NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

OmiAi [LN] Volume 3 Chapter 2

 CHAPTER 2 “FIANCÉE”’S FEELINGS

(PERASAAN “TUNANGAN”)


Saat tahun baru udah lewat, hari pertama kembali bersekolah.


Seperti biasa, Yuzuru lagi makan siang bareng temen-temennya.


"Hei Yuzuru,bekal itu keliatan hangat banget ya."


Sambil liatin kotak makan siang Yuzuru, Souichirou keliatan iri gitu.


Yuzuru sambil minum sup konsome hangat, ngangguk-ngangguk.


"Iya. Di musim dingin gini, makan yang hangat-hangat atau sup itu enak banget."


Kotak makan siang yang dipake Yuzuru itu bisa simpen makanan panas, termasuk sup.


Jelas aja, isinya makanan buatan Arisa.


Nasi, lauk, sampe supnya masih hangat.


Dulu sih dia pake kotak makan siang sembarangan yang ada di rumah, tapi pas liburan musim dingin kemaren dia ganti baru.


"Aku juga harus beli satu deh… Tapi, gimana pas musim panas? Gak bakal cepet busuk?"


"Kalo suhunya tinggi, malah bakteri gak bisa berkembang, jadi aman katanya. Kalo didinginin malah cepet busuk loh."


Ternyata Arisa juga pake kotak makan siang yang bisa jaga suhu.


Ilmu masaknya Arisa emang top abis.


(Kalo aku bisa nikah sama Arisa, berarti seumur hidup aku bisa makan seperti gini terus ya.)


Kalo lepasin Arisa, berarti gak bisa makan enak lagi.


Yuzuru makin mantap, dia harus sukses ngelamar Arisa.


"Kenapa sih, senyum-senyum sendiri. Serem ah…"


"Maaf. Aku lagi mikirin Arisa."


Ketika Hijiri komen, Yuzuru jawab dengan pede, dan temennya itu jadi seperti makan gula pasir yang dicelup madu.


Dia minum teh buat nyegah.


"Kelasku, nanti ada olahraga…"


Terus dia ganti topik ke hal lain.


Mukanya keliatan bener-bener gak suka.


"Setelah makan ya…"


"Berat banget. Apalagi sekarang."


Yuzuru dan Souichirou ikut simpati sama Hijiri.


Kenapa sekarang ini "khususnya" berat banget.


Itu karena ada event di sekolah Yuzuru sebulan lagi.


"Capek banget... Ada lomba lari marathon."


Di sekolah Yuzuru, ada lomba lari marathon yang diadain di awal Februari.


Jadi, sekarang ini latihan fisik hampir semua diganti jadi lari jarak jauh.


"Kalo gak salah… Cowok harus lari sepuluh kilo, cewek tujuh kilo ya?"


Ketika Yuzuru bilang gitu, Souichirou ngangguk.


"Sepuluh kilo itu lumayan jauh ya."


Yuzuru sih gak benci olahraga.


Dia juga suka lari jarak jauh buat kesehatan.


Jadi, dia lumayan yakin sama stamina dia… tapi, bukan berarti dia suka marathon.


Dan itu juga berlaku buat Souichirou dan Hijiri.


"Ya… kalo mikirin masih berapa kilo lagi sih emang kerasa lama, tapi kalo lari tanpa mikir apa-apa, mungkin cepet kelar juga.."


"Kalo gitu malah bosen… Gak asik ah, marathon."


Kata-kata Yuzuru bikin Hijiri jawab sambil ngeluarin napas panjang.


Suka duka lari jarak jauh itu tergantung orangnya.


Tapi… paling nggak, Hijiri keliatannya gak terlalu suka. 


"Begitukah? Aku sih suka lari jarak jauh. Pas lari sambil kosongin pikiran, langsung selesai gitu aja. Dibanding olahraga yang harus mikir dan gerak terus, ini lebih gampang."


Yang ngomong itu adalah Souichirou.


Dia keliatannya serius gitu, tapi sebenernya dia itu tipe orang yang malesan.


Dan dia juga orangnya cukup pintar dalam mengambil langkah.


(Sepertinya aku harus mikirin Arisa... Eh, tapi mukaku pasti jadi senyum-senyum sendiri. Mendingan nggak usah deh.)


Lari sambil senyum-senyum sendiri, kalo dipikir-pikir agak creepy juga sih.


Yuzuru memutuskan untuk mengendalikan diri.


"Yah... tapi, lari tanpa tujuan juga bosenin, gimana kalo kita adu cepat? Yang paling lambat, harus traktir makan. Gimana?"


Pas Yuzuru ngusulin gitu, dua orang itu langsung senyum-senyum.


Sepertinya mereka tertarik.


"Aku sih oke-oke aja."


"Aku juga. ...Emang lebih seru kalo ada tujuannya."


Jadi, "perlombaan" itu pun dimulai.


Yang ngusulin ide ini emang Yuzuru... tapi dia jadi berpikir harus lebih serius lagi pas dengerin pelajaran.


Nah, setelah sekolah.


Yuzuru sendirian, nungguin di depan gerbang sekolah.


Setelah nunggu sebentar... ada grup cewek yang lewat. Itu teman sekelas Yuzuru.


Dan di antara mereka, ada satu cewek yang tersenyum ramah.


(...Kalo dilihat begini, dia nggak terlalu mencolok ya.)


Sambil ngeliat Arisa ngobrol sama teman-temannya, Yuzuru mikir gitu.


Arisa itu cewek yang cantik, tapi kalo udah nyatu sama grup, dia jadi nggak terlalu mencolok.


Sepertinya dia sengaja nggak mau terlalu mencolok.


Padahal keliatannya dia seneng ngobrol... tapi kalo diperhatiin, dia lebih banyak mendengarkan dari jauh.


Senyum yang dia tunjukin juga, sepertinya senyum palsu.


Mungkin itu cara Arisa buat ngatur cara dia bergaul.


Kalo kecantikan dia terlalu menonjol, bisa jadi sasaran iri.


Di sisi lain, kalo dia bisa jadi pemimpin grup, ceritanya mungkin beda. Tapi keliatannya Arisa nggak terlalu suka hal seperti itu.


Mungkin itu sebabnya dia lebih memilih untuk nggak terlalu menonjol.


Buat cewek-cewek lain, mungkin enak ya liat Arisa yang cantik tapi bertingkah laku lebih "rendah" dari mereka...


Tapi, itu mungkin terlalu sinis kalo dipikir-pikir.


Setelah mikir segitu, Yuzuru ngeluarin HP, mainin sebentar... sampai Arisa pamit sama teman-temannya di gerbang sekolah.


Arisa memang punya jalur pulang yang beda, dan Yuzuru udah tau itu.


Dan pas Arisa pamit sama teman-temannya, Yuzuru nyapa dia.


"Arisa"


"Eh!? ...Yuzuru-san, kenapa ada di sini?"


Arisa terlihat kaget dan matanya bulat.


Yuzuru, dengan sedikit gugup tapi berusaha tetap tenang, bilang.


"Aku pengen pulang bareng kamu" 


Sebenarnya, aku berpikir untuk menebusnya dengan memanggil Arisa di depan teman sekelasku yang lain, tapi...


Aku merubah rencana di tengah jalan karena sepertinya bakal merepotkan Arisa.


Tentu aja, Yuzuru berencana buat segera bikin semua orang di sekolah tahu kalo Arisa itu bakal jadi pacar Yuzuru.


"Apakah kamu keberatan?"


Ketika aku nanya ke Arisa yang lagi bingung...


Dia menggelengkan kepala dengan kuat sampai-sampai sepertinya kepalanya bisa lepas.


"Enggak, enggak apa-apa kok..."


Muka Arisa sedikit merah pas bilang gitu.


Dia melirik Yuzuru dengan wajah bingung.


"Ayo, Arisa."


Yuzuru bilang gitu terus mereka mulai jalan bareng.


Dia berusaha jalan di sisi jalan, biar Arisa aman.


"Eh... Yuzuru-san. Kenapa tiba-tiba hari ini?"


"Aku cuma pengen pulang bareng Arisa... rasanya seperti gitu. Kalau waktu kita cocok, aku ingin terus pulang bareng. Apakah itu masalah?"


Wajah Arisa makin merah pas ditanya gitu.


Terus dia mengangguk pelan.


"Iya... enggak apa-apa. Tapi, tentang orang-orang di kelas..."


"Aku ngerti. Kita sembunyi dan tunggu di tempat persembunyian."


"Itu seperti stalker ya."


Arisa tersenyum kecil mendengar itu.


Yuzuru juga ikut tersenyum.


Mereka berjalan sambil menjaga jarak yang cukup dekat supaya bisa saling menyentuh bahu.


Awalnya mereka ngobrol dengan ceria... tapi semakin dekat ke stasiun, Arisa jadi lebih sedikit bicara.


Dan tampaknya dia jadi seperti lagi mikirin sesuatu.


"Arisa. Kamu ada masalah?"


Yuzuru nanya itu karena dia benar-benar ingin membantu Arisa.


Belakangan ini, Arisa sering kelihatan seperti lagi mikirin sesuatu dan kurang fokus.


Sebelum liburan musim dingin, Yuzuru sering memperhatikan Arisa saat di kelas.


Dulu dia selalu catat pelajaran dengan serius, tapi belakangan ini dia sering kelihatan seperti lagi mikirin sesuatu, terus buru-buru menyalin apa yang ada di papan tulis.


Awalnya Yuzuru pikir itu lucu, tapi keliatannya Arisa punya masalah.


Karena kadang-kadang, ekspresi Arisa terlihat sedih saat dia lagi mikirin sesuatu.


"Eh? ...Enggak, aku baik-baik aja kok."


Arisa menggelengkan kepala saat ditanya oleh Yuzuru.


Tapi ucapan itu bukan penolakan, melainkan kata-kata untuk membuat Yuzuru merasa tenang.


"Oke."


Sejujurnya, Arisa nggak kelihatan baik-baik aja.


Tapi, Yuzuru nggak bisa langsung asumsi kalo "nggak mungkin dia baik-baik aja".


Kalo Arisa bilang "baik-baik saja", berarti dia nggak terlalu ingin Yuzuru ikut campur.


Dan tepat saat itu, mereka sampai di depan pintu masuk stasiun. Arisa berbalik menghadap Yuzuru dan sedikit membungkuk.


"Kalau begitu, Yuzuru-san. Sampai jumpa besok."


"Ah... Arisa."


Yuzuru menahan Arisa yang mau pergi.


Lalu dia menaruh tangan di bahu Arisa.


"Eh, apa..."


"Aku ini temanmu. Jika ada sesuatu yang bisa aku bantu, jangan ragu untuk bilang." 


Matanya yang berwarna zamrud itu bergoyang karena kegehan. Sedikit berair matanya.


"Iya, Yuzuru-san. Terima kasih banyak."


Setelah itu, Arisa mengangguk kecil.


__--__--__


Dari rumah Yuzuru, nggak jauh ada sebuah restoran.


Di ruang tunggu restoran itu, ada seorang cowok yang pake seragam pelayan dan seorang pak tua dengan aura maskulin berhadapan.


"Jadi, Yuzuru. Gimana sama shift kerjaan kali ini? Mau tetap seperti biasa?"


"Kalau bisa, saya ingin nambah shift, itu akan sangat membantu."


Yuzuru bilang gitu ke manajer restorannya, pak tua yang punya aura maskulin itu.


Yuzuru punya tiga kerjaan sampingan.


Satunya ngajar privat anak dari kenalan ayahnya.


Yang kedua, bantuin kerjaan kantor (kerjaan serabutan) dari kenalan ayahnya juga.


Dan yang terakhir, kerja di restoran ini.


Dari segi gaji per jam, ngajar privat yang paling tinggi, disusul kerjaan kantor.


Tapi, dua kerjaan itu cuma seminggu sekali, jam kerjanya tetap, nggak bisa ganti-ganti shift seenaknya.


Makanya, sumber pendapatan utama Yuzuru ya dari kerja jadi pelayan di restoran ini.


"Kamu yakin bisa?"


"Aku sih bisa-bisa saja memberimu tambahan shift, tapi… belajarnya gimana? Kalau nilai Yuzuru turun, nanti aku yang dimarahin sama orang tuamu lho."


Manajer restoran itu juga kenalan orang tua Yuzuru.


Tapi... ini dari kenalan ibunya Yuzuru, bukan dari ayahnya atau keluarga "Takasegawa".


"Kan bakal saya pastiin nggak akan ngerepotin Mitsumi-san,"


Nama manajernya adalah Mitsumi Hiromi.


Dia orangnya baik banget, Yuzuru juga banyak dibantuin.


Karena orang tua Yuzuru percaya banget sama dia, ya wajar aja sih.


...Sebenernya, Yuzuru pengen cari kerja sendiri, tapi nggak diizinin.


Dunia kan banyak orang jahat, jadi wajar aja sih.


Ngomong-ngomong... kalau misalnya Yuzuru bikin "kesalahan" apa gitu, kenalan bisa bantu "menyelesaikan". Itu juga salah satu alasan dewasa yang agak nggak bersih.


Tentu saja, Yuzuru nggak berniat bikin masalah sih.


"Yah, kalau Yuzuru sih pasti bisa. Bantuin banget sih buat kita... Btw, boleh tau alasanmu? Nggak apa-apa kalau nggak mau bilang."


"Karena mau nabung buat Valentine."


Ketika Yuzuru jawab gitu, Mitsumi mata besarnya makin melebar.


Terus dia senyum-senyum gitu.


"Apa? Mau ngasi hadiah berarti punya pacar dong? Eh, tapi aku inget loh, waktu Natal kemaren kamu bilang ada rencana. Wah, Yuzuru juga punya rencana-rencana ya."


"Yah... bukan pacar sih. Tapi, orang yang saya suka."


Arisa bukan pacarnya.


Tapi, Yuzuru yakin dia bakal ngasih cokelat Valentine... itulah harapannya.


Kalau nggak dikasih, pasti bakal sedih banget.


Pokoknya, kalau memang bakal dikasih cokelat Valentine, jadi harus siapin hadiah Valentine dari sekarang. 

Jadi, kalo hadiah Natal itu seperti pukulan jab, kali ini aku mau ngeluarin straight yang serius banget, biar Arisa bisa KO.


Jadi, butuh duit yang cukup buat itu.


"Eh... kalo sudah jadi pacar, bisa dikenalin nggak ya?"


"Iya, tentu saja."


Wajar dong, ngenalin calon istri ke orang yang udah bantu banyak.


"Ngomong-ngomong, dia cantik? Mirip siapa gitu?"


"Ya..."


Yuzuru menyebut nama aktris terkenal dari luar negeri.


Lalu, Mitsumi miringin kepala sambil bingung.


"Eh, dia orang luar?"


"Campuran sih. Tapi, lahir dan besar di Jepang."


Yuzuru cerita tentang Arisa—tentu saja, dia nggak nyebutin soal privasinya—.


Cantik, jago masak, pinter, dan bisa olahraga juga, wanita yang hebat banget.


Denger itu, Mitsumi ngangguk besar.


"Yuzuru, kamu beneran jatuh cinta ya?"


"Iya."


"Kamu nggak nolak?"


"Ya, emang faktanya gitu."


Yuzuru emang lagi mabuk kepayang sama Arisa, dan itu bukan hal yang harus dimaluin.


Tentu, kalo digodain mungkin sedikit malu.


Tapi, malu-maluin itu nggak keren, jadi harus percaya diri.


"Iya sih..."


Mitsumi sepertinya ngerti sesuatu terus ngangguk.


"Oke, aku bakal usahain nambahin ya."


"Terima kasih."


Abis itu, Mitsumi yang keluar dari ruangan sambil garuk-garuk kepala kelihatan bingung.


"...Gimana ya, cara jelasin ke anak-anak cewekku."


Cowok yang bikin dosa...


Dia bisik kecil terus ngeluarin napas panjang.

(TL/N : Apakah anak cewek si manajer suka ama mc?)


Beberapa hari kemudian, di hari Sabtu.


Biasanya, Sabtu itu "Hari Arisa", jadi Yuzuru selalu kosongin.


Saat Yuzuru lagi semangat bersih-bersih kamar karena Arisa bakal datang...


Hp Yuzuru berbunyi. Dari Arisa.


"Halo, ada apa, Arisa?"


"Maaf ya... Hari ini aku nggak bisa ke rumah Yuzuru-san."


Suara itu, sepertinya beda dari biasanya Arisa.


Agak serak gitu.


"...Kamu lagi sakit ya?"


Baru inget, kemarin mukanya emang nggak terlalu bagus.


Mungkin kena flu.


"Iya... ehem, aku kena flu."


Beneran flu sepertinya.


Tapi, timingnya kurang bagus buat sakit flu...


"Kamu sekarang sendirian kan? Adik,u nginep di rumah teman, ibumu juga pergi jalan-jalan sama temannya, kan?.


Dan tentunya, Naoki langsung kerja.


Haruto Amagi udah balik ke universitas.


Biasanya, kalo nggak ada yang perlu dijaga, mungkin malah lebih santai... tapi, kalo lagi sakit terus sendirian, pasti berat banget.


"Ehem, ehem... Gak apa-apa kok. Aku tidur aja nanti juga sembuh."


Kata-katanya terdengar sangat tabah. 


Tapi itu malah bikin Yuzuru khawatir.


Sepertinya dia berusaha keras supaya Yuzuru nggak khawatir.


"Kamu beneran baik-baik aja?"


"......Iya, nggak usah khawatir."


Ada sedikit jeda sebelum dia menjawab.


Sepertinya dia lagi pura-pura kuat.


Yuzuru merasa seakan Arisa minta tolong.


(Kalo masalahnya cuma sakit biasa sih mungkin iya, tapi kalo sampe sakit parah...)


Meskipun cuma flu biasa, tapi bisa jadi buruk tiba-tiba.


Bisa jadi ini flu burung.


Kali ini nggak bisa cuma ngomong 'hormati keinginan Arisa' deh.


Apalagi...


(Meskipun dia bilang dia baik-baik aja, aku merasa dia seperti minta tolong...)


Udah setengah tahun mereka kenal.


Yuzuru mulai bisa ngerasa apa yang Arisa rasain.


"Yaudah, aku akan menjenguk kamu sekarang."


"Eh? Tapi, nggak..."


"Ingat pas aku cedera? Kamu yang merawatku kan?"


Cerita saat Yuzuru jatuh dari pohon dan keseleo.


Sekarang mikir-mikir, itu momen yang membuat mereka makin dekat.


"Sekarang giliranku untuk membantu."


Setelah Yuzuru bilang gitu...


Setelah sejenak hening, terdengar suara yang sedikit basah.


"Terima kasih, aku mohon."


"Aku yang bertugas."


Sebelum pergi ke rumah Arisa, ada satu hal yang harus dilakukan dulu.


Itu adalah menghubungi pemilik rumah, yang juga wali Arisa, yaitu Amagi Naoki.


Lebih dari sekadar masuk ke rumah orang lain, mendapat izin itu penting.


...Tapi, kalo ditolak, dia berniat bujuk, atau bahkan bawa Arisa ke kamarnya sendiri untuk dirawat, jadi ini cuma formalitas.


Nah, saat Yuzuru telpon Naoki, dia langsung...


Minta maaf karena nelpon saat jam kerja.


Terus bilang kalo Arisa lagi flu.


Mau liat keadaan, minta izin masuk rumah.


Minta izin pakai dapur buat merawat.


Reaksi Naoki cukup datar.


"Ah, nggak apa-apa. ...Maaf ya, Yuzuru-kun. Tolong jaga anakku."


"Tidak usah sungkan, Arisa kan 'tunangan saya'."


Tanpa sadar, dia menekankan kata 'saya' itu.


Menggunakan kata ganti diri 'saya' sudah jelas, apalagi saat ngomong ke ayahnya tunangan, yang akan jadi mertua...


Sepertinya ada rasa memiliki yang nggak bisa dia sembunyikan.


"......Ngomong-ngomong, Yuzuru-kun."


"Ya. ...Ada apa?"


"Kamu... gimana perasaanmu ke Arisa?"


Pertanyaannya tiba-tiba banget. Yuzuru jadi bingung.


"Dia orang yang sangat berharga buat saya."


"......Hmm, begitu ya. Maaf ya, tadi aku nanya hal yang aneh." 


Naoki juga lagi kerja, jadi nggak bisa ngobrol lama-lama.


Nanti bakal kuberitahu soal kondisi Arisa.


Setelah dapet izin dari Naoki, Yuzuru berangkat ke rumah Arisa.


Dia pencet bel pintu, kasih tau kalo dia udah dateng.


Tidak lama kemudian, pintu terbuka sedikit.


Di pintu, Arisa berdiri pake piyama dan dilapisi jaket.


Rambutnya yang biasanya rapi, sekarang sedikit acak-acakan.


Mukanya setengah tertutup masker... tapi keliatan kalo dia nggak terlalu sehat.


"Selamat pagi, Arisa."


"Selamat pagi... *cough* *cough*"


Arisa batuk.


Yuzuru langsung nutup pintu, mikirin kalo keadaan dingin nggak baik buat dia.


"Maaf ya, aku ganggu kamu?"


"Ngga, ngga apa-apa..."


Yuzuru diantar Arisa ke kamarnya.


(Kondisinya keliatan nggak bagus ya)


Dia berusaha keliatan kuat, tapi langkahnya agak goyah.


Yuzuru mutusin kalo mungkin lebih baik dia temenin Arisa hari ini.


"Ini kamarku."


Ini pertama kali Yuzuru liat kamar Arisa.


Walaupun agak sempit, tapi interiornya lucu.


Kamarnya sangat girly.


Kalo Arisa nggak sakit, mungkin Yuzuru bisa menikmati kunjungan ini.


"Oke, aku inget tempatnya. Kamu tidur dulu ya."


"Oke..."


Arisa keliatan kesulitan juga.


Dia langsung masuk ke dalam selimut.


"Kamu udah ke dokter belum? Dari kondisimu, sepertinya belum ya?"


"...Enggak, belum. *cough*... Suhunya sekitar 37 derajat, jadi aku pikir nggak apa-apa."


Ngomong-ngomong, Arisa... sejujurnya, keliatan nggak terlalu baik.


Tapi kalo cuma 37 derajat, mungkin nggak terlalu urgent buat pergi ke dokter.


"...Ngomong-ngomong, kamu udah makan siang belum? Kalo belum, aku bisa beliin bubur kalengan atau kaleng buah peach."


Yuzuru nggak bisa masak bubur, tapi kalengan sih bisa dia handle.


Tentunya, kalo di rumah udah ada, itu juga bisa.


"Belum... Aku bakal sangat terbantu kalo kamu beliin. Aku nggak punya itu di rumah... agak bingung."


"Oke, aku juga bakal beliin lozenges dan Pocari Sweat. Ada lagi yang kamu mau? Obatnya cukup?"


(TL/N : Lozenges = Pereda tenggorokan)


"Obatnya cukup, ada di rumah. Maaf ya, bisa nggak kamu juga beliin Koyo dingin? Aku kehabisan."


"Oke, aku ngerti."


Yuzuru bilang ke Arisa kalo ada apa-apa, langsung hubungin dia pake hp, trus pergi ke apotek buat beli barang-barang yang dibutuhin.


Meskipun nggak ada kabar dari Arisa... tapi dia cepet-cepet balik ke rumah, siapa tau ada apa-apa.


"Arisa, aku udah balik."


Dia ngabarin Arisa dari depan kamar, tapi nggak ada jawaban.


Yuzuru ketuk pintu trus masuk ke kamar Arisa.


(...Tidur ya?) 


Jadi begitu, Yuzuru melongok muka Arisa.


Kelihatannya mukanya lebih pucat dari tadi.


"Uh... Yuzuru-san?"


"Kamu baik-baik aja?"


Muka penuh keringat, sambil mukanya tampak miring, Arisa membuka matanya sedikit.


Kelihatannya dia sangat lemas. Yuzuru menempatkan tangannya di dahi Arisa.


"Demamnya parah nih... Mungkin harus diukur lagi. Kamu bisa ukur sendiri?"


Yuzuru mengambil termometer yang ada di dekatnya, lalu bertanya pada Arisa.


Arisa mengangguk pelan, lalu mulai membuka satu per satu kancing piyamanya.


Celana dalam yang putih dan bersih kelihatan, Yuzuru langsung mengalihkan pandangannya.


"Sudah diukur?"


"....Iya."


Yuzuru menerima termometer dari Arisa.


Angkanya... tiga puluh delapan koma tujuh.


"Dengan demam segini, mungkin lebih baik ke rumah sakit. Bisa jadi flu parah."


"Uh... tapi, gimana ya..."


"Aku panggil taksi."


Yuzuru menggunakan handphonenya untuk memanggil taksi.


Untungnya ada taksi kosong di dekat situ, taksi pun datang segera.


"Arisa, kamu bisa berdiri?"


Setelah menyiapkan kartu asuransi dan buku obat, Yuzuru bertanya pada Arisa.


Arisa dengan tatapan kosong, mengangguk.


"Iya, bisa."


Arisa mengangguk pelan, lalu berdiri dengan goyah.


Tapi, dia langsung hampir terjatuh.


Yuzuru langsung menangkap Arisa.


"Jangan paksakan diri. Aku gendong ya?"


"Eh, nggak... eh, tunggu..."


Tanpa menghiraukan suara kebingungan Arisa, Yuzuru langsung menggendongnya.


Jadi seperti gendongan ala tuan putri.


Awalnya Arisa terkejut...


Tapi segera dia memegang baju Yuzuru dengan kedua tangannya, dan menjadi tenang.


Yuzuru membawa Arisa dan memasukkannya ke dalam taksi, lalu meminta sopir untuk pergi ke rumah sakit.


__--__--__


Untungnya rumah sakit tidak terlalu penuh, dan pemeriksaan selesai dengan cepat.


Itu hanya demam karena flu, bukan penyakit yang rumit seperti flu burung, diberikan obat untuk hidung berair, batuk, dan juga obat penurun demam, lalu segera kembali ke rumah.


Saat kembali, sudah waktunya makan siang.


"Arisa, kamu lapar?"


Yuzuru bertanya pada Arisa yang sudah kembali ke tempat tidur.


Arisa menggelengkan kepalanya pelan.


"Enggak terlalu..."


"Ya sudah..."


Tapi, obat yang diberikan ditulis "setelah makan".


Harus makan dulu sebelum minum obat.


"Kalau buah kalengan peach, bisa?"


"....Mungkin sedikit."


Mendengar itu, Yuzuru pergi ke kulkas, mengambil kaleng peach yang sudah didinginkan.


Memindahkannya ke piring yang pas, bawa bersama garpu.


Setelah membantu Arisa duduk, dia memberikan piring itu ke tangannya. 


"Kalo kamu gak bisa makan semua, gak apa-apa. Yang penting, coba dulu satu suapan."


"......"


Arisa dengan tatapan kosong, memandangi piring itu.


Lalu dia memindahkan pandangannya, yang berwarna hijau zamrud, ke Yuzuru.


"Anu..."


"Ada apa? ....Gak bisa makan?"


"Bukan, itu..."


Pipi Arisa sedikit memerah.


Itu sepertinya... bukan karena gejala flu atau demam, tapi karena alasan lain.


"Ada apa?"


Jangan-jangan dia lebih suka buah persik kuning daripada yang putih?


Pas Yuzuru mikirin hal seperti gitu...


"....Tolong."


"Hah?"


"Tolong suapin aku."


Dengan mata yang berkaca-kaca, Arisa bilang gitu ke Yuzuru. 


[POV MONOLOG ARISA]


Kapan ya mulai suka sama dia?


Tiba-tiba, aku mulai inget.


Pertama kali ketemu dia pas upacara masuk sekolah.


Ayah angkatku bilang, "Jangan sampe bikin masalah ya."


Makanya dari awal, aku udah tau soal dia, dan kesan pertama aku bagus banget.


Dia itu orangnya tenang banget, kalem.


Itu kesan aku tentang dia, dan sepertinya banyak temen-temen sekelas juga punya kesan yang sama.


Cewek-cewek di kelas bilang, dia itu keliatan keren tapi keliatan pendiam.


Tapi aku gak mikir dia itu orangnya pendiam.


Kalau dipikir-pikir sekarang, aku malah merasa... takut sama dia.


Seperti pohon besar gitu, atau hutan yang lebat dan suram.


Tenang dan kalem.


Tapi... punya kekuatan yang besar.


Itu yang aku rasain.


Pas satu kelas, aku sama dia gak terlalu sering ngobrol.


Aku sih gak terlalu mau deket-deket sama cowok, dan dia sepertinya gak terlalu tertarik sama aku.


Jadi pas ayah angkatku bilang, "Dia pengen pertemuan perjodohan sama kamu," aku agak kaget.


Dia keliatannya gak tertarik sama aku.


Beneran suka sama aku apa gak ya? Meski ragu, aku gak bisa nolak dan akhirnya setuju.


Ternyata, itu salah paham dari ayah angkatku.


Malahan, dia sepertinya gak terlalu pengen nikah.


Ya iyalah.


Masih SMA udah ngomongin tunangan atau nikah... gak masuk akal.


Jadi, mungkin.


Mungkin dia mau dengerin permintaan aku yang absurd ini, "Pura-pura tunangan."


Dan akhirnya, dia dengerin permintaanku.


Buat melindungiku.


Orangnya baik, perhatian.


Itu kesan tambahan yang aku dapet.


Kalau ditanya sejak kapan aku suka sama dia... aku gak yakin.


Paling nggak, waktu itu aku gak terlalu punya perasaan kuat sama dia... sepertinya.


Aku gak bisa bilang pasti karena, sekarang, kalau dipikir-pikir, aku seneng banget sama perhatiannya, merasa diandalkan, dan... dada ini jadi sesak.


Lalu, karena satu dan lain hal, aku jadi sering main ke apartemennya seminggu sekali.


Aku jadi tau banyak tentang dia.


Dan tanpa sadar, aku juga cerita tentang diri aku, tentang masalah keluargaku ke dia.


Biasanya, kalau orang tau tentang masalahku... mereka bakal ngelakuin dua hal.


"Ngerjain urusan yang bukan urusan mereka," atau “kabur.”


Tapi, mungkin ungkapan ini terlalu menguntungkanku.


Kakak sepupuku kadang-kadang ngerjain urusan yang bukan urusannya.


Ngerjain hal yang sepele sampai aku jadi dalam posisi yang lebih buruk.


Makanya aku jadi bilang gak mau dibantu, padahal sebenernya mau.


Karena, kalau mereka coba bantu tapi gak bisa, malah bikin posisi aku tambah buruk.


Aku nolak bantuan, jadi orang-orang jadi acuh atau malah kabur.


Padahal aku mau dibantu, tapi aku gak bisa nerima bantuan yang diberikan. 


Aku rasa ini agak egois, ngelunjak, dan sombong banget sih.


Aku nggak bisa ngelakuin apa-apa, cuma seperti cacing kepanasan. Tapi dia, dia ngerti maksudku tanpa aku harus ngomong apa-apa.


Dia bilang dia mau bantu.


Dia berusaha sebisa mungkin buat bantuin aku.


Tapi dia nggak pernah maksa atau bikin aku jadi dalam posisi susah.


Mungkin aku terlalu mempercantik cerita ini.


Atau mungkin ini cuma kebetulan.


Tapi tetap aja... dia selalu ngeliat aku, ngertiin maksudku tanpa perlu aku bilang, menghormati keinginanku, dan melakukan apa yang aku mau.


Dia seperti pelindung bagiku.


Aku jadi ngerasa aman.


Makanya... aku percaya sama dia, sampe ikut dia pergi ke kolam renang untuk kencan.


Dan di sana, kita ketemu sama Ayaka-san dan Chiharu-san secara nggak sengaja.


Mereka nanya, aku suka sama dia nggak? Kapan aku mulai suka sama dia, aku nggak tau.


Tapi kalau ditanya kapan aku sadar kalo aku suka sama dia... mungkin saat itu.


Aku lega banget pas tau mereka berdua nggak ada apa-apa sama dia.


Dan saat Ayaka-san sama Chiharu-san nanya apakah aku punya perasaan sama dia... aku sadar.


Aku suka sama dia.


Terus di hari festival musim panas, itu jadi momen penentu.


Dia memaafkan "kebohongan"ku.


Dia orang yang bisa aku percaya.


Bisa memberiku rasa aman.


Aku bisa serahkan diriku... mungkin.


Aku ngerasa deg-degan saat dia memelukku.

Aku ngerasa tenang saat dia ngelus kepalaku.


Sebaliknya, aku jadi pengen ngelus kepala dia, iseng.


Ini pasti cinta.


Apakah dia juga suka sama aku waktu itu... aku nggak tau.


Tapi dia melindungiku dari ibu angkatku, dan dia senang dengan hadiah ulang tahun sederhana dariku.


Makanya... aku jadi ngerasa bersalah.


Soalnya, aku nggak bisa ngasih apa-apa balik ke dia.


Cuma terima bantuan, itu juga... tanpa aku minta secara langsung.


Semua beban ditaruh di punggung dia, seperti gitu.


Aku merasa diri aku jelek banget.


Makanya aku... jadi marah ke dia.


Aku ini orang yang jelek.


Dia mengabaikan itu.


Bener-bener nggak masuk akal, egois, dan manja.


Tapi dia tetap menerimaku yang seperti ini.


Dia tetap menerima diriku yang jelek ini, setelah tau, dan mengakuinya.


Aku masih ngerasa bersalah.


Tapi dadaku jadi lebih ringan.


Dan aku juga merasa harus memberi sesuatu balik ke dia.


Aku nggak bisa cuma terima bantuan, aku juga harus bantuin dia.


Namun... yang bisa aku lakuin buat dia cuma bikin bekal.


Tapi dia senang. 


Pasti sampai beberapa waktu lalu, aku nggak suka.


Tapi sekarang nggak gitu lagi.


Jujur ini udah basi banget, dan sekarang jadi kata-kata yang nggak ada artinya.


Kenapa aku mulai ngomongin ini sih.


Tiba-tiba aja, yang kebayang... keberadaan ibu angkat.


Ibu angkat ngejauhin aku.


Dan sepertinya dia nggak suka aku nikah sama dia.


Mungkin dia pengen pake alasan aku nggak suka, buat batalin tunangan aku sama dia?


Terus dia mau anak kandungnya, Mei-chan, yang tunangan sama dia.


Pasti ayah angkat lebih sayang sama anak kandung daripada aku, jadi mereka pengen yang itu nikah sama dia...


Mungkin aku kelewat paranoid.


Tapi, nggak bisa dipungkiri juga sih.


Atau... mungkin itu orang lagi, ngomongin sesuatu yang nggak perlu ke ayah atau ibu angkat.


Itu orang bener-bener, selalu, selalu, selalu...


Ah, udahan ah.


Belum tentu juga kan.


Pokoknya, masalah muncul di tunangan aku sama dia itu udah pasti.


Jadi, tiba-tiba jadi cemas.


Dia beneran suka sama aku nggak sih? 


Beberapa waktu lalu, aku... mungkin kedengerannya sombong, tapi aku yakin banget sama perasaan cintanya ke aku.


Dia selalu baik sama aku.


Kasih hadiah yang luar biasa juga.


Yang paling penting... orang nggak akan bilang "boleh aku peluk?" ke orang yang nggak disukainya.


Pasti kami saling suka.


Mungkin dia udah anggep aku sebagai kekasih, jadi nggak perlu lagi ngomongin perasaannya, aku pikir dia pasti cinta sama aku.


Tapi, bisa jadi ini semua cuma khayalanku.


Karena aku suka sama dia, jadi aku cuma liat yang bagus-bagusnya aja...


Itu kemungkinan sempat terlintas di pikiran.


Dia cuma benar-benar berperan sebagai "tunangan palsu" aja.


Mungkin dia cuma anggep aku teman biasa dari jenis kelamin yang berbeda.


Kalau dipikir-pikir, dia dekat banget sama cewek-cewek yang kenal dari kecil.


Mungkin buat dia, deket semacam itu udah normal...


Tapi... nggak mungkin sih.


Nggak mungkin dia mau memeluk atau mengelus kepala orang yang nggak disukainya.


Walaupun bukan cinta yang kuat, setidaknya dia pasti suka sama aku... mungkin, harusnya.


Tapi meskipun gitu, tetep aja jadi nggak tenang.


Dia itu cowok yang segala aspek bagus banget.


Di sekolah mungkin nggak terlalu menonjol, tapi itu karena biasanya dia nggak merawat rambutnya.


Kalo kami jalan bareng, dia selalu dandan rapi.


Dia yang sudah dandan itu, keren banget.


Dan tingginya juga.


Dia baik, gentlemen.


Sangat perhatian.


Pintar, berpendidikan, dan bisa olahraga.


Bisa bercanda, jadi asyik diajak ngobrol.


Dan... mungkin dia nggak suka aku sebutin ini karena bisa bikin dia kesal, tapi keluarga Takasegawa itu kaya banget. 


Sebelumnya, aku nggak sadar sama sekali kalo keluarga dia itu punya kuasa dan uang sebanyak itu. Tapi, sekarang aku udah paham banget.


Jelas, bukan karena dia kaya aku suka sama dia. Bukan juga karena cinta. 


Meskipun keluarganya bangkrut sekalipun, aku nggak mungkin meninggalkan dia.


Tapi... pasti ada cewek yang datang ke dia karena uang. 


Kalo pake bahasa yang agak kuno, seperti pencuri kucing gitu deh.


Dia bukan tipe orang yang bakal selingkuh. 


Aku percaya banget sama karakter dia.


Tapi, dia belum pernah melakukan pengakuan cinta atau ngelamar aku.


Jadi, kalo diliatin, hubungan kita – kalo nggak bilang "tunangan" – cuma temen biasa antar lawan jenis.


Kalo dia nggak se-suka itu sama aku, atau paling nggak nggak se-suka aku sama dia.


Dan kalo ada wanita menarik yang mendekati dia.


Cuma mikirinnya aja udah bikin aku nggak tahan.


Aku pengen bukti yang pasti.


Pengen dia bilang suka dan cinta.


Pengen dia ungkapin pake kata-kata.


Jadi... kenapa dia nggak bilang suka sama aku?


Dia pasti suka sama aku. Harusnya gitu.


Dan aku udah berusaha nunjukin lewat tindakan kalo aku suka sama dia.


Seharusnya dia udah bisa ngomong perasaannya ke aku.


Tapi dia belum juga ngomong.


...Tentu saja, itu juga berlaku buat aku.


Kalo dia nggak bilang suka sama aku, seharusnya aku yang bilang.


Itu yang seharusnya.


Diam aja dan berharap dia ngerti apa yang aku mau tanpa ngomong itu nggak baik.


Cuma diem dan ngiler liat apa yang aku pengen itu salah satu kebiasaan burukku.


Tapi... meskipun itu egois, aku pengen dia yang bilang "suka" ke aku.


Mungkin terdengar lebay, tapi aku punya keinginan untuk dengar pengakuan cinta yang romantis dari orang yang aku suka.


Itu bukan cuma aku, tapi banyak wanita yang merasa begitu, kan?


Dan... ini mungkin kedengeran seperti alasan, tapi aku yakin dia juga pengen jadi yang ngomong duluan.


Keluarga dia itu (mungkin nggak baik ngomong gini) agak kuno.


Sepertinya dia juga punya pemikiran yang sama.


Nyatanya, dia selalu jalan di sisi jalan kalo sama aku, dan selalu ngulurin tangan kalo aku mau turun dari mobil.


Tentu saja, aku nggak mikir dia punya pemikiran laki-laki lebih tinggi dari wanita...


Tapi mungkin dia mikir kalo pengakuan cinta atau lamaran itu harusnya dari pihak laki-laki?


Makanya aku lebih milih nunggu dia yang ngomong.


Balik lagi ke awal.

Entah kenapa dia nggak bilang suka ke aku.


Padahal aku udah siap buat terima.


Dan setelah banyak mikir, aku jadi mikir satu kemungkinan.


Mungkinkah dia itu... bener-bener nggak peka? 


Sepertinya dia nggak sadar deh kalo aku suka sama dia. 


Bisa jadi, perasaan sayang kita berdua nggak kesampaian sama sekali.


Pas inget-inget lagi, waktu tahun baru.


Dia itu, tanpa sengaja, ngambil tangan aku.


Aku senang banget, dan sekaligus malu-malu.


Sepertinya sih, perasaan itu keliatan dari ekspresi wajahku.


Karena dia megang tanganku, aku jadi deg-degan banget, dan itu pasti keliatan dari mukaku kalo aku suka sama dia.


Tapi dia sepertinya bingung gitu,dan malah ngomong "Eh? Ada apa?"


Dia tuh jago banget nyembunyiin perasaan, jadi mungkin dia pura-pura nggak tau gitu, pikirku. Tapi, mungkin juga...


Mungkin dia beneran nggak nyadar kalo aku suka sama dia.


Waktu dia tiba-tiba ngajak pulang bareng juga, rasanya gitu deh.


Sepertinya cuma aku doang yang malu-malu.


Kalo dia emang bener-bener nggak peka, dan nggak nyadar kalo aku suka sama dia.


Itu bisa jadi alasan kenapa dia nggak ngungkapin perasaannya.


Dia itu orangnya berani sih, tapi kalo dia nggak yakin kalo aku suka sama dia, wajar kalo dia ragu-ragu buat ngomong.


Tapi, kalo begini terus, dia nggak akan pernah ngungkapin perasaannya ke diriku.


Kalo emang dia nggak peka banget, cara aku selama ini nggak bakalan bikin dia sadar.


Harus gimana ya...


Sepertinya, aku terlalu serius mikirin ini semua.


Aku jadi sakit flu pas hari Sabtu, yang seharusnya menjadi hari paling menyenangkan.


Lagi pula, pas itu ibu angkat dan Mei-chan nggak ada di rumah.


...Eh, tapi mungkin lebih baik tanpa ibu angkat sih, jadi lebih tenang.


Pas aku bilang ke dia, dia jadi khawatir banget.


Dan dia bilang mau dateng menjenguk aku.


Awalnya aku merasa bersalah banget.


Waktu itu fluku nggak terlalu parah sih, dan aku khawatir nularin dia.


Tapi... aku juga merasa kesepian, itu juga kenyataannya.


Mungkin itu terasa saat aku ngomong di telepon.


Dia mengingat waktu aku merawat dia, dan membuat aku merasa lebih mudah meminta bantuannya.


Aku jadi senang karena dia peduli.


Dan sekaligus merasa bersalah.


Akhirnya, aku memutuskan untuk minta bantuannya.


Dan itu adalah keputusan yang benar.


Fluku jadi lebih parah setelah dia datang.


Sampai-sampai aku tanpa sadar nunjukin pakaian dalamku di depan dia karena demam tinggi yang bikin aku nggak bisa mikir jernih.


Beruntung banget dia ada di sana.


Dan... bisa diangkat ala tuan putri sama dia, itu rasanya seperti dapet bonus.


Setelah itu, dia bawa aku ke rumah sakit, dan bahkan setelah itu dia siapin makanan untukku.


Dia kasih aku piring dan garpu di atas nampan.


Tiba-tiba... aku jadi mikir.


Kalo terus-terusan seperti gini, dia nggak bakalan sadar kalo aku suka sama dia.


Dan meskipun aku nunggu dia ngungkapin, kalo aku cuma pasif terus itu nggak baik.


Aku juga harus berubah. 


Aku perlu lebih aktif ngasih tau dia perasaan aku, biar lebih jelas.


Jadi...


" Tolong suapin aku."


Itu yang aku minta dengan manja.


__--__--__


" Tolong suapin aku."


Pas Arisa minta seperti itu, Yuzuru agak kaget sih.


Dia udah sering liat Arisa nunjukin sisi lemahnya, minta ini itu...


Tapi ini sepertinya pertama kali Arisa minta sesuatu yang manja banget.


(Ya udahlah... Lagian dia lagi sakit, pasti lemes ya.)


Tentu aja, ga ada alasan buat nolak.


Yuzuru langsung iyain, terus ngambil potongan peach pake garpu, dan suapin ke mulut Arisa.


"Nih."


"Ahh..."


Arisa buka mulutnya kecil-kecil, lalu masukin peach itu ke mulut.


Pelan-pelan Yuzuru tarik garpunya dari bibir Arisa yang mengkilap.


Arisa kunyah pelan-pelan, lalu telan peach itu.


Terus dia buka mulutnya lagi.


"Mau lagi dong."


"Oke."


Yuzuru, meski agak aneh perasaannya, tetep aja suapin Arisa peachnya.


Ini cuma ngerawat orang sakit kok.


Tapi entah kenapa, jadi kerasa ada suasana sensual gitu.


Sekaligus, Yuzuru juga ngerasa seperti lagi kasih makan burung kecil yang butuh perlindungan.


Meski bingung dengan perasaan kompleks itu, Yuzuru selesai juga ngasih "makan" Arisa.


Lalu kasih dia minum sama obat.


Sekalian ganti bantal dingin dan koyo.


"Yuzuru-san... eh..."


"Tenang aja. Aku di sini sampe sore."


Ga mungkin langsung pulang kok.

Yuzuru mencoba ngasih tau Arisa biar tenang, tapi... dia malah geleng-geleng kepala.


"Bukan itu..."


"Ada apa?"


"Tolong pegang tanganku. Sampai aku bisa tidur..."


Dengan mata berkaca-kaca, Arisa minta itu.


Sepertinya dia lagi down banget.


Yuzuru dengan lembut, bungkus tangan Arisa.


Tangannya lembut banget, indah, dan hangat.


Arisa keliatan lega, lalu nutup matanya.


Kemudian, dia mulai napas pelan dan mulai tidur.


Yuzuru berusaha lepas tangan tanpa bangunin Arisa.


Terus pelan-pelan... keluar dari kamar Arisa.


"Yuzuru-san... Yuzuru-san..."


Sekitar jam setengah lima sore.


Di ruang tamu, sambil main HP cari cara ngerawat orang sakit, Yuzuru denger suara Arisa dan langsung berdiri.


Seperti burung kecil yang manggil induknya, suaranya manis dan keliatan kesepian.


Yuzuru langsung ke kamar Arisa.


"Yuzuru-san..."


Pas Arisa liat muka Yuzuru, dia keliatan lega.


Dia kesepian pas bangun waktu ga ada Yuzuru.


"Maaf, aku pikir kalo aku dekat-dekat malah bakal ketularan kamu."


Tentu aja, Yuzuru mikir kalo kena flu biasa ga masalah sih.


Tapi dia mikir Arisa bakal khawatir kalo sampe dirinya tertular.


"Iya, aku tau kok. ...Seneng deh kamu masih di rumah."


Begitu bilang, Arisa ngeliatin Yuzuru.


Pipinya merah, matanya berkaca-kaca... seperti lagi minta sesuatu.


Yuzuru ga tau Arisa mau apa, tapi... 


Jadi, pertama-tama dia nyoba elus kepala Arisa.


Terus, Arisa nutup matanya, keliatannya nyaman banget dan biarin kepalanya dikelus-kelus.


Sepertinya itu pilihan yang tepat.


Jadi ingat anjing kesayangan di rumah, Yuzuru tanpa sadar tersenyum kecut.


"Arisa , kamu lapar nggak?"


"Lapar sih..."


Begitu Arisa mau jawab.


Tiba-tiba ada suara kecil, "kuuuggghhh~".


Muka Arisa makin merah.


"Pengen makan..."


"Oke. Aku sih cuma punya bubur instan. Aku panasin ya. Kamu juga pasti haus kan? Aku ambilin minum dulu ya?"


"Iya, tolong."


Arisa mengangguk kecil.


Pertama-tama, Yuzuru ngambil Pocari Sweat yang udah didinginin di kulkas, terus kasih ke Arisa .


(TL/N :TIDAK DI ENDORS >_<)


Setelah memastikan Arisa minum Pocari, dia berjalan ke dapur.


Pindahin bubur ke piring, lalu panasin di microwave.


Terus dia bawa ke tempat Arisa bersama sendok.


"Emm..."


"Kamu mau aku suapin?"


"...Iya."


Yuzuru ambil sendok, tiup-tiup buat dinginin.


Lalu pelan-pelan bawa ke mulut Arisa .


Arisa dengan cepat melahap bubur yang ada di sendok itu.


Sepertinya dia emang lagi laper, cepet banget habisnya.


"Mau makan peach kalengan juga?"


"...Tolong."


Karena keliatannya masih kurang, Yuzuru juga kasih Arisa makan sisa peach kalengan.


Terus kasih dia minum dan obat, cek suhunya.


Suhunya udah turun ke 37 derajat.


"Sepertinya, ganti bantal dulu deh."


"...Eh, sebelum itu, ada yang mau aku minta."


"Ada apa? Kalau aku bisa, aku dengerin kok."


Pas Yuzuru bilang gitu, Arisa keliatan sedikit tegang, mukanya merah karena demam atau malu, dia minta sesuatu ke Yuzuru.


"Aku mau bersihin badan."


"Oh... iya, kamu pasti keringetan."


Mau bersihin badan dan ganti baju juga.


Mungkin sebaiknya ganti seprai juga.


"Aku siapin handuk basah ya."


"Tolong."


Arisa mengangguk dengan tegang.


Yuzuru siapin beberapa handuk basah sambil merasa ada yang aneh dengan situasi Arisa .


"Oke, Arisa . Aku keluar dulu ya, jadi kamu bisa bersihin badan dan ganti baju. Nanti aku ganti seprainya."


"...Iya, terima kasih."


Arisa mengangguk, ambil handuk.


Yuzuru mau keluar dari kamar, tapi...


"Tunggu, tolong."


Arisa dengan suara lemah memanggil Yuzuru.


Yuzuru balik, "Ada apa... eh, loh! Kamu lagi ngapain sih!"


Saat Yuzuru balik, Arisa lagi buka satu-satu kancing baju tidurnya.


Sedikit keringat membuat payudaranya basah, dan baju dalam putihnya terlihat.


Setelah semua kancing dibuka...


Dia membelakangi Yuzuru.


Lalu sedikit membuka baju tidurnya, menampakkan bahunya yang putih. 


Dan kemudian dia sedikit menoleh ke belakang.


Wajahnya merah merona seperti tomat.


"Uh, Yuzuru-san..."


Dengan suara yang agak menggoda, Arisa memanggil nama Yuzuru.


Dan mungkin karena malu, suaranya bergetar... tapi masih terdengar jelas.


"Punggungku... aku nggak bisa nyampe, bisa tolong dilap nggak?"


Begitu katanya sambil menanggalkan pakaian atasnya sepenuhnya.


Punggung putihnya yang basah kuyup oleh keringat dan merona merah muda terlihat jelas.


Di bagian pinggang celananya, alias bagian pinggul, terlihat bagian atas celana dalamnya yang juga lembap karena keringat.


Kemudian Arisa memutar tangannya ke belakang, melepaskan kaitan bra... dan sambil menariknya ke depan dengan terampil, dia berkata.


"Uh... tolong ya."


Dengan suara yang hampir hilang, Arisa meminta tolong lagi kepada Yuzuru.


Yuzuru tanpa sadar menelan ludah.


"Eh, enggak... Arisa. Itu, nggak bisa lah..."


Yuzuru berkata sambil berusaha keras menahan darah yang hampir mengalir ke bagian bawah tubuhnya.


Kalau Yuzuru dan Arisa benar-benar pacaran, mungkin mereka bisa melakukan hal tersebut.


Tapi secara resmi mereka hanya tunangan dalam hubungan palsu, dan pada kenyataannya hanya teman.


Tentu saja, rencananya mereka akan menjadi tunangan secara nyata di masa depan (setidaknya menurut Yuzuru), tapi bukan saat ini.


Dia ingin menolak dengan tegas tapi...


"Kotor, ya?"


"Eh? Enggak..."


"Maaf ya... Keringatku ini, kotor ya pasti."


Dengan suara sedih, Arisa berkata begitu.


Dia menunjukkan ekspresi kecewa kepada Yuzuru.


"Bukan, bukan seperti itu."


Tanpa sadar Yuzuru berkata demikian.


Kemudian Arisa, meskipun dengan rasa malu, berkata dengan suara yang lebih ceria.


"Jadi... bisa tolong nggak?"


"Baiklah, oke."


Yuzuru merasa seperti mabuk saat dia menghadap kembali ke punggung Arisa.


Meskipun basah karena keringat... itu benar-benar punggung yang halus dan indah.


Bahwa karena basah, itu malah terlihat lebih mengkilap dan menarik.


Entah karena panas atau malu, punggung putih itu sedikit merona merah.


Yuzuru membuka handuk basah, dan perlahan mendekatkannya.


Jantungnya berdebar kencang karena tegang, tangannya gemetar.


"Hyau!"


Kemudian Arisa mengeluarkan suara yang menggoda.


Jantung Yuzuru melompat tinggi.


"Eh, hei!"


"Ma, maaf... aku, aku kaget..."


Yuzuru yang sebenarnya kaget.


Siapa pun akan terkejut dan... terangsang jika orang yang disukai, setengah telanjang, tiba-tiba mengeluarkan suara menggoda.


"Enggak, seharusnya aku memberi tahu dulu... Aku bakal mulai mengelap sekarang ya."


"Iya... mmh..."


Yuzuru kembali mulai mengelap punggung Arisa dengan handuk basah.


Mengelap keringat yang menempel erat.


Dan setiap kali handuk bergerak... Arisa mengeluarkan suara kecil yang manja.


"Ah... mmh... ahn..."


"Kamu... geli ya?"


"I, iya... mmh... maaf ya..."


Dengan kedua tangan dan pakaiannya menutupi bagian depan, Arisa sedikit menoleh ke belakang, mengangguk sambil berkata kepada Yuzuru. 

Tulang selangka putih, ketiak yang bersih, dan benjolan putih di depan tubuh yang berasal dari bagian ketiak terlihat di mata.


Aliran darah di seluruh tubuh jadi cepat.


Saat Arisa berbalik lagi, Yuzuru mulai bekerja tapi...


Yuzuru nggak bisa berhenti penasaran sama bagian depan Arisa.


Meski tahu itu nggak baik...


(Mungkin ini salah Arisa yang terlalu nggak berjaga-jaga?)


Sambil bikin alasan gitu, dia sedikit mendekat.


Lalu dia condongkan badan, dan pelan-pelan mengintip dari bahu ke depan.


Gulp... Yuzuru menelan ludah.


Pertama, tulang selangka yang indah terlihat.


Dan di bawah tulang selangka, terbentang lekukan lembut yang terlihat.


Di garis tengah lekukan itu, ada celah yang bikin pengen diusap-usap, dan bisa kelihatan jelas ada keringat yang menumpuk di sana.


Karena Arisa menutupi dada dengan kedua tangan, lemak lembut itu sedikit terhimpit.


Tapi masih bisa jelas kelihatan bentuknya yang besar.


Dan bagian atas dan samping yang nggak bisa ditutupi benar, jelas terlihat.


Tapi... bagian puncaknya aja yang nggak kelihatan.


Kalo aja Arisa sedikit menggeser tangannya...


Yuzuru merasa sangat frustasi.


"Eh, Yuzuru-san?"


"Eh? A, ada apa?"


Ditanya Arisa, Yuzuru kembali ke dirinya.


Jantungnya berdetak kencang.


Arisa menatap Yuzuru dengan mata berkaca-kaca.


Jarak antara muka mereka... sangat dekat.


Bisa merasakan nafas hangat Arisa.


"Kalo kamu terus menatapku seperti gitu...a, aku bisa malu..."


"I, iya... ma, maaf."


Yuzuru langsung mengalihkan pandangannya.


Ternyata Arisa sadar Yuzuru mencoba melihat dadanya.


Lalu Yuzuru fokus membersihkan punggung Arisa...


Dan berhasil menyelesaikan pekerjaannya.


Kemudian, dia keluar dari kamar, menunggu Arisa membersihkan bagian depannya sendiri, dan ganti baju.


Sesaat kemudian, dia diberi izin untuk masuk.


"Maaf sudah merepotkan."


"I, iya... nggak usah dipikirin. Aku juga... salah."


"I, iya... nggak apa-apa. Malah... ehm..."


Arisa terhenti bicaranya.


Yuzuru penasaran apa yang mau dikatakan Arisa, tapi nggak ditanyakan.


Tapi, dengan ini, perawatan dari Yuzuru selesai.


Sudah malam, jadi Yuzuru memutuskan untuk mengucapkan selamat tinggal.


"Untuk sekarang, aku bakal..."


Pulang.


Saat Yuzuru mau bilang begitu.


"Eh, bisa nggak... kamu nginep di sini? Aku... merasa kesepian."


"Nginep... maksudnya?"


"I, iya... bukan, aku nggak minta kita tidur bareng. Cuma... pengen kamu di sini aja..."


‘Boleh nggak?’


Arisa dengan mata sayu bertanya begitu ke Yuzuru.


Tentu saja, nggak mungkin Yuzuru bisa bilang nggak.


"... Aku bakal minta izin dari ayah angkatmu. Kalo dia bilang boleh... aku bakal bawa sleeping bag dari rumah."


"Oke, aku mengerti." 


Yuzuru ga bingung cara menjelaskannya, dia meminta ijin ke Naoki Amagi biar bisa nginep karena kondisi Arisa yang lagi ga bagus dan dia Arisa pengen dia ada di sana.


Meskipun Naoki kelihatan sedikit bingung... dia bilang "Tolong jaga anak saya" dan ngasih izin.


Yuzuru buru-buru ke apartemennya sendiri dan bawa balik sleeping bag.


"Maaf banget ya... udah ngerepotin."


"Ga usah dipikirin. Kalo lagi flu kamu boleh manja sepuasnya kok."


Arisa yang menundukkan kepala dengan sopan, dengerin Yuzuru dengan jawaban seperti itu.


Lalu, mungkin Arisa memutuskan untuk manja seperti yang dikatakan Yuzuru ...


"Eh, aku ga bisa tidur... bisa ga, pegang tanganku?"


"Boleh kok, oke."


Yuzuru pegang tangan Arisa seperti siang itu juga.


Melihat wajah Arisa yang terlihat tenang sambil menutup matanya, Yuzuru terus memandang.


Setelah itu, Arisa mulai napas pelan dengan lucu.


"...Tapi, dia bener-bener cantik ya."


Yuzuru terus memandangi wajah Arisa... bibirnya yang indah.


Dia berpikir, kalo dia mencium bibir itu, Arisa bakal bangun ga ya? Pikiran macem-macem mulai muncul.


"Tidak... ini ga baik. Ga seharusnya aku melakukan hal yang bisa mengkhianati kepercayaannya."


Yuzuru berusaha keras menahan instingnya dengan akal sehat.


Lalu dia berbalik dan berusaha keluar dari kamar Arisa...


"Yuzuru -san... aku cinta kamu..."(Suki suki >_<)


Jantungnya berdebar kencang.


Yuzuru pelan-pelan menoleh ke belakang.


Arisa... masih tidur.


"...Mengigau 

dalam tidur ya."


Dengan lega, Yuzuru menghela napas.


Lalu, tanpa membangunkan Arisa, dia membuka pintu...


Dan saat dia hendak pergi, dia berbisik.


"Aku juga cinta kamu, Arisa. Selamat malam."


Setelah berkata begitu dengan pelan, dia menutup pintu.


Dan...


"Yuzuru -san... dasar bodoh...aku jadi ga bisa tidur deh..."


Arisa membenamkan wajahnya di bantal, sambil berbisik seperti itu. 


Besoknya.


"Demamnya sudah turun, lega deh"


Yuzuru ngomong gitu, tapi entah kenapa, Arisa nutupin setengah mukanya pake selimut terus bilang,


"...Iya"


Dari pagi tadi, dia terus seperti ini.


Sepertinya... dia lagi malu-malu gitu. Buktinya aja, telinganya merah banget.


Malu karena apa.


Itu, Yuzuru juga bisa nebak.


Hari sebelumnya, Arisa agak aneh.


Dia jadi manja banget sama Yuzuru.


Tapi mungkin biasanya dia cuma pura-pura kuat, dan Arisa yang manja itu yang "Arisa yang sebenarnya".


"...Maaf ya kemarin udah ngerepotin"


Arisa bilang gitu sambil masih nutupin mukanya.


Terus dia sesekali ngintip-ngintip keadaan sekitar.


Gesturnya itu lucu banget, tapi...


Tapi Yuzuru jadi ikutan malu.


"Aku nggak keberatan kok, santai aja"


"...Kalau gitu sih bagus"


Kalau gitu sih bagus.


Bilang gitu, tapi Arisa tetep ngintip-ngintip keadaan Yuzuru.


Masih ada yang dia khawatirin sepertinya.


"Ada apa? ...Kalau ada permintaan bilang aja"


"...Yuzuru-san no baka!"(Yuzuru-san itu bodoh!)


Arisa bilang gitu terus nutupin dirinya pake selimut.


Sebanyak apapun dia malu, ngomong kasar seperti itu agak gimana gitu ya.


Yuzuru jadi cengar-cengir.


Nah, keesokan harinya, hari Senin.


Yuzuru pergi ke sekolah, dan Arisa udah ada di kelas.


Demamnya udah turun dari hari Minggu pagi, dan sepertinya dia udah sembuh total tanpa masalah.


Sekilas aja, mata mereka bertemu.


Terus Arisa tersenyum manis.


Setelah Yuzuru duduk... handphonenya berdering.


Ternyata, ada email dari Arisa.


Ada pesan "Terima kasih untuk hari itu" bersamaan dengan stiker lucu dikirim.


Yah, udah gitu, Yuzuru juga balas, "Jangan memaksakan diri ya?"


Langsung ada balasan.


"Kalau sakit lagi, rawat aku lagi ya"


Pesan itu ditambahi stiker lucu, jadi Yuzuru mikir ini pasti candaan.


"Serahkan saja padaku. Kali ini mau aku antar ke UKS?"


"Kalau bisa, antar ke rumah aja"


"Kamu mau gendongan ala putri?"


"Boleh sih, tapi kamu kuat nggak?"


"Maksudmu, kamu berat gitu?"


"Itu kurang ajar loh"


Stiker marah dikirim balik.


Yuzuru nyaris ketawa, dia nutup mulutnya.


Kalau dia ketawa sekarang, akan jadi cowok creepy yang senyum-senyum sendirian sambil main hape.


"Untukmu, aku akan berusaha"


"Berusaha, seperti aku berat aja ya..."


Balasan "berusaha" itu sepertinya bikin Arisa juga nggak puas.


Ngomong-ngomong soal berat badan Arisa, sebenernya nggak berat-berat amat sih, tapi juga nggak ringan seperti bulu.


Ngga usah dibilang secara langsung, tapi Arisa itu di bagian yang harusnya berisi, ya berisi.


Sepertinya dia juga olahraga sesekali, jadi nggak mungkin nggak ada ototnya. 


Ada berat yang pas dan sehat.


"Enggak berat kok."


"Kok bisa tau sih?"


"Kan kemarin aku gendong."


Setelah Yuzuru jawab gitu, sejenak jadi sepi sebelum akhirnya dapet balasan lagi.


"Oh..."


Cuma kata seru itu.


Gimana ya ekspresi Arisa sekarang?


Yuzuru jadi penasaran, tapi ya gimana, kalo sampe kepo ekspresi dia, nanti malah ketahuan kalau lagi chat sama Arisa.


Itu sih enggak banget.


Pusing deh.


"Gimana rasanya?"


Akhirnya dateng juga pesannya, nanya pendapat.


Harus jawab apa ya?


Yuzuru mikir-mikir.


"...Mungkin, lembut ya."


Waktu diangkat, yang kerasa ya itu, kelembutannya.


Meskipun enggak sengaja, tapi nyentuh banyak bagian, dan kerasa banget kelembutan khas cewek.


Terus...


"Juga, Imut..."


Arisa yang ngegenggam erat baju Yuzuru, sambil liat ke atas dengan mata berbinar, itu imut banget, sayang banget.


Arisa yang lagi sakit, baik fisik maupun mental, jadi terasa banget kalo dia lagi ngandalin Yuzuru.


Yuzuru jadi ngerasa pengen melindungi, pengen punya, campur aduk gitu.


Arisa itu harus Yuzuru yang jaga.


Meskipun kedengerannya sok-sokan, tapi itu yang dirasa.


Tapi, ya enggak bisa langsung jujur gitu.


Lagian, kalo mikirin konteksnya... mungkin tadi nanya-nanya soal berat badan Arisa ya.


"Dan juga beratnya pas kok."


"Hental!!."


Langsung dapet balasan gitu.


Padahal yang pertama kali nyindir soal 'kamu kuat enggak sih?' itu dia, dan yang terus-terusan ngomongin soal berat badan juga dia...


Yuzuru jadi ngerasa enggak adil.


Jadi, sebagai balasan dan iseng, dia juga nanya balik.


"Kamu gimana?"


Kalo udah nanya pendapat, seharusnya jawab juga kan.


Nah, dengan pikiran iseng gitu, Yuzuru ngetik dan kirim pesan itu.


Ternyata, sepertinya Arisa bingung mau jawab apa, soalnya udah dibaca tapi lama banget enggak bales.


Yuzuru jadi penasaran sambil nunggu jawaban Arisa.


Tapi, sebelum homeroom mulai,dia masih belum dapet balasan dari Arisa.


Jangan-jangan marah ya?


Pas Yuzuru mulai sedikit khawatir, akhirnya dapet juga balasannya.


"Jadi deg-degan."


Yuzuru juga jadi deg-degan.


Jantung berdebar kenceng banget.


Pengen tau banget dia ngetik itu dengan ekspresi apa...


"Boleh minta lagi enggak? ...Pas lagi sakit."


Terus dapet pesan gitu.


Yuzuru rasa, bagian awal itu beneran dari hati Arisa, sementara bagian akhir itu seperti alasan atau pembenaran.


Yuzuru langsung balas.


"Siap sedia, Tuan Putri."


"...Ehh, kamu enggak malu gitu?"


"Kalo diingetin malu sih, jadi jangan deh." 


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment



close