NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Kurasu de Nibanme ni Kawaii Onna no Ko to Tomodachi ni Natta [WN] Chapter 279

Chapter 279 - Hal Yang Tidak Biasa Setiap Hari


[Bagian 4]

Meskipun suasana menjadi sedikit kaku pada satu titik karena kami mulai berbicara tentang jalur karier kami, kami berhasil pulih dari hal itu dan melanjutkan studi kami.

Mungkin, setelah pembicaraan itu, pola pikir semua orang, termasuk diriku, sedikit berubah mengenai masalah ini. Mereka bertiga bekerja lebih keras daripada sebelumnya, sehingga aku dan Umi bisa lebih mudah untuk mengulas materi. Ini adalah satu langkah besar tersendiri.

"Ngh~ ... Eh? Udah malam, ya.. Aku bahkan tidak menyadarinya... Orang tuaku akan segera pulang, jadi aku harus pergi. Ayo kita pulang, Yuuchin."

"Oke. Ah, bagaimana denganmu, Nozomu-kun? Apa kau mau pulang bersama kami?"

"Eh!? Ah... T-tentu, maksudku, mungkin tidak aman untuk dua gadis berjalan-jalan di malam hari sendirian, kan?"

"Sebaliknya, itu lebih berbahaya bagi kami jika kau pergi bersama kami."

"Hm? Apa ada yang mengatakan sesuatu?"

"Astaga, kalian berdua, hentikan! Ngomong-ngomong, Maki-kun, maaf sudah merepotkanmu sampai selarut ini..."

"Ah. Santai saja..."

Melihat jam, aku menyadari bahwa saat itu sudah pukul 08:00. Aku sudah memakan makanan ringan yang kami beli, jadi aku tidak merasa terlalu lapar, tetapi aku masih harus membuat makan malam.

"Oh, kalau begitu. Aku ikut kalian. Bagaimana denganmu, Maki?"

"Aku juga. Aku berencana untuk mengantarmu pulang ke rumah."

Pada akhirnya, kami semua memutuskan untuk meninggalkan rumahku bersama-sama. Aku tidak perlu mengantar Umi pulang karena saat itu bukan akhir pekan, tetapi rasanya agak kesepian jika aku satu-satunya yang tidak ikut bersama rombongan.

Sejujurnya, aku hanya ingin tinggal bersama mereka lebih lama lagi.

Angin dingin menyapu rambut kami saat kami melangkah keluar. Meskipun kami masih harus mengenakan seragam lengan pendek, saat itu sudah bulan Oktober. Cuaca terlalu dingin untuk berjalan tanpa mengenakan blazer.

"Di sekitar sini gelap, Umi. Perhatikan langkahmu."

"Aku tahu... Hehe~"

Umi memandangi tangan kami yang saling bertautan. Sudah 1 tahun sejak kami saling mengenal satu sama lain. Sungguh suatu berkah bahwa kami bisa tetap dekat selama ini.

"Tidak bisakah kalian berdua menunggu sampai kami pergi sebelum ngebucin?"

"... Astaga, dasar pasangan bodoh yang gak tahu waktu dan tempat. Aku sebenarnya penasaran bagaimana kalian bisa melakukannya..."

""...""

Nitta-san dan Nozomu menegur kami, tetapi hal itu tidak membuat kami melepaskan tangan satu sama lain. Sebaliknya, kami malah mendekatkan tubuh kami.

Pada awalnya, aku enggan memamerkan hubungan kami seperti ini, tetapi hal itu berubah. Saat ini, aku menyambut baik gagasan itu. Semua orang harus melihat betapa dekatnya kami.

Yah, 'semua orang' seperti 'semua orang dalam kelompok kami'. Ya, aku tidak akan melakukan ini di depan orang banyak.

"Aku sangat iri pada kalian berdua... Aku berharap aku juga bisa punya pacar..."

"Aku mengerti perasaanmu, tapi itu tidak penting bagimu, bukan begitu, Yuu? Kamu harus menghadapi UTS. Ada juga masalah kamu yang tidak belajar dengan baik selama sesi belajar kita tadi."

"Ugh..."

Mendengar kata-kata Umi, ekspresi Amami-san menegang dan dia memalingkan wajahnya dari kami dengan ekspresi pahit.

Sepertinya Umi mengatakan yang sebenarnya.

"Iyakah, Umi? Padahal tadi aku mengajarinya dan dia mendengarkan apa yang aku katakan."

"Kamu belum mengenalnya dengan baik, Maki. Dia berpura-pura. Dia memaksakan dirinya untuk terlihat belajar dengan baik, padahal sebenarnya tidak. Apa aku salah, Yuu?"

"... Ahaha... Tidak ada yang bisa mengelabuimu, ya, Umi?"

Amami-san merendahkan bahunya, seolah-olah dia telah menyerah untuk melawan dan mengeluarkan senyum kecut.

Dari apa yang kulihat, dia belajar dengan serius. Tidak seperti biasanya, di mana dia memutar-mutar pulpennya atau merebahkan diri di sofa sambil menggunakan catatannya sebagai bantal, dia mendengarkan apa yang kukatakan dan menulis semua yang perlu dia tulis.

Aku berpikir bahwa dia belajar dengan cukup giat, tetapi sepertinya Umi memiliki pendapat yang berbeda.

"Yuu bukan tipe orang yang bisa diam. Jika dia menyukai sesuatu, dia akan menenggelamkan dirinya di dalamnya sampai-sampai dia lupa waktu, jika tidak, dia hanya akan main-main, seperti yang sudah kamu ketahui. Jujur saja, kamu bisa melakukannya jika kamu berusaha lebih keras, Yuu. Aku tahu kamu juga seperti itu saat kamu belajar untuk ujian masuk sekolah kita..."

"Yah... Saat itu, orang tuaku selalu mengawasiku dengan ketat. Jadi, aku harus melakukan yang terbaik setiap kali aku belajar... Mereka membebaskanku melakukan apa pun yang kuinginkan saat tiba waktunya untuk beristirahat. Ya, bagian belajar memang sulit, tetapi aku tidak menghabiskan seluruh waktuku untuk belajar. Aku juga melakukan ujian dengan baik, jadi semuanya baik-baik saja."

Kalau dipikir-pikir, ada cerita seperti itu, bukan?

Amami-san memutuskan untuk mengikuti ujian masuk ke sekolah kami karena dia ingin bersekolah di sekolah yang sama dengan Umi.

Meskipun dia tidak pandai dalam belajar, sepertinya dia benar-benar bisa melakukannya jika dia mencurahkan pikirannya.

Setiap orang memiliki cara mereka sendiri untuk belajar. Sebagian orang senang duduk berjam-jam, mempelajari segala sesuatu yang bisa mereka pelajari, sementara yang lain mengambil cara yang lebih efisien dan mempelajari sesuatu seperlunya.

Amami-san termasuk dalam kelompok yang terakhir. Sampai sekarang, dia selalu berbicara sebanyak yang dia pelajari (kalau boleh jujur, dia berbicara dua kali lebih banyak dari yang dia pelajari). Meskipun begitu, nilainya tetap meningkat, sedikit demi sedikit.

Tentu saja, meskipun ia terlihat malas-malasan, Umi tetap memperhatikan perkembangannya dengan seksama. Karena itu, paling tidak, dia melakukan apa yang harus dia lakukan.

Tapi, hari ini berbeda. Dia mencoba untuk mengimbangi kami dan tidak terlihat mengendur seperti biasanya.

"U-Um, kamu tahu... aku juga berpikir bahwa aku harus bekerja lebih keras lagi... Maksudku, aku akan melanjutkan sekolahku dan sebagainya... Jadi, aku berusaha untuk belajar lebih banyak, mendengarkan apa yang dikatakan para guru, bertanya pada Umi, Maki-kun dan Nagisa-chan kalau aku tidak mengerti sesuatu... Tapi... Tidak peduli seberapa keras aku mencoba, aku selalu lupa semuanya keesokan harinya..."

"Jadi, kamu merasa tidak mengalami kemajuan?"

"Iya, sesuatu seperti itu..." 

Siapa pun bisa merasa seperti itu saat belajar, tetapi biasanya hal ini hanya akan terjadi kalau kau sudah menguasai dasar-dasarnya terlebih dulu. Amami-san jelas bukan orang yang seperti itu, jadi rasanya agak aneh kalau dia merasa seperti itu.

Berdasarkan apa yang telah kami diskusikan, sepertinya dia memiliki keraguan tentang jalur kariernya. Mungkinkah karena itu?

... Atau mungkin karena masalah yang sama sekali berbeda?

"Oh, begitu. Yah, aku mengerti perasaanmu, Yuu, tetapi tidak perlu terburu-buru. Lakukan saja secara perlahan dan cobalah untuk memikirkan ujian yang akan datang terlebih dahulu sebelum yang lainnya. Bahkan jika kamu tidak bisa mendapatkan hasil yang baik, kamu selalu bisa mencoba untuk ujian berikutnya."

"Umi benar. Selama kau tidak mendapat nilai merah semua, kau pasti bisa lulus, jadi jangan terlalu khawatir."

"Kamu hanya menakut-nakutinya dengan mengatakan itu, Maki..."

"Aku hanya mengatakan padanya bahwa dia juga perlu sedikit berhati-hati..."

Bagaimanapun, kau tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Bahkan jika saat ini dia sedang berjuang dengan studinya, banyak hal yang mungkin akan berubah di kemudian hari. Tidak jarang kita mendengar bagaimana orang-orang menjadi sukses setelah mengatasi hal-hal yang menghambat mereka.

Mengingat Amami-san hanya bisa berkembang dari posisinya saat ini, aku tidak akan terkejut jika nanti di masa depan, dia berhasil masuk ke universitas terkenal sebelum Umi dan aku.

'Amami Yuu' yang kukenal adalah seorang gadis dengan banyak potensi.

"... Makasih. Kamu tahu, wawancara orang tua-guru akan segera tiba dan semua orang tampak cemas, dan aku... seperti tersapu ombak... Tapi, kalian berdua benar! Yang lain adalah orang lain, aku berbeda dari mereka. Aku tidak perlu berusaha untuk mendapatkan nilai yang tinggi! Aku hanya perlu menghindari nilai merah terlebih dahulu dan mulai dari sana!"

"Ya, kamu bisa meningkatkan targetmu sedikit demi sedikit setelah itu. Pertama, hindari mendapat nilai merah, lalu cobalah untuk mencapai nilai rata-rata kelas dan seterusnya. Kita masih punya banyak waktu, jadi kamu tidak perlu terburu-buru."

"Makasih, Umi..."

Ekspresinya yang tegang akhirnya melunak.

Dia menatap kami berdua dengan mata berkaca-kaca, tapi itu bukan sesuatu yang perlu dikhawatirkan.

"Ehehe... Aku tidak ingin merepotkan kalian berdua, karena itu aku belum mengatakannya sampai sekarang, tapi sekarang setelah aku mengatakannya, aku merasa jauh, jauh lebih baik! Dan sekarang setelah masalah ini selesai, aku lapar! Apa kalian keberatan kalau kita mengunjungi toko swalayan terlebih dahulu? Aku ingin membeli beberapa roti kukus!"

"Kamu masih mau makan lagi? Haa, baiklah, bagaimana denganmu, Maki?"

"Aku juga. Lagipula aku harus membeli sesuatu untuk makan malam."

"Hm? Toserba? Karena kalian mau pergi ke sana, aku akan ikut juga. Kau tidak diundang, Seki. Pulanglah sendiri, huss!"

"Lu aja sana. Gw ikut Maki."

"Fufu, kalau begitu. Ayo kita pergi!"

Kami semua saling mengangguk dan tersenyum.

Waktu ketika aku masih penyendiri terasa seperti mimpi. Aku dikelilingi oleh banyak orang baik sekarang.

Dibandingkan dengan saat itu, aku memiliki lebih banyak kekhawatiran dan kecemasan, tetapi aku juga memiliki lebih banyak kesenangan.

Tentu saja, aku tahu bahwa hal ini akan terus berlanjut bahkan di masa depan. Bahkan, mungkin hal-hal yang lebih menyakitkan sedang menunggu kami.

'Tapi, dengan kita berlima bersama, aku yakin...'

Aku bergumam dalam hati, saat kami berjalan bersama di bawah malam musim gugur.





|| Previous || ToC || Next Chapter ||
Post a Comment

Post a Comment

close