Chapter Sunyi - Aku yang Tersesat Sebelum Kepindahanku
Aku tidak berbicara.
Jika aku pandai berbicara dengan orang lain, aku mungkin bisa berinteraksi dan bersenang-senang dengan yang lainnya.
Namun, aku sangat buruk dalam hal itu.
Aku tidak bisa menemukan kata-kata yang tepat untuk diucapkan tanpa menyinggung perasaan orang lain.
Selain itu, aku tidak pandai membuat ekspresi di wajahku.
Tidak peduli seberapa banyak aku berlatih, aku hanya bisa membuat ekspresi yang aneh.
Karena itu, orang-orang selalu salah paham denganku.
Aku selalu mendapat masalah karena aku tidak pandai memilih kata-kata yang tepat.
Dan karena aku tidak pandai membuat ekspresi wajah yang tepat, orang-orang menghindariku.
Ini semua salahku.
Jadi, untuk membuat semuanya lebih baik, aku mencoba berkomunikasi dengan mereka secara tertulis.
Tidak seperti kata-kata lisan, kata-kata tertulis tidak akan salah didengar dan lebih jelas secara visual, begitu menurutku.
Jadi aku mencoba yang terbaik.
Aku ingin bersenang-senang seperti orang lain.
Aku ingin punya teman seperti yang lainnya.
Tapi sekali lagi, itu tidak berhasil. Kurasa aku masih belum cukup keras dalam berusaha.
Suatu hari, aku pergi untuk melihat sekolah tempat aku dipindahkan.
Aku penasaran ingin melihat seperti apa tempat itu, karena itu adalah sekolah yang akan aku hadiri kedepannya.
Tapi lokasinya jauh dari stasiun, jadi aku mengandalkan peta di ponselku. Tapi tanpa ku sadari, aku telah tersesat.
Aku mencoba sendiri untuk mencari jalan yang tepat, dan akhirnya aku tiba di sekolah saat matahari mulai terbenam.
Aku akan mencoba untuk tidak tersesat lagi di saat berikutnya.
Aku merasa lega bahwa aku sudah berhasil sampai di sekolah dengan selamat, meskipun ini sudah cukup larut.
Saat aku hendak pulang, salju mulai turun.
Aku harus segera pulang.
Aku berjalan menuju stasiun secepat mungkin.
Tapi kemudian aku mulai kehilangan arah dan tidak tahu dimana aku sedang berada.
Jalan yang gelap telah mengubah penampilannya dari saat siang hari dan tampak berbeda dari sebelumnya.
Aku pun mencoba menelusuri jalan ini...
Tapi tabletku tidak mau hidup.
Sepertinya tabletku terlalu banyak bekerja hingga kehabisan daya.
Apa yang harus aku lakukan? Baterai tabletku mati, dan aku tidak dapat berkomunikasi tanpanya.
Aku tidak bisa bertanya kepada orang-orang di jalan. Aku tidak berbicara...jadi apa yang akan aku lakukan?
Aku bingung, benar-benar bingung.
Cuacanya sangat dingin, dan jari-jariku yang kedinginan terasa sakit.
“Jalan menuju ke stasiun bukanlah lewat sini.”
Kata-kata itu seketika membuat tubuhku terkejut.
Aku tidak berharap seseorang akan berbicara denganku, jadi dadaku berdebar dengan gelisah karena ketegangan yang datang secara tiba-tiba.
Apa yang harus aku lakukan? Aku ingin tahu. Tetapi jika aku melihat ke belakang sekarang, dia akan mengira aku sedang memelototi dirinya.
Aku bersikeras memikirkannya, dan seperti biasa aku kesulitan lagi dengan hal ini.
Aku melirik ke kaki orang yang berbicara denganku, dan aku melihat sepasang sepatu coklat. Dari corak di celananya, aku tahu kalau dia adalah siswa dari sekolah yang akan aku hadiri.
Tetapi aku tidak bisa mengeluarkan sepatah kata pun. Aku harus berani, tapi aku tidak bisa melakukannya.
“...Untuk sekarang, ijinkan aku menunjukkan jalan ke lingkungan sekitar. Kalau kau tidak yakin, ikuti saja satu atau dua langkah dari belakang.”
Aku merasa lega mendengar kata-kata seseorang yang sepertinya paham dengan apa yang sedang aku alami, dan aku pun mengikutinya dari belakang.
Setelah berjalan selama beberapa saat, kami pun tiba di jalan yang terang benderang dan mencapai tempat yang bisa aku kenali.
Kemudian dia berkata kepadaku, ‘Kalau sudah sampai sejauh ini, sisanya tinggal lurus ke depan. Semoga sukses dengan sisa perjalananmu.’.
Dia mengatakannya dan pergi tanpa menunggu responku.
Seolah-olah dia sudah tahu kalau aku tidak pandai dalam berbicara...
Itu terjadi begitu cepat sehingga aku tidak sempat untuk mengatakan apa pun.
Seharusnya…aku mengatakan ‘Terima kasih’ padanya.
Aku menghela napas dan melihat ke arah langit.
──Itu adalah suara yang lembut dan baik. Aku tidak akan pernah melupakan itu.
Aku pun berjanji pada diriku sendiri bahwa aku tidak akan pernah melupakannya.
Akhirnya aku memiliki sesuatu yang aku nantikan di dalam kehidupan sekolahku yang mengkhawatirkan.
Sejak hari ini, aku ingin bertemu lagi dengan orang itu.
Jika aku mendapat kesempatan untuk berbicara dengannya…yap. Aku akan berterima kasih padanya.
Suatu saat nanti, jika aku bertemu dengannya lagi.
|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment