-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Dokuzetsu Kuudere Bishoujo Volume 5 Prolog

Prolog

¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯¯

Pada hari itu, setelah matahari terbenam, cuaca yang sangat dingin menyelimuti seluruh kota.

    “Dinginnya...”

Di antara permukiman di tengah kota dan diterangi lampu-lampu jalanan yang bersinar, Naoya melangkah dengan cepat. Meskipun ia mengencangkan bagian depan mantelnya dengan erat, serta memakai pakaian pelindung dari dingin seperti masker dan sarung tangan dengan baik, dinginnya angin yang masuk melalui celah-celah pakaiannya itu masih berhasil merenggut panas tubuhnya tanpa belas kasihan. Napas yang dihembuskannya berwarna putih, dan giginya berderak.

Di tengah-tengah suasana itu, ia melihat sebuah toko di pinggir jalan dengan spanduk bertuliskan roti daging kukus. Meskipun toko itu terlihat cukup hangat dan menarik, Naoya menolak godaan itu dan terus melaju meneruskan langkahnya.

Akhirnya, ia tiba di sebuah rumah yang terlihat seperti baru saja dibangun.

Ketika ia berdiri di depan pintu, terlihat sebuah lampu menyala dan menyinari nama “Sasahara” yang tertera pada sebuah plakat. Saat ia membuka pintu, ia merasa senang dengan suhu hangat yang menyambutnya. Naoya menghela napas kecil dan memanggil ke dalam rumah.

    “Aku pulang!”

    “Oh, kamu pulang lebih awal dari biasanya.”

Dari dalam rumah, tiba-tiba muncul sosok Koyuki. Ia mengenakan jumper dan celana jeans yang terlihat sederhana dan polos. Rambutnya disanggul dengan sederhana, dan mengenakan apron. Sepertinya ia sedang mempersiapkan makan malam.

Dengan lap di tangannya, ia datang ke arah Naoya yang sedang melepas sepatunya dan menatapnya dengan seksama,

    “Loh, kamu pulang lebih awal satu jam dari biasanya. Jangan-jangan kamu dipecat dari kantor ya?”

    “Tidak, tidak. Karena aku bekerja keras hari ini, jadinya diizinkan pulang lebih cepat.”, jawab Naoya.

    “Bukannya sedang tidak ada pekerjaan yang terlalu sulit ya akhir-akhir ini…?”

    “Bukan begitu, tadi tiba-tiba cucu presiden di kantorku hilang. Lalu aku pun menemukannya dengan cepat, dan diberi tanda terima kasih.”

    “Hah, ada kejadian seperti itu lagi…? Bukannya tempo hari ada kejadian yang lainnya juga?”

    “Oh iya, waktu itu aku menyelesaikan pertengkaran antara bos mitra bisnis dengan istrinya. Dan juga──”

Ketika Naoya menceritakan detail insiden lainnya, Koyuki menekan dahinya dengan tangannya dan mengerang.

    “Sungguh, kamu benar-benar belum berubah ya dari dulu. Aku harap kamu bisa belajar untuk lebih tenang lagi.”

    “Hahaha, jangan bilang begitu.”

Setelah melepas sepatunya dan mantelnya, Naoya tersenyum pada Koyuki,

    “Kalau kau bilang aku belum berubah sejak dulu, Koyuki juga masih cantik seperti dulu.

    “Iya-iya, tidak usah basa-basi deh. Ayo cepat makan malam, dia sudah menunggu kita.”

Tanpa memperhatikan rayuan Naoya, Koyuki pun langsung mengangkat kakinya. Namun, dengan segera ia membalikkan tubuhnya.

    “Ah iya, aku lupa,” kata Koyuki sambil menaruh tangannya di bahu Naoya dan sedikit menunduk, lalu──.

Chup.

Suara lembut dari bibir yang saling bersentuhan bergema di dalam rumah yang terasa hangat.

Koyuki dengan lembut melepaskan bibirnya, dan dengan sedikit rona merah di pipinya ia berkata,

    “Selamat datang di rumah, sayang.”

    “Aku pulang, istriku.”

Naoya menjawab dengan senyuman, dan kemudian── ia terbangun.

    “Haa…!??”

Chirp, chirp, chirp.

Terdengar burung-burung kecil bersiul di luar jendela. Ketika melihat ke sekitar, ia hanya melihat kamarnya yang sudah ia kenal dengan baik. Istri yang cantik itu tidak ada di mana-mana. Cahaya lembut masuk melalui celah-celah tirai, udara segar peralihan dari musim gugur ke musim dingin dengan cepat menyejukkan kepala Naoya yang terbangun. Dengan perlahan Naoya bangkit, duduk di tepi tempat tidur, dan menghela napas panjang.

    “Sungguh mimpi yang memalukan, aku…”, ujar Naoya sambil memegangi kepalanya.

Naoya merasa sangat malu hingga kepalanya terasa sakit, namun ia tidak akan menyangka bahwa ia akan benar-benar merasakan kehidupan pasangan suami-istri baru itu tiga hari kemudian. 

Tentu saja, ia tidak bisa menebak sejauh itu.

 

|| Previous || ToC || Next Chapter ||

Post a Comment

Post a Comment

close