-->
NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

OmiAi [LN] Volume 3 Chapter 3

 CHAPTER 3: BARGAINING WITH YOUR “FIANCÉE”

(TAWAR MENAWAR DENGAN “TUNANGAN”)


Setelah sekolah, hari dimana Yuzuru dan Arisa ngobrol asik lewat handphone.


Yuzuru dipanggil ke atap sama Ayaka dan Chiharu.


"Ada apa? Ayaka, Chiharu "


Mungkin mereka punya ide buat ngerjain orang atau gimana ya?


Sambil mikir gitu, agak-agak enggak sopan sih, Yuzuru nanya ke mereka berdua.


"Bisa aku tanya langsung? Yuzuru"


"Ya enggak apa-apa sih..."


"Sebenarnya, Yuzuru suka sama Arisa-chan gak sih?"


Ditanya gitu sama Ayaka, Yuzuru ngerasa mukanya jadi agak panas.


Sambil nutupin pipi yang merah dan mengalihkan pandangan, dia jawab.


"Yah... bisa kalian lihat sendiri kan"


Secara objektif, jelas lah Yuzuru itu suka sama Arisa. 


Itu sih, Yuzuru juga sadar banget.


"Jadi, kamu juga tau kalau Arisa-chan suka sama kamu?"


"......Ya, aku pikir ini timbal balik."


Chiharu nanya, dan Yuzuru jawab.


Baru-baru ini, walaupun cuma ngomong pas lagi ngigau, Arisa emang bilang suka sama Yuzuru.


Jelas, ini cinta timbal balik.


"Hmm"


"Wah..."


Denger jawaban Yuzuru, Ayaka sama Chiharu...


"Jangan pelit dong, Yuzuru!"


"Kita kan temen dari kecil, ceritain dong."


Sambil cengar-cengir, Ayaka sama Chiharu nyikut-nyikut.


Mereka pengen banget godain.


Makanya Yuzuru pengen rahasiain ini dari mereka.


"Dari kapan? Kado ulang tahun itu buat Arisa-chan kan? Dari situ kamu udah suka dia?"


"Apa mungkin dari saat di kolam renang? Atau kamu pernah ngabisin Natal bareng?"


"Eh, udahlah!"


Yuzuru dengan kasar nyuruh Ayaka sama Chiharu menjauh.


Trus dia ngeluarin napas panjang.


"Kalian tuh... suka godain orang ya? ......Makanya aku enggak mau bilang."


"Tapi kamu juga gak keliatan mau nyembunyiin kan?"


"Kalau malu, harusnya lebih hati-hati dari pandangan orang lain dong?"


"Iya iya...ini salahku deh..."


Yuzuru jawab dengan muka kesel, dan mereka berdua cuma bisa tertawa kecut.


"Yaudahlah, jangan marah-marah gitu."


"Udah cerita ke Souichirou sama Zenji-kun belum?"


"Udah... trus, aku pikir, aku juga harus bilang ke kalian, biar adil. Tenka-san juga, aku gak enak kalau dia enggak tau. ...Tapi tolong jangan bilang ke yang lain."


Yuzuru bilang gitu, dan mereka berdua langsung ngangguk besar.


"Jelas dong. Kami kan bisa jaga rahasia."


"Kami tau kok apa yang boleh diceritain dan apa yang enggak."


Mereka bilang bisa jaga rahasia... tapi beneran apa enggak, itu lain cerita. Tapi, yang pasti mereka belum pernah khianatin kepercayaan Yuzuru.


Jadi, mungkin bisa dipercaya kali ini.


"Terus, kenapa sih kamu enggak ngungkapin perasaan?"


"Kamu enggak bisa mutusin atau alasan lemah lainnya? Atau, kamu pikir udah kayak pacaran aja jadi gak perlu?"


Yuzuru geleng-geleng kepala.


"Rencananya sih, mau ngungkapin. ...Pada waktu dan cara yang tepat. Kalian ingat?, Arisa pernah bilang... dia suka yang romantis."


Aku enggak akan pernah lupain itu.


Itulah yang Arisa bilang ke Ayaka sama Chiharu.


Semuanya gara-gara Ayaka yang bikin perintah aneh di "Permainan Raja".


"Aku paham, tipikal Yuzuru... beda banget sama orang lain."


"......"


"......"


Yuzuru langsung tau maksud "orang lain" tanpa harus dikasih tau, dan dia memilih untuk enggak komentar.


Di sisi lain, Ayaka mungkin sadar udah bikin suasana jadi aneh, jadi dia cepet-cepet ganti topik.


(TL/N : Buat yg gatau, kemungkinan yang chiharu maksud itu souichiro)


"Jadi, gak ada yang bisa kami bantu ya?"


"Yah... kalau ada yang bisa, mungkin cuma bilang ke Arisa... alasan aku enggak ngungkapin bukan karena aku enggak suka dia atau karena aku ragu-ragu... mungkin dia juga lagi penasaran gitu." 


Kalau Yuzuru ada di posisi Arisa, pasti dia bakalan khawatir kenapa nggak ngakuin perasaannya.


Mungkin dia juga bakalan kesel gitu.


Soalnya Yuzuru pengen ngomong perasaannya sendiri, jadi dia nggak mau kalau Arisa yang ngomong duluan.


Lagian, Yuzuru nggak mau dibilang cowok yang memalukan oleh Arisa.


"Nah, gitu. Aku bakal bilang ke dia kalau Yuzuru itu tipe cowok yang kalau udah niat pasti bakal ngedapetin," kata Chiharu.


Terus, Ayaka yang dari tadi kayaknya lagi mikir keras, akhirnya buka suara.


"Eh, tapi gimana dong kalau Yuzuru sama Arisa jadian? Di sekolah gimana?"


"Hm? Ya... mungkin tetep rahasia kali ya. Arisa kan nggak mau orang lain tau..."


Arisa kan seolah-olah nggak punya pacar dan nggak tertarik sama yang namanya cinta-cintaan.


Tapi kalau tiba-tiba aja jadian sama Yuzuru, pasti temen-temennya bakalan kecewa.


Arisa khawatir soal itu.


"Tapi kan, kalau pacaran dan ketahuan pas lagi kencan, gimana?"


"Kalau udah jadian sih, nggak perlu dirahasiain lagi kali ya?"


"Ya... emang sih. Tapi, kan aneh kalau selama ini kalian nggak hubungan apa-apa, tiba-tiba jadian."


Maksudnya, Arisa sengaja menyembunyikan hubungan itu. (Padahal emang sengaja sih...)


Kayaknya itu nggak terlalu bagus deh, buat Arisa.


"Trus gimana kalau nggak tiba-tiba? Maksudnya, Yuzuru kapan nih rencananya ngaku... sebenernya aku udah bisa nebak, tapi kalau sampe saat itu hubungan mereka di sekolah udah deket, kan bagus."


"Tapi gimana caranya? Kan selama ini kita nggak deket-deket amat, tiba-tiba deket rasanya aneh."


Perkamu sesuatu yang keliatan alami.


Yuzuru bilang gitu, terus Ayaka senyum-senyum dan menonjolkan dadanya yang lumayan besar.


"Serahin aja ke aku! Aku punya ide bagus kok."


"Ide bagus? Apa tuh?"


"Itu loh..."


"Ide bagus! Mantap, Ayaka!"


Yuzuru cuma bisa liat Ayaka sama Chiharu yang udah semangat sendiri.


Yuzuru sebagai orang yang terlibat langsung, tentu aja penasaran sama "ide bagus" itu.


"Ide bagusnya apa sih?"


"Kamu tinggal tunggu aja besok."


"Berasa naik kapal besar aja ya."


Dua sahabat Yuzuru yang punya dada besar itu keliatannya yakin banget.


Yuzuru jadi mikir, "Ini beneran aman nggak ya..."


Keesokan harinya.


"Selamat pagi, Yuzuru-san. Ini, tolong terima."


"Oh, Arisa. Selamat pagi... Makasih."


Hari ini Arisa lagi-lagi datang ke apartemen Yuzuru buat nganterin bekal.


Yuzuru bilang makasih dan nerima bekalnya.


Biasanya, di saat kayak gini dia bakalan ngembaliin kotak bekal yang udah dicuci, sambil kasih tau gimana rasanya...


"Kamu nggak kecapekan kan? Hari ini juga boleh kok kalau mau istirahat..." kata Yuzuru, dengan cara ngomong yang agak aneh.


Soalnya, kemarin dia nggak nerima bekal dari Arisa karena lagi sakit.


Jadi, hari ini nggak ada kotak bekal yang harus dikembalikan ke Arisa.


Sementara itu, Arisa cuma nyengir dan tersenyum. 


"Tenang aja. Sebenernya, kemarin juga pengen bikin kok. ...Serius deh, aku seneng loh, bikin bekal buat Yuzuru-san."


"Oh gitu? Ya udah, kalau gitu sih bagus."


Ngelarang atau nolak kebaikan Arisa itu sepertinya kurang ajar.


Itu yang dipikirin Yuzuru dan akhirnya nurut... tapi sebelum itu, dia punya sesuatu yang pengen dibilang.


"Pokoknya, aku gak mau kamu ngelakuin hal yang terlalu berat."


"Iya, aku ngerti kok. Aku bakal ngelakuinnya selama aku bisa... kalau aku mulai ngerasa gak sanggup atau gimana, aku bakal kasih tau lewat email ya."


Arisa bilang gitu sambil keliatan bercanda.


Yuzuru sampai nggak bisa nahan senyumnya.


"...Nah, aku duluan ya ke sekolah."


Setelah bilang gitu, Arisa pun berbalik dan pergi. Keliatannya agak sayang gitu.


Dan Yuzuru juga ngerasain hal yang sama.


"Eh, Arisa."


"Apa?"


Arisa berhenti dan menoleh.


Rambutnya yang warnanya coklat keemasan itu bergoyang lembut.


"...Gimana kalau kita berangkat sekolah bareng?"


"Di pagi hari beda sama sore, banyak mata yang memperhatikan..."


Di sore hari, setelah sekolah, waktu pulang siswa itu beda-beda, jadi kemungkinan ketahuan teman sekelas itu ga terlalu besar.


Tapi waktu berangkat sekolah di pagi hari (kecuali siswa yang ada latihan klub di pagi hari) seringnya bisa ketemu, jadi lebih gampang diliat orang.


"Hmm,begitu ya..."

"Iya... maaf ya."


"Ah, nggak, gak apa-apa. Aku yang minta maaf ya, udah ngomong aneh-aneh."


Yuzuru nonton Arisa pergi...


Dan sedikit berharap pada "ide brilian" dari Ayaka dan Chiharu.


__--__--__


Dan di jam makan siang hari itu.


Yuzuru mau makan siang bareng Souichirou dan Hijiri, jadi dia bangun dari tempat duduknya.


Pas keluar kelas dan mau ngumpul sama mereka...


"Yuzuru, hari ini kita juga diikutin dong."


Di depan kelas, Ayaka bilang gitu ke Yuzuru.


Dan di belakangnya, Chiharu melambaikan tangan ke orang di dalam kelas... terus bilang.


"Kebetulan nih, Arisa-chan juga mau bareng?"


__--__--__


Ketika Yuzuru mendengar kata-kata dari Chiharu.


Dia langsung paham maksudnya.


Ayaka, Chiharu dan Tenka, adalah temen Arisa.


Kalau di sini bilang temen, ya jelas, termasuk pengakuan dari orang sekitar juga.


Setelah belajar bareng, meskipun kelas mereka beda dan ga sering-sering amat, mereka makan siang bareng atau ngobrol-ngobrol.


Orang-orang sekitar juga udah liat mereka bareng.


Jadi, Ayaka dan Chiharu ngajak Arisa makan siang itu bukan hal yang aneh.


Dan... Ayaka dan Chiharu ngajak Yuzuru juga, itu juga bukan hal yang aneh.


Soalnya, udah jadi rahasia umum kalau Yuzuru dan Ayaka, mereka deket.


Yuzuru dan Arisa, di mata orang sekolah, ga ada hubungan.


Tapi, kalau Ayaka yang jadi perantaranya, mereka jadi punya hubungan yang kuat.


Dengan Ayaka sebagai perentara, terus jadi tertarik satu sama lain.


Itu cerita yang wajar.


"...Ah, oke deh."


Balik dari lamunannya, Yuzuru bilang gitu ke Ayaka.


Terus dia menoleh ke belakang, ke arah Arisa.


"Apa Yukishiro mau ikut?"


Panggilannya terasa nostalgia.


Sambil sedikit tenggelam dalam kenangan, Yuzuru bertanya itu ke Arisa. 


Di satu sisi, Arisa yang dipanggil oleh Yuzuru, awalnya keliatan bingung dengan ekspresi mukanya...


Tapi, segera dia kembali ke dirinya dan tersenyum.


"Gak masalah kok buat aku.Takasegawa-san"


Pelafalan nama itu, sedikit, terasa kayak nostalgia.


Jadi, tempat makan siang yang dipilih adalah kantin.


Ada Ayaka dan Chiharu, Yuzuru dan Arisa, lakamu Souichirou, Hijiri, dan Tenka.


Tapi...


"...Ini pertama kali kita bertujuh kumpul di sekolah ya"


Hijiri ngomong gitu dengan nada yang agak melow.


Ini pertama kali mereka bertujuh kumpul sejak pertemuan belajar, dan juga kali pertama mereka ketemu bareng di sekolah.


"Iya nih. Akhirnya, kita bisa jadi temen dalam arti yang lebih resmi gitu"


Tenka yang ngomong gitu dengan maksud yang dalam.


Kata-kata Tenka yang penuh arti itu, ditangkep dengan baik oleh Hijiri.


"Dasar cewek licik..."


"Eh, maaf ya. Tapi kan wajar saja kalau aku pengen deket sama Ayaka-san, Takasegawa-kun, atau Satake-kun?"


Dia bilang dengan pede.


Itu seolah-olah Tenka mengakui kalau dia mendekati Yuzuru, Ayaka, dan Souichirou karena mereka punya keluarga yang berpengaruh.


...Tapi, sebenarnya mereka bertiga gak terkejut atau apa.


Sejak awal mereka udah tahu maksud Tenka.


Sebagai keluarga Nagiri, mereka pengen punya hubungan baik sama Takasegawa atau Tachibana...


Meskipun gak bisa dapet perlindungan, tapi tetap pengen menjaga hubungan.


Mereka udah nyangka kalau suatu saat Tenka akan mendekat, dan ketika itu terjadi, mereka cuma bisa bilang "Ya sudahlah".


Jadi, yang penting buat Yuzuru dan Ayaka adalah Tenka ngomongin hal itu secara terang-terangan.


Itu artinya... 


"Kedepannya juga, tolong diistimewakan ya, semuanya"


Dengan senyum nakal, Tenka tersenyum.


Lalu, sedikit menjulurkan lidahnya.


Wanita yang seperti setan.


Itu yang terlintas di pikiran Yuzuru.


‘Kalian semua kudekati karena tertarik dengan keluarga kalian, aku pikir kita udah cukup akrab untuk bisa mengakui itu secara terang-terangan.’


‘Ke depannya juga, sebagai teman, dan juga sebagai partner bisnis, mari kita tetap akrab.’


Begitulah Yuzuru memahami kata-kata Tenka.


Tanpa sadar Yuzuru tersenyum getir.


Cara bicara yang nggak membuat orang lain punya kesan buruk, pintar banget.


Sampai di sini, bagi Yuzuru, itu bukan sesuatu yang terlakamu mengejutkan...


"Tolong izinkan aku untuk berhutang budi ya, kalau ada kesempatan?"


Yuzuru yang tersenyum dan berkedip itu, merasakan jantungnya berdegup kencang.


Pandangan Tenka tertuju pada kotak makan siang Yuzuru dan Arisa.


Ya... Isi dari kotak makan siang mereka berdua sama persis.


Tentu saja, fakta bahwa Yuzuru mendapat kotak makan siang dari Arisa sudah diketahui oleh semua anggota grup ini.


Maka dari itu, pandangan tadi, sengaja menyampaikan maksud...


Boleh juga kalau kamu mau minta saran tentang cinta.


Aku mendukungmu, loh.


Itu bisa diartikan begitu.


(Ah... Ini kerjasama dengan Hijiri ya)


Di sini Yuzuru menyadari bahwa alur pembicaraan sampai sejauh ini adalah sesuatu yang disengaja dibuat oleh Tenka dan Hijiri.


...Senang sih diriku didukung, tapi sedikit merasa digoda.


Tidak, ini pasti memang dimaksudkan ada niat untuk menggoda di sini. 


Jadi kalau gini terus, baik sebagai keluarga Takasegawa maupun Yuzuru sendiri, gak bisa mundur.

"Ah... pasti deh, aku bakal minta tolong. ...Dan Tenka-san juga, boleh kok minta tolong sama aku. Sebagai sahabat keluarga Zenji, Nagiri juga sama artinya dengan sahabat Takasegawa."

Kalau diliat sekilas, kayaknya cuma omongan formal antar keluarga yang gak ada hubungannya sama perasaan pribadi.

Tapi... kalau mempertimbangkan hubungan baik antara Hijiri dan Tenka, omongan itu bisa jadi kayak nyindir hubungan mereka berdua.

Dan tampaknya maksud Yuzuru berhasil tersampaikan ke Hijiri dan Tenka.

Kedua orang itu kelihatan agak gimana gitu.

"Ngomong-ngomong, kapan Zenji-san sama Tenka-san kenal?"

Dan Arisa nanya ke mereka berdua kayak mau ngejar terus.

Arisa itu cerdas loh... bukan tipe yang bodoh. 

Meskipun dia gak terlatih dalam 'pertarungan lidah' seperti Yuzuru, Ayaka, atau Tenka, dia bisa ngeh kalau dia lagi digodain, dan bisa juga ngebales.

"Eh... ya sejak SMP sih."

"Iya nih. ...Memang sih keluarga kita udah kenal dari dulu, tapi beberapa tahun ini hubungannya makin erat."

Kita tanya hubungan kalian berdua, bukan keluarganya.

Pas Yuzuru dan Arisa mau ngejar lebih lanjut.

"Jadi hubungan keluarga Zenji yang juga terhubung dengan keluarga Takasegawa, dan hubungan keluarga Uenishi, dengan keluarga Nagiri, makin deket ya,itu bagus. Jadi hari dimana hubungan keluarga Takasegawa dan keluarga Uenishi membaik mungkin gak jauh lagi?"

Tiba-tiba Ayaka ngomong gitu.

(TL/N : Buat yg ga paham = Takasegawa & Zenji punya hubungan lewat pertemanan Yuzuru & Hijiri, Uenishi & Nagiri punya hubungan lewat pertemanan Chiharu & Tenka, jadi maksud Ayaka, dengan terjalinnya hubungan keluarga Zenji & Tenka, bisa berdampak ke perkembangan hubungan keluarga Takasegawa & Uenishi)

Dan sebentar aja dia menoleh ke arah Hijiri dan Tenka sambil nyengir.

Seperti mau bilang, "Kalian berhutang padaku."

"...Hubungan membaik?"

Arisa langsung tertarik sama topik yang dibawa Ayaka.

Lalu, Ayaka dengan lebaynya mengangguk besar.

"Takasegawa sama Uenishi, dari dukamu itu gak akur. Tapi sekarang sih gak terlalu..."

Dukamu sama sekali tidak ada hubungan yang positif.

Zaman orangtua mereka, kalau ketemu langsung adu mulut dan sindir-menyindir.

Sekarang, palingan ngomongin cuaca doang.

Dan antara calon penerusnya, mereka udah seperti teman... sekurang-kurangnya udah membaik hubungannya.

"Gak akur... kenapa ya?"

Pas Arisa nanya, Yuzuru dan Chiharu saling pandang, trus mengangkat bahu.

"Kayaknya dukamu ada masalah hak atas tanah gitu deh..."

"Lakamu ada dendam pribadi, persaingan pewaris, gitu deh yang bikin masalahnya makin besar."

Masih ada "para sesepuh" yang ngelanjutin masalah itu sampe sekarang.

Meskipun bagi Yuzuru dan Chiharu yang hidup di zaman sekarang, itu gak terlakamu berhubungan.

"Meskipun hubungannya udah membaik... aku sih belum pernah main ke rumah Chiharu."

"Eh, kamu belum pernah datang ya. Padahal kalau kamu, baik orangtuaku atau nenek aku gak bakal keberatan. Kenapa sih gak pernah datang?"

"Dukamu pemimpin keluargamu katanya pernah ngutuk keluargaku. Makanya dilarang lewat teritori Uenishi..."

"Ah... itu cerita tentang ngutuk seluruh keluarga sampe generasi berikutnya pake darah yang tergigit itu ya?"

"...Eh?!"

Wajah Arisa langsung pucat mendengarnya.

Arisa itu gak bisa terbiasa sama cerita-cerita hantu atau horor. 

"Itu, beneran ya...?" 

"Itu entahlah... Tapi, tunnya masih ada loh! Mau lihat? Ada fotonya juga..."

"Ah, nggak usah... aku tidak terarik."

Sambil mukanya pucat pasi, Arisa geleng-geleng kepala.

Terus dengan rasa takut yang amat sangat, dia pelan-pelan megang lengan baju Yuzuru.

"...Orang itu, yang dikutuk loh, kamu yakin baik-baik aja? Bisa jadi nular lho?"

Dengan senyum lebar, Tenka berkata begitu dan Arisa langsung kaget.

Lakamu dia lihat wajah Yuzuru dengan cemas.

"Kamu... kamu baik-baik aja kan?"

"Yah, aku sih belum pernah merasakan efek kutukannya..."

Berbanding terbalik dengan kutukan, keluarga Takasegawa lumayan makmur.

Semua lahir dengan sehat dan nggak ada yang gagal bisnis sampai berhutang.

"Hahaha, kutukan itu bohong kok, bohong. Nggak ada hal seperti itu. Ah, dasar."

Chiharu ketawa besar.

Tentu saja, Yuzuru juga nggak percaya sama kutukan... tapi kalau ditanya nggak penasaran sama sekali, itu juga bohong.

"Eh, ngomong-ngomong! Kita main hantu-hantuan kayak cerita seram seratus gitu yuk!"

"...Cerita seram seratus itu apa?"

"Kita siapin seratus lilin, trus seratus orang cerita hantu satu per satu. Setiap ada yang cerita, kita matiin satu lilin. Dan pas lilin terakhir mati, bakal ada sesuatu yang terjadi... seperti itu deh permainannya."

Ketika Yuzuru menjelaskan itu, Arisa gemetar sedikit.

"Apa-apaan itu? Upacara yang serem banget..."

"Seru kan! Kebetulan di rumahku ada tempat yang katanya 'kamar kutukan'. Pasti seru kalau kita mainin! Tapi ya, seratus orang sih mustahil, jadi kita buat tujuh cerita aja..."

"Tidak mau!!"

Arisa dengan tegas menolak usul Chiharu.

Dia menunjukkan ketegasan yang kuat.

"Gak ada hantu-hantuannya kok... Yah, intinya, kutukan itu bohong, kalau ada kesempatan... Ah, iya!"

Chiharu tiba-tiba bertepuk tangan dan dengan senyuman melirik ke Yuzuru.

"Kami juga mendoakan buat kelahiran yang lancar loh. Nanti datang ya bareng calon istrimu, Yuzuru."

Setelah itu, bukan Yuzuru, tapi Arisa yang langsung mukanya merah padam.

"Apa-apaan sih itu. Tapi, doa kelahiran itu... kayaknya kepagian deh..."

"Eh? Kenapa Arisa-chan yang bereaksi?"

"..."

Arisa bingung, mulutnya bergetar panik... lakamu dia lihat Yuzuru mencari pertolongan.

Yuzuru garuk-garuk pipi sambil mengalihkan pandangan.


__--___--__


"Besok ada lomba lari marathon ya."

Di jalan pulang.

Saat pulang bersama, Arisa berkata begitu kepada Yuzuru.

Ya, besok adalah hari di mana para cowok harus lari sejauh sepuluh kilometer, dan cewek tujuh kilometer.

(TL/N : 10km? deket banget cik)

Dan bagi Yuzuru... itu juga hari di mana dia "bertanding" dengan Souichirou dan Hijiri.

"Arisa... kayaknya nggak terlakamu suka ya?"

"Ah, nggak sih... bukan benci juga."

Ketika Yuzuru bertanya, Arisa tersenyum pahit.

Ada orang yang jago lari jarak jauh, tapi orang yang suka lari jarak jauh itu jarang. 

Jadi, kalau ga perkamu lari, ga mau deh lari.

Kayaknya Arisa juga ngerasa sama.

"Kalau lari karena suka sama lari pas acara sekolah itu... ya beda sih."

"Iya bener. ...Paling nggak, pengen ada hadiah buat usaha kerasnya."

Nah, pas hari lomba lari, sekolahnya cuma setengah hari.

Jadi bisa dibilang itu juga semacam hadiah.

Tapi... kalau ditanya mau jalan-jalan setelah lari sepuluh kilo, ya agak ragu.

Lebih pengen di rumah aja, istirahat, ngilangin capek.

"...Hadiah, ya?"

"Kenapa?"

Arisa kayaknya lagi mikirin sesuatu.

Pipinya... sedikit merah gitu kelihatannya.

"Itu... besok, setelah lomba larinya selesai."

"Iya?"

"Boleh nggak ya, mampir ke apartemen Yuzuru-san?"

"Ga masalah kok. Besok aku juga ga kerja."

Yuzuru sih seneng-seneng aja.

(TL/N : seneng lah wak, didatengin torbut baik)

Tapi... ya pastinya badannya bakal capek, jadi ga bisa ngapa-ngapain yang berat-berat.

"Main game gitu?"

"Kalau gitu, ga jadi hadiah dong."

"Ya, emang sih."

Itu yang biasa mereka lakuin pas libur.

Bukan berarti ga suka, malah munngkin bakal nyenengin... tapi kalau itu motivasi buat lari jarak jauh sepuluh kilo (atau tujuh kilo), ya agak ragu.

"Terus mau ngapain?"

"Itu, ah... um..."

Setelah sedikit diam, Arisa ngomong dengan suara kecil.

"Pijet, mungkin?"

"...Pijet?"

Yuzuru terkejut dan nanya lagi... Arisa langsung merah muka dan mulai menjelaskan dengan serius.

"Ah, enggak... maksudku bukan yang aneh-aneh. Itu loh, waktu... pas festival olahraga, kan pernah... enaknya itu loh..."

"Oh... ya, pernah ya."

Yuzuru jadi inget kejadian itu.

Waktu itu Arisa... keliatan sangat menarik.

Dan, Yuzuru mulai inget hal-hal berbahaya dan langsung ngusir ingatan itu dari pikirannya.

"Ya, tentu aja, aku ga cuma minta pijet doang. Aku juga... ga tau sih seberapa bagus, tapi bisa kok ngelakuin pijetan ringan. ...Gimana?"

"...Ya, oke."

Kalau pijet di luar, bisa abis beberapa ribu yen per jam.

Ini berarti, meskipun mahal, masih ada yang mau... intinya itu enak banget.

Pijet sendiri sama dipijet orang lain itu beda rasanya.

Dan...

"Ya, oke. Pijet, kayaknya seru."

Bisa secara legal berinteraksi sama Arisa.

Yuzuru mikir gitu dan jawab demikian.

Yuzuru juga kan cowok SMA yang normal, pasti pengen nyentuh-nyentuh badan cewek yang dia suka.

(TL/N : Cabul parah)

...Tentu aja, nyentuh bagian tertentu kayak dada itu ga boleh, jadi harus bisa kontrol diri.

"Gitu... Syukurlah."

Sementara itu, Arisa keliatan lega.

Yuzuru bukan pembaca pikiran, jadi ga tau apa yang Arisa rasain...

(Mungkin Arisa juga...) 

Yuzuru kayaknya sempet mikir, ada nggak sih niat tersembunyi buat sentuh atau disentuh?

Dia mikir, nggak mungkin deh kalau Arisa...

Tapi, meski mereka belum ngomong terus terang, sepertinya mereka saling suka sih.

Kalau Yuzuru ngerasa ada semacam hasrat ke Arisa, nggak aneh juga kalau Arisa ngerasain hal yang sama.

(Harus hati-hati nih)

Jangan sampe salah langkah.

Paling nggak, Yuzuru harus bisa lebih kuat.

Yuzuru mengencangkan tinjunya, siap menghadapi apapun.

"Eh, ngomong-ngomong... boleh nggak ya nanti aku pinjem kamar mandi? Aku bakal bawa baju ganti sama handuk kok."

Ditengah Yuzuru lagi bertekad kuat, Arisa tiba-tiba nanya gitu ke Yuzuru.

Kalau dipikir-pikir, abis lari pasti keringetan dan kotor kan.

Nah, kalau abis itu mereka saling pijet...

(Ini yang aku mau banget sih)

Bagi Yuzuru, ini sama sekali nggak masalah. Malah, dia pengen banget ini terjadi.

Tapi, di hati kecilnya, Yuzuru kayaknya bakal kena bogem mentah dari Arisa kalau dia tau.

Tapi, kayaknya Arisa nggak akan suka deh.

"Iya, boleh kok. Sebelum pijet, mandi dukamu biar sirkulasi darahnya lancar kan bagus."

Yuzuru nyoba keliatan biasa aja sambil ngomong gitu.

Dan Arisa pun... dengan yakinnya mengangguk.

"Iya, bener juga. Ngomong-ngomong, gimana kalau kita pake esens buat mandi? Aku punya di rumah, mau aku bawa?"

(TL/N : Esens = produk perawatan kulih

"Emang nggak punya esens mandi sih aku. Baiklah, boleh banget minta tolong."

Sebenernya nggak tau sih efeknya gimana... tapi kalau Arisa yang bawa, pasti lebih asik.

"Oke deh, nanti aku bawa. Ditunggu ya."

Arisa tersenyum sambil ngomong gitu.

__--__--__

Hari H maraton tiba.

Maratonnya nggak diadain di sekolah, tapi di stadion atletik yang agak jauh.

Rutenya mulai dari stadion, lari mengikuti sungai, terus keliling area lakamu balik lagi ke stadion.

Pagi-pagi, Yuzuru, dan teman-temannya duduk di rumput stadion, ngegosip.

"Cewek dukamu yang lari, terus baru cowok."

Ayaka yang ceria bilang gitu.

Dia jago olahraga, jadi maraton kayaknya nggak terlakamu berat buat dia.

"Katanya sih selesai sebelum siang. Hari ini kayaknya cuma setengah hari deh! Abis itu, yuk main!"

Chiharu juga antusias ngajak main.

Dia juga lumayan oke sih di olahraga, jadi maraton bukan masalah besar buat dia.

"Terserah kalian deh, aku sih nggak ya... Mendingan istirahat."

Souichiro malah keluarin napas panjang.

Dia kejepit antara Ayaka dan Chiharu yang terus-terusan ajak main.

Beberapa cowok lain malah iri liat Souichiro, tapi Yuzuru yang udah kenal lama sama dua cewek energik itu nggak terlakamu iri sih.

Soalnya dia tau, butuh banyak energi dan semangat buat bisa main sama mereka. 

Jadi menurutku itu bukan rasa iri.

Justru aku pengen bilang 'turut berduka', sih.

Tapi, ngomong-ngomong, aku jadi inget lagi kalau nih orang yang main dua kaki emang dasarnya brengsek.

"Jarak tujuh kilo itu bukanlah sesuatu yang pendek, lho. Mungkin lebih baik kalau kalian istirahat dulu. ……Kan ga ada kelas di sore hari, mungkin itu maksudnya."

Sambil tersenyum pahit, Arisa bilang gitu.

Terus, Soichiro bilang, "Nah, liat, bahkan Yukishiro-san juga bilang gitu," sambil menyalahkan Ayaka dan Chiharu.

"Kalau bisa istirahat, ngomong-ngomong, Arisa-chan... badan kamu gimana? Baik-baik aja?"

Yuzuru nanya ke Arisa gitu.

Udah lebih dari seminggu sejak dia sembuh dari pilek.

Jadi, secara kondisi badan seharusnya ga jelek-jelek amat.

Tapi, kalau ditanya apakah kondisi fisiknya udah siap buat lari jauh, itu cerita lain.

Pastinya stamina udah sedikit menurun.

"Iya, aku baik-baik aja kok. ……Berkat Yuzuru-san."

Sambil sedikit memerah pipinya, Arisa menjawab.

Melihat sikap Arisa seperti itu, Yuzuru jadi ingat waktu dia merawatnya.

Punggung putih Arisa itu... sangat mengkilap.

"O, oke... itu bagus."

Suasana sedikit canggung mengalir di antara Yuzuru dan Arisa.

Ah, pasti ada sesuatu yang terjadi... dari mata orang lain, mereka mendapat pandangan hangat.

"Eh, lebih dari itu... uh, ……Yuzuru-san. Kamu baik-baik aja?"

Untuk mengalihkan topik, Arisa menjadikan Yuzuru sebagai korban pengorbanan.

Dan Yuzuru, yang menjadi kambing hitam, wajahnya... ga terlihat terlakamu baik.

"Kamu baik-baik aja?"

"…Secara fisik, ya, aku baik-baik aja."

Yuzuru menjawab pertanyaan Hijiri.

Lakamu dia menghela nafas.

"Secara mental, sih, parah banget... Tapi, aku punya permintaan buat kalian semua, boleh ga?"

Ketika Yuzuru dan yang lainnya mengangguk, Yuzuru berkata,

"Tolong ya... jangan dukung aku. Aku juga ga butuh disambut atau tepuk tangan."

Terus, Yuzuru ingat ada budaya tepuk tangan untuk orang yang terakhir. Eh, itu kenapa ya?

Yuzuru jadi penasaran.

Walaupun Yuzuru sendiri ga pernah jadi orang terakhir, tapi dia bisa bayangin kalau ga suka jadi pusat perhatian.

Kalau Yuzuru bisa bayangin, orang lain pasti juga bisa.

(…Ah, mungkin karena ga mendukung orang terakhir itu kesannya seperti ga peduli.)

Karena kasihan sama orang yang terakhir, jadi agak canggung kalau cuma nungguin tanpa ngapa-ngapain.

Makanya, lebih baik tepuk tangan dengan senang hati.

Bagi yang disambut sih mungkin beda, tapi bagi yang menyambut, perasaannya pasti lebih baik.

"Mau aku dukung pake toa?"

"Boleh aja, tapi aku bakal kutuk, lho?"

Yuzuru menatap Hijiri yang berkata-kata dengan nada mengejek.

"Ngomong-ngomong, Yuzuru. Kamu inget ga janji kita?"

"Jangan bilang kamu lupa?"

Soichiro dan Hijiri bertanya... eh, Yuzuru jadi bingung.

Dia inget janji buat pijat-pijatan sama Arisa...

Tapi dia ga inget pernah bilang itu ke Soichiro atau Hijiri.

Tentu saja, dia juga ga punya ingatan menjijikkan tentang berjanji pijat-pijatan sama Soichiro atau Hijiri.

"Ah... soal makan ya?" 

Tapi, Yuzuru langsung ingat.

Ada kesepakatan kalau yang paling terakhir di lomba lari marathon harus traktir makan yang menang berdua.

"Tentu saja, aku ingat. Aku sudah gak sabar."

Yuzuru juga yakin sama kekuatan fisiknya.

Kalau sudah berkompetisi, gak ada niat buat kalah.

Apalagi, menang dan bisa habisin waktu bareng Arisa sambil merasa senang, itu yang dia mau.

Jadi, harus menang.

"Hmm..."

"Udah bilang kan?"

Tapi, seperti yang dilihat, Souichirou sama Hijiri juga gak ada niat buat kalah.

Tiga orang yang bersinar... sementara itu, Tenka dengan lebaynya ngeluh.

"Bagus deh, keliatannya seru... Gak ada ya, trik rahasia buat jadi lebih gampang?"

Tenka ngeluh gitu, terus Chiharu yang jawab.

"Hehehe, aku sih biasanya napas kayak 'Hih-Hif-Hoo', rasanya jadi lebih gampang."

"...Itu kan napas waktu mau lahiran ya? Beneran berguna gak sih?"

Masih jadi pertanyaan nih, apakah metode Lamaze itu berguna buat lari jarak jauh.

Chiharu cuma mengangkat bahu atas keraguan Arisa.

"Siapa tau? Tapi, kalau bisa bikin lahiran jadi lebih gampang, lari jarak jauh pasti gampang dong?"

"...Aku percaya deh, Chiharu."

Tenka, yang memutuskan untuk percaya sama omongan Chiharu yang asal-asalan.

Yuzuru mikir mereka harusnya berhenti... tapi Chiharu dengan percaya diri menonjolkan dadanya yang besar, dan menunjuk dengan jempolnya.

"Anggap aja kamu naik kapal besar. Kan aku, peramal sekaligus dewa."

"Dewa, Buddha, Chiharu-sama ya."

Ayaka ketawa terbahak-bahak.

Setidaknya, Ayaka sepertinya gak berniat percaya sama "Dewa Chiharu".

Dan, saat mereka lagi ngobrol, tanda berkumpulnya terdengar,

Sekarang, mereka akan berkumpul per kelas, melakukan pemanasan bersama... dan kemudian, latihan dibagi menjadi laki-laki dan perempuan.

Yuzuru dan Arisa berjalan bersama ke tempat teman-teman sekelas mereka.

...Meski Yuzuru dan Arisa baru saja bersama Ayaka dan yang lain, berjalan bersama ke tempat teman-teman sekelas mereka bukanlah hal yang aneh.

Tentu saja, orang-orang bisa menebak kalau hubungan mereka semakin dalam...

Bagi mereka berdua, itu adalah "persiapan" yang penting.

"...Yuzuru-san"

"Ada apa?"

"Kamu ingat kan, tentang setelah ini?"

Setelah ini.

Maksudnya, setelah lomba lari marathon selesai.

Yuzuru mengangguk besar.

"Tentu saja... jadi, ayo kita berdua semangat ya."

"...Iya"

Kedua orang itu tersenyum bersama. 

Di kompetisi maraton, biasanya cewek-cewek duluan yang mulai lari, terus setelah itu baru deh giliran cowok-cowok mulai lari.

Kayaknya sih, mereka sengaja dibedain waktunya biar nggak terlakamu rame dan nggak pada nabrak-nabrak.

Jadi, setelah ngeliatin Arisa dan temen-temennya berangkat, nggak lama kemudian tiba giliran Yuzuru dan kawan-kawannya.

Pas tanda mulai dikasih, semua cowok langsung tancap gas.

Yuzuru juga mulai lari, sejajar sama Souichiro dan yang lain.

(Awalya sih nggak ada yang mau ninggalin, semua pada ngikutin pace grup.)

Biasanya di awal-awal, semua pada ngumpul, jalan bareng-bareng gitu.

Tapi, lama-lama ada yang mulai nyelonong keluar dari grup… terus kayaknya lega gitu bisa lepas dari kerumunan.

Nggak sadar, antara yang di depan sama yang di belakang udah ada jarak yang lumayan.

("Hmm, gimana ya?")

Di depan Yuzuru ada Souichiro.

Terus, di belakangnya ada Hijiri.


Kayaknya sih, Souichiro nggak mau Yuzuru sama Hijiri lewat. Sebaliknya, Hijiri punya rencana buat nyalip Yuzuru dan Souichiro di akhir-akhir.


Dan tentu aja, Yuzuru nggak mau kalah sama Hijiri, dia pengen nyalip Souichiro.


Karena masih awal, mereka masih jaga jarak, liat-liatan situasi. Tapi, nanti di tengah-tengah pasti bakal seru, penuh strategi dan psikologi.


(Ya udah, jaga jarak dukamu kali ya.)


Yuzuru mikirnya, yang penting jaga stamina dulu.


Karena mereka lumayan dekat sama grup yang di depan…


Eh, nggak lama kemudian mereka mulai nyusul grup cewek yang di belakang.


Dan di grup itu… ada Tenka.


Padahal masih awal, tapi dia udah keliatan kesel banget.


"Kamu okay?"


"…Hah, jangan, hah, ngomong… hah…"


Kayaknya itu Hijiri yang nyoba ngomong sama Tenka.


Tapi Tenka kayaknya udah nggak bisa ngomong banyak.


Nah, pas Yuzuru dan yang lain mulai mendekati tengah-tengah…


Di jalur seberang, grup cewek yang udah muter balik dan yang di depan keliatan.


Dan di antara mereka… ada Ayaka dan Chiharu.


Mereka berdua tipe yang nggak suka menahan diri atau ngeliat situasi, jadi dari awal udah gas pol.


Tapi, mereka juga keliatan kesel.


Cuma sempet saling pandang sebentar, terus lewat.


Terus, nggak lama kemudian…


Mereka liat grup cewek yang lagi mau belok di titik balik.


("Ah…")


Dan di situ ada yang namanya "Yukishiro" tertulis di nomor pesertanya.


Rambut pirang panjangnya bergoyang-goyang.


Saat dia muter… Arisa liat ke arah Yuzuru dan yang lain.


Kulitnya merah-merah, keringat bercucuran.


Dia keliatan agak kesel.


…Dan sedikit gerakan di dadanya yang besar terlihat.


Celana pendeknya nunjukin kaki putih yang sehat.


Seragam olahraganya sedikit basah kena keringat, samar-samar keliatan camisolenya.


Yuzuru ngeliatin Arisa yang sedikit seksi itu dengan tatapan nafsu…


Akhirnya, Arisa juga sadar Yuzuru ngeliatin dia.


Dan entah kenapa, dia malah senyum ke arah Yuzuru.


(Lucu banget…) 


Aku ngerasa tenagaku langsung ngalir gitu....


Tapi, barengan sama itu, aku juga jadi ngerasa sedikit gundah.


(Aku nggak mau nih nunjukin ke cowok lain...)


Calon istri yang manis dan menggoda ini, harusnya milikku sendiri, dan aku nggak mau cowok lain lihat.


Perasaan pengen memiliki itu muncul.


(Tapi, yah... pengen juga sih ngebanggain...)


Barengan dengan itu, ada juga perasaan pengen banggain "calon istri" aku itu.


Calon istriku manis kan, gimana, iri kan? Gitu.


(Ah, ini nggak baik)


Setelah mikir sampai situ, Yuzuru buru-buru nutup mulutnya pake tangan.


Tanpa sadar, otot wajahnya udah melonggar dan dia senyum-senyum.


Cowok yang lari sambil senyum-senyum... kalau dipikir-pikir, pasti keliatan aneh banget.


Dia mengencangkan lagi ekspresinya... dan sampai di titik balik para "cowok".


Kalau titik start cewek dan cowok sama, wajar aja kalau titik baliknya beda.


Yuzuru muter cone segitiga...


Dan dia sadar. Hijiri lagi lari di sampingnya.


Dia nyusul.


Yuzuru berusaha nambah kecepatan biar nggak disalip Hijiri, dan sambil itu juga coba nyalip Souichirou.


Seolah-olah berkompetisi, Souichirou dan Hijiri juga nambah kecepatannya.


"......"


"......h"


"......haa"


Mereka bertiga, berdampingan mulai kejar-kejaran.


(...ini, sepertinya gagal deh)


Akhirnya, Yuzuru sadar.


Kalau mereka bertiga berlomba, malah bakal jadi lebih susah.


Lebih enak lari santai.


Tapi, sekarang ada taruhan makanan.


Lagipula, dalam kasus Yuzuru, dia harus kasih hadiah yang pantas ke Arisa.


Dia nggak punya uang buat traktir Souichirou atau Hijiri.


Yuzuru terus berlari sambil mikirin Arisa.


Tapi, kalau cuma pake semangat doang bisa, nggak bakal ada konsep kekuatan fisik di dunia ini.


Souichirou, Yuzuru, Hijiri, mereka semua lumayan bisa olahraga...


Tapi, di antara mereka, Souichirou yang paling unggul.


Jadi, secara alami Souichirou sedikit memimpin, dengan Yuzuru dan Hijiri mengikutinya.


(Ini nggak baik... nggak baik nih)


Hijiri tepat di belakang Yuzuru.


Kayaknya dia memilih strategi mengejar di detik-detik terakhir.


Dia perlahan-lahan memberikan tekanan ke Souichirou dan Yuzuru.


Kadang-kadang dia pura-pura nambah kecepatan, itu menyebalkan.


Dan, sementara itu terjadi, garis finish mulai terlihat.


Di dekat garis finish, sudah ada siswa-siswa yang lebih dukamu sampai dan mereka menonton dari kejauhan.


Di antara mereka, ada juga sosok teman masa kecil, Ayaka dan Chiharu.


Mereka yang sudah selesai lari dan sekarang dalam posisi santai, tertawa dan melambaikan tangan ke arah sini.


...Entah kenapa, kecepatan Souichirou meningkat. Pria yang pragmatis.


Apakah orang yang aku cintai tidak mendukungku? Sambil berpikir begitu, Yuzuru mencari Arisa.


Dia berdiri di samping Ayaka dan Chiharu.


Menempatkan tangannya di dada, dia melihat ke arah sini.


Sedikit bibir Arisa yang manis atau kasihan itu bergerak.


‘Semangat ya.’


Sepertinya aku mendengar itu.


Seolah-olah Arisa mendukungnya... begitu perasaannya.


(Benar. Aku harus berusaha keras demi Arisa)


Yuzuru mengerahkan kekuatan terakhirnya.


Hijiri juga udah ngejar di akhir-akhir tapi... gak usah dipikirin.


Urusan cowok itu sih bodo amat.


Di kepala Yuzuru, cuma ada Arisa aja.


Terus...


"Aku pengen makan hamburger panggang yang udah lama gak aku makan."


"Aku sih apa aja oke. Kalau ditraktir, ya."


Sambil ngomongin mau makan di restoran keluarga mana, disampingnya...


"Dasar... kalian semua, semangat banget gara-gara dukungan cewek... pengecut betul..."


Hijiri ngomel-ngomel sendiri.


(TL/N : Kalo ga paham, si hijiri yang kalah)


Nah, grup Tenka akhirnya finish dengan tepuk tangan yang meriah.


Kasian, jadi kita semua sepakat untuk gak nyinggung dia.


__--__--__


"Jadi, aku masuk ya."


"Iya, silakan."


Setelah marathon selesai, Yuzuru pulang bareng Arisa.


Untuk makan siang, mereka udah makan bento.


"Capenya."


Arisa duduk di karpet sambil ngomong gitu.


Ngeden sambil merentangkan kaki yang panjang.


Tapi, sebenernya dia gak terlakamu capek sih, cuma pose aja.


"Iya... gak mau lagi ikutan kompetisi kayak gitu."


"Terakhir itu tadi, seru banget ya."


"Iya. Kalau gak ada dukungan kamu, mungkin aku udah kalah."


Yuzuru ngomong gitu, Arisa langsung melebarkan matanya.


"Kamu denger?"


"Lebih tepatnya, aku ngerasa kamu dukung aku."


Suara Arisa gak langsung kedengeran sih.


Tapi, Yuzuru langsung tau kalau Arisa dukung dia.


Arisa mendengar jawaban Yuzuru, malu-makamu sambil garuk pipi.


"O-oh... gitu ya. Sebenernya, aku pengen kayak Ayaka-san dan yang lain, dukung dengan suara keras, tapi... malu..."


"Perasaannya sampai kok, jadi gak masalah."


Sebenernya kalau Arisa dukung Yuzuru dengan suara keras, temen-temen sekelas pasti sadar kalau Yuzuru dan Arisa itu... hubungannya dekat.


Itu masih terlakamu cepat.


"Yaudah... mandi dukamu yuk, ke kamar mandi?"


Yuzuru ngajak gitu, Arisa mengangguk kecil sebelum... menarik seragam olahraganya sedikit, cemberut.


Udah beberapa waktu berlakamu jadi harusnya udah agak kering... tapi masih basah kayaknya.


"Gimana, siapa yang mandi duluan?"


"Kamu aja dulu."


Biasanya cewek seperti Arisa lebih pengen cepet-cepet mandi buat bilas keringat, dan mungkin dia gak nyaman pake sisa air mandi cowok... jadi Yuzuru mikir gitu.


"Oke, aku mandi duluan ya."


Arisa mengangguk kecil lakamu hilang ke ruang ganti.


Tapi, sebentar kemudian dia muncul lagi sedikit.


"Ada apa?"


"Jangan ngintip ya?"


Arisa bilang sambil senyum nakal.


"Gak bakal."


Yuzuru langsung jawab, dan Arisa kayaknya puas, langsung nutup pintu lagi.


Tidak lama, suara shower kedengeran.


"Jadi gak tenang nih."


Ini kedua kalinya Arisa pakai kamar mandi di kamar Yuzuru. 


Tapi, hal yang aneh bikin gak tenang. Di saat itu, Yuzuru sadar.


Arisa masuk ke kamar mandi tanpa bawa baju ganti atau handuk.


Kalau begini, gak mungkin dia bisa ganti baju, apalagi mengeringkan badannya yang basah.


Gak ada cara lain, Yuzuru akhirnya bawa tas Arisa ke kamar mandi.


Pintu kamar mandinya dari kaca buram, jadi gak bisa lihat ke dalam... tapi warna kulitnya sedikit kelihatan.


Yuzuru langsung nahan napas.


(...Bukan, bukan mau ngelakuin apa-apa yang salah)


Dengan hati yang berusaha tenang, Yuzuru mengetuk pintu.


"Hey, Arisa"


"Eh? Yu, Yuzuru-san!? Eh, tadi itu cuman becanda, maksudku, gak mungkin aku serius mau diintip... si, siap-siap dukamu dong..."


"Apa yang kamu omongin sih, kamu ini..."


Dari balik kaca buram, terdengar Arisa yang teriak-teriak panik, tapi Yuzuru ngomong dengan suara yang tenang.


Lalu, sepertinya Arisa juga jadi tenang.


Terdengar suara batuk yang agak dibuat-buat.


"Ehem, umm... ada apa? Kalau mau ngintip, aku siram air loh"


Dengan suara yang agak dingin, Arisa bilang gitu.


Kalau dilihat sekilas, dia kelihatan tenang dan waspada sama Yuzuru.


...Tapi, apakah Yuzuru aja yang merasa kayak ada yang dia sembunyiin?


"Kamu lupa bawa baju ganti dan handuk, kan?"


Ketika Yuzuru bilang gitu, terdengar suara yang lega dari kamar mandi.


"Oh, iya, bener juga. Bisa tolong bawakan?"


"Aku bawa tasnya. Isinya ada di dalam ini, kan? Gimana? Mau aku keluarin?"


Gak tau Arisa bawa baju ganti apa aja.


Tapi kalau dia bawa baju dalam ganti... pasti makamu kalau dilihat sama cowok.


Jadi, Yuzuru tanya dukamu buat mastiin.


"Gak usah, tinggal taro aja, gak apa-apa"


Arisa jawab gitu, terus nambahin.


"...Ada baju dalamnya juga, jadi jangan dibuka ya"


Kenapa dia harus nambahin gitu?


Yuzuru bingung sama perasaan Arisa.


Gak ngerti ya kalau bilang gitu malah bikin orang penasaran?


Atau mungkin...


"Kamu mau aku buka ya?"


Coba Yuzuru goda setengah becanda. Eh, terus...


"Ap, ap, apa yang kamu bilang! Gak, gak mungkin dong! Ma, masak Yuzuru-san..."


Suara yang terdengar agak gemetar dan panik balik.


Dengan reaksi kayak gini, malah bikin mikir beneran gitu.


"Cuman becanda kok, becanda"


"Jangan ngomongin becandaan yang gak lucu dong!"


Kena marah deh.


Yuzuru cuma mengangkat bahu, mau keluar dari ruang ganti... terus, sadar.


Arisa kelupaan baju-bajuannya.


Karena terburu-buru, atau mungkin di tempat yang gak keliatan dia sebenarnya agak ceroboh.


Bajunya berserakan.


Ada jaket olahraga, kaos kaki basah keringat.


Ada setelan celana dalam, bra, dan camisole tergeletak.


"...Tenang, tenang, aku harus tenang" 


Dia adalah gadis yang kusuka.


Kalau bilang gak tertarik itu bohong sih, tapi kalau ditanya ada perasaan jahat muncul, ya gimana dong, pasti ada lah.


"Harusnya, dilipat kali ya..."


Tanpa sadar, Yuzuru mencoba meraih baju kosong Arisa... tapi berhenti tepat sebelum menyentuhnya.


Disentuh saat ganti baju, pasti rasanya gak enak banget.


Mungkin aja sih dia gak bakal keberatan, tapi tetep aja, ngambil resiko yang gak perkamu dan bikin Arisa ilfeel sama aku itu gak baik.


"...Eh, tapi kalau gak ketahuan sih"


Tiba-tiba, denger kayak bisikan setan gitu. Tapi, Yuzuru bisa ngelewatin itu dengan susah payah.


"Sebaiknya, pura-pura gak sadar aja"


Walaupun dengan berat hati, Yuzuru akhirnya keluar dari ruang ganti.




__--__--__


"Ah..."


Arisa ngeluarin suara yang gak biasa dari seorang gadis saat dia masuk ke dalam bak mandi.


Ngerentangin tangan dan kaki.


Mungkin karena efek dari bahan tambahan air mandi yang katanya bisa ngilangin capek... gak tau apakah itu beneran efeknya atau enggak, tapi rasanya capeknya hilang dari badan.


Dan sambil melamun memandangi dinding kamar mandi, dia bergumam.


"Dasar, Yuzuru-san itu selakamu bercanda yang aneh-aneh..."


Arisa inget candaan yang Yuzuru bilang, dan dia sendiri jadi kesal.


Ngomong candaan... artinya dia masih santai banget.


Padahal ada gadis lagi mandi, meskipun cuma keliatan bayangan samar-samar dari balik kaca buram.


Dan di tas ada baju si gadis itu.


Tapi tetep aja, dia bisa santai dan bercanda.


(Maksudnya, gak sopan banget dong, aku bilang jangan ngintip tapi dia langsung jawab gak akan ngintip dengan santainya...?)


Sebenernya, Arisa pengen sedikit ngerjain Yuzuru.


Dia berharap, saat dia bilang "Jangan ngintip ya?" Yuzuru bakal panik dan bilang "Eh, gak mungkin lah aku ngintip!" dengan nada yang geh.


Tapi yang didapet, Yuzuru langsung jawab "Gak akan kok" dengan cepat.


"Pura-pura, apaan sih pura-pura... kayaknya kamu pengen dilihat waktu ganti baju atau pas mandi, kayak orang aneh aja, kasar banget. Hmm..."


Padahal, Arisa sendiri sebenarnya gak pengen Yuzuru lihat dia ganti baju atau ngintip dia mandi.


Karena itu makamu banget.


Cuma... dia pengen lihat Yuzuru panik aja.


Dia cuma pengen sedikit ngejek, tapi malah gak ditanggepin, bahkan dibalas ngejek balik.


Itu yang bikin Arisa agak gak suka.


"Aku pikir aku cukup menarik loh..."


Arisa sadar kalau dirinya itu menarik bagi laki-laki.


Dan dia pikir Yuzuru juga merasa tertarik sama dia... setidaknya dia berpikir begitu.


Makanya, dia punya rencana untuk "pijat" bersama, dengan harapan saat tubuh mereka bersentuhan, Yuzuru bakal lebih menginginkannya... setidaknya itu harapannya.


...Tentu saja, dia gak berharap terjadi "kesalahan".


Atau lebih tepatnya, dia pikir Yuzuru gak mungkin bakal berbuat macam-macam... setidaknya itu yang dia pikir. 


Kalau dipikir-pikir, emang seringkali aku nggak waspada sih, tapi Yuzuru kan nggak pernah nyoba macem-macem sama Arisa.


Jadi, kali ini juga pasti nggak bakalan terjadi deh... itulah yang aku percaya.


"Yah... sebenernya, dari sisiku... nggak juga sih, nggak apa-apa..."


Arisa mencoba mempercepat pengakuan Yuzuru, yang bisa dibilang terdengar bagus, tapi pada dasarnya sama aja kayak godaan.


Kalau begitu, wajar aja kalau terjadi hal-hal kayak gitu.


Tentu aja, bukan berarti aku pengen itu terjadi, dan jelas bukan karena aku nantikan.


Bukan tipe orang yang berharap dipaksa kayak pervert gitu, sama sekali nggak ada, bahkan sedikitpun.


Cuma, kalau dia yang melakukannya... kalau orang yang aku suka yang mendekat, ya sudahlah.


"Aku cuma, pengen dia segera menyampaikan perasaannya, dan membuat posisi yang belum jelas ini menjadi pasti. B-bukan... bukan karena aku berharap Yuzuru-san jadi serigala atau aku yang menggoda. C-cuma... kalau itu terjadi, ya sudahlah, aku bakal memaafkan Yuzuru-san yang nggak bisa apa-apa itu dengan perasaan yang luas. Jadi..."


Pokoknya itu cuma persiapan untuk situasi kayak gitu, bukan karena aku berharap itu terjadi.


Sama sekali bukan karena Arisa itu tipe yang pendiam atau apa.


"Ya, toh, bahkan ciuman pun belum... kan?"


Arisa merona dan tenggelam ke dalam air mandi.


Hanya membayangkannya saja sudah membuat tubuh menjadi panas, dan sangat malu.


Dada terasa sakit, tulang belakang seperti tersengat, dan perut bagian bawah terasa mengencang.


"Ah, nggak bisa... ini, makamu banget..."


Meski nggak ada yang mendengar, Arisa bergumam seperti itu.


Dan dia berdiri.


"Udah ah, selsai aja."


Arisa yang sudah malu-maluin itu keluar dari kamar mandi. Lalu, melihat pakaian yang berantakan di ruang ganti, dia merona.


"Ah, kayaknya aku salah deh."


Walau Arisa sering mengomel tentang kamar Yuzuru yang berantakan, sebenarnya dia sendiri nggak merasa seperti orang yang rapi banget.


Malahan, dia pikir dia punya sisi yang agak berantakan.


Makanya, dia selakamu berusaha untuk berhati-hati...


Tapi, karena terlakamu fokus pada "pijatan" yang akan dilakukan, dia jadi nggak sadar sama pakaian yang dia lepas.


Dan, dia pikir Yuzuru nggak akan masuk ke ruang ganti.


"Ah, tapi pasti... udah dilihat ya..."


Pasti Yuzuru melihat pakaian yang berantakan itu.


Apa dia mikir aku cewek yang nggak rapi... merasa cemas.


"Tapi, Yuzuru-san juga bukan orang yang bisa ngomong soal orang lain sih..."


Hal sekecil itu nggak akan membuat dia dibenci.


Itu kesimpulan yang didapat, tapi segera kekhawatiran lain muncul.


"Jangan-jangan, Yuzuru-san... nggak ya, berniat ngerapiin pakaianku atau apa?" 


Kayaknya ada sedikit perubahan posisi deh... Aku merasa gitu sih.


Tapi mungkin cuma perasaanku aja ya, tapi gak mungkin juga sih gak ada kemungkinan sama sekali.


Sambil mikirin gitu, Arisa melipat baju yang sedikit lembab karena keringat, terus dia ganti baju dan keluar dari ruang ganti.


"...Sudah selesai mandi, Yuzuru-san"


Setelah ganti baju, Arisa ngomong ke Yuzuru yang lagi mainan HP di sofa.


Terus Yuzuru liat ke arah sini... terus matanya sedikit ngelirik ke tempat lain.


"Kamu keliatan seger banget ya..."


"Kalau mau pijat, mungkin lebih gampang kalau pakai ini. ...Baju musim dingin aku bawa terpisah kok."


Arisa bilang gitu sambil nunjuk ke dadanya.


Yang Arisa pakai sekarang adalah kaos lengan pendek tipis dan celana pendek yang dia bawa buat ganti.


Kalau mau pijat, sebaiknya pakai baju yang tipis dan gak apa-apa kalau agak kusut.


"...Oh gitu."


Arisa ngerasa kalau pandangan Yuzuru... tertuju ke dadanya.


Bukan cuma ke dadanya, tapi juga ke kaki yang kelihatan dari celana pendek yang agak pendek.


...Bukan sengaja sih.


Bukan karena inget waktu festival olahraga, Yuzuru sempet-sering kasih pandangan panas ke bagian tertentu dari tubuhnya yang pakai baju olahraga.


Bukan karena sengaja pilih baju yang nunjukin lekuk tubuh atau celana yang sebisa mungkin nunjukin kaki.


Dia sadar kalau dadanya itu bisa jadi sangat menarik bagi laki-laki, dan kakinya bisa dibilang "kaki yang cantik", tapi dia gak sengaja milih baju yang menonjolkan itu.


Beneran cuma kebetulan.


Kalau Yuzuru ngasih pandangan gitu, Arisa cuma merasa makamu aja, bukan senang atau... perasaan apa pun itu.


"...Mungkin aku juga harus ganti ke kaos tipis ya."


Yuzuru ngomong gitu.


Ya, seperti yang Yuzuru akui, memakai pakaian berbahan tipis saat pijat adalah keputusan yang sangat logis.


Jadi, kalau Yuzuru terangsang melihat Arisa seperti itu, itu karena Yuzuru itu orang yang bener-bener repot dan... karena dia aneh...


Bukan karena Arisa yang aneh.


Arisa itu normal banget, sama sekali gak aneh, dan bukan fakta bahwa dia dan Yuzuru itu sama-sama aneh.


Itu yang Arisa bilang ke dirinya sendiri.


"Ngomong-ngomong, ...Yuzuru-san"


"Apa?"


"Maaf ya, tadi aku udah bikin repot..."


Yang dia maksud 'tadi' itu, saat dia minta Yuzuru ambilin tas yang berisi baju gantinya.


"Ah... ah, gak usah dipikirin kok."


"Emm... kamu gak lihat isi tasnya kan?"


"Gak kok."


"Oh gitu ya."


Dijawab langsung "gak" oleh Yuzuru, itu agak membuat Arisa merasa kompleks.


Tentu saja, kalau dia bilang "iya, aku lihat", itu juga bakal bikin repot.


"Ngomong-ngomong, ...tas sih nggak, tapi, itu, kamu sempat lihat loh... ya kan?"


"...Itu?"


"Ah, itu maksudnya... ya, itu, kan... baju yang sudah aku lepas itu... maaf ya kalau keliatan nggak enak." 


"Ah... eh, ya, setiap orang pasti ada masanya gitu deh."


Kata-kata Arisa bikin Yuzuru melirik ke atas sedikit sambil garuk-garuk kepala.


Gerakan kecil itu, tapi sensor Arisa nangkep reaksi lemah itu.


Biasanya Yuzuru yang gak pernah terganggu oleh apa yang Arisa bilang, kali ini terlihat sedikit goyah.


"......Kamu gak melakukan apa-apa kan?"


"Mana mungkin. Aku gak menyentuhnya sama sekali."


Dengan nada yang agak keras, dia ngomong gitu.


Gak tau itu beneran atau bohong. Toh kalau memang dia melakukan sesuatu, pasti gak akan jujur bilang "Aku memang lakukan ini itu".


"......Beneran ya?"


"Beneran, beneran."


"......"


Dikasih tahu gak melakukan apa-apa, jadi agak lega sih.


Tapi masih ragu, apa beneran gak melakukan apa-apa.


Dan......


"Kalo, gak melakukan apa-apa, itu... itu kan, agak kurang ajar ya......?"


"......Haruskah aku melakukan sesuatu?"


Arisa langsung nutup mulutnya.


"Eh!? Ah, eh... ng, nggak, becanda doang, becanda!! Ng, melakukan sesuatu itu...... ya, salah pastinya dong! Kalo, kalau melakukan, aku pasti udah marah beneran!"


"O, oke......"


Jadi ada suasana canggung antara mereka berdua.


Lalu, seolah mau mengalihkan pembicaraan atau kabur dari situasi, Yuzuru pergi ke ruang ganti.


"Ya udah, aku masuk dukamu ya."


"Iya."


Pintu ruang ganti tertutup.


Arisa duduk di sofa dengan deg-degan, tempat Yuzuru tadi duduk.


Tapi gak bisa tenang, masih kepikiran.


"Ya, pasti melakukan sesuatu kan? Gak mungkin...... gak mungkin gak melakukan apa-apa. Iya, kan. Yuzuru-san kan cowok normal...... pasti ada yang dia lakukan. Sumpah, Yuzuru-san itu orang jahat. Beneran......"

Sambil ngomong-ngomong sendiri gitu, Arisa berjalan ke ruang ganti.


"......Kalau cuma aku yang dilihat, itu, gak adil dong."


Sambil kayak ngomong ke diri sendiri... pelan-pelan, dia buka pintunya.


Sepertinya Yuzuru lagi mandi, karena dari kamar mandi terdengar suara air.


Setidaknya dia gak sadar kalau ada orang di sekitarnya.


"......"


Di ruang ganti, ada seragam olahraga Yuzuru yang berserakan.


Celana dalamnya juga terjatuh.


"......Bukan salahku. Yuzuru-san yang salah karena meninggalkan mereka begitu saja."


Sebenarnya, Yuzuru yang pertama kali melihat seragam olahraga Arisa berserakan.


......Tapi itu karena Arisa yang berserakan, jadi menurut Arisa , Yuzurulah yang salah besar.


Jadi, Yuzuru yang pertama kali melakukan kesalahan.


Maka, seharusnya Arisa punya hak untuk membalas.


Arisa mulai mempersenjatai dirinya dengan logika sambil berbicara sendirian.


"Yuzuru-san itu...... mungkin suka bau-bauan ya. Kadang dia coba nyium bauku. Beneran...... orang aneh ya. Orang aneh gitu jadi tunanganku, gak mungkin. Beneran...... gak tau deh suka apa. ......Tapi, meskipun dia orang aneh, dia tetap tunanganku." 


Harus bisa ngertiin dia.


Iya, ini sama kayak yang Yuzuru lakukan, buat ngertiin perasaan Yuzuru dengan melakukan ini.


Sambil ngomong-ngomong kayak gitu, Arisa megang seragam olahraga Yuzuru pake ujung jari, seolah-olah itu benda kotor—iya, buat Arisa itu benda kotor, dan bukan karena dia suka-sukaan. Terpaksa, terpaksa banget dia megang itu—seragam olahraga Yuzuru itu.


Itu basah kuyup, kena keringat.


"......"


Arisa nahan napas.


Mungkin, sekarang, dia lagi ngelakuin sesuatu yang gila.


Sebagai manusia, sebagai cewek, dia mungkin lagi melanggar batas yang nggak seharusnya dilanggar.


Kekhawatiran kayak gitu muncul di kepala...


Tapi ngabaikan semua itu, Arisa nempelin seragam olahraga Yuzuru ke hidungnya.


Dan dia menarik napas dalam-dalam.


"Hah... aku lagi ngapain sih..."


Setelah itu.


Arisa duduk lemes di sofa, terjebak dalam rasa benci diri sendiri.



__--__--__



"Nungguin aku? Arisa"


"Ng, nggak... Aku baik-baik aja"


Arisa yang duduk di sofa, menyambut Yuzuru yang baru keluar dari mandi.


Entah kenapa, dia keliatan panik, dan nggak mau ketemu mata dengan Yuzuru.


Entah karena baru keluar dari mandi, atau ada alasan lain... kulit Arisa keliatan merah muda seperti mawar.


"......Ada yang salah?"


"Ng, nggak, nggak ada apa-apa"


Ketika Arisa bertanya, Yuzuru jawab dengan sedikit ragu.


Soalnya, bagi Yuzuru, Arisa keliatan sangat menggoda.


Banyak kulit yang terlihat.


Tentu saja, bukan karena dia pake bikini atau apa, tapi cuma pake kaos putih lengan pendek dan celana pendek, jadi ini baju "rumahan" yang sehat-sehat aja...


Belakangan ini mereka lebih banyak pake baju musim dingin yang nutupin lebih banyak, jadi, secara relatif, ini terasa lebih menggoda.


Kalau dibandingin sama seragam olahraga, memang sama aja sih, tapi waktu lomba lari, Arisa pake jaket olahraga selain waktu lari.


Waktu lari, memang diliat sedikit, dada Arisa bergoyang, tapi nggak pernah bener-bener ngeliatin tubuhnya secara detil.


Dan sekarang, baju yang Arisa pake... lebih tipis dari seragam olahraga.


Seragam olahraga, karena buat olahraga, dibuat dari bahan yang kuat, tapi baju atas bawah yang Arisa pake mungkin buat di rumah atau tidur, sangat "kasual".


Jadi, bahannya juga tipis, dan lekuk tubuh Arisa keliatan banget.


Bukan itu aja, kaos dalam putih yang dia pake juga keliatan tembus.


Celana pendeknya warna hitam jadi nggak tembus, tapi kulit putih Arisa terlihat sangat memukau.


Lebih dari itu, penampilan kasual dan penuh gaya hidup yang beda dari biasanya, secara blak-blakan bisa dibilang "tak berjaga" dan itu membangkitkan hasrat Yuzuru.


(......Dia sengaja ngelakuin ini, ya?)


Ngomong-ngomong kayak mau pijat!


Masuk ke kamar cowok dengan pakaian kayak gini, kalau dipikir-pikir biasanya berarti dia sengaja, dan kayaknya dia lagi ngajak-ngajak gitu.


Tapi di sisi lain, Arisa juga agak polos, jadi nggak bisa bener-bener nolak kemungkinan dia serius. 


"Maaf ya, kayaknya aku tadi keliatannya ngeliatin kamu terus."


"Eh, oh... maaf."


Kayaknya, aku tanpa sadar terus-terusan ngeliatin Arisa.


Arisa keliatan malu-malu, canggung gitu. Yuzuru langsung minta maaf dan ngalihin pandangannya.


(Kayaknya dia nggak sengaja ngajak gitu deh, malunya beda...)


Sikap malu-malu Arisa tadi bukan kayak godain cowok, tapi lebih ke bikin cowok ngerasa bersalah gitu deh, kasian banget.


Kesan yang aku dapet tuh kayak kerajinan kaca yang kalau disentuh bisa pecah gitu.


Meskipun sangat menggemaskan, tapi rasanya aku bakal ragu-ragu buat 'nyerang'.


(Mungkin dia emang sengaja berdandan gitu, tapi pas aku ada di depan mata, tiba-tiba jadi malu dan nyesel ya?)


Aku punya firasat itu jawaban yang bener.


Arisa itu pinter, tapi kadang-kadang ada aja yang kelupaan, tipikal banget buat dia.


Tapi ya itu, kalau Arisa itu cewek polos yang bodoh, berarti Yuzuru juga cowok polos yang bodoh, jadi sebenernya aku juga nggak tau yang sebenarnya gimana.


"Gimana kalau kita mulai pijatnya?"


Suasana jadi agak canggung, jadi Yuzuru coba ngalihin perhatian dengan ngomong gitu.


Terus, Arisa ngeluarin tinjunya.


"Yuk, suit. Yang menang boleh dipijet duluan."


"Oke deh."


Hasilnya, Arisa yang menang.


"Kalau gitu, maaf ya..."


Begitu bilang, Arisa berbaring tengkurap di atas tempat tidur Yuzuru.


Di depan mata Yuzuru, ada punggung Arisa yang keliatan lewat baju tipisnya.


(Kalau dipikir-pikir, ini situasinya aneh banget ya)


Memang sih, hubungan antara Yuzuru dan Arisa itu agak membingungkan dari awal.


Kalau diliat dari luar, mereka kayak pasangan kekasih.


Dan seperti tunangan beneran.


Dan mungkin mereka saling suka.


Tapi mereka belum saling ngomongin perasaan mereka.


"Yaudah, aku mulai ya."


Yuzuru bilang gitu sambil menyentuh bahu Arisa.


Cuma nyentuh dikit aja, tapi udah kerasa banget kalau itu tegang banget.


Kalau pake beban di dada dan lari lama-lama, pasti otot bahunya bakal tegang gitu.


"Ah..."


Pas Yuzuru tekan lebih keras pake ibu jari, Arisa keluar suara kecil.


Kayaknya bukan karena sakit, tapi lebih ke refleks aja suaranya keluar.


"Kekuatan segini cukup nggak?"


"Uh... bisa lebih keras lagi nggak?"


Jadi, Yuzuru makin keras pijetin bahu dan punggung Arisa.


Meskipun tekanannya kuat, tapi kayaknya pas buat otot yang tegang itu.


"Ah... Ahh!!"


"..."


Entah dia sengaja atau nggak.


Setiap kali dipijet, Arisa keluar suara yang menggoda.


(Tapi nggak penting sih... dada Arisa sekarang gimana ya... pasti kejepit. Nggak sakit ya?)


Saking aku mikirin hal yang nggak penting, rasionalitas aku sedikit demi sedikit mulai luntur.


Tapi aku harus tahan.


Kalau sekarang aku nggak kuat dan akal sehat aku jebol, semua rencana bisa berantakan. 


“Segini udah enak kan Arisa?


"Iya... enak..."


Dengan suara yang lembut dan melumer, Arisa menjawab begitu.


Kayaknya dia bener-bener nyaman deh.


...Mungkin suaranya asli.


(Bagian yang sengaja dan yang alami, pengennya jangan dicampur deh...)


Tapi, bagian itu juga bikin gemes, mungkin karena udah terlanjur cinta.


Sambil berpikir gitu, Yuzuru ngambil tangan kanan Arisa.


Dia merenggangkan lengan Arisa sambil memijat punggung kanan dengan telapak tangannya.


"Ahh... itu, suka deh..."


Sebentar, jantung Yuzuru berdebar.


"...Seneng deh kamu suka."


Jangan gampang bilang suka gitu dong.


Begitu pikirnya sambil mengambil lengan yang lain dan memijat punggung sisi lainnya.


"Bagian ini juga lumayan kaku ya."


"Emm... begitu ya?"


Perlahan, Yuzuru memijat lebih ke bawah.


Dia memijat pinggang Arisa sambil... sedikit menunduk.


Di sana, ada pantat Arisa yang cukup besar untuk usianya.


Mungkin karena dia pakai celana pendek tipis, bentuknya jelas terlihat.


Kalau diperhatikan, kayaknya bisa samar-samar liat celana dalamnya.


(...Pantat itu, ternyata bagus juga ya)


Mungkin lebih suka pantat daripada dada.


Yuzuru berpikir begitu tapi... tentu saja dia merasa menyentuh pantat itu melewati batas, jadi dia berhenti.


Jadi, selanjutnya adalah kaki.


"Kita ke kaki ya."


Yuzuru ngomong sambil melihat ke kaki panjang dan putih Arisa.


Terlihat putih bersih, dan lembut.


"Iya... ah!"


Begitu Yuzuru menyentuh pangkal paha Arisa.


Tubuh Arisa bergetar sebentar.


"...Sakit?"


"Bukan, cuma agak geli aja. Gak apa-apa kok."


Karena katanya gak apa-apa, Yuzuru melanjutkan memijat.


Tapi begitu disentuh, kelihatan...


Di bawah lapisan lemak yang terlihat lembut, ada otot yang kuat.


Lapisan lemak yang tipis dan lembut di atas fondasi otot.


Ini mungkin rahasia kaki indah Arisa, pikir Yuzuru tentang hal yang sebenarnya gak penting.


Kalau gak mikirin hal yang gak penting, mungkin akal sehatnya bisa hilang karena keindahan kaki Arisa.


(Pantatnya bagus sih, tapi kaki juga bagus... susah milihnya)


Gak bisa milih satu dari dada, pantat, atau kaki!


Sambil berpikir hal-hal kayak pria playboy, Yuzuru menyentuh betis Arisa.


Kayaknya agak bengkak karena kelelahan.


"Emm... enak, itu..."


"Nanti giliran aku ya?"


"Iya..."


Dengan mata mengantuk, Arisa menjawab begitu.


Tapi kalau dia tidur sekarang, Yuzuru gak bisa dapet pijatan dari Arisa.


Itu bakal jadi masalah, jadi Yuzuru memutuskan untuk memijat telapak kaki Arisa.


Dia menekan bagian lengkung kaki dengan sendi jari yang ditekuk.


Lalu...


"Hihi!!"


Suara jeritan yang menggemaskan terdengar. 


Kayaknya sakit ya.


"Gak apa-apa? Arisa"


"I, iya, gak apa-apa kok... uh..."


Setiap kali tekanan diberikan ke telapak kaki, Arisa menggigil.


Dia menggenggam seprai dengan kedua tangannya erat-erat.


Melihat dia seperti itu, jadi terasa kasihan.


"Kalau sakit, kita berhenti ya..."


"Ng, nggak, aku baik-baik aja kok. Lanjutin aja... ahh!"


Teriakan keluar dari mulut Arisa.


Tapi, kalau dia bilang baik-baik saja, berarti memang baik-baik saja dong.


Yuzuru percaya pada kata-kata Arisa dan terus memijat telapak kakinya lebih keras.


Setiap kali dia menekan, Arisa menggigil... itu, entah kenapa, agak menghibur.


Sedikit, hanya sedikit... rasanya seperti digoda untuk menjadi sedikit jahat.


"Uh... Yuzuru-san"


"Ada apa?"


"...Awas saja nanti ya"


Arisa menatap Yuzuru dengan mata tajam.


Wajah kesalnya juga lucu sih, pikir Yuzuru dalam hati sambil merasa senang.


__--__--__


Oke, ganti pemain.


Sekarang giliran Arisa yang memijat Yuzuru.


"...Nah, aku mulai ya"


Dengan berkata begitu, Arisa menyentuh bahu Yuzuru.


Dengan kuat, dia menekan otot Yuzuru dengan ibu jarinya.


"Bagaimana? Enak kan?"


"Rasanya pas... ah... ini enak juga ya"


Meskipun Yuzuru tertarik untuk memijat Arisa, dia tidak terlakamu tertarik untuk dipijat. Tapi, ternyata pijatan Arisa terasa sangat nyaman.


Mungkin tanpa sadar, dia memang sudah butuh dipijat.


"Boleh juga lho kalau kamu mau tidur?"


"Ya..."


Tapi, Yuzuru masih terganggu dengan pantat Arisa yang ada di punggungnya, jadi dia gak bisa tidur.


(Arisa, lumayan besar ya...)


Yuzuru ingat pantat Arisa yang dia lihat saat memijat tadi.


Setiap kali Arisa berusaha keras memijat punggung Yuzuru, pantatnya bergerak di atas punggung Yuzuru.


"Sekarang aku pijat kakinya ya"


"Oke, silakan"


Arisa menggeser tubuhnya dari atas Yuzuru.


Yuzuru merasa sedikit kecewa.


"Kamu memang tegang sih"


Sambil berkata begitu, Arisa memulai memijat paha Yuzuru.


Kemudian, dia bergerak lebih ke bawah lagi, memijat betis.


Memijat kaki yang sedikit bengkak karena lari jauh terasa sangat nyaman.


Dan kemudian...


"Aduh!"


Yuzuru secara refleks menggerakkan kakinya.


Begitu telapak kakinya ditekan, rasa sakit yang tajam menyebar.


Lalu Yuzuru segera sadar.


"Maaf, Yuzuru-san. ...Kamu gak apa-apa kan? Gak cedera?"


"Gak, aku baik-baik aja kok"


"Baiklah..."


Sejujurnya, itu cukup sakit.


Tapi... mungkin rasa sakit di titik-titik tertentu di kaki menunjukkan kalau ada yang gak beres dengan tubuh...


"Lanjutkan"


"Baik. Aku akan lebih lembut kali ini"


Kali ini dengan kekuatan yang lebih lembut, Arisa kembali menekan telapak kaki Yuzuru.


Masih sedikit sakit.


Tapi, walau sakit... rasanya masih enak, sakit yang masih bisa ditolerir.


"Uh..."


"Kamu baik-baik saja?"


"Ya, aku baik-baik saja. Lanjut... ah..." 

Bener-bener ga ada ampun sih.


Yuzuru merintih sambil nanya ke Arisa.


"....Kamu masih dendam sama kejadian tadi?"


"Ngga kok. Aku cuma lagi balesin pijatan ke Yuzuru-san aja loh."


Itu artinya kamu masih dendam dong... meskipun begitu Yuzuru tetep nerima pijatan.


Balas dendam segini sih masih lucu-lucuan, dan walaupun sakit, tapi sebenernya juga enak sih.


Di sisi lain, Arisa....


"Gimana nih bagian ini?"


Kayaknya dia mulai seneng deh, sambil senyum-senyum kecil dia pencet-pencet "tempat yang sakit" di telapak kaki Yuzuru.


Tiap kali gitu, Yuzuru gemetaran.


"Aduh... bisa... bisa lebih pelan lagi ga..."


"Ei!"


"Eh, eh! Arisa!!"


Yuzuru jadi kesakitan, tapi Arisa malah ketawa seneng.


Karena keliatannya seneng banget, Yuzuru ga bisa bilang suruh berhenti.


Btw, jadi pengen beli alat pijat refleksi kaki online deh.


Nah, beberapa waktu berlalu...


"...Hm?"


Tiba-tiba, Yuzuru bangun dari tidurnya yang setengah-setengah.


Mata setengah terbuka. Kepalanya masih agak pusing.


(Sepertinya aku lagi dipijat tadi...)


Kayaknya dia ketiduran.


Yuzuru coba bangun sambil nakup-nakup...


Terus dia sadar kalau baju dia lagi ditarik sama seseorang.


"...Ah"


Itu adalah gadis dengan rambut linen yang indah.


Sambil tidur nyenyak dan napas pelan, dia erat-erat megang baju Yuzuru.


Yuzuru langsung terdiam.


(...Pengen nikahin)


Orangnya lucu banget.


Itulah yang dipikirin Yuzuru.


Seperti malaikat, atau mungkin peri... imut gitu.


Secara ga sadar, Yuzuru mengulurkan tangannya ke kepala Arisa.


Lalu dengan lembut mengelus rambut indahnya yang berkilau.


Rambut linen yang indah itu sangat cantik, dan halus.


Yuzuru mendekatkan wajahnya, dan bisa mencium aroma sampoo yang khas cewek.


Lalu dia nyoba nyubit pipi Arisa pake jari.


Pipinya yang putih itu lembut banget, jari Yuzuru langsung tenggelam.


Ga tau dia sering perawatan atau memang aslinya halus, tapi... ga ada rambut yang gak halus sama sekali.


Kulitnya mulus banget, tanpa noda.


Kulit yang indah banget, itulah yang dipikirin Yuzuru.


"Nn..."


Nah, di sisi lain, Arisa masih tidur dengan senyum bahagia dan tampang yang polos.


Ga ada tanda-tanda mau bangun.


Di titik ini... Yuzuru jadi ingin berani-berani dikit.


"..."


Pandangan Yuzuru secara alami... berpindah ke dada Arisa, ke timbunan lemak yang membuat kaosnya membentuk.


Biasanya dia berusaha ga terlalu memperhatikan... tapi bagian Arisa yang sangat menarik itu,


Dia amati dengan seksama.


(Kalau dilihat-lihat emang beneran...)


Besar juga ya, itu yang dipikirin Yuzuru dalam hati berkali-kali. 


Dari kedalaman kesdaran, muncul keinginan untuk menyentuh... tanpa sadar, tangannya hampir terulur.


Tapi, rasa etika yang mengatakan tidak boleh mencemari sesuatu yang begitu murni dan suci, menghentikannya tepat sebelum itu terjadi.


Lalu, Yuzuru melirik ekspresi Arisa.


Tidak ada tanda-tanda bangun... dia terlihat nyaman, napasnya tenang.


"Cantik ya"


Sambil memandangi ekspresi Arisa.


Tanpa sadar, Yuzuru bergumam.


Perlahan, dia menyisir rambut yang menutupi wajahnya.


Lalu... dengan jari, dia menyentuh bibir lembut dan mengkilap itu.


Sepertinya Arisa mengoleskan semacam lip balm, bibirnya lembut dan lembab.


Jantungnya berdetak keras karena gugup.


Yuzuru perlahan mendekatkan bibirnya ke bibirnya...


"...ini gak bener ya"


Tepat sebelum itu terjadi, Yuzuru sadar.


***


Sedikit memundurkan waktu.


"...Yuzuru-san?"


Saat sedang dipijat.


Tiba-tiba, Arisa menyadari Yuzuru terdiam dan memanggilnya.


Namun, tidak ada jawaban dari Yuzuru.


Artinya...


"Tidur ya?"


Arisa mencoba bertanya, tapi tidak ada jawaban.


Artinya, dia benar-benar tertidur.


"Yuzuru-saaan!"


Dia mencoba memanggil lagi, tapi tetap tidak ada respons.


Maka, Arisa melihat wajah Yuzuru.


"..."


Wajah Yuzuru yang terlihat rileks dan tidak berdaya sedang tidur lelap ada di sana.


Wajah yang seakan-akan tidak akan ada apa-apa dari Arisa, Arisa bukan ancaman atau apa pun... wajah seperti itu ada di sana.


Arisa mencubit pipi Yuzuru.


Tidak ada tanda-tanda dia akan bangun.


"...ya sudah"


Dia bilang boleh tidur, tapi benar-benar tidur.


Dia orang yang tidak bisa diatur.


Sambil berpikir begitu, Arisa meraih kepala Yuzuru.


Merayu rambutnya dengan lembut.


Namun, masih tidak ada tanda-tanda Yuzuru bangun.


"Kamu yang salah, Yuzuru-san..."


Dengan sedikit deg-degan, Arisa meraih dada Yuzuru.


Dari balik kaus tipis, terasa jelas ada dada yang kokoh.


Ternyata calon suami Arisa cukup berotot.


"..."


Arisa perlahan mendekatkan hidungnya ke dada Yuzuru.


Menghirup, tercium aroma sabun.


Bau yang sama dengan dirinya.


"..."


Arisa berbaring di samping Yuzuru.


Di depan matanya ada wajah Yuzuru.


Pikirannya sejenak terlintas untuk melakukan kenakalan yang lebih ekstrem—mencium—tapi dia terlalu malu untuk melakukannya.


Arisa meraih kaus Yuzuru, menggenggamnya erat.


Lalu, dia menutup matanya.


Lalu...


"...?"


Tiba-tiba, Arisa merasakan sensasi aneh di kepalanya.


Seolah-olah ada yang sedang mengelus kepalanya dengan lembut... sensasi seperti itu.


Dia merasakan hatinya menjadi hangat.


Saat menyerahkan diri pada sensasi itu... tangan itu lepas.


Arisa sedikit merasa kecewa.


Hampir bersamaan, pikirannya menjadi jernih lagi. 


Arisa ingat kalau dia ketiduran di samping Yuzuru, dan sekaligus sadar kalau yang lagi ngelus kepala dia itu Yuzuru.


"Eh..."


Dia buru-buru mau bangun.


Tapi nggak bisa.


Soalnya, jari Yuzuru nyentuh pipi dia.


Pipi Arisa kerasa dipencet-pencet sama jari Yuzuru.


"..." (Kalau aku bangun sekarang... Yuzuru-san pasti kaget deh)


Karena Yuzuru mikir Arisa masih tidur, jadi dia ngelakuin itu.


Kalau Arisa bangun sekarang, Yuzuru pasti kaget.


Kasihan.


...Dengan alasan itu, Arisa biarin aja Yuzuru ngelakuin apa pun.


Setelah beberapa waktu, Yuzuru berhenti nyentuh pipi Arisa.


Tapi, nggak diraba sama sekali malah bikin cemas.


Arisa nggak tau Yuzuru mau ngelakuin apa selanjutnya, apa yang dipikirin Yuzuru.


(Gini amat... sekarang aku bener-bener nggak bisa nolak...)


Cuma mikirin itu aja, jantung Arisa rasanya cepet banget.


Napas jadi panas dan cepat.


Semakin coba pura-pura tidur biar nggak ketahuan, malah jadi semakin parah.


(Aku lagi tidur jadi... mau disentuh di mana pun, atau dibuka bajunya, nggak bisa nolak...)


Takut tapi pengen dicoba.


Percaya Yuzuru nggak akan ngelakuin itu, tapi juga pengen Yuzuru tertarik sama tubuhnya.


Perasaan yang bertentangan bikin pikiran Arisa kacau.


Tiba-tiba... jari Yuzuru nyentuh rambut Arisa sedikit.


Cuma nyapu rambut yang nutupin wajah... itu aja.


Tapi itu aja bikin Arisa kerasa panas banget di dalam.


Terus tiba-tiba ada yang nyentuh bibirnya.


Itu jari Yuzuru.


Lembut, kayak lagi ngusap.


Kayak lagi ngecek bentuknya.


Jari Yuzuru nyentuh bibir Arisa.


Itu sikap yang lembut tapi...


Sekaligus Arisa ngerasa ada keinginan kuat dari Yuzuru.


Seolah-olah bilang, nanti bibir ini akan aku kecup.


‘Aku akan meremukkan.’


‘Aku akan merebut bibir ini.’


Rasanya kayak denger pernyataan itu.


Setidaknya Arisa ngerasa gitu.


Arisa kayak denger kata-kata itu.


(Ga, Gak boleh...)


Jantungnya berdegup kencang.


Perutnya kerasa sakit banget.


Napas jadi semakin kasar.


Perlahan... Arisa ngerasa napas Yuzuru, bibirnya mendekat.


Dan terus...


"...Ini nggak bener nih"


Yuzuru ngomong gitu.


Napas yang tadinya dekat, menjauh.




Arisa pingsan.




__--__--__




"Uh..."


Di samping Yuzuru.


Cewek yang tadi ngasih napas pelan, ngeluarin suara kecil.


Pas liat ke sana, matanya yang kayak zamrud itu udah terbuka.


Masih kayak lagi mimpi, keliatan lemes banget.


"Udah bangun? Arisa"


"....a-i"


Arisa ngelap matanya yang ngantuk, sambil pelan-pelan bangun. 


Dan dengan tatapan kosong, Arisa menatap Yuzuru.


"Eh, Arisa? Kamu baik-baik aja?"


"Em... kenapa, Yuzuru-san ada di..."


Dia ngomong hal yang kayak lagi setengah tidur gitu.


Dan di detik berikutnya.


"Yu, Yuzuru-san!? Kenapa, sih!?"


Arisa mundur dengan panik.


Kayaknya dia bingung... dia nggak sadar kalau mundur terus bisa jatuh dari tempat tidur.


"Arisa"


"Eh? Aaa!"


Yuzuru buru-buru nyamperin dan nangkep lengan Arisa, narik dia dengan paksa.


Akibatnya, Arisa nggak jadi jatuh dari tempat tidur tapi jadi bersandar ke Yuzuru.


"Ken, kenapa sih..."


"Tenang. Ini kamarku. Kamu ketiduran pas lagi mijat."


"Eh?"


Mendengar kata-kata Yuzuru, Arisa keluarin suara yang agak konyol.


Terus dia melirik sekeliling... dan kayaknya baru nyadar ini bukan kamarnya sendiri.


Mukanya langsung merah padam.


"Ini... maaf ya, udah ngerepotin."


Arisa jadi merona gitu.


Melihat Arisa kayak gitu, Yuzuru jadi... sedikit lega.


(Bagus... ternyata dia memang lagi tidur.)


Setelah Arisa ketiduran.


Yuzuru, yang tiba-tiba kerasukan setan, melakukan berbagai hal pada Arisa...


Hal-hal yang agak ke arah pelecehan seksual, atau lebih tepatnya, hal yang nggak bisa dibela kalau sampai ketahuan.


Dia pikir Arisa bakal memaafkannya dengan pikiran yang enteng gitu, tapi kalau dipikir-pikir lagi, itu adalah tindakan yang wajar kalau dia jadi dibenci.


...Arisa, aku nggak mau dibenci olehnya.


"Yah... nggak apa-apa kok. Kamu pasti capek."


Yuzuru ngomong hal yang terdengar masuk akal, coba menutupi.


Kepada Yuzuru yang kayak gitu, Arisa bertanya.


"Eh, sekarang jam berapa ya?"


"Tepatnya... lima menit sebelum jam lima sore."


Tepatnya adalah jam empat lima puluh lima.


Ini waktu yang pas buat mulai nyiapin makan malam.


"Sudah sebegitu larut ya... Maaf ya. Jadi, aku bantu masak makan malam ya?"


"...Yah, bisa makan malam bareng kamu sih aku bersyukur."


Hari ini hari kerja.


Nggak baik juga kalau Arisa ditahan terlalu lama... apalagi, seharusnya dia lagi capek karena ada lomba lari marathon.


"Kalau kamu mau, gimana kalau kita makan di luar?"


Yuzuru menawarkan gitu.


Jadi, tempat yang Yuzuru dan Arisa datengin adalah...


Bukan restoran Prancis mewah yang terkenal atau apa...


Tapi jadi ke warung makan keluarga (famires) terkenal yang ada di sekitar sana.


Karena Yuzuru lagi butuh duit, dia nggak punya banyak uang, dan Arisa juga punya batasan dalam hal uang jajan, jadi pilihan mereka terbatas.


Setelah mereka berdua selesai memesan makanan... Arisa yang dari tadi kelihatan agak bingung ditanya oleh Yuzuru.


"...Ada yang pengen kamu tanyain?"


Kira-kira, mungkin dia sadar waktu itu?


Kekhawatiran seperti itu muncul di pikiran Yuzuru.


Di sisi lain, Arisa yang ditanya oleh Yuzuru, dengan mata zamrudnya melirik ke samping sedikit, dan pipinya yang putih itu memerah sambil... dengan ragu-ragu bertanya.


"Em, waktu aku tidur itu..." 


"...iya?."


Dug-dug-dug.


Karena tegang dan takut, jantung Yuzuru berdegup kencang.


Gak mungkin, ketahuan ya.


"Eh, itu... ada, apa-apa yang berubah ga!?"


Itu pertanyaan yang aneh banget.


Cuma selama Arisa tidur, apa ada yang bisa berubah? Biasanya sih ga ada yang berubah.


Makanya pertanyaan kayak gitu jarang ditanya.


Kalau dia nanya gitu, berarti Arisa mikir ada yang berubah dong.


Itu artinya...


Kamu ngapain aja pas aku tidur? Kayaknya itu yang dia tanyain.


(...tenangin diri)


Waktu itu Arisa bangun dan nyadar kalau aku isengin dia.


Sekilas, pikiran itu lewat di kepala Yuzuru.


Tapi, kalau dia bangun... dia bakal diam aja gitu kah?


Kalau mau dicium juga, bakal pura-pura tidur terus kah?


Bakal diem aja gitu kah?


Gak mungkin lah.


Pasti, Arisa waktu itu gak bangun.


Bukan pura-pura tidur.


Cuma... mungkin dia curiga Yuzuru ngapain gitu yang aneh-aneh pas dia tidur.


Mungkin itu maksudnya dia nanya gitu.


Ya, pasti begitu.


Dan, dengan pikiran kayak gitu, Yuzuru coba tetap tenang sambil menjawab.


"..........nggak, nggak ada apa-apa deh."


Apaan sih yang dia khawatirin?


Bingung aku.


Begitu lah, sambil pura-pura ga tahu apa-apa... Yuzuru bertanya.


"Kamu merasa aneh?"


Trus setelah sebentar diem, Arisa jawab.


"Tidak... aku tidur nyenyak kok. Iya, aku... tidur kok."


Cara ngomongnya seperti ada maksud tersembunyi gitu.


Tapi, kalau diungkit-ungkit, kayaknya malah bakal jadi masalah buat kita berdua.


Nah, pas Yuzuru dan Arisa lagi adu pikiran kayak gitu...


Pelayan bawa makanan datang.


Yuzuru pesan spaghetti kuah, sementara Arisa pesan hamburger.


Bau makanan yang enak langsung menyebar di meja.


"Ayo makan."


"Iya."


Mereka berdua ambil garpu dan pisau, mulai makan.


Makanan di tempat kayak gini biasanya enak-enak aja dimana-mana.


Tentu, Yuzuru tau restoran yang lebih enak, dan masakan Arisa jauh lebih enak dari ini.


Tapi, itu beda cerita. Ini beda lagi.


Bukan berarti makanan di tempat kayak gini ga enak, atau ga bisa dimakan.


"...Nah, Arisa."


"Mau coba rasa, ya?"


"Hebat kamu tau aja."


"Hehe... iya, karena sebelumnya pernah kayak gini. Walau beda tempat sih."


Arisa bilang gitu, terus pakai pisau dan garpu buat potong hamburger.


Trus...


Pake garpu yang dia pake sebelumnya untuk tusuk bagian hamburger itu.


Pelan-pelan diangkat, sambil hati-hati biar sausnya ga netes ke meja, dia angkat kayak lagi buat piring pakai tangannya. 


Sambil mendinginkan hamburger panas dengan tiupan lembut, Arisa mendekat.


"Silakan"


"…Ah"


Yuzuru secara alami membuka mulutnya.


Sementara itu, tanpa ragu-ragu, Arisa memasukkan hamburger ke dalam mulut Yuzuru.


Yuzuru perlahan menutup mulutnya.


Bersama garpu, hamburger terkunci di dalam mulut Yuzuru.


Rasa jus daging dan saus demi-glace yang kental merangsang lidah Yuzuru.


Namun, Yuzuru terlalu tegang untuk merasakan rasa makanannya.


"Bagaimana rasanya?"


"…Enak"


Dengan susah payah Yuzuru menemukan kata-kata untuk bertanya kepada Arisa.


"Kamu mau coba juga?"


"…Iya"


Dengan malu-malu, Arisa mengangguk.


Yuzuru menggunakan sendok dan garpu untuk membuat pasta mudah dimakan.


Ketika Yuzuru mendekat, Arisa membuka bibirnya yang mengilap.


Ke dalam mulut Arisa yang terlihat gigi putih dan lidah berwarna pink, Yuzuru dengan lembut memasukkan garpu yang baru saja dia gunakan.


Tubuhnya menjadi sangat panas, dan jantungnya berdetak kencang.


Sementara itu, tanpa ragu, Arisa menutup mulutnya.


"Nh…"


Arisa meremas mata.


Yuzuru perlahan menarik garpu dari bibir cantik itu.


Setelah menunggu Arisa selesai mengunyah, Yuzuru bertanya.


"Bagaimana?"


"Iya. Sangat… enak"


Arisa berkata sambil tersenyum.


Senyum itu terlihat sangat menggoda dan sensual di mata Yuzuru.


Kemudian, Yuzuru dan Arisa beberapa kali saling memberi makan satu sama lain.



__--__--__


"Aku pulang"


Sore hari.


Setelah matahari terbenam, Arisa kembali ke rumah.


Tidak ada jawaban.


Tapi, bukan berarti tidak ada siapa-siapa di rumah.


Dengan langkah kaki yang sedikit berat, Arisa perlahan menuju dapur.


Ibun angkatnya, Emi Amagi, sedang mencuci piring di dapur.


"Aku pulang, Emi-san"


Biasanya, membuat makan malam adalah tugas Arisa.


Meskipun tidak ada aturan khusus, tapi sudah menjadi kebiasaan jika Arisa yang memasak.


Namun, karena dia makan malam bersama Yuzuru hari ini, dia pulang terlambat.


Karena itu, jarang sekali Emi yang membuat makan malam.


Tentu saja, Arisa sudah memberi tahu terlebih dahulu... tapi tetap saja dia merasa sedikit berat hati.


Di sisi lain, ketika Arisa menyapa, Emi menjawab tanpa menoleh dari pencucian piringnya.


"Oh, kamu sudah pulang. ...Kamu pulang sangat terlambat, ya?"


Langsung terasa, suasana tidak menyenangkan.


Fakta bahwa dia sangat tidak menyukai Arisa adalah sesuatu yang diketahui banyak orang.


Terutama tentang "pertunangan" kali ini, dia sangat tidak senang.


Walaupun dia sendiri yang mengatakan akan menerima lamaran, tapi Arisa terus menolak lamaran dan memilih pria sesuai keinginannya—itu yang Emi lihat—dan itu membuatnya tidak suka.


Dan fakta bahwa Arisa merebut Yuzuru Takasegawa, yang sebenarnya adalah tunangan anak kandungnya, Mei, juga membuatnya sangat kesal. 


Dan juga, Arisa berlagak kayak heroine tragedi, sepertinya dia ngomongin hal buruk ke Yuzuru Takasegawa—itu yang dia pikir—itu juga bikin kesel.


Tingkah laku dan sikap Arisa, bener-bener mengingatkan Emi sama ibunya Arisa—yang artinya adiknya Emi.


Tentu aja, seperti Emi yang benci sama Arisa, Arisa juga benci sama Emi.


"Repot banget," pikir Arisa dalam hati sambil menjawab.


"Iya. ...Maaf ya udah merepotkan."


"Enggak kok, aku gak merasa direpotin kok? ...Kamu kan sibuk ya? Banyak yang harus diurus."


"......Iya."


Cara ngomongnya ada maksudnya gitu.


Tapi, Arisa udah belajar kalau dia bener-bener ngadepin atau ngebantah, itu bakal balik lagi ke dia berkali-kali lipat, jadi dia cuma ngalirin aja omongan orang itu.


"Kalau gitu, aku pergi dulu ya......"


Arisa pengen cepet-cepet balik ke kamarnya dan langsung tidur.


Saat Arisa mau pergi, Emi nyamperin dan ngomong.


"Oh, iya... Pastikan kamu udah mandi dan bersihin badanmu sebelum tidur ya. Dan, ‘pakaian dalam’ kotor itu juga... aku gak mau masukin ke mesin cuci yang sama."


Karena dia spesifik bilang 'pakaian dalam' bukan 'pakaian' saja, maksudnya jelas.


Emi pikir Arisa 'tidur' dengan Yuzuru.


"......Iya, mengerti."


Meskipun sebenarnya mungkin cuma sindiran, tapi gak jelas juga apakah dia bener-bener mikir gitu dari hatinya, dan itu gak penting.


Jadi, gak ada gunanya juga kalau diperbaiki.


Lagi pula...


(Ya... gak ada gunanya juga sih diperbaiki)


Kalau hubungan sama Yuzuru itu salah paham, mungkin Arisa pengen ngebantah...


Tapi itu juga gak sepenuhnya salah.


Sesuai yang dibilang, Arisa pergi ke kamar mandi dan mandi.


"Orang itu... jadi lebih tenang ya..."


Sejujurnya, buat Arisa, sindiran Emi itu kayak angin lalu.


Kalau dulu mungkin dia bakal dibilangin hal yang lebih parah lagi.


Ketajaman 'pisau kata-kata' Emi jelas-jelas udah berkurang.


Mungkin karena hubungan antara Yuzuru dan Arisa berjalan baik.


Bukan berarti Yuzuru sengaja memberikan tekanan...


Tapi, memang faktanya nama keluarga dia jadi perisai yang melindungi Arisa.


(......Maaf ya, selalu merepotkan)


Ingat-ingat, di Natal dia bahkan dapet hadiah yang sangat mahal.


Dan kalau ditanya apakah dia udah bisa memberikan sesuatu yang setimpal, Arisa gak bisa yakin menjawabnya.


Tentu saja, Yuzuru mungkin bilang gak perlu dibalas...


(Sebagai manusia...... aku gak mau jadi orang yang tidak tau balas budi)


Kalau terus-terusan bergantung dan cuma nerima, pasti bakal jatuh.


Dia gak mau jadi orang yang cuma punya kelebihan 'punya tunangan yang luar biasa'.


Setelah mandi, Arisa cepet-cepet mengeringkan badannya, ganti baju tidur, dan mengeringkan rambutnya.


Keluar dari ruang ganti, dia menuju ke kamarnya.


Saat dia berjalan di koridor...


"Arisa ya...... kamu udah pulang."


"Iya. Baru saja."


Dia bertemu dengan Haruto, sepupunya.


Sekarang, karena dia lagi liburan musim semi di universitas, dia pulang ke rumah.


(Semoga dia cepet balik universitas lagi ya...) 


Awalnya, Arisa nggak terlalu punya kesan bagus sama Haruto...


Sejak dia tau Haruto ada di belakang masalah yang melibatkan teman sekelasnya dulu, kesannya langsung anjlok banget.


Dia selakamu mikir, cepetan deh balik ke apartemen kampus.


Tentu aja, dia nggak pernah ngomong langsung sih.


"Hari ini... katanya ada lomba lari marathon ya, kok kamu pulangnya telat banget?"


"Emangnya, ada masalah?"


Arisa jawab dengan suara dingin.


Haruto, yang biasanya cuek, kali ini keliatan terkejut karena Arisa keliatan kesel.


"Ah, maaf... aku nggak sengaja nanya hal yang nggak penting ya."


"..."


Arisa langsung cemberut.


Kayaknya Haruto salah paham deh.


Tanpa sadar, Arisa jadi kesel.


"Ngomong-ngomong, dengan Yuzuru-san nggak ada apa-apa kok."


"Oh, gitu ya... kalau begitu, sih, bagus lah..."


Masih ada kesalahpahaman kayaknya.


Arisa yang udah males ngobrol, langsung mau cabut ke kamarnya...


"Arisa! ...aku, aku juga mau bantu sebisaku!"


Dia dipegang tangannya, dan dibilang begitu.


"Ngomong soal apa sih?"


"Maksudku... soal, itu loh."


Haruto keliatan susah banget mau ngomong, tapi dia tetep tatap Arisa langsung.


"Soal pertunangan... nggak perlu kamu nurut apa kata dia..."


Seketika, Arisa merasa darahnya naik ke kepala.


"Bisa nggak, jangan ngomongin Yuzuru-san dengan cara buruk?"


Tanpa sadar, suaranya jadi keras.


Haruto yang bengong, bikin Arisa langsung sadar.


"Maaf ya."


Dia langsung menunduk dan kabur ke kamarnya.


Terus...


"Pertengkaran, jarang-jarang terjadi ya."


Di depan kamarnya, ada seorang gadis kecil berdiri.


Sepupu Arisa, yang juga adik angkatnya... Mei Amagi.


Kelas 6 SD.


Dia adik yang umurnya beda tujuh tahun sama Haruto, dan empat tahun sama Arisa.


"Ah... Mei-chan. Ganggu belajarmu nggak?"


"Enggak kok, aku lagi main HP, jadi nggak apa-apa. Ah, tapi jangan bilang mama ya."


Main game cuma boleh satu jam sehari.


Itu aturan rumah yang dibuat oleh Emi, ibunya.


Bukan karena dia mau jahat sama Arisa, tapi dia beneran nggak suka game.


Dia pikir main game bikin otak jadi lemot.


Alasan Arisa jarang main game juga karena aturan rumah Amagi yang kayak gitu.


Tapi... meskipun bisa ngatur konsol game, nggak mungkin bisa ngawasin HP buat main game.


Jadi, Mei yang pintar ngambil kesempatan, sering main game HP diam-diam.


Bahkan, dia pernah minta izin diam-diam ke bapaknya buat beli item game dikit-dikit.


Tentu aja, kadang-kadang ketauan juga, tapi cara dia ngelak atau pura-pura "bertobat" itu jago banget.


Arisa, di satu sisi menghormati kepiawaian dan kelancaran hidup adik iparnya itu, di sisi lain juga sedikit iri. 


Arisa itu bukan orang yang bisa dibilang cekatan.


"Terus ada sedikit, cerita buat Arisa-san nih."


"...Cerita buat aku?"


"Iya. Sebenarnya tentang pertunangan sih."


Tanpa sengaja, Arisa mengerutkan wajahnya.


Tapi Mei, tanpa peduli sama ekspresi Arisa, terus aja ngomong sendiri.


"Jadi, dari ayah... kalau misalnya pertunangan antara kamu dengan Takasegawa-san batal, ada gak yang bisa jadi pengganti, gitu katanya. Ah... eh, tentu aja, dia bilangnya lebih sopan dari itu."


Arisa langsung pusing. Tapi, dia coba keras buat ngomong.


"Itu... maksudnya... ,gimana ya?"


"Itu cuma 'kalau’, misalnya, baik kamu atau Takasegawa-san, salah satu atau mungkin keduanya, jadi benci sama pasangannya dan pertunangan jadi mendung... cuma cerita 'kalau-kalau' kok. Jadi, ini seperti plan B gitu."


Dengan kata-kata Mei, Arisa agak lega, rasa cemasnya berkurang.


Kayaknya bukan soal pertunangan mereka yang batal.


(Ah... iya, ingat...)


Arisa ingat, ayah angkatnya, Naoki, pernah tanya, "Kamu sebenarnya gak mau nikah ya?"


Dan Arisa... gak bisa jawab dengan pasti.


Dia gak tau maksud sebenarnya dari pertanyaan itu.


Dia pengen bilang 'tidak' dengan cepat...


Tapi, kalau 'iya' adalah yang Naoki harapkan, itu bikin dia takut.


Jadi, dia memilih untuk 'lari' dengan tidak menjawab.


Naoki bilang, "Nanti kalau sudah siap, jawab aja," tapi kesempatan untuk bicara itu gak pernah datang, dan akhirnya jadi gak pernah dijawab.


"...Oh begitu. Terus kamu, Mei-chan?"


"Aku sih, gak tertarik nikah sama Takasegawa-san. Belum pernah ketemu dengannya langsung sih... Dan, aku kan mau nerusin kerjaan ayah." 



Haruto itu gak akur sama Naoki, lebih tepatnya Haruto yang sebelin Naoki sendirian, jadi dia malah masuk jurusan yang gak ada hubungannya sama perusahaan Naoki.


Dia gak terlalu pengen nerusin perusahaan sama rumah, dan Naoki juga gak maksa dia untuk nerusin.


Tapi, Mei kayaknya punya semangat buat nerusin.


Walaupun sebenarnya dia masih kelas 6 SD, jadi ya belum tau nanti bakal gimana.


"Oh, gitu ya"


Arisa langsung lega dengernya.


Apa pun maksud Naoki, selama Mei bilang gak mau, Arisa satu-satunya yang bisa nikah sama Yuzuru.


"Tapi, nggak berarti kalau nikah sama Takasegawa-san, kamu gak bisa nerusin perusahaan kok."


"…Eh?"


"Belum pernah ketemu langsung sih, tapi dari foto-foto… keliatannya sih keren. Dan sepertinya sifatnya juga gak buruk—walaupun kakakku ngejelekin, tapi itu kan cuma pendapat minoritas—kayaknya sih enggak."


Terus Mei sedikit senyum.


"Yang penting, kan dia kaya. Tapi, kalau Arisa-san gak suka, ya nggak maksa. Tentu aja, setelah ketemu dan ngobrol langsung."


Lalu, ke Arisa yang terdiam, Mei bertanya.


"Jadi, Arisa-san, sebenarnya gimana sih perasaanmu tentang ‘nikah’ sama Takasegawa-san?"


"Itu tentu saja… aku pikir boleh-boleh aja."


Mungkin jawabannya beda kalau ditanya setengah tahun yang lalu… tapi setidaknya sekarang, Arisa cinta sama Yuzuru.


"Boleh-boleh aja, ya… Hmm."


"…Ada apa?"


"Tidak, ayah mungkin khawatir kalau Arisa-san merasa negatif tentang pertunangan ini."


"Masak… nggak mungkin deh."


Kenapa tiba-tiba bisa mikir gitu, kalau memang mikir gitu kenapa baru sekarang.


Arisa mikir… dan sampai pada satu kemungkinan.


"Kalau soal boleh-boleh aja, aku juga sama kok. Malah lebih ke arah positif. Menurutku ini perjodohan yang bagus."


Arisa merasa tenggorokannya kering.


Kalau Naoki "akhirnya mau anaknya sendiri yang nikah," dan kalau keluarga Takasegawa "lebih milih anak kandung,"…


"Ya, tapi itu cuma 'boleh-boleh aja', bukan 'mau'. 'Boleh-boleh aja' sama 'mau' itu beda besar, kan? …Ah, tapi nikah itu kan cerita jauh di masa depan, jujur aja aku juga nggak bisa bayangin. Aku juga, di umur segini mikirin pasangan hidup untuk masa depan sih ragu-ragu."


Kasihan ya, Arisa. Sungguh menyedihkan.


Tapi, mendingan jelasin keinginanmu sekarang, ya?


Walaupun, kalau cuma "boleh-boleh aja," ya beda cerita.


Setelah bilang gitu, Mei pergi dari situ.


Arisa gak bisa ngomong apa-apa. 


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close