Ekstra 1 - Sebanyak itu?
"....."
Pelajaran pertama adalah tentang masyarakat modern. Suara kapur yang menghantam papan tulis memenuhi ruang kelas yang tadinya sunyi. Di depan berdiri guru dengan buku pelajaran terbuka, berbicara tanpa henti dan kami duduk di belakang, hanya menyalin semuanya, mendengarkan dengan rasa takut dan bosan. Aku menggerakkan penaku di atas kertas seperti orang gila, namun aku merasa sangat bosan.
.... Apa tidak ada cara lain untuk memompa motivasiku?
Saat aku menggaruk-garuk kepala, tangan guru berhenti saat dia meletakkan kapur di papan tulis, membolak-balik halaman. Akhirnya, aku bisa beristirahat sejenak. Kami para siswa menggunakan waktu ini untuk memeriksa pena atau menggaruk hidung, memeriksa poni dan yang lainnya.
Aku ingin tahu apa yang dilakukan Natsukawa di belakangku... Dia tidak bersuara. Aku penasaran sekarang. Apa tidak ada cara lain yang bisa kulakukan untuk memeriksanya... Oke, aku tahu cara yang tepat.
Aku meletakkan siku di atas mejaku, berpura-pura mengendur, sambil menggunakan jendela di sebelah kiriku untuk memeriksa bayangan Natsukawa-hanya untuk merasakan ketakutan yang luar biasa.
"... Ugah?!"
"Eh? A-Apa?"
"Apa itu tadi?"
Gaaaaaaaaaah! Aku lupa akan luka di tangan kiriku! Rasa sakitnya membuatku kewalahan, memaksaku untuk menggenggam pergelangan tangan kiriku dengan kesakitan. Karena perban masih melilit tanganku, dari luar tidak terlihat terlalu buruk yang membuatku melupakan semuanya. Aku kebetulan menikam rahangku sendiri tepat di telapak tanganku, benar-benar mengacaukannya.
Lu bodoh sekali sih, Sajou Wataru..
"... Ada apa, Sajou?"
"Tidak, bukan apa-apa."
Sensei menatapku, mencari tahu apa yang telah terjadi. Sambil meringis kesakitan, entah bagaimana aku berhasil merespon.
S-Sangat memalukan... Jika ada lubang di sekitar sini, aku akan melakukan Lupin dive langsung ke dalamnya.
"... Baka."
Aku mendengar suara kecewa dari belakangku. Benar-benar kecewa, aku meletakkan tanganku di atas lutut dan duduk diam selama sisa pelajaran.
* * *
Menjalani hidup tanpa tangan kiri? Tenang saja!
Sebelum hari itu dimulai, aku sangat percaya diri, tetapi tidak lama kemudian aku berteriak kesakitan untuk ketiga kalinya karena aku dengan ceroboh mencoba mengambil sesuatu dengan tangan kiriku. Ditambah dengan kejadian sebelumnya, aku menyadari bahwa secara tidak sadar, aku terlalu mengandalkan tangan kiriku.
Mungkin... aku memang kidal seumur hidupku?
".. Sial."
"Kamu sepertinya sedikit kesulitan, Sajocchi."
"Ini terlalu berlebihan."
Kelas berakhir dan aku menatap tangan kiriku sambil menghela nafas, ketika Ashida memanggilku. Di belakangnya ada Natsukawa, seperti biasa. Pada awalnya, dia juga mengkhawatirkanku. Ketika aku pertama kali berteriak kesakitan, dia bergegas memeriksaku.
Jujur saja, aku senang dengan cedera ini.. awalnya sih
Karena neraka baru saja dimulai. Orang-orang di sekitar berhenti menggangguku... Natsukawa menjadi kesal karena kecanggunganku... Yamazaki dan NPC lain mengarah tatapan seolah-olah mengatakan 'Mencoba mencari perhatian?'
Aku bersumpah, aku akan membiarkan mereka memakan kepalan tanganku saat istirahat makan siang berikutnya. Aku menunjukkan senyum seorang penjahat sambil memelototi Yamazaki imajiner, bersumpah akan membalas dendam.
"S-Sial, kau pikir aku akan menyerah karena ini.. Tidak, bung! Jangan meremehkan kegigihanku. Aku yakin dengan ketangguhan tubuhku. Aku akan menunjukkan pada kalian semua...!"
"Kenapa kamu memelototi mereka seperti itu?"
"Jika kamu tidak berhati-hati, kamu hanya akan memperburuk keadaan."
Begitu kata Ashida dan Natsukawa, tapi aku tidak bisa membiarkannya. Gadis-gadis itu baik-baik saja dan cantik, tapi anak laki-laki itu... bajingan itu, mereka akan menderita. Mereka menggunakan setiap kesempatan yang mereka dapat untuk menyeringai dan mengejekku. Aku tidak akan kalah dari mereka!
"Aku sudah muak dengan mereka. Awas aja kalian."
"Sudah kubilang, nggak usah mikirin omongan mereka! Jika kamu tidak berhenti, aku akan memberitahu Kakakmu!"
"Ehh?! Um, itu curang sekali."
"Kamu hanya tidak tahu kapan harus menyerah."
"Huhh..."
"Sama sekali tidak lucu," komentar Ashida setelah melihat pertukananku dengan Natsukawa.
Dengan Natsukawa yang terlahir sebagai Kakak perempuan, ia tahu persis, tombol mana yang harus ditekan untuk memarahiku. Ini merupakan tanda bahwa dia mencemaskanku. Jadi aku merasa senang, tetapi aku tidak bisa bersantai dulu. Bagaimanapun juga, mata pelajaran yang dijanjikan telah tiba, mata pelajaran yang hanya ada dua kali dalam minggu ini.
Olahraga..
Dengan Festival Olahraga yang akan datang, kelas-kelas akan fokus pada olahraga bola. Siswa kelas 2 memiliki hak untuk menggunakan lapangan olahraga, jadi kami pindah ke aula olahraga. Jelas, hal itu membatasi kami dalam hal latihan.
Menyerang dan bertahan, satu langkah ke depan dan satu langkah ke belakang, pertandingan semakin memanas... dan aku duduk di sisi aula karena aku tidak bisa berpartisipasi, jelas.
Para bajingan itu sekali lagi menertawakanku. Gadis-gadis itu mencibir betapa lemahnya diriku saat ini. Mencoba menahan rasa malu ini... Memikirkan skenario ini saja sudah membuatku merinding. Aku tidak bisa membiarkan ini berakhir hanya dengan menonton saja. Aku harus berpartisipasi di suatu tempat.
"...!"
"Apa hanya aku atau Sajou yang bersemangat?"
"Bocah itu. Apa dia baik-baik saja?"
* * *
Jam pelajaran ketiga telah tiba, yang berarti sudah waktunya untuk pelajaran olahraga. Para siswi menuju ke ruang ganti, sedangkan para siswa laki-laki di dalam kelas.
... Akhirnya tiba juga waktunya, ya?
"Hei hei, Sajou? Apa kau perlu ganti baju?"
"Bukankah lebih baik kau beristirahat saja?"
"K-Kalian..."
"Orang yang punya pacar tidak usah ikut-ikutan."
"Ugh..."
Sasaki berteriak untuk menimpali dan melindungiku dari Yamazaki dan Iwata yang menyeringai padaku, tapi mereka membungkamnya lebih cepat daripada yang pernah dilakukan Natsukawa padaku. Sepertinya perdebatan mereka sangat efektif karena ia hanya tersipu dan tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Juga, Sasaki! Sejak kapan kau berubah menjadi laki-laki seperti itu! Lebih tepatnya mereka yang punya pacar tidak punya hak untuk berdebat di sini!
"Jangan meremehkanku. Aku akan menjadi wasit utama kalian hari ini. Bola basket, bola voli, bola tangan dan tenis meja. Aku hafal semua peraturan dari setiap cabang olahraga. Aku bisa memutuskan kapan kalian mendapatkan poin...dan kapan kalian tidak. Dan aku baru saja memutuskan... bahwa semua poin kalian tidak akan dihitung."
"Hah?! Itu bermain kotor, Sajou!"
"Apa kau benar-benar seorang wasit yang hebat seperti itu?"
Itu benar. Bahkan jika aku tidak terluka dan berencana untuk berpartisipasi di kelas hari ini, dua anak laki-laki akan ditugaskan untuk menjadi wasit atau menangani hal-hal lain. Jadi, meskipun orang yang cedera sepertiku ada di sini, itu tidak akan mengubah apa pun. Tapi, aku bisa memanfaatkannya untuk keuntunganku. Aku masih punya harapan.
"... Baiklah."
Aku memastikan untuk membetulkan perbanku dan menuju ke ruang olahraga. Para gadis sepertinya sudah selesai berganti pakaian dan berkumpul. Di tengah-tengah itu, aku melihat Ichinose-san. Ketika mata kami bertemu, dia menatapku dengan ekspresi khawatir dan berlari menghampiriku.
Apa memang ada alasan untuk bersikap tertutup seperti ini? Mungkin dia tidak ingin terlihat bersamaku...?
Tentu saja, tatapannya mengembara ke tangan kiriku. Musim mulai terasa dingin, tapi kami para siswa SMA masih mengenakan kaos biasa. Tidak seperti seragam sekolah kami, penampilan ini menunjukkan tangan kiriku dengan lebih jelas. Jadi, melihat perban dan semuanya pasti membuatnya khawatir.
"S-Sajou-kun, aku benar-benar berpikir kamu harus duduk diam untuk hari ini..."
"Jangan khawatir. Aku akan jadi wasit hari ini. Jadi, aku bisa santai. Aku tidak akan menggunakan tangan kiriku."
"....."
Meskipun aku berusaha meyakinkannya, ekspresi khawatirnya tidak hilang.
Maafkan aku, Ichinose-san... Tapi terkadang, kami para pria tidak bisa mundur dari pertarungan. Jika aku tetap jinak sekarang, mereka tidak akan pernah membiarkanku hidup. Aku harus berjuang untuk kehidupan SMA-ku.
"... Ah! Hei, Wataru!"
"Uhh..."
Setelah itu, Natsukawa dan Ashida memasuki aula olahraga. Saat Natsukawa melihatku, dia langsung berlari menghampiri.
Ya, dia jelas marah... Itu membuatku takut.
"Kenapa kamu memakai pakaian olahraga?! Kamu tidak berpikir untuk ikut, kan!?"
"T-Tidak, aku hanya akan duduk diam kok. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang membuat cederanya semakin parah! Benarkan, Ashida?"
"Kata-kata yang diucapkan tidak bisa ditanggapi, Sajocchi."
"Oh... Oke...?"
Aku dengan panik mencoba mencari alasan dan menengok ke arah Ashida, tapi dia sama sekali tidak terlihat berada di pihakku. Sebaliknya, hampir teralihkan perhatiannya. Aku bisa melihat api samar-samar menyala di matanya.
"... Apa gadis-gadis itu sedang bermain voli?"
"Dia sudah berada di dunianya sendiri."
"Ugh..."
Natsukawa menunjukkan senyuman kecut, saat Ichinose-san terhuyung ke belakang, tidak mampu menghadapi serangan yang datang dari Ashida secara langsung. Aku menduga dia tidak menyukai semua gairah dan kegembiraan yang biasanya kau temukan di klub. Tapi melihat orang lain sama bersemangatnya denganku, membuat semangatku sedikit mereda. Aku harus masuk ke dalam permainan.
"... Laki-laki dan perempuan dipisahkan, kan?"
"Untuk hari ini, kamu tidak diperbolehkan ikut. Duduk diam dan menonton saja."
"A-Aku menolak..."
"Egois sekali... Aku tidak mau tahu kalau kamu merengek nanti."
"Siap, Bu..."
Saat kami berbicara, semakin banyak siswa yang memasuki ruang olahraga. Dan akhirnya, guru olahraga tiba sehingga kami semua berkumpul. Peregangan selesai, anak laki-laki dan perempuan dipisahkan. Anak laki-laki bermain basket, sedangkan anak perempuan bermain voli.
Bola basket, ya? Menyenangkan sekali... aku ingin sekali ikut.
"Sajou, kau pegang papan skor."
"Hah...? Tidak, um, bisakah aku menjadi wasit-"
"Apa yang kau bicarakan? Itu akan memaksamu berlarian sepanjang waktu. Tidak mungkin kau melakukan itu dengan cederamu."
"I-Itu..."
"Tidak ada tapi. Pergilah."
"Um, tunggu..."
K-Kau...! Kau merusak rencanaku yang sempurna...! Tapi, tunggu... Aku masih bisa melakukan sesuatu meskipun aku hanya menangani papan skor. Seperti pemandu sorak saat piala dunia... Jadi jika aku melakukannya dengan benar, maka-Ya, tentu saja itu tidak akan terjadi.
"Astaga..."
Aula olahraga dibagi menjadi dua, sisi yang lebih dekat ke panggung disiapkan untuk anak laki-laki dan lapangan basket mereka, separuh lainnya adalah lapangan voli untuk anak perempuan. Aku meraih keranjang dengan peluit dan kain bertuliskan angka di bawah lenganku, mendorong papan skor dari gudang kecil ke dalam aula.
Phew, ini pekerjaan berat yang butuh persiapan..Canda, tunggu. Apa aku hanya melakukan pekerjaan serabutan?
"Terima kasih banyak, Cacat-san."
"Berisik lu ajg."
Yamazaki dengan cepat menghindari tendanganku. Sambil melipat tubuhnya, dia tertawa seram sambil melompat mundur. Dia benar-benar menyia-nyiakan wajah dan tinggi badannya dengan bersikap menyeramkan. Aku rasa dia tidak akan populer dalam waktu dekat. Di bawah keputusan sang guru, pemain utama diumumkan sebagai Yamazaki dari klub basket. Dia mungkin ingin membagi anak-anak menjadi tiga kelompok. Itu masuk akal.
Tapi haruskah dia benar-benar meminta seseorang dari klub basket untuk menanganinya?
"Sepertinya kau tidak bisa menjadi wasit, Sajou... Kehehe."
"Ugh...!"
Sialan kau...! Tapi aku tidak bisa memulai perkelahian di depan semua orang atau aku akan menjadi orang yang lumpuh... Daripada mengacaukan dengan mencuri perannya, aku harus fokus untuk tidak mengacaukan skor. Tunggu kesempatanmu, Sajou Wataru...!
'U-Um, Sensei?'
'Hm? Ah, benar. Hei, Sajou!'
"Hm? Ya!"
"Ganti!"
"... Apa?"
* * *
"... Sajou-kun! Tolong ambilkan bolanya!"
"Shaap!"
Melihat ke arah yang ditunjuk gadis itu, aku melihat sebuah bola voli berwarna biru, kuning dan putih. Dan aku berlari mengejarnya seperti seekor anjing sungguhan. Aku menghentikannya sebelum bola itu menggelinding ke lapangan anak laki-laki dan kemudian melemparkannya ke seberang net. Sesaat kemudian, aku bisa melihat sebuah bayangan melompat ke samping net di sudut mataku.
"Ambil ini! Hup!"
"A-Aku berhasil... Ah?!"
"Hampir saja!"
Bola yang melesat ke arah tanah diambil dengan penerimaan dari seorang gadis lain. Aku menduga dia pasti tidak banyak berolahraga setiap hari, karena sudut lemparannya tidak tepat, karena bola terbang ke samping.
"Maafkan aku, Sajou-kun!"
"Santai saja!"
Aku sekali lagi berlari mengejar bola berikutnya. Karena putarannya yang aneh, bola itu sempat mempermainkanku sejenak, tetapi akhirnya aku berhasil menangkapnya. Perasaan keberhasilan yang aneh ini membuatku menyeka keringatku. Tugas baruku... menjadi ball boy untuk anak-anak perempuan. Salah satu gadis tidak bisa ikut serta dan hanya menonton dari pinggir lapangan. Jadi, aku datang untuk membantu.
"Hehe, terima kasih, Sajou-kun."
"Bukan masalah besar."
Gadis itu mengedipkan mata dan menjulurkan lidahnya. Dipasangkan dengan keringat tipis di wajahnya, senyum itu benar-benar memberikan damage. Aku akhirnya menyadari... Di sinilah seharusnya aku berada.
Kalian para bajingan, pergilah bersenang-senang di pesta sosis kalian!
"Selanjutnya! Hup!"
"Eeek?!"
"Whoa?!"
Pukulan keras lainnya menghantam net, gadis itu tidak dapat menerimanya, saat bola melesat melewatiku. Bola itu menghantam dinding dengan suara keras, kejutannya membuatku tercengang.
"Sajocchi! Kita kehabisan bola!"
"Kau terlalu serius menanggapi hal ini! Gadis-gadis itu tidak bisa menerima pukulan kerasmu! Sial, kau sengaja membuatku berlarian, kan?"
"Tehe. Maaf, aku hanya benar-benar termotivasi."
Tidak seperti anak laki-laki, anak perempuan tidak sedang bertanding. Untuk sebagian besar Festival Olahraga, siswa-siswi kelas tiga yang berpartisipasi dalam pertandingan, jadi kelas di bawahnya hanya berlatih. Setelah latihan lempar dan terima selesai, latihan berikutnya difokuskan pada Ashida yang melakukan spike dan para siswi mencoba melakukan lemparan dan spike. Dari pandangan mataku yang tidak berpengalaman, mereka tampak kesulitan dengan receive...Tapi Ashida juga tidak tahu bagaimana cara menahannya. Berkat itu, aku hampir tidak bisa beristirahat sebagai ball boy.
"Ashida-chan... Ini terlalu sulit untuk pemula seperti kita!"
"Kei, bisakah kamu menahan diri sedikit...?"
Aku tidak menyalahkan reaksi tersebut. Melihat tubuhnya meliuk-liuk setiap kali ia menyiapkan lompatan membuatku menggigil ketakutan. Maksudku, itu sempurna untuk seorang anggota klub voli, tapi tetap saja...
"Tahan... Tahan..."
"Pelan saja, bisa kan?"
"Ya... Seharusnya bisa!"
Aku menggunakan jeda singkat ini untuk melirik ke arah para pemain, karena pertandingan semakin memanas. Yamazaki benar-benar menjalankan perannya sebagai wasit dengan serius. Iwata mengacaukan bidikannya dan ditertawakan.
Tampaknya menyenangkan... Aku ingin sekali bermain dengan mereka.
"Ichinose-san, ini dia!"
"I-Iya..."
Oh, sekarang giliran Ichinose-san?
Aku sedikit khawatir apakah dia bisa menerima bola dengan lengannya yang ramping itu. Aku harus memperhatikannya dengan seksama untuk memastikan dia tidak terluka-
"Huuup!"
"Hah?!"
"Ah?!"
"Apa...?!"
Ashida masih belum terbiasa menahan diri, saat lemparannya melesat ke samping. Bola itu mendarat jauh dari Ichinose-san... dan kurasa aku hanya membayangkan sesuatu, tapi bola itu mengarah tepat padaku-tunggu, bukan hanya aku yang membayangkannya!
"Sajocchi!"
"Wataru!"
"Urk...?!"
Untuk menghentikan bola, aku mendorong kedua tanganku ke depanku-
Tidak, aku tidak bisa! Lebih banyak tekanan pada tangan kiriku membuat cederaku hanya akan bertambah parah! Aku harus menghentikannya dengan tubuhku... Tidak! Itu terlihat sangat menyakitkan! Aku sudah selesai dengan rasa sakit setidaknya selama seminggu lagi! Kalau begitu...!
"... Hngh...!"
Aku percaya pada refleksku dan mencoba melayangkan sebuah jab dengan tangan kananku. Melalui itu, setidaknya aku bisa mengalihkannya, dan-
Apa?!
Sebelum aku menyadari apa yang salah, semuanya sudah terlambat. Segalanya berubah menjadi gerakan lambat. Bola yang seharusnya kuhindari memantul dari tanganku secara diagonal, membentuk sebuah elips, saat bola itu berputar ke depan. Melompat dari tanah dalam kurva Z, bola mengarah langsung ke tubuh bagian bawahku - Oh, Dewi.
"XYWEUCHYWXH?!"
"S-Sajocchiii?!"
Rasanya seperti seseorang menghantamkan palu ke inti tubuhku. Aku kehilangan semua kekuatan untuk tetap berdiri, hampir tidak berhasil tepat waktu untuk membanting lengan kananku ke tanah sehingga aku tidak jatuh sepenuhnya. Karena lantai aula itu berkualitas tinggi, dampaknya sebagian besar kembali ke padaku... Dan tubuh bagian bawahku.
"...! Huff...! Ah...! Ugh...!"
"S-Sajocchi Sajocchi! Jangan mati dulu!"
Aku merasa ingin muntah, seperti mengalami mabuk perjalanan tetapi 500 kali lebih buruk. Rasa sakitnya hampir membuatku berteriak, tetapi harga diriku tidak akan membiarkan hal itu terjadi di depan para gadis. Aku mengerahkan seluruh kekuatan kakiku untuk berdiri lagi, berlutut sambil meletakkan tangan kananku di dahi untuk berpose.
"Ugh... Oooo..."
"Sajocchi!"
Langkah kaki mendekatiku. Setiap langkahnya membuat tanah bergetar sedikit demi sedikit hingga menimbulkan gempa dengan kekuatan.
Tolong... berhenti... pelan-pelan... Jangan berlari.
"Sajocchi! Maafkan aku! Apa kamu baik-baik saja?!"
"....."
"S-Sajocchi...! Oh tidak, apa yang harus kulakukan... Haruskah aku mengusap punggungmu?"
Tolong hentikan. Jangan sentuh aku. Jangan goyangkan aku. Tolong, tinggalkan aku sendiri. Lupakan keberadaanku...
"Atau ... apa kamu lebih suka aku ..."
Hentikan! Jangan merangsang tubuh bagian bawahku dengan tersipu seperti itu! Jangan mendekatiku dengan kaki telanjangmu yang mempesona itu! Jangan membungkuk agar aku bisa melihat sekilas ke dalam bajumu! Dan jangan melihat ke bawah ke tempat itu!
"Aku ... aku baik-baik saja ... Jadi ...!"
"Um..."
Aku menekan telapak tangan kananku di depanku untuk mendesaknya dan melangkah mundur. Setelah dia melakukannya, aku mengerahkan semua kekuatan yang ada di tubuhku untuk bangkit. Aku menyandarkan tubuhku ke dinding di belakangku, berpura-pura tersenyum saat aku pulih.
"Heh... Hehehe..."
"K-Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk tertawa, kau tahu...?"
"Khuehehe..."
"Aku tidak pernah melihat senyuman yang dipaksakan padamu..."
Berhentilah ikut campur. Terimalah ini sebagai senyuman biasaku. Biarkan aku tetap menjaga wajahku. Aku tidak keberatan menjadi budakmu selama setengah tahun ke depan. Aku tidak akan pernah mengolok-olokmu lagi. Aku akan meninggalkan semua kekayaanku di tanganmu.
"Huff ... Huff ... Aku baik-baik saja. Kembalilah."
"O-Oke ... aku minta maaf ..."
"Tidak perlu minta maaf... Lakukan dengan pelan-pelan saja."
"O-Oke!"
Gadis-gadis di kelas kami masih menatapku, tapi aku berpura-pura baik-baik saja. Keinginan untuk muntah perlahan-lahan meninggalkan tubuhku juga. Tapi aku masih harus memeriksa adikku setelah pelajaran ini selesai. Lebih tepatnya, jika semua komponen masih sehat dan utuh. Tidak boleh lebih atau kurang. Kali ini aku tidak boleh salah dalam matematika.
"Um... Berikutnya adalah Aichi!"
"I-Iya!"
Di depanku, Natsukawa memasuki lapangan saat gilirannya tiba.
Benar, aku harus fokus pada pakaian olahraganya untuk saat ini! Karena ukurannya yang ketat, garis di belakangnya benar-benar menonjol. Tolong jangan berpaling dariku! Lakukan itu setelah adikku sehat kembali!
"Huuup!"
"!"
Baiklah! Bagus sekali, Ashida! Kau menahannya dengan baik! Natsukawa pasti bisa melakukan receive yang bersih sekarang. Aku tidak perlu berlari untuk membantunya!
"Hup...!"
"Ichinose-san!"
"Waaah?!"
"Kaorin!"
"Hayah!"
"Operan yang bagus!"
Natsukawa menyambungkan bola dengan indah, saat Ichinose-san dengan canggung mengoper bola dan Kobayashi-san melompat dan menyarangkannya ke sisi lapangan yang berlawanan. Melihat keberhasilan ini, Ashida dengan riang bersorak.
"Kamu juga melakukannya dengan baik, Kei."
"Ehehe, benarkah?"
"Bisakah kamu melakukannya lagi?"
"Tentu saja!"
Ah, begitu menenangkan... Hanya ini yang kubutuhkan. Untuk saat ini, aku hanya ingin melihat para gadis bersikap manis. Dan lupakan tragedi yang baru saja terjadi. Jika kebetulan ada lubang di sekitar, aku ingin pergi ke Brasil.
"....."
"... Hm?"
Tiba-tiba, aku melihat Natsukawa menatapku dengan ekspresi seperti sedang mengunyah sesuatu yang tidak menyenangkan. Dia sepertinya mengingat sesuatu, karena dia berjalan ke sisiku seperti yang biasanya dilakukan Ichinose-san.
T-Tidak, kumohon... Jangan sekarang, Natsukawa-san... Ini tidak baik... Aku mengerti kalau aku sedang memilih-milih sekarang, tapi untuk hari ini, aku lebih suka kalau kau membenci kehadiranku seperti biasanya dan menghindariku seperti hama. Katakan saja kalau aku membuatmu jijik. Bahkan terkadang aku ingin menyendiri.
"N-Nee..."
H-Hentikan... Jangan berbisik di telingaku. Tidak bisakah kita melakukan ini nanti? Kau terlalu dekat. Ini terlarang. Komite moral publik tidak akan membiarkan hal ini. Nafas hangatmu menerpaku...
"A-Apa ..adik kecilmu baik-baik saja?" [TN: Sumpah, dari terjemahan EN dan RAW itu 'Penis'. Tapi, di sini gw ubah ke kata yang lebih bersahabat.]
"?!?!?!?!?!?!"
Musim gugur pertamaku sebagai siswa SMA, aku mengalami cedera parah, tidak dapat menghabiskan hari-hariku dengan tenang. Meskipun tidak memiliki klub, aku tidak bisa beristirahat. Dan sekali lagi, aku menjadi pusat perhatian.
Ekstra 2: Ingin Membantu
Festival Budaya telah berakhir dan suasana tegang dan penuh semangat di dalam kelas telah lama menghilang. Para siswa-siswi pun sudah mulai tenang dan terbiasa dengan kehidupan sekolah yang biasa. Namun, seorang siswi yang duduk di belakang dekat lorong telah kembali ke keadaan normal-Ichinose Mina, seorang gadis pendiam dan mungil yang sangat suka membaca.
"....."
Jam istirahat sedang berlangsung dan Mina mengeluarkan buku pelajarannya untuk mempersiapkan diri menghadapi kelas berikutnya, serta sebuah novel. Ia membukanya dan mulai membaca setiap barisnya. Dengan memusatkan perhatian, ia mampu menenggelamkan suara-suara di sekelilingnya, memasuki dunia cerita atau begitulah seharusnya.
"....."
Ia tidak bisa fokus sedikit pun. Ini adalah sesuatu yang biasanya dia kuasai, tetapi sekarang benar-benar gagal. Tapi, dia punya firasat tentang apa yang mungkin menjadi alasannya. Di depan sebelah kiri, seorang gadis dengan potongan rambut bob berwarna cokelat-Shirai Nonoka. Dia mungkin tidak setingkat dengan Mina, tetapi dia sangat jinak dan dewasa, selalu bersikap baik kepada semua orang. Dia juga suka membaca, tapi dia lebih suka manga shojo daripada novel. Jadi, dia memiliki jangkauan yang lebih luas untuk dikerjakan.
Dan ada seorang gadis lain yang berambut hitam pendek. Dia duduk di sisi seberang kelas, juga seperti Mina dalam artian dia hanya memiliki satu anak laki-laki yang bisa dia percayai-Okamoto Aoi. Dia adalah seorang pembaca seperti dua orang lainnya, tapi dia juga masuk ke arah pembaca manga shojo. Tapi dengan keduanya, Mina bisa berbicara tentang buku-buku favoritnya dan karakter-karakter yang sangat dia sukai.
Dan sekarang, mereka berdua tinggal berdua saja, duduk di kursi mereka, menunduk. Ketika periode kedua dimulai, mereka berdua sangat tegas dalam menghabiskan waktu bersama Mina, selalu berkumpul di mejanya dan tidak membiarkan Mina membaca sesuatu sendirian. Mina tidak tahu mengapa mereka berdua bersikap seperti itu. Ironisnya, ia seharusnya senang karena ia bisa terus membaca dengan tenang... Karena dengan begitu, ia bisa menikmati dunia yang ia pelajari-tapi ternyata tidak demikian.
"....."
Dia tidak bisa menahan rasa ingin tahu tentang apa yang terjadi dengan mereka berdua. Jangankan terlihat baik-baik saja, mereka tampak sedih dan tertekan, menjatuhkan bahu mereka. Pada awal semester kedua, Mina tidak tertarik pada orang lain.
Jadi, bagaimana dia bisa menjadi seperti ini?
Karena dia mulai berinteraksi dengan orang lain. Kehidupan yang dia habiskan berbulan-bulan yang lalu sekarang menjadi hari yang tidak teratur. Dan perasaan yang dia rasakan ini mirip dengan kejadian sebelumnya.
... Sajou-kun.
Itu adalah nama satu-satunya anak laki-laki yang bisa Mina percaya-Sajou Wataru. Ketika dia bekerja paruh waktu selama liburan musim panas yang lalu, dia sering menjaganya dan mereka sering mengobrol. Sayangnya, hubungan Senpai-Kouhai mereka di tempat kerja berakhir ketika anak laki-laki itu berhenti, tetapi mereka tetap bergaul sebagai teman sekelas. Di sisi lain, Mina terus bekerja dan mengenal lebih banyak orang, yang berarti dia memiliki lebih sedikit waktu untuk membaca. Waktu yang dibutuhkannya untuk membaca satu buku semakin lama, membuat daftar buku yang masih harus dibacanya bertambah dan bertambah lagi. Tentu saja, ia merasa menyesal dengan kenyataan tersebut, namun ia juga bertanya pada dirinya sendiri-apakah ia ingin kembali ke masa-masa awal. Jawabannya jelas, "Tidak dalam sejuta tahun."
Itu hanya sedikit keberanian. Satu langkah maju adalah hal yang membuat Mina berubah sedemikian rupa. Dia menemukan bahwa semua kenangan hari-hari yang tidak istimewa itu sekarang tetap melekat kuat dalam benaknya. Bahkan kenangan tentang Festival Budaya yang biasanya menjadi benjolan gelap, kini menjadi pengalaman yang sangat berharga. Ia menyadari betapa pentingnya berdiri di atas kakimu sendiri, mengubah dirimu sendiri. Karena hal itu memperkuat pertumbuhan emosionalmu sendiri. "Masa muda" yang tidak pernah ia pahami sebelumnya ternyata menjadi sesuatu yang begitu manis dan menggoda.
Dan ini... juga sama...
Melalui berbagai pengalaman, tidak butuh waktu lama bagi Mina untuk memahami situasi ini. Karena Shirai Nonoka dan Okamoto Aoi sudah menjadi orang penting bagi Mina. Mereka bukanlah orang asing yang bisa ia abaikan begitu saja dan melanjutkan hidup. Dan... ada satu orang lagi.
"Jadi... Mina-chan?"
"!"
Orang ketiga dalam kelompok gadis-gadis ini sangat mempengaruhi kehidupan sehari-hari Mina-Saitou Mai. Dia mengikat rambutnya menjadi satu ekor yang menggantung di salah satu bahunya, memancarkan aura kecantikan khas Jepang dan dia adalah teman Mina yang lain seperti Shirai dan Okamoto. Mulai dari semester pertama sampai sebelum Festival Budaya, ketiganya pada dasarnya tidak terpisahkan. Dan dia juga satu-satunya yang memiliki keadaan khusus dalam seluruh situasi ini.
"Um... baiklah..."
"....."
"...Tidak, bukan apa-apa. Maafkan aku."
"Ah..."
Gadis itu menunjukkan ekspresi terluka saat dia berjalan pergi. Dia selalu memiliki kesan yang berubah-ubah pada orang lain. Sedangkan dua orang lainnya selalu berlarian dan mengejar Mina setiap hari, dia perlahan-lahan memasuki kehidupan Mina dengan cara yang lembut. Dan bagi Mina, Saitou Mai adalah orang yang paling dekat dengannya. Dan meskipun akhir-akhir ini ia lebih sering tersenyum, ada hari-hari di mana ia menunjukkan ekspresi terluka. Karena itu, Mina tidak tahu alasannya. Namun, ia menangkap suatu perasaan keakraban dari ekspresi itu.
Sebagai seorang pembaca yang rajin, Mina senang menyendiri. Itu sebabnya ia memilih untuk tinggal sendirian dan menghabiskan waktunya sesuai keinginannya, namun terkadang ada kontradiksi yang perlahan-lahan merayap di dalam dirinya: "Sendirian itu kesepian." "Aku benci menjadi begitu menyedihkan," ia bisa mendengar jeritan di dalam hatinya. Melihat ekspresi Saitou saat ini, mengingatkan Mina saat ia merasa seperti itu dulu.
Aku... ingin melakukan sesuatu.
Sejak semester 2 dimulai, mereka bertiga selalu berada di sekitar Mina. Namun, mereka semua bertindak sendiri-sendiri sekarang. Mina melihat mereka sebagai sesuatu yang merepotkan di hari-hari awal, tetapi sekarang mereka telah menjadi bagian penting dari kehidupan sehari-hari. Dan dia tidak punya alasan untuk menyangkalnya sekarang. Namun, masih ada masalah lain.
Apa yang terjadi...?
Alasan perubahan situasi yang tiba-tiba ini... Dia mencoba memikirkannya, tetapi menyadari bahwa dia tidak tahu apa-apa tentang para gadis itu. Dia tidak pernah berusaha untuk mempelajari lebih lanjut tentang mereka.
Ini ... aku belum cukup baik.
Mina tahu pentingnya untuk bangkit kembali... jadi sebagai permulaan, dia membutuhkan informasi. Mengapa Shirai dan Okamoto tidak memiliki energi sama sekali dan mengapa Saitou tersenyum mencela diri sendiri?.Untuk itu, Mina harus belajar lebih banyak. Entah dengan berbicara langsung kepada mereka, atau bertanya kepada orang-orang terdekat yang mungkin tahu lebih banyak. Ia beranjak dari mejanya, seakan ingin membangkitkan motivasinya sendiri.
* * *
Urgh...
Posisinya saat ini berada di meja kerjanya. Dibandingkan dengan semester pertama, Mina telah terlibat dengan lebih banyak orang. Namun, ia masih tetap pemalu dan tertutup. Jadi, ia kesulitan untuk memulai percakapan dengan orang lain. Dia tahu betapa pentingnya mengumpulkan keberaniannya sekarang, tetapi ini dan itu berbeda. Ia mengutuk dirinya sendiri karena begitu naif sebelumnya. Pada akhirnya... dia hanya bisa mengandalkan mantan Senpainya. Meskipun dia tidak ingin meminta bantuan pada orang yang terluka seperti dia. Merasa menyesal, dia menuju kearahnya dan memanggil dia.
"U-Um... Sajou-ku-"
"Fiuh... eh?"
"Wah!"
Saat Mina memanggilnya, Wataru berdiri. Waktunya begitu mengerikan sehingga kata-kata Mina tersangkut di tenggorokannya. Tetapi meskipun begitu, dia mencoba untuk menyampaikan kata-katanya, ketika-
"Maaf, Ichinose-san. Aku harus pergi ke toilet."
"Ah..."
Wataru meminta maaf dengan sedikit membungkuk dan kemudian berjalan pergi. Tanpa memberi Mina kesempatan untuk menghentikannya, dia berjalan keluar dari ruangan. Dan karena Mina menyadari bahwa Wataru sedang terburu-buru, dia juga tidak berusaha mengejarnya. Dia juga tidak bisa melakukannya. Tapi, kehilangan satu-satunya harapannya, Mina bingung.
"....."
"Um... Ichinose-san?"
"!"
"Maaf tentang Wataru."
"Nggak peka sekali tuh orang!"
Dua orang yang memanggil Mina adalah gadis yang duduk di belakang Wataru-Natsukawa Aika. Bersama dengan teman baiknya, Ashida Kei, dia selalu bersama Wataru. Dia gadis yang cantik, selalu berbinar-binar dan selalu membuat Mina terdiam ketika mereka berbicara. Di mata Mina, Aika adalah teman baik Wataru. Jadi, itu akan membuatnya menjadi teman seorang teman. Namun di saat yang sama, dia seperti orang asing. Melanjutkan percakapan tanpa Wataru terasa agak berat baginya. Namun, saat Natsukawa meminta maaf seperti sedang berbicara dengan seorang anggota keluarga, Kei menunjukkan senyuman masam.
"Apa kamu butuh sesuatu dari Wataru?" Aika bertanya.
"Mungkin kamu ingin mengajaknya berkencan?"
"Ken..."
"Hei, Kei..."
Setelah pertanyaan awal Aika, perwakilan dari kelas ini, Kei yang ceria, melanjutkan untuk menggoda Mina. Dan baginya, Kei adalah sosok yang tidak bisa ia hadapi dengan baik. Jika bukan karena Aika yang menegur Kei, Mina mungkin sudah kabur saat itu.
"Um, aku bisa memberitahunya kalau kamu mau...?"
"....."
"Muu, Kei! Kamu membuatnya takut sampai-sampai dia tidak mau bicara lagi!"
"Ehh?! Apa itu salahku?!"
Itu memang benar, tapi juga bukan alasan utama. Bagi Mina, bahkan Aika adalah titik lemah. Kelemahan yang tak bisa ia kalahkan. Tentu saja, dia mengerti bahwa gadis itu bukanlah orang yang jahat sedikitpun, tetapi untuk orang yang tertutup dan pemalu, logika menempati posisi kedua.
"....."
"Oke, aku mengerti. Kei, tinggalkan kami sendiri."
"Apa...?! Aichi?!"
"Tidak ada tapi!"
Didorong oleh Aika, Kei berpura-pura menangis dan kembali ke mejanya. Mendapati hal yang tidak terduga ini, mata Mina terbelalak. Aika pasti sudah menduga bahwa Mina terlalu malu untuk menangani situasi ini dan mengambil tindakan sendiri. Berkat itu, Mina menjadi lebih menyukai Aika.
"Jadi, ada apa?"
"Ugh..."
Meskipun begitu-ini masih belum cukup. Mina tidak tahu apa-apa tentang Aika. Dan yang paling membuatnya takut adalah membuat Aika marah tanpa bermaksud demikian. Karena ia tidak pandai mengekspresikan dirinya, itu adalah tembok yang hampir tidak bisa ditembus. Dia menekan satu tangan di dadanya, mencoba untuk menenangkan hatinya yang bingung.
"Apa itu sesuatu... yang hanya bisa dibicarakan dengan Wataru?"
"... Ah..."
Aika dengan lembut menggenggam tangan itu dengan kedua tangannya. Bahkan kata-kata yang dia katakan pada Mina disuarakan dengan kebaikan. Seperti seorang Kakak yang membiarkan Mina menjadi egois. Berbeda dengan Sasaki Fuuka, yang terkadang datang mengunjungi Mina di tempat kerja. Sekali lagi, dia masih lebih muda dari Mina. Namun melalui hal ini, rasa takut yang Mina miliki terhadap Aika perlahan-lahan berkurang, karena ia berhasil menenangkan diri dan mengingat tujuan awalnya. Yang terpenting saat ini adalah Shirai, Okamoto dan Saitou. Mencari tahu apa yang terjadi di antara mereka dan jika ia bisa mengetahuinya, maka tidak harus Wataru. Mengambil keputusan, Mina pun angkat bicara.
"Yah... A-Ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu."
"Iya, ada apa?"
"Um ... aku lebih suka tidak membicarakannya di sini ..."
Tempat duduk Okamoto sangat dekat dengan tempat duduk Wataru. Kalau begini, dia mungkin bisa mendengar percakapan mereka. Dan dengan bahaya yang membayangi mereka, dia tidak bisa menanyakan detailnya di sini. Dia bisa saja bertanya pada Okamoto secara langsung, tapi itu akan membawa bahaya melukainya dan dia tidak punya keberanian untuk itu.
"Oke, kalau begitu ayo kita pergi ke tempat lain."
"I-Iya...!"
Ditarik oleh tangan Aika, mereka berdua meninggalkan ruang kelas. Sementara itu, Aika melihat ekspresi kesepian Kei.
* * *
Mereka melangkah keluar ke lorong, dengan Wataru yang tidak terlihat. Mina dan Aika sekarang saling berhadapan.
"Yah ... aku minta maaf karena tiba-tiba menyeretmu kemari. Aku tidak memaksamu untuk memberitahuku kalau kamu tidak mau."
"T-Tidak apa-apa...!"
"B-Begitu? Kalau begitu..."
Aika sempat mempertimbangkan untuk menunggu Wataru kembali jika mereka tetap akan mengubah lokasi mereka, tetapi ia menelan ludahnya karena Mina mengatakan ia tak masalah dengan hal ini. Ditambah lagi, mengetahui bahwa ada sesuatu yang Ichinose Mina ingin bicarakan dengan Wataru-ia tidak bisa sepenuhnya menghapus rasa penasarannya. Kemungkinan ikatan mereka semakin dalam tanpa sepengetahuannya-bagi Aika yang sekarang, itu bukanlah sesuatu yang bisa ia abaikan begitu saja. Dan meskipun tidak tahu akan rasa bersalah ini, Mina mengambil keputusan dan berbicara.
"Um... masalahnya adalah..."
Mina kemudian mulai bercerita kepada Aika tentang ketiga gadis lainnya. Bahwa dia ingin melakukan sesuatu untuk mereka, tapi tidak tahu mengapa mereka bersikap seperti itu. Jadi, dia ingin bertanya apakah Aika tahu sesuatu.
"...Hm. Sekarang setelah kamu mengatakannya, aku belum berbicara banyak dengan mereka setelah Festival Budaya..."
"....."
"...Ah, aku minta maaf, oke! Jangan melihatku seperti itu."
Aika pasti merasakan kekecewaan dari Mina dan ekspresinya, saat dia dengan panik meminta maaf dan membuang muka. Akhir-akhir ini, pikirannya hanya bisa memikirkan Wataru dan luka parahnya. Dia tidak punya waktu luang untuk mengkhawatirkan teman sekelasnya yang lain atau orang-orang yang bukan teman dekatnya.
"T-Tapi... Mereka tampaknya terganggu oleh sesuatu. Hal itu juga mempengaruhi suasana di dalam kelas..."
"....."
"Ugh...! A-Aku minta maaf!"
Dia berbicara seolah-olah baru sekarang dia menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres di dalam kelas. Mina menatap Aika seakan tidak percaya. Di saat yang sama, Aika menurunkan bahunya dalam kekalahan.
"... Natsukawa, Ichinose-san bisa sangat sulit untuk ditangani. Jadi, kau tidak bisa memperlakukannya dengan cara yang sama seperti Ashida."
"! W-Wataru, lama banget sih. Apa urusanmu sudah beres?"
"Natsukawa, tenanglah, oke?"
Ngomong-ngomong, itu hanya perbuatan "kecil".
"Hanya dengan tangan kiriku, itu agak sulit... Dan masih sedikit sakit," kata Wataru dengan nada agak malu-malu, membuat Mina dan Aika merah padam.
Tidak ada yang mendapatkan apa-apa dari percakapan itu. Meskipun begitu, setidaknya Wataru datang untuk bergabung dengan mereka berdua. Berpikir bahwa setidaknya dia tidak akan sama tidak bergunanya dengan Aika, Mina mengatakan hal yang sama. Saat dia melanjutkan, Wataru tiba-tiba mulai terlihat seperti akan menangis setiap saat.
"Ah... Oh... Ichinose-san... Kau mencoba untuk membantu temanmu..."
"... Um."
"Ah, maaf. Kita sedang serius, ya? Yah, aku hanya sangat tersentuh, jangan salahkan aku."
Mina menyipitkan matanya lagi dengan cara yang menghakimi, yang tampaknya sangat efektif sebagai cara untuk membuat orang lain kembali ke topik pembicaraan. Bahkan Aika tidak bisa sepenuhnya tahan dengan hal ini, sambil menyilangkan tangannya dan melihat ke arah lain. Ia kemudian berdeham sekali dan menghadap Wataru.
"Aku ingin membantu mereka juga, jika memungkinkan. Mereka adalah orang-orang yang pertama kali mulai berbicara denganku ketika Kei dan aku semakin dekat."
"Meski kau mengatakan itu... Tapi itu akan menjadi sesuatu yang rumit."
"! A-Apa kamu tahu sesuatu...?"
"Yah... aku punya ide."
Baik Mina dan Aika bergerak mendekat ke arahnya, yang membuatnya terhuyung ke belakang. Tetapi melihat tangan kirinya dan perbannya, mereka mendapatkan kembali ketenangan mereka.
"J-Jadi...?"
"Yah... aku tidak tahu apakah aku bisa membocorkan semuanya... Ah, tunggu sebentar."
"Eh...?"
Wataru tiba-tiba menatap Mina, bergerak mendekat ke arahnya. Karena kaget dan terkejut, dia menabrak dinding di belakangnya.
"Tidak bisa membantu seseorang pada saat mereka membutuhkan ... Dari segi kepribadian, itu adalah kebalikan dari Shinomiya-senpai. Bagaimana jika yang bermasalah adalah Inatomi-senpai dan bukan dia...? Apa yang akan membuatnya bahagia...?"
"A-Ahhh..."
"W-Wataru! Bukankah kamu terlalu dekat? Dan... kenapa nama Shinomiya-senpai muncul sekarang...?"
Ditatap oleh Wataru dari dekat, Mina tersipu malu. Aika terkejut, berusaha menarik Wataru menjauh dari Mina. Tapi, dia masih berpikir. Keduanya memiliki tanda tanya di atas kepala mereka, saling menatap satu sama lain. Akhirnya, Wataru pasti telah mencapai kesimpulan dalam pikirannya, melihat keduanya.
"Ichinose-san... Apa kau ingat wawancara pertama yang kau lakukan di tempat kerja?"
"Eh...? Ah I-Iya..."
"Aku ingin kau mengingat keberanian yang kau rasakan saat itu. Karena masalah ini... Kau bisa menjadi penyelamat kelas kita."
"Apa... Huuuuh?!"
* * *
Istirahat makan siang tiba dan kantin sekolah penuh sesak dengan para siswa-siswi. Di meja di belakang, duduklah empat orang gadis, saling berhadapan.
"Um... Mina-chan?"
"I-Iya..."
"A-Apa kamu baik-baik saja?"
"...!"
Duduk di sebelah kiri Mina, Saitou Mai memanggilnya dengan nada khawatir. Duduk di seberang meja, Shirai Nononka melakukan hal yang sama. Okamoto Aoi ada di sebelahnya, tidak menyuarakannya secara terbuka, tetapi ekspresi khawatirnya berbicara dengan sendirinya.
Aku... aku harus memberitahu mereka dengan benar...!
Pertemuan ini terjadi karena Mina memanggil semua orang. Dia mengirim pesan "Aku ingin membicarakan sesuatu" kepada semua orang. Dan dia mengakhirinya dengan "Aku akan senang jika kalian bisa datang ke kantin untuk istirahat makan siang berikutnya." Ini adalah awal dari operasi yang dilakukan oleh Wataru, Aika, serta Kei dan perwakilan kelas Iihoshi Seina. Dan detailnya sederhana... Agar Mina bisa mengungkapkan kekhawatiran dan masalahnya kepada kelompok. Tentu saja, mereka tidak menyiapkan naskah apapun. Jadi, Mina sangat khawatir. Dan kemudian ada kelompok lain yang terdiri dari empat orang yang memperhatikan mereka dari kejauhan.
'Hei... kenapa kalian semua hanya memesan roti dan susu...? Hanya aku yang membawa bekal makan siang sekarang...'
'Kau kalah sekali jika kau mengkhawatirkannya, Natsukawa.'
'Aku hanya ingin bergabung dari pinggir lapangan, AIchi.'
'Bento yang bergizi akan sangat membantu untuk pertandingan yang panjang. Lumayan, Natsukawa-san.'
'A-Apanya?! Kamu tidak menjebakku, kan? Kamu tidak lupa memberitahuku, kan...?!'
Meskipun ada beberapa pasang surut, mereka tetap siap. Mereka mengatakan kepada Mina bahwa jjmereka akan mengawasi dari kejauhan... tetapi pada kenyataannya, itu lebih seperti asuransi jika batas Mina akan tercapai di depan tiga orang lainnya. Jika ada yang tidak beres, Wataru dan yang lainnya bisa turun tangan untuk bertanya pada gadis-gadis itu tentang masalah mereka... Tapi, Wataru tidak meragukan keberhasilan Mina untuk sesaat.
'Hmph... Aku ingin sekali membantu.'
"Sekarang, sekarang, Aichi.'
'Kamu benar-benar pekerja keras, Natsukawa-san. Tapi dari apa yang Sajou-kun katakan padaku, tidak ada kerja keras yang bisa membantu di sini.'
'Apa maksudnya?'
'Situasi ini bergantung pada fakta bahwa Ichinose-san yang tertutup mengambil langkah pertama. Jadi, bisakah kau berada di sisiku untuk saat ini.'
'W-Wataru...?'
'Tunggu dulu, ini bukan seperti yang aku ceritakan.'
'Menarik.'
Saat percakapan itu tergelincir ke dalam suasana yang manis, Kei dan Iihoshi menginjak rem. Sebaliknya, di meja Mina, semua orang hanya membaca suasana hati, tidak ada yang tahu bagaimana cara memulai percakapan.
"Jadi... apa yang ingin kamu bicarakan? Apa yang terjadi?"
"U-Um..."
"Katakan saja pada kami! Kami akan melakukan apa saja untuk membantumu!"
"...!"
Okamoto memanggil Mina dengan suara hangat. Tapi dia tahu bahwa dia hanya memaksakan dirinya untuk tersenyum. Dia tidak dalam kondisi mental untuk mendengarkan masalah orang lain. Mina mengepalkan tangan di pangkuannya. Ia sadar bahwa mereka semua menyimpan perasaan mereka yang sebenarnya. Dan itu membuatnya semakin frustrasi. Hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak mempercayainya. Seperti yang pernah dikatakan seseorang padanya, itu menunjukkan bahwa mereka hanya memperlakukannya seperti maskot.
"...!"
"... Eh?"
"...!"
"..."
Mina memelototi mereka bertiga secara berurutan. Ditemui dengan ekspresi yang begitu tegas dan hampir bermusuhan, gadis-gadis lain menelan ludah. Mina mempersiapkan diri untuk disakiti dan dibenci, saat dia akhirnya angkat bicara.
"Aku ingin tahu apa yang ada di pikiran kalian."
"...?!"
Setiap kata memperjelas betapa hal itu membebani dirinya. Hal ini mengejutkan gadis-gadis itu. Mina adalah satu-satunya orang yang menanyakan hal yang tidak berani ditanyakan oleh orang lain.
"Akhir-akhir ini, kalian semua tampak begitu... tanpa energi dan sedih... dan tidak mau melepaskanku."
"Ah..."
Shirai dan Okamoto menunduk ke arah meja. Bagaimanapun juga, alasan mereka bersikap seperti ini adalah agar Saitou duduk bersama mereka di meja itu.
"Kalian semua... sendirian... dan tidak ada yang bicara padaku... aku kesepian..."
"... Mina-chan..."
Mendengar suara bergetar dari Mina, Okamoto mengangkat kepalanya. Seperti yang diharapkan, mata Mina berkaca-kaca.
"Aku tidak tahu apa yang kalian pikirkan... Dan jika kalian benar-benar tidak bisa memberitahuku, maka tidak apa-apa..."
"Ah..."
Akhirnya, air mata jatuh dari mata Mina. Namun ia tidak berhenti sampai di situ.
"Tapi... apa tidak ada cara lain yang bisa aku lakukan untuk membantu kalian...?"
"""....."""
Kata-kata ini disampaikan dengan air mata-tidak diragukan lagi, kata-kata itu menunjukkan bagaimana perasaan Mina yang sebenarnya. Pada kenyataannya, dia hanyalah sebuah eksistensi yang bisa mereka manjakan kapan pun mereka mau. Namun, ketika mereka mengalami masalah, Mina hadir untuk menenangkan pikiran mereka. Namun, maskot ini sekarang mengatakan bahwa dia ingin menjadi kekuatan mereka. Perasaan ini, dipasangkan dengan air matanya, sangat bergema di dalam diri mereka.
"... Aku mengerti. Maafkan aku, Mina-chan."
"...! Aoi-chan."
"Tidak apa-apa, Honka-chan. Aku akan mengatakannya."
Mendengarkan Mina sampai akhir, orang pertama yang berbicara adalah Okamoto. Shirai tampak khawatir, tapi cahaya telah kembali ke matanya, saat ia menatap Saitou.
"Kau tahu, aku benar-benar terkejut mendengar bahwa kamu mulai pacaran dengan Sasaki-kun, Mai-chan."
"Ah..."
"... Apa...?"
Mendengar pengakuan Okamoto, ekspresi Saitou berubah menjadi sedih. Sementara itu, Mina berhenti menangis dan melihat di antara keduanya. Wataru mengatakan bahwa ia memiliki firasat tentang apa yang menyebabkan perpecahan dalam kelompok ini. Dia tidak pernah memberitahu Mina, tetapi dia tidak tahu bahwa itu terkait dengan cinta dan segala sesuatu di sekitarnya. Dan karena ini adalah wilayah yang jauh lebih dewasa daripada yang ia duga, ia terguncang.
"Kami selalu membicarakan tentang Sasaki-kun yang keren, mulai mengaguminya, berbicara dengannya dari waktu ke waktu sambil terbawa suasana dan kemudian mengumbarnya di grup kami. Kupikir hal itu akan terus berlanjut selamanya. Jadi ketika aku mendengar bahwa Mai-chan dan dia mulai pacaran, aku pikir dia mendahuluiku."
"Aoi... chan..."
"Tapi, aku yang aneh karena berpikir seperti itu."
"Apa...?"
Saitou terkejut mendengarnya, mengangkat kepalanya dengan kaget.
"Aku selalu mengatakan bahwa Sasaki-kun adalah favoritku, idolaku. Tapi aku hanya membohongi diriku sendiri. Aku senang menjaga jarak dengannya... seolah-olah dia adalah Idol. Tidak mungkin aku tidak mengembangkan perasaan apapun."
"...."
"Aku juga sama."
"...!"
Mengikuti Okamoto, sekarang Shirai menatap langsung pada Saitou, mengakui perasaannya.
"Bahkan setelah aku jatuh cinta pada Sasaki-kun, aku tidak punya keberanian untuk mengakuinya. Aku terkadang berbicara dengannya tapi aku senang dengan hal itu. Dengan kemungkinan dia menolakku melayang-layang di kepalaku, aku tidak bisa mengatakan perasaanku padanya."
"Nonoka-chan..."
"Kamu luar biasa, Mai-chan. Kamu benar-benar menyatakan cinta padanya."
"Kamu pasti tahu kalau hal ini akan membuat keadaan menjadi canggung di antara kita. Tapi, kamu tetap melakukan yang terbaik dan mengumpulkan keberanianmu."
"K-Kalian berdua...!"
Ekspresi Saitou berubah menjadi sedih saat dia tidak bisa mempertahankan wajahnya lagi. Dia mulai meneteskan air mata seperti yang dilakukan Mina sebelumnya.
"Maafkan aku... Aku tidak bisa menahan diri lagi... Aku tahu kita tidak bisa berteman lagi, tapi perasaanku padanya terus tumbuh... Dan aku tidak bisa mengatakannya pada kalian berdua..!"
"Tidak apa-apa. Tidak apa-apa, Mai-chan."
"Kamu tidak perlu minta maaf."
Mereka berkata dan kemudian tersenyum pada Saitou.
"Selamat."
"...!"
Mereka berdua memberkatinya dengan berlinang air mata. Rasa bersalah yang dirasakan Saitou semakin kuat, karena dia tidak bisa menahan air matanya sendiri. Mina tidak tahu apa yang harus dilakukan. Jadi, dia hanya memberikan sapu tangan dan mengusap punggung Saitou.
"Um, jika ada yang bisa kulakukan, maka..." katanya.
"Tidak apa-apa, Mina-chan."
"... Eh?"
"Kamu sudah membantu kita. Karena akhirnya kita bisa membicarakannya."
"....."
"Terima kasih, Mina-chan."
"Sungguh... Terima kasih banyak..."
"Ah..."
Keberanian yang ditunjukkan Mina melalui perjuangannya itulah yang membuat Shirai Nonoka, Okamoto Aoi dan Saitou Mai bisa berteman kembali. Bagi gadis-gadis SMA yang jatuh cinta pada pria yang sama, masalah ini pada akhirnya harus diselesaikan. Namun, keberanian Mina membuat mereka dapat mempertahankan ikatan mereka. Dengan penuh rasa syukur, Mina menyadari bahwa usaha yang telah ia lakukan tidak sia-sia. Melihat ke arah meja di kejauhan, orang-orang yang seharusnya mengawasinya sudah menghilang.
* * *
Jam pelajaran keenam berakhir dan para siswa-siswi sedang menunggu jam masuk kelas. Kehidupan sekolah yang biasa mereka jalani telah kembali. Di tengah-tengah itu, Okamoto dan Shirai berkumpul di meja Mina.
"Mina-chan! Aku hanya menyisakan kamu, Mina-chan!"
"Tidak adil, Aoi-chan! Aku juga!"
"T-Tolong lepaskan aku...!"
"Ah, maaf..."
Okamoto berpegangan pada Mina, dengan Shirai di atasnya. Saitou memperhatikan ini dari jauh, satu tangan di dadanya. Kelompok itu akhirnya kembali bersama.
"Ashida, beginilah penampilanmu dan Natsukawa biasanya."
"Huuuh? Tidak mungkin, aku tidak akan melompat pada Aichi seperti itu."
"Aku tidak percaya kau bisa mengatakan itu..."
"Natsukawa-san, kamu punya hak untuk mengeluh."
Sekarang keadaan sudah tenang, ketua kelas Iihoshi bergabung dengan yang lain, menyaksikan kejadian ini dari jauh. Wataru dan yang lainnya merasa lega.
"... Sepertinya semuanya sudah terselesaikan."
"Sasakichi juga tersenyum."
"Aku... tak menyangka kalau Sasaki-kun sepopuler ini."
"Aku lebih terkejut kamu tidak tahu tentang itu."
"...Baiklah, aku cukupkan sampai di sini saja."
Ternyata, Aika tidak pernah melihat Sasaki sebagai seorang yang berpotensi menjadi pacarnya. Memikirkan fakta bahwa Sasaki memiliki perasaan pada Aika belum lama ini, jika dia tidak berpacaran dengan Saitou sekarang, semuanya akan menjadi buruk. Dia hampir menangis kegirangan, jadi dia memalingkan muka. Sedangkan untuk murid-murid yang lain, mereka tampak lega karena keadaan sudah kembali normal, tersenyum sambil menjalani hari mereka. Hal itu menunjukkan betapa besarnya pengaruh mereka bertiga.
"Oh? Ichinose-chan berjalan ke arah kita."
"Aku ingin tahu apa yang dia inginkan...?"
"?"
Wataru menoleh saat melihat Mina berjalan mendekat. Dia memegang sesuatu seperti selembar kertas di tangannya.
"Ada apa?"
"U-Um ... Terima kasih banyak."
"Tidak masalah. Kita tidak bisa pergi kencan. Jadi, aku senang aku sudah menebusnya."
"Kamu masih memikirkan hal itu, Sajocchi?"
"....."
Wataru menyebut "kencan" sekali lagi membuat ekspresi Kei menegang, karena Aika hanya diam dengan ekspresi masam. Karena ia ingat Sajou merajuk terakhir kali, ia tidak menyangkalnya lagi.
"Jadi... Um, ini..."
"Hm? Apa ini?"
"Sebuah tanda... dari rasa terima kasihku..."
"Oh?"
"Lesse! Apa itu tiket?"
"Ehh...?"
Kelompok itu melihat tiket yang diberikan Wataru. Kei dan Aika sangat tertarik dan memeriksa untuk apa tiket itu.
"Ehh? Kartu 'Akan melakukan apapun untukmu'...?"
""Sekarang tunggu dulu?!"
"Ini semakin menarik."
Tepat sebelum pelajarab berakhir, suasana yang tadinya tenang dan damai berubah menjadi ricuh karena suara kedua gadis yang tiba-tiba berteriak.
Post a Comment