PoV Nitta
Hingga saat ini, tidak ada yang namanya 'sahabat' dalam hidupku.
Aku selalu menjaga hubunganku tetap dangkal dan luas. Jadi, aku mengenal banyak orang yang aku temui sekali dan teman-teman yang aku temui sekali atau dua kali dalam sebulan. Aku tidak pernah menjalin hubungan dengan siapa pun yang bisa aku ajak untuk menceritakan masalahku.
Tentu saja, aku tidak benci hidup seperti ini. Orang-orang menjelek-jelekkanku di belakangku, mengatakan bahwa aku menjalani kehidupan yang 'kesepian' atau 'hampa', tetapi aku tidak peduli. Memiliki hubungan yang santai sambil membicarakan hal-hal yang tidak penting, tanpa peduli apa pun, terasa membebaskan bagiku.
Bukan berarti aku tidak memiliki perasaan terhadap teman-temanku. Jika mereka datang kepadaku dan meminta bantuanku, aku akan melakukan yang terbaik untuk membantu mereka dan memberikan nasihatku (Terutama dalam hal cinta).
Meski begitu, aku tidak pernah melibatkan diriku terlalu dalam. Aku menjaga batasan yang jelas sehingga orang lain tidak akan mudah melewatinya.
Begitulah caraku, Nitta Nina, menjalani hidupku hingga aku duduk di bangku SMP.
Dan aku pikir aku akan tetap seperti ini selamanya.
* * *
"-Aku pulang."
Festival Olahraga, yang telah berlangsung sejak akhir Obon, akhirnya berakhir. Sesampainya di rumah, aku menghela napas lega. Tubuhku benar-benar lelah karena semua kegiatan yang kulakukan di bawah teriknya matahari bulan September. Sekolah akan ditutup besok dan lusa, tapi kalau begini terus, aku akan menghabiskan dua hari ke depan dengan tidur di rumah.
Ini akan menjadi satu-satunya Festival Olahraga yang pernah kuikuti selama masa SMA. Sangat menyenangkan, tetapi pada saat yang sama, ada banyak hal yang terjadi di balik layar.
"Ah, selamat datang di rumah, Nina. Aku sudah mandi. Jadi, giliranmu mandi, bersihkan keringatmu. Jika kamu ingin makan- Dari kelihatannya, kamu belum makan, kan? Hm? Mungkinkah? Teman-temanmu meninggalkanmu dari pesta mereka?"
"Mana ada... Semua orang terlalu lelah untuk melakukan hal seperti itu, mereka menundanya di kemudian hari. Festival kembang api minggu depan."
"Oh, setelah kamu mengatakan itu, aku melihat sesuatu seperti itu di brosur di suatu tempat. Btw, Nina, kamu mau pergi dengan siapa? Oho, mungkinkan anak laki-laki pendiam itu? Siapa, ya namanya? Rep atau apalah itu?"
"Hah?! Dengar nggak sih apa yang aku katakan? 'Kita', kita akan mengadakan pesta dan lainnya di kemudian hari? Itu akan dilakukan saat festival kembang api. Aku tahu otakmu sudah panas karena ujian yang akan datang, tapi cobalah untuk membaca yang tersirat."
"Iya, ya, aku bercanda."
"....."
Mungkin dia stres karena terlalu banyak belajar, tapi Kakaku sering menggodaku akhir-akhir ini.
Biasanya, aku akan mengabaikan topik ini dengan santai, tetapi kali ini topik ini terlalu dekat di rumah, jadi aku lengah dan tidak bisa memikirkan apa pun untuk membalasnya.
... Saat itu, seharusnya hanya ada aku, Umi dan Maehara...
"Oya? Wajahmu memerah loh, Nina. Ada apa~?"
"... Berisik, fokuslah belajar, bodoh!"
Aku pergi ke kamarku di lantai dua untuk melarikan diri dari Kakakku, yang tersenyum lebar setelah melihat wajahku. Setelah berganti baju dan celana pendek, aku pergi ke kamar mandi.
Biasanya, aku hanya mengambil pakaian dan berjalan-jalan di sekitar rumah dengan pakaian dalam. Tapi hari ini, aku merasa terlalu malu untuk melakukannya.
... Alasannya adalah karena perilakuku yang di luar karakter beberapa jam yang lalu.
"Ah, astaga! Apa yang kupikirkan?!"
Aku menghela napas panjang, bergumam dalam hati sambil merendam tubuhku di dalam bak mandi yang berisi air panas.
Entah bagaimana, aku meminta temanku untuk pergi berkencan denganku. [TN: Date/Kencan]
Tidak hanya itu, aku melakukannya tepat di depan pacarnya.
Aku memiliki alasan yang kuat untuk melakukannya, tetapi aku masih tidak yakin bahwa ini adalah hal yang benar untuk dilakukan.
Apa yang bisa kulakukan untuk memperlancar hubungan ketiganya- Tidak, hubungan keduanya?
Mereka sudah saling mengenal satu sama lain sejak mereka masih kecil, mereka benar-benar sahabat.
Dan mereka berdua jatuh cinta pada orang yang sama, meskipun pada waktu yang berbeda.
Apa yang akan aku lakukan akan menjadi aksi yang luar biasa.
Gadis itu telah menemukan jawabannya sendiri; mencoba yang terbaik untuk menekan perasaannya, namun aku berencana untuk mencegah hal itu terjadi.
"Itu tidak akan berhasil, Yuuchin... Kamu hanya akan membuat dirimu terluka..."
Sambil menggapai cahaya oranye yang menerangi kamar mandi beruap secara redup, aku memanggil 'teman' ku yang saat itu tidak berada di sini bersamaku.
Aku tidak pernah berpikir bahwa keputusan Yuuchin salah. Maehara dan Umi adalah sepasang kekasih, dua orang yang saling mencintai dan tidak mungkin ada yang menghalangi mereka. Itulah mengapa aku memahami keputusannya; untuk berdiri dan melihat mereka dari samping sambil mendukung hubungan mereka, seperti yang seharusnya dilakukan oleh seorang 'sahabat' yang baik.
Itulah jenis perkembangan yang akan membuat 'Asanagi Umi' bahagia. Tetapi, bagaimana dengan 'Amami Yuu'?
Yuuchin mungkin tidak ingin melakukan sesuatu yang keterlaluan seperti merebut pacar sahabatnya. Aku tahu dia senang menggoda mereka berdua dari samping sambil mendukung hubungan mereka berdua. Aku berharap semuanya akan tetap seperti ini.
Tapi, Amami Yuu sudah jatuh cinta pada Maehara Maki.
Hubungan keduanya berkembang dari kenalan menjadi teman dari teman dan akhirnya, sebelum dia menyadarinya, matanya akan selalu tertuju pada Maehara Maki.
Ia lebih sering menatapnya daripada sahabatnya sendiri, Umi.
Dan aku perhatikan, setiap kali Yuuchin berbicara dengan Maehara, dia terlihat seperti gadis yang sedang jatuh cinta.
Inilah mengapa aku ingin dia lebih menghargai perasaannya.
'Cinta pertama' adalah sesuatu yang hanya terjadi sekali.
Juga... Aku merasa bahwa jika aku tidak melakukan sesuatu, dia akan berakhir sendirian...
"Tapi, yang benar saja Rep? Kamu merebut cinta pertama gadis tercantik di sekolah? Juga, kamu membuatku terkejut bisa mendapatkan Umi."
Dia adalah seorang anak laki-laki yang nama dan wajahnya tidak dapat aku ingat sampai tahun lalu. Entah bagaimana, dia menjadi pusat perhatian tiga gadis cantik, termasuk diriku.
Bukan karena dia tampan atau apa pun. Dia memiliki wajah dan kepribadian yang membosankan, tetapi aku harus mengatakan bahwa dia memiliki pesona yang misterius. Secara pribadi, aku tidak akan melihatnya sebagai love interest, tapi aku pasti bisa melihat mengapa dua orang lainnya jatuh cinta padanya.
Tidak hanya dia benar-benar baik hati, dia juga seorang 'pekerja keras', seseorang yang akan berusaha keras untuk membantu orang lain.
Sejujurnya, dia adalah satu-satunya orang yang aku kenal yang akan melakukan hal seperti itu... Rep- Bukan, Maehara Maki...
"Tunggu, apa ini berarti aku terpengaruh olehnya sebelum aku menyadarinya? ... Astaga, pria yang kurang ajar."
Aku tertawa kecil saat mengingat betapa kikuknya, namun anehnya, dia sangat bersemangat selama festival olahraga.
... Mungkin itulah alasan mengapa mereka berdua jatuh cinta padanya.
Setelah aku membasuh kelelahan dan keringatku dan memberikan perawatan yang tepat pada kulitku, aku keluar dari kamar mandi untuk makan malam.
Aku membuat onigiri dari sisa nasi dan membuka secangkir ramen instan. Kami seharusnya makan malam bersama di restoran keluarga, tetapi karena Umi merajuk, kami akhirnya menunda rencana itu selama seminggu.
Yah, itu semua karena dia menjadi 'pekerja keras'.
"... Nina."
"Ada apa, Yuna-nee? Aku tidak akan memberitahumu tentang festival kembang api. Dan juga, namanya bukan 'Rep', tapi Maehara, Maehara Maki."
"Maki-kun, benar, itulah namanya. Lagipula, bukan itu yang ingin kubicarakan. Ini tentang rambutmu."
"Apa? Aku tidak mengubah gaya rambutku."
"Ya, aku tahu. Aku ingin bertanya, mengapa kamu tetap memakai ikat rambut biru itu? Benangnya sudah kusut, sudah usang."
"... Ah, benda ini, ya?"
Kakakku menunjuk ke arah ikat rambut biru yang selalu aku kenakan.
Itu adalah ikat rambut murah yang aku beli saat pertama kali masuk SMA karena aku ingin mengubah gaya rambutku. Sebelumnya, aku selalu membiarkan rambutku tergerai.
... Ikat rambut biru ini entah bagaimana menjadi salah satu barang berhargaku.
"Eh, siapa yang peduli, biarkan saja."
"Huh, itu tidak biasa bagimu. Apa ada yang memujimu saat kamu memakainya?"
"Sesuatu yang seperti itu. Namun, salah satu temanku yang memujinya dan dia bukan laki-laki."
"Oh, begitu. Temanmu itu punya selera yang bagus."
"... Apa maksudmu? Aku tidak akan memberimu apapun meskipun kamu menyanjungku, kamu tahu?"
"Hehe, aku hanya bersikap jujur. Apa? Apa salah kalau seorang Onee-chan berpikir bahwa adiknya manis?"
"... Yah, tidak juga, tapi tetap saja..."
Meskipun aku sering merasa kesal padanya, saat-saat seperti ini adalah alasan mengapa aku tidak bisa menahan diri untuk membenci kakak perempuanku.
Berkat dia yang menggangguku di rumah dan Yuuchin, Umi dan Rep yang menggangguku di sekolah, aku tidak merasa menjadi diriku sendiri akhir-akhir ini...
Yah, harus kuakui bahwa cara ini lebih menyenangkan.
Post a Comment