik."
"Oi, Kiri──saki?"
Kirisaki, yang baru saja tiba, langsung menyela pembicaraan.
Ini merupakan interaksi yang biasa terjadi di antara seorang teman.
Dan momen konyol ini terkadang terasa menyenangkan.
Namun, itu hanya menyenangkan bagi kami dan tidak dengan orang-orang di sekitar kami. Perasaan negatif selalu tumbuh di sekitar orang-orang yang membuat keributan atau terlihat seperti sedang bersenang-senang.
"Mereka melakukannya lagi, huh."
"Eii, sepertinya menyenangkan!"
Itulah tatapan yang diberikan teman sekelas kami ketika mereka melihat kami saling bercanda seperti ini.
Dengan kata lain, mereka hanya iri pada kami, dan di dalam hati, mereka merasa 'kesal' atau cemburu.
Tapi aku tidak punya keberanian untuk mengungkapkannya dengan kata-kata, jadi kurasa aku akan menyimpannya untuk diriku sendiri.
Aku bisa mengabaikannya dan tidak mengkhawatirkannya, tetapi ada kemungkinan perasaan negatif itu dapat terus tumbuh dan meledak sewaktu-waktu… sehingga ini bisa menjadi hal yang sangat merepotkan suatu saat nanti.
Emosi itu seolah seperti makhluk hidup, dan sudah umum bagi orang-orang untuk memahaminya di kepala mereka tetapi tidak dapat bertindak berdasarkan itu.
Hal yang mungkin sepele di pikiran seseorang, bisa saja memiliki efek jangka panjang kedepannya.
Jadi──,
"Apakah kalian ingin bergabung dengan kelompok belajar kami?"
Aku pun bertanya kepada mereka.
Mereka mungkin tidak menduga akan diajak berbicara. Gadis-gadis itu terlihat sedikit terkejut, dan kemudian menjawab dengan senyum masam, ‘Tidak usah, kami baik-baik saja kok.’.
"Oh, begitu... Yah, datang saja kalau kalian ingin bergabung nanti. Aku akan selalu menunggu kalian~."
Aku tertawa kecil dan berusaha terlihat akrab.
Seorang pria sok asik yang mengundang orang lain untuk bergabung dengannya. Itulah image yang aku buat untuk saat ini.
"Hahaha! Apaan sih~? Tapi, terima kasih ya!"
Ketika aku dengan sengaja memberi isyarat bahwa sisi disebelahku kosong, gadis-gadis itu pun menertawakanku.
Aku sudah mengajak mereka bergabung dan mereka menolakku. Bagi para penonton di sekitar kami, ini mungkin tampak sedikit konyol.
Tetapi jika mereka akhirnya berpikir bahwa 'Kaburagi adalah orang yang baik dan terbuka pada semua orang' melalui serangkaian tindakan seperti yang baru saja aku lakukan, itu berarti rencanaku berhasil.
Dengan kata lain, aku akan dianggap sebagai pria yang baik dengan semua orang. Tetapi, jika ada perasaan benci yang akan diarahkan padaku, itu juga tidak akan menjadi masalah.
Karena── jika itu diarahkan padaku, aku akan dapat mengatasinya. [TN: Jadi Kaburagi bersikap sok asik kayak tadi, untuk mengalihkan perasaan negatif orang-orang di sekitarnya ke dia, agar teman-temannya bisa aman.)
Dan aku juga tidak keberatan seandainya mereka memang benar-benar ingin bergabung.
Kelas akan menjadi lebih baik jika kita bisa menyelaraskan semuanya. Dan kelas yang harmonis, akan menjadi lingkungan yang nyaman...
Itu sebabnya, aku menyadari bahwa cara pikiran seseorang bekerja memang sangat merepotkan untuk ditangani.
Kemudian aku menyapa teman sekelasku yang lain dan kembali ke posisiku sebelumnya.
"Ritsu, apakah ada orang lain yang ingin bergabung?"
"Tidak, tidak ada... hmm?"
Ponselku bergetar, dan aku melihat ada pesan yang masuk.
Pesan itu ternyata dari Kirisaki yang mengatakan, ‘Kerja bagus.’.
...Ah, tentu saja. Dia pasti menyadarinya.
Aku meliriknya dan melihat dirinya membuang muka dariku.
Kemudian aku menghela nafas dan meletakkan tanganku di bahu Kawaguchi, yang mulai memakan bekal makan siangnya.
"Btw, ayo kita lakukan sesi belajarnya nanti, oke? Satu hari tidaklah cukup bagi Kawaguchi, jadi kita akan melakukannya setiap hari sampai hari-H ujian remedinya."
"Eh, setiap hari!?"
“Iya lah. Bahkan kita harus benar-benar serius dalam belajar di tiap harinya. Kalau kau memang ingin berhasil, kau harus bersunguh-sungguh dalam mengusahakannya.”
"Hah, yang benar saja~~~."
Kawaguchi pun terperosok dengan tangan kepalanya, tapi di dalam hatinya dia berkata, 'Aku akan melakukan yang terbaik!' sambil menghela nafasnya.
Reaksinya yang berlebihan untuk menghidupkan suasana sangatlah lucu sehingga aku tidak bisa menahan tawa.
Nah... berarti mulai sekarang, aku akan berlatih dengan Kurusu dan mengadakan sesi belajar bersama dengan mereka.
Apakah aku bisa mengajak Kurusu untuk bergabung dengan sesi belajar ini?
Sambil memikirkannya, aku membuka bentoku untuk makan siang walaupun sudah agak telat.
Ngomong-omong, isi dari bento hari ini adalah ayam goreng tepung.
"Bento Ritsu terlihat lezat seperti biasanya. Bagaimana kau bisa membuat berbagai macam jenis makanan?"
"Mmm!" (Serius, itu luar biasa! Aku bahkan rela membayar jika dia mau membuatkannya untukku.)
"Jangan bicara sambil memasukkan sesuatu ke mulutmu."
Dia terlihat seperti tupai yang sedang mengunyah kacang dalam jumlah yang sangat banyak.
Tapi anehnya dia masih saja terlihat keren.
"Ah~! Makan siang Rikkun terlihat enak sekali~!"
Tanpa ku sadari, teman sekelasku, Kurumi Matsui, datang menghampiri kami dan mengatakan hal tersebut dengan tatapan yang rakus.
Dengan tubuhnya yang mungil dan terlihat seperti seekor binatang kecil, dia berjongkok di samping mejaku dan menatap bentoku.
"Kau mau sebagian?"
"Bolehkah~~?"
"Satu saja ya."
"Hore~~!"
Aku pun memasukkan sepotong ayam goreng tepung itu ke dalam mulut Matsui, dan dia melompat-lompat dengan gembira.
"Terima kasih" (Terima kasih!!).
Dia tampak sangat bahagia saat memakannya dan kemudian dia menatapku seolah ingin mengatakan jika satu saja tidaklah cukup.
"Um... kau mau lagi?"
"Tapi..."
"Jangan khawatir. Makan saja sesukamu."
"Baiklah, aku akan memakannya!"
Matanya berbinar, dan dia memakan bentoku dengan senang hati.
Karena dia terlihat sangat senang saat memakannya, aku jadi merasa puas.
"Ah...Rikkun. Maaf."
Matsui mengembalikan bentoku dengan ekspresi bersalah di wajahnya.
Dan saat aku melihat isinya, ternyata hanya tersisa satu potong ayam goreng tepung di sana.
“Sudah, tidak apa. Aku berusaha keras saat memasak ayam goreng ini, jadi apakah rasanya enak?”
"Yap! Aku jadi ingin memakannya lagi!"
"Aku akan membuatkanmu lagi nanti. Tapi aku tidak tahu apakah kau akan menjadi gemuk karena makan terlalu banyak."
“Beratku sepertinya tidak bisa bertambah, jadi itu tidak mungkin terjadi!”
Melihat senyum kekanak-kanakannya yang polos itu, aku bahkan tidak ingin marah padanya.
Merupakan suatu kehormatan besar bagiku untuk dapat membuat masakan yang diakui lezat oleh orang lain... tapi tetap saja aku masih kelaparan. Yah, aku akan membeli sesuatu nanti.
Jadi untuk saat ini, aku hanya akan tersenyum dan melihat yang lainnya makan.
“Dasar bodoh. Kamu seharusnya tahu itu akan terjadi!”
Kirisaki duduk di meja dan meletakkan sesuatu di kepalaku.
Aku mendengar suara plastik dan mengambil benda itu dari atas kepalaku untuk memeriksanya. Dan ternyata itu adalah roti manis kesukaanku.
"Terima kasih, Kirisaki!"
"Tidak masalah. Yah, akan sangat merepotkan jika seseorang kelaparan dan pingsan nantinya. Aku hanya ingin mencegahnya."
"Aku sangat menghargai bantuanmu. Tapi aku akan tetap membayarnya. Jadi, berapa?"
“Sudah ambil saja. Kalau kamu butuh alasan, itu karena kamu akan membantuku belajar untuk ujian nanti kan.”
"Oh, oke. Terima kasih kalau begitu."
Seperti biasa, aku tidak bisa mendengar suara hatinya, tapi sepertinya dia memang selalu mengatakan apa pun yang dia rasakan.
Aku pun dengan senang hati menerimanya, lalu membuka plastiknya, dan memasukkan roti itu ke dalam mulutku.
"Tapi Ritsu memang pandai memasak ya. Semua orang ingin memakan bentomu, dari mana kamu belajar memasak?"
"Ah─umm. Bukannya aku belajar, lebih tepatnya... mau tidak mau aku harus melakukannya..."
"Hah, kenapa itu?"
"Ini perkara hidup dan mati. Jika aku tidak bisa memasak untuk diriku sendiri, sesuatu yang gelap akan muncul dalam bentuk makanan... Ah~ aku jadi merinding hanya dengan mengingatnya... Ugh."
"Uwa─. Menyedihkan sekali."
Jangan lakukan itu. Sulit melihat kalian menyatukan tangan kalian untuk menunjukkan rasa iba kalian padaku.
Dan memasak bentoku sendiri bukanlah hal yang aku benci.
"Sulit untuk menyiapkan bentomu sendiri setiap hari, bukan?"
"Yah, itu hanya masalah kebiasan. Jika kau berkata begitu, kau juga membuatnya sendiri kan, Kirisaki."
"Ya kadang-kadang saja aku membuatnya. Itu pun juga tidak selezat buatan Ritsu."
"Hee, benarkah? Menurutku kau makin mahir membuatnya. Kau juga sedang berlatih terus, kan?"
"...Pujian itu tidak akan membawamu kemana-mana!"
"Hoo, kau tidak mau jujur ya~."
Kirisaki biasanya tidak memikirkan apapun saat berbicara, tapi terkadang saat aku memujinya seperti ini, aku bisa mendengar suara hatinya.
Di saat-saat seperti ini, aku dapat mendengar suara hatinya mengatakan, 'Jangan memujiku, baka'.
Ketika aku mentertawakannya, dia terlihat ngambek dan memasang ekspresi cemberut di wajahnya.
"Hee? Beraninya kamu berselingkuh dengan orang lain padahal kamu sudah memilikiku, kan?"
"Hinamori, kau terlambat. Istirahat makan siang sudah hampir selesai.”
“Ya mau bagaimana lagi, aku harus bertugas untuk OSIS.”
"Kedengarannya banyak sekali pekerjaannya sekarang. Itu untuk menyiapkan pesta penyambutan siswa baru tahun ini, kan?"
"Yap benar. Aku ingin mereka mendapatkan kesan yang baik, jadi aku bekerja keras untuk mempersiapkannya." (Penting untuk menunjukkan kepada mereka betapa hebatnya aku. Berapa banyak ya siswa baru yang akan terpesona padaku nanti... Ah, aku jadi merasa bersalah dengan itu.)
"...Kau masih saja merencanakan hal misterius yang sama ya."
Isi hati Hinamori memang mengecewakan, tapi dia selalu berusaha keras untuk membuat dirinya terlihat baik.
Jika kalian tidak tahu isi hatinya yang sebenarnya, kalian akan mudah dibuat salah tingkah olehnya tanpa kalian sadari.
"Oh iya, Kaburagi-san. Bukankah kamu sudah menyiapkan bento untukku?"
"Hmm? Apakah kau menginginkannya?
"Tidak juga sih. Yah walaupun yang aku rasakan sebelumnya enak, aku tidak punya keinginan sedikit pun untuk memakannya lagi.”
"Oh..."
"Hanya saja Kaburagi-san sepertinya ingin aku memakannya, jadi aku bertanya padamu."
"Hahaha! Hinachi, kamu terdengar seperti seorang tsundere lho~”
"Ah, diamlah!"
Hinamori pun terlihat panik seperti seorang penjahat amatiran yang tertangkap basah.
Matsui yang melihat ini pun tertawa dengan polos, ‘Hihihi!’, dan menyodok pipi Hinamori saat dia dengan gelagapan mencoba membela dirinya.
Hinamori, sambil tersipu malu, melambaikan tangannya dengan panik dan masih berusaha untuk menyangkalnya.
(Ah~ kenapa! Kenapa ini tidak berjalan baik~!!)
Mendengar suara hatinya yang berteriak, aku hanya bisa tertawa.
“Ritsu, sepertinya kamu bersenang-senang hari ini.”
“Aku rasa begitu.”
Sekelompok orang yang selalu bersamaku ini memang selalu terlihat ceria dan bahagia seperti biasanya.
Perasaan iri dan dengki seringkali diungkapkan oleh orang-orang di sekitar mereka, tetapi mereka tidak pernah mempermasalahkannya.
Mereka tetap mampu berbicara jujur satu sama lain. Jadi, semuanya tetap dapat berjalan dengan baik.
Mereka adalah teman sekelasku yang tidak pernah bosan untuk aku ajak berinteraksi.
◇ ◇ ◇
"Kau juga harus menjadi orang yang menarik saat diajak berbicara, bukan hanya saat memulai pembicaraan."
Jadi, aku memutuskan tema tema untuk latihan hari ini dengan Kurusu dan menulis kata ‘menarik’ di papan tulis.
Mata Kurusu berbinar dan dia bertepuk tangan untuk menanggapinya, kemudian dia mengambil sepotong cokelat dari tasnya, menyerahkannya kepadaku, dan duduk.
(...Aku akan senang jika kamu mau memakannya.)
Dia menyerahkannya padaku dengan ekspresi sedikit malu di wajahnya.
Aku hampir merasakan seolah-olah setiap hari adalah Hari Valentine jika bersama dengannya.
Yah, interaksi ini sudah menjadi rutinitas kami sehari-hari dan sudah tidak ada lagi ketegangan aneh diantara kami seperti yang terjadi beberapa waktu sebelumnya. Kurusu juga tampaknya mulai terbiasa dengan percakapan ini, meskipun secara bertahap, dan aku pikir itu adalah peningkatan yang signifikan baginya sehingga dia mulai jarang untuk terlalu banyak berpikir sebelum melakukan percakapan.
"Baiklah, biarkan aku menjelaskannya lagi. Hari ini kita akan membahas bagaimana kita bisa menciptakan kesempatan untuk membuat orang berbicara dengan kita."
【Sangat bersemangat】 (Karena semuanya bersamaku hari ini. Dewa, Buddha, Kaburagi-sama...)
Kurusu menuliskan kalimat itu dan menunjukkannya kepadaku dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasanya.
Meskipun ekspresinya tidak menunjukkannya, sepertinya dia dalam kondisi yang sangat baik juga hari ini, dan dalam pikirannya dia mengatakan hal-hal lucu seperti biasanya.
Setiap waktu, dia selalu berantusias dan memikirkan hal-hal yang lucu yang menyerang hatiku tersebut.
Yah, aku tidak dapat menyalahkannya karena dia tidak akan berpikir kalau aku bisa mendengarnya.
Tetapi aku juga tidak akan terbiasa mendengarkan perasaan jujur dan polos yang ditujukan padaku seperti itu meskipun aku dapat memahaminya…
Sementara aku memikirkan itu, Kurusu mengeluarkan cokelat yang lain dan meletakkannya di depanku.
(...Cokelat truffle musiman. Lezat, kan?)
"Terimakasih."
Aku pun memasukkan cokelat yang kudapatkan darinya ke dalam mulutku.
Aku merasakaan rasa manis yang lembut menyebar di dalam mulutku dan aku juga menghela nafasku sembari menikmatinya.
...Memakan sesuatu yang manis seperti ini membuatku merasa tenang.
Mungkin ini dikarenakan dengan hal tersebut dapat membuatku seolah terbebas dari kenyataan di sekitarku, tapi…oh tidak.
Jika aku tidak berbicara dengannya, pikiran seperti ‘Kaburagi-kun terlihat sangat imut dan senang saat memakan cokelat itu’ pasti akan terdengar dari dirinya.
Saat aku mulai berhenti menikmati sisa-sisa cokelat yang ada di mulutku dan menatap Kurusu, dia mencolek bahuku dan menyodorkan tabletnya di depanku.
"Ya?"
【Kenapa tidak kita saja yang memulai?】 (...Kupikir tidak cukup baik untuk terus menunggu saja.) [TN: Maksudnya perkara siapa yang akan berbicara duluan.)
"Seperti yang Kurusu katakan, proaktif itu memang penting. Tapi kalau memulai pembicaraan itu mudah, kau tidak akan kesulitan kan sejak awal.”
【Berlatih】 (...berlatih untuk bersikap agresif)
"Aku mengerti apa yang ingin kau katakan. Tapi pikirkanlah. Jika kau ingin memulai pembicaraan dan berhasil, orang lain haruslah sudah tertarik dulu padamu. Jadi, kesan pertama sangatlah penting... kalau sekarang Kurusu yang memulai pembicaraaan, bukankah kau akan membeku?"
(...Ah)
“Hal itu, ya kau sendiri pasti mengerti kan. Tiap kali Kurusu memikirkan apa yang ingin kau katakan, wajahmu pasti menjadi sangat tegang dan kaku. Jadi, orang lain mungkin akan mengira kau sedang menatapnya dengan perasaan negatif. Atau bisa juga mereka akan berpikir ‘Duh kenapa ini? Aku jadi takut!’ dan akhirnya mereka tidak mau lagi berurusan denganmu.”
(...Aku tidak bisa membantahnya. Kesan pertamaku juga sangatlah buruk...)
Bahu Kurusu merosot dan dia menjadi tertekan, jadi aku menghiburnya dengan mengatakan, ‘Sudah, sudah’.
…Yah, bukankah itu bagus untuk bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Dan ku pikir dia akan baik-baik saja jika dia mengetahui apa yang dia lakukan.
Karena hal yang tidak kita ketahui, adalah yang paling menyusahkan.
【Apa yang harus aku lakukan?】
“Jika kau tidak bisa memulai pembicaraan, maka kau harus membuat mereka datang kepadamu. Jika akhirnya mereka mendatangimu, selama kau tidak memasang dinding penghalang, pada dasarnya semuanya akan berhasil.” [TN: Maksudnya dinding penghalang disini kayak semacam sikap menutup diri sewaktu kita berinteraksi sama orang lain.]
【Dinding?】 (...apakah karena itu aku harus berlatih untuk tersenyum?)
“Yah, kau harus terus berlatih tersenyum mulai sekarang. Tapi kau juga harus mempersiapkan beberapa hal lainnya untuk membuat orang-orang tertarik padamu. Karena itu, kau harus mulai membuat topik pembicaraan dan memperluas wawasan percakapanmu, kan??”
Kurusu mengangguk setuju.
Kemudian, dia segera menyalin apa yang aku katakan ke dalam buku catatannya.
Dia menulis dengan sangat cepat.
Terlebih lagi, dia membuat catatannya dengan sangat rapi.
Diluar ketidakmampuannya untuk berbicara, Kurusu merupakan sosok yang dapat diteladani.
Kemudian aku terkejut saat Kurusu mencolek lenganku seolah mendesakku untuk melanjutkan percakapan ini.
【Hal yang menarik?】 (...Perkenalan diri? Perjodohan?)
"Yap. Misalnya nih, bagaimana jika seseorang di kelas Kurusu memiliki hobi kerajinan tangan wol yang sama denganmu?"
(...Aku ingin tahu bentuk apa saja yang mereka buat. Aku ingin berbicara dengan mereka dan menanyakan segala macam pertanyaan. Jika memungkinkan, aku ingin bertukar sesuatu yang sudah kita buat...wah, mimpiku semakin berkembang)
"Oh, sepertinya kau sangat serius. Ketika kau menemukan seseorang yang memiliki hobi yang sama denganmu, kau pasti akan sangat ingin berbicara dengannya. Tidak peduli hobi, game, komik, apa pun itu… Itu adalah naluri yang alami bagi kita untuk menemukan teman yang sama dan berkumpul bersama."
Kurusu pun mengangguk seolah dia sudah mengerti apa yang sedang aku katakan, dan matanya bersinar dengan penuh imajinasi.
Sulit rasanya untuk mengatakannya ketika dia sangat berekspektasi seperti itu...
Karena aku akan memberitahukan padanya sebuah kebenaran yang menyedihkan. Rasanya seperti aku sedang mempermainkan perasaan Kurusu dengan mengangkat suasana hatinya dan kemudian menjatuhkannya.
Sembari merasa bersalah, aku memutuskan untuk terus berbicara dengan Kurusu, yang terlihat sangat antusias.
"Yah, Kurusu. Aku ingin kau mendengarkanku tanpa merasa patah semangat."
(Umm...? Dia seolah terlihat seperti menyesal)
“Hobi itu memang bermacam-macam. Namun sayangnya, kerajinan tangan wol walaupun sudah terkenal, tidak banyak anak SMA yang menjadikannya sebagai hobi. Setidaknya, aku hanya kenal satu orang yang memiliki hobi itu, yaitu kau, Kurusu.”
(…Kerajinan tangan wol sangatlah lucu, tapi aku memang belum melihat orang lain yang melakukannya juga)
“Dan kenyataannya, untuk bisa menarik minat orang lain, kita harus memiliki sesuatu yang dapat diterima oleh kebanyakan orang.”
(Kenyataan itu memang pahit dan sangat kejam...)
"Tapi jangan berkecil hati! Kenapa kau tidak membuat hobi baru saja?"
【Berbohong?】 (Aku pikir berbohong itu... tidak baik.)
"Tidak, tidak. Memang benar pada awalnya kau akan memulainya karena aku yang menyuruhmu. Tetapi seiring berjalannya waktu jika kau terus melakukannya, kau akan mulai menikmatinya dan mulai antusias dalam melakukannya. Dan tanpa kau sadari, kau akan ketagihan. Yah, dengan kata lain, jika kau menjadikannya sebagai rutinitas, itu akan menjadi hobi dengan sendirinya."
【Konsisten】
“Ya, tapi aku tidak akan menyuruhmu melakukan sesuatu yang benar-benar tidak cocok denganmu, karena itu hanya akan membuatmu stres. Sekarang, aku sedang mencoba mencari beberapa hal lain yang bagus untuk dijadikan sebagai hobi baru Kurusu.”
【Banyak hobi?】
“Agar lebih mudah dalam berbicara dengan orang-orang, ada baiknya kita memiliki banyak topik yang dapat kita bicarakan. Kau tahu, jika kau memiliki banyak hobi, maka secara tidak langsung kau akan dapat bergaul dengan lebih banyak orang. Misal hari ini kau dapat hang out bersama teman gamingmu, terus besoknya kau bisa ke batting center dengan orang-orang yang suka dengan baseball, dan lainnya.”
【Kamu punya banyak hobi?】
"Hanya pengetahuan umumnya saja."
【Kamu memang ahlinya】 (…Kamu tidak pernah berhenti belajar, tidak peduli untuk apapun itu. Aku ingin belajar dari sikapnya ini.)
...Itu sedikit menyakiti hatiku ketika dia memujiku dengan tulus untuk sikap perhitunganku itu. [TN: Maksudnya sikap perhitungan, jadi Kaburagi belajar banyak hal hanya sampai sekedar tahu saja, tapi dia bisa memanfaatkan itu untuk bisa bergaul dengan siapa saja.]
Nah, dalam kasusku, itu bukanlah hobi karena aku hanya memanfaatkannya untuk dapat bergaul dengan orang-orang.
Misalnya, aku berbicara tentang hal-hal yang menarik minat guru untuk membuatnya terkesan, atau berbicara tentang trend saat ini dengan teman-teman sekelasku agar aku terlihat selalu update...dan sebagainya.
Aku tidak akan menyuruh Kurusu melakukan itu, karena akan sulit baginya melakukan hal seperti itu secara tiba-tiba.
"Oke, jadi sekarang kita akan memikirkan hobi baru untuk Kurusu."
【Bersemangat】
“Jadi, bagaimana kalau hobi yang berhubungan dengan kecantikan? Misalnya seperti make up, pakaian atau aksesoris yang lucu gitu.”
【Tidak tertarik】 (Tapi kalau Kaburagi-kun bilang begitu, aku harus melakukannya...)
"Tidak, jika kau tidak tertarik, maka abaikan saja. Maksudnya, perkatakaanku jelas tidak mutlak, kan? Itu hanya opiniku saja."
【Rendah hati…】 (...Kaburagi-kun tidak pernah salah, kan?)
"Kau terlalu berlebihan... Yah, untuk saat ini, yang ku katakan memang belum ada yang berakibat buruk."
Sebenarnya, aku punya firasat. Jika Kurusu tertarik pada hal-hal modis seperti itu, orang-orang pasti akan berbondong-bondong mendatanginya.
Aku yakin banyak sekali orang yang akan tertarik dengan keimutannya yang polos itu.
Tapi, ternyata bukan itu yang Kurusu inginkan.
Kalau begitu, hal lain yang sekiranya akan berguna baginya kedepannya dan menarik perhatian orang-orang…
"Btw, apa yang biasanya Kurusu makan saat jam istirahat siang? Bento?"
【Roti】
"Maksudmu, kau selalu membelinya? Nah, apakah kau tertarik untuk memasak?"
【Iya】 (Aku belum pernah mencobanya, tapi...aku ingin mencobanya. Walaupun aku pasti akan membuatnya gosong...)
Jadi kau tertarik, tapi tidak pandai dalam hal itu.
Yah, dia pasti akan bisa melakukannya nanti sembari aku mengajarinya.
“Oke, sudah diputuskan. Kau akan mulai belajar memasak agar dapat membuat bento yang lucu. Aku akan mengajarimu cara membuatnya.”
【Lucu?】 (...Apakah itu penuh dengan makanan berbentuk karakter yang imut? Terlihat sulit)
“Seperti yang bisa kau bayangkan, kita dapat menggunakan cetakan untuk membuatnya. Tapi yang terpenting adalah membuatnya terlihat handmade (buatan sendiri). Soalnya, ketika Kurusu yang tidak banyak bicara ternyata dapat membuat bento yang lucu, bukankah itu akan sangat menarik perhatian?”
Atas saranku, Kurusu menutup matanya dan mulai berpikir.
Aku sedikit tertawa dengan imajinasi menggemaskan yang sedang dibayangkannya di kepalanya.
...Sosis berbentuk gurita, apel berbentuk kelinci yang kekanak-kanakan, yah, aku dapat mengajarinya semuanya kalau dia mau.
Kurusu pun tersadar dari fantasinya, menegakkan posturnya dan membungkuk padaku.
(...Aku mengerti. Karena Kaburagi-kun merekomendasikannya, aku akan melakukannya mulai sekarang.)
"Eh… Bahkan jika itu rekomendasiku, kalau kau memang tidak menyukainya, katakan saja, ya?"
【Perkataan master itu mutlak.】
"Kurasa tidak. Penting bagimu untuk mendengarkan dan memberikan pendapat."
【Hukuman mati jika melanggar perintah master.】
"Oi, itu gelap sekali..."
Aku khawatir karena dia jelas tidak bercanda dengan hal ini, bahkan dia mengatakannya dengan penuh semangat.
Yah, ini bukan pertama kalinya, tapi dia memang terlalu serius.
"Btw, ini adalah foto bento yang aku buat sebelumnya. Teman-teman di kelas sepertinya menyukainya."
【Terlihat enak】 (...Kaburagi-kun bisa melakukan apa saja, dia memang luar biasa)
"Terima kasih. Kurusu juga akan bisa melakukannya nanti.”
【Aku akan bekerja keras】
"Dan ketika kau sudah terbiasa membuat bentomu sendiri..."
(Ketika aku sudah terbiasa membuatnya...apakah kita akan piknik bersama?)
"Kita akan makan siang bersama dengan teman-temanku...umm, Kurusu?"
Kurusu pun membeku dan dia berhenti bergerak.
Aku melambaikan tanganku di depannya sambil mengatakan, ‘Apakah kau sudah sadar?’. Lalu, Kurusu menoleh ke arahku dengan kaku seperti mesin.
【Mustahil】 (Aku mengagumi orang-orang yang berkilau sepertimu...tapi aku tidak akan bisa)
“Kau tidak akan mati. Jika kau ingin mulai disukai oleh orang-orang, menurutku mereka yang paling mudah untuk dijadikan sebagai permulaan. Aku bisa memperkenalkan mereka padamu, dan Kurusu juga sudah mulai lancar kan dalam berinteraksi.”
Kurusu pun mengerutkan keningnya dan memberiku tatapan yang sulit.
Yah, kau pasti sedang sangat dilema. Itu memang tidak bisa dihindari.
Aku bisa memahami perasaan itu.
Karena satu-satunya orang yang dia ajak bicara sejauh ini hanyalah aku dan sensei, jadi dia pasti takut untuk memulai hubungan dengan orang-orang baru.
…Dan rasa cemas yang mungkin dia rasakan sangatlah valid.
Teman-temanku sendiri mungkin akan terkejut saat aku tiba-tiba memperkenalkan Kurusu pada mereka, tapi aku yakin mereka pasti akan menerimanya.
Yah, setidaknya mereka pasti akan menggodanya dengan mengatakan, ‘Pacarnya Ritsu ya?’.
Dan pertanyaan sebenarnya adalah apakah Kurusu akan bisa bergaul dengan mereka setelah aku memperkenalkannya.
Aku akan memberinya kesempatan, dan selebihnya akan ku serahkan pada Kurusu sendiri untuk mengambil langkah pertamanya dengan sedikit keberaniannya.
Mungkin Hinamori akan menjadi pilihan yang baik untuk dijadikan target awal.
Dia akan selalu berakting untuk bersikap ramah di awal, jadi ini pertaruhan yang aman...kan?
Sementara aku memikirkan berbagai macam skenario itu, tiba-tiba Kurusu meraih lengan bajuku.
Ketika aku memandangnya kembali, dia menggelengkan kepalanya dari sisi ke sisi dan menunjukkan padaku bahwa dia tidak ingin diperkenalkan olehku.
"Jadi kau tidak mau...apakah ada seseorang yang tidak kau suka diantara mereka?"
【Tidak】 (...menumpang untuk diperkenalkan. Itu bukan hal yang baik)
“Sudah, tidak usah malu-malu. Mereka tidak akan memperlakukan Kurusu dengan buruk hanya karena kau baru bertemu dengan mereka untuk pertama kalinya.”
Namun, Kurusu tetap menggelengkan kepalanya.
...Bahkan dalam pikirannya, yang kudengar hanyalah penolakannya yang jelas.
Teks yang dia tulis kenyataannya cocok dengan suara hatinya.
Aku tidak menyangka dia akan begitu keras kepala seperti ini…
Walaupun terlihat kebingungan, dia tetap mencoba yang terbaik untuk menuliskan apa yang ingin dia sampaikan di tabletnya.
Tetapi kali ini sepertinya sangat panjang, sehingga dia mengeluarkan selembar kertas dan mulai menulis di atasnya.
【Aku senang kamu sudah ingin mencoba memperkenalkanku pada mereka. Tapi jika kita akan berteman, aku ingin memperkenalkan diriku sendiri, bukan melalui Kaburagi-kun. Aku ingin kamu melihatku tumbuh, aku ingin kamu melihat bahwa aku dapat melakukan apa yang sudah kamu ajarkan kepadaku】
Dia menatapku dengan mata yang serius.
...Dia benar-benar kuat, sungguh.
──Aku akan mengurusnya.
──Aku akan menyiapkan panggung untuknya.
──Jika aku dapat memahami masalah-masalahnya, maka aku pasti dapat memecahkan masalah-masalahnya dengan mudah.
Aku selalu memikirkan hal tersebut, tapi sepertinya…itu hanya untuk memuaskan egoku sendiri.
Dia memang belajar dariku, tetapi dia tetap berpikir untuk dapat melakukannya sendiri pada akhirnya.
Akan lebih mudah untuk menyerahkan semuanya padaku. Ya, itu akan jauh lebih mudah.
Tapi, dia tidak mau memilih itu.
Aku jadi benar-benar memikirkan sifatnya itu...
Kejujurannya, kesungguhannya, dan kerja kerasnya tanpa niat tersembunyi sedikit pun. Hal itu terlalu mempesona bagiku.
Aku pun meregangkan bahuku dan tertawa.
"Kurusu... kau benar-benar serius ya."
【Tidak baik?】
"Tidak, bukan begitu. Hanya saja, tidak mudah untuk membangun kesan pertama dan mencoba untuk mengakrabkan diri."
【Praktek】
"Kau bisa saja membuat kesalahan dan kehilangan semangatmu, tahu?"
【Jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali】 (...Aku tidak akan patah semangat. Aku ingin bisa berdiri sendiri)
"Haha. Yap itu pola pikir yang sangat bagus."
Semua orang ingin mengambil jalan keluar yang mudah.
Di sisi lain, Kurusu, telah memilih jalan yang sulit.
Akhirnya dia telah lulus dari bimbinganku, dan dia akan mencoba menghadapinya sendiri.
Aku tidak berpikir Kurusu lah yang akan memintaku untuk melepaskannya.
Padahal aku telah berencana untuk memberitahunya cepat atau lambat. [TN: Maksudnya memberitahu Kurusu untuk mencoba bergaul sendiri, tanpa harus tergantung dengan saran-saran Kaburagi]
Oke, cukup. Aku sudah pernah memutuskannya di kepalaku kalau aku akan mundur dalam membantunya setelah memberitahukan hal tersebut padanya.
Itu sebabnya, aku senang bahwa dia lah memintaku untuk melakukannya...tapi entah kenapa aku jadi merasa sedikit sedih.
Aku tersenyum padanya dan mengacungkan jempol padanya.
"Baiklah, aku mengerti. Ya, berusahalah yang terbaik ketika Kurusu sudah mendapatkan kepercayaan diri yang cukup. Jika kau akhirnya dapat berteman dengan yang lainnya, perkenalkanlah diriku kepada mereka."
【Ya】 (...Untuk mendapatkan pengakuan dari Kaburagi-kun. Bahkan jika aku gagal, aku akan mencoba lagi)
“Yosh. Kalau begitu, aku akan mengajarimu memasak dan menyiapkan bentomu. Aku akan meminjam ruang kelas praktek ekonomi nanti.” [TN: Di jepang ada kelas Home-Economic, dan salah satu materinya itu memasak.]
【Mohon bimbingannya, Master】
Lagi-lagi dia mengucapkan panggilan itu kepadaku.
Berapa kali lagi ya aku bisa mendengar itu?
Mungkin akan lebih cepat dari yang sudah aku perkirakan sebelumnya.
Sembari menatapnya sekarang, aku memikirkan hal-hal tersebut.
|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment