NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

OmiAi [LN] Volume 4 Chapter 3

 CHAPTER 3: PERJALANAN PEMANDIAN AIR PANAS BERSAMA TUNANGANKU, BAGIAN 1.

( HOT SPRING TRIP WITH MY FIANCE, PART 1)

Tanaka Note: Moga ae kalian tetep bisa baca di web yang nerjemah aslinya, gak web copasan sana yang ngambil terjemahan nya dari sini.


Di hari sebelum Golden Week... saat makan siang.


Saat Ayaka, Chiharu, Tenka, dan Arisa lagi makan bareng.


"Whaaat, jalan-jalan ke onsen!?"


Ayaka, Chiharu, dan Tenka berseru kaget barengan.


Baru aja kemaren-kemaren ini, Arisa diajak Yuzuru buat pergi liburan ke onsen selama 2 malam 3 hari.


Arisa cuma mengangguk... terus sedikit miringin kepala.


"Sebegitu terkejutnya kah?"


Buat anak SMA pergi liburan berduaan mah bukan hal yang aneh.


Biasanya sih gadis-gadis pergi ke taman hiburan, nginep... gitu-gitu lah.


Memang sih, onsen itu agak lebih dewasa dibanding taman hiburan.


"Bukan masalah liburannya sih. Tapi..."


"Yuzuru sama Arisa-san, itu loh."


"Seperti langsung loncat beberapa tahap gitu deh."


Mereka bertiga nggak kaget sama liburannya, tapi karena mereka berdua yang tiba-tiba ajak ke onsen.


"Hmm... gitu aja kaget. Onsen itu tinggi banget ya hambatannya?"


Buat Arisa, ciuman itu udah cukup tinggi hambatannya.


Tapi kalau ngomongin soal nginep di onsen... dia nggak ngerasa itu sesuatu yang susah.


Bahkan pernah nginep di rumah Yuzuru.


"Yah, kalau kamar terpisah sih nggak masalah...Kamarnya terpisah kan?"


"Entahlah. Nggak kutanya juga sih."


Saat Tenka nanya, Arisa jawab gitu.


Dan Arisa yang sadar mereka bertiga khawati.


"Sejujurnya... aku sama sekali nggak ada niat melakukan ‘itu’ juga."


Dengan muka merah, Arisa bilang gitu.


Nggak mungkin lah, mereka aja belum bisa ciuman beneran, masa iya langsung ke tahap selanjutnya.


"Meski Arisa-chan nggak berniat gitu, tapi..."


"Kamu udah bilang gitu ke Yuzuru belum?"


"...Harusnya dia bisa ngerti sendiri tanpa harus dibilang."


Ditanya Ayaka dan Chiharu, Arisa jawab dengan muka kesel.


Sementara itu, mereka berdua saling lihat, mengangkat bahu.


"Yah, buat cowok cewek liburan ke onsen... itu penting banget loh. Apalagi kalau satu kamar."


"Meski cuma teman sejenis, kalau satu kamar di onsen... banyak cowok yang bakal berharap loh."


"...Aku sama Yuzuru-san itu bukan teman, tapi pacar dan tunangan."


"Kalau gitu, harusnya lebih penting lagi dong?"


"Ugh..."


Ditegur Ayaka dan Chiharu, Arisa jadi sedikit cemas.


Mungkin tanpa sengaja dia udah ngasih sinyal yang salah ke Yuzuru.


"Tapi, lawannya kan Yuzuru-kun, cowoknya kan? Dia bukan tipe yang salah paham atau maksa-maksa kok."


"Ya, ya! Kupikir terlalu banyak ya?"


"Betul. Asal... Arisa-san nggak sengaja memprovokasi atau goda Yuzuru-kun dengan cara yang keliru... tapi kamu nggak akan gitu kan?"


"Jelas lah. Aku nggak bakal..."


Dan saat itu, Arisa mendadak diam.


Lalu, dia tampak geh. 


"Eh... ada apa, ada yang aneh?..."


Arisa, yang khawatir, berlebihan menggelengkan kepalanya ke kiri dan kanan.


"Eh, gak ada kok yang aneh... Cuma..."


"Cuma?"


"Waktu kita date di kolam renang... mungkin, sedikit... aku terlalu ngegoda."


"Spesifiknya gimana?"


"Apa yang kamu lakukan?"


Ditanya begitu, Arisa malu-malu menceritakan apa yang dia lakukan—berusaha menggoda Yuzuru dengan sengaja bertingkah lengah.


Awalnya mereka dengerin dengan antusias, tapi lama-lama mereka mulai cemberut, dan akhirnya mereka malah terkejut.


"Arisa-chan itu... biasanya pemalu, tapi tiba-tiba bisa berani banget ya."


"Lebih tepatnya, dari satu ekstrem ke ekstrem lainnya..."


"Seperti orang yang susah ngerti jarak sosial, tiba-tiba jadi akrab banget gitu?"


"Tepatnya seperti orang yang biasanya diam, dan kalauu ngomong langsung panjang lebar tanpa jeda."


Ayaka dan Chiharu gosip-gosip.


"Padahal warna rambutnya seperti orang aktif atau bisa dibilang ekstrovet..."


Tenka juga ikutan ngomong pelan.


Sementara itu, Arisa...


"Semuanya kedengeran. ...Maaf ya, cuma karena warna rambut."


Pokoknya aku ini orang yang susah bergaul!


Dia merajuk.


"Yang ngajak itu Yuzuru, kan?"


"Dan itu malam setelah kalian date, kan?"


"...Iya."


"Kalau begitu, sudah jelas ya."


"Pasti begitu."


"Ga.. gak tentu juga! Maksudku... bahkan jika... tindakanku yang jadi penyebab, itu terlalu cepet!"


Harusnya ciuman dulu.


Baru setelah itu, langkah demi langkah, baru berlanjut ke tahap berikutnya.


"Tapi... apa perlu banget sih, mengajak ke perjalanan ke onsen? Misalnya... cukup panggil ke apartemen sendiri juga bisa... ada banyak kesempatan."


Toh, Arisa mengunjungi apartemen Yuzuru seminggu sekali.


Artinya, ada kesempatan seminggu sekali.


Tidak perlu menyiapkan tempat seperti perjalanan ke onsen... begitu argumen Arisa.


"... Sifat Ular itu, dililit dulu, baru ditelan bulat-bulat."


Tiba-tiba Tenka berkata begitu.


"Apa maksudmu dengan itu?!"


"Emm, mungkin... dia berniat menelanmu bulat-bulat. Kalo pas perjalanan, kamu gak bisa kabur."


"Na...!"


Menelan bulat-bulat.


Artinya, bukan sedikit demi sedikit, tapi langsung menikmati Arisa sepenuhnya.


"Ah, itu mungkin ya. Yuzuru tuh tipe yang merencanakan dan menyiapkan segalanya dengan teliti."


"Dan dia tipe orang yang akan membalas jika diperlakukan begitu."


"Tapi... tapi, Yuzuru-san itu... bukan orang yang akan... memaksa."


Arisa percaya pada hal itu tentang Yuzuru.


Itulah mengapa dia jatuh cinta.


Jika Arisa bilang tidak suka, dia pasti akan berhenti, dan bahkan jika Arisa tidak mengatakannya, dia tipe orang yang akan mengerti. 


"Ya kan, gak mungkin dipaksa. Kalau mau ngelakuin, harus mulai dari suasana dulu dong. Pas lagi jalan-jalan, kesempatan mah banyak."


"Sekarang mungkin lagi mikirin gimana cara ngajaknya, bisa jadi loh."


Sambil cengar-cengir, Ayaka dan Chiharu bilang gitu, terus Arisa jadi panik lagi.


"Gimana caranya? Maksudnya... secara spesifik itu kayak gimana?"


"Eh? Arisa-chan, tertarik?"


"Bagaimanapun, kamu itu tipe yang pendiam ya."


"Bukan begitu!"


Arisa geleng-geleng kepala kuat-kuat.


"Cuma... kalau misalnya Yuzuru-san mulai ngelakuin sesuatu, itu artinya... maksudnya, cuma buat waspada aja loh."


Melihat Arisa seperti itu, Ayaka dan Chiharu mikir sebentar, terus jawab.


"Kayak... ngelamunin bahu?"


"Terus pas lagi kacau, nyentuh oppai."


"Secara perlahan, tangannya jadi lebih berani..."


"Stop, stop!!"


Arisa malu-malu nutup telinga.


Padahal yang minta penjelasan duluan adalah dia, Ayaka dan Chiharu cuma mengangkat bahu.


"Terus mungkin ngajak ke pemandian terbuka. Kan tunangan, biasa aja kali ya? Tapi itu kalo kamar mandinya ada pemandian terbukanya."


"B-bareng, m-mandi!?"


"Mungkin pas malam hari, sambil merayap? Ngelakuinnya sambil nyentuh-nyentuh gitu..."


"M-malam hari!?"


Wajah Arisa udah merah sampe ke telinga.


Cuma bayangin aja udah gak kuat, matanya muter-muter.


"Sudahlah, berhenti kalian..."


Tenka menghela nafas.


Lalu ke Arisa yang terlihat cemas dan malu, dia ngomong dengan suara yang menenangkan.


"Tenang aja. Yuzuru-kun itu orangnya gentleman kok... kamu yang paling tau kan?" 


"Ya, ya. ...bener kan? Hal seperti itu..."


"Iya, dia bilang minta dipeluk, langsung minta dari depan."


"Itu juga masalah sih..."


Arisa jadi merasa khawatir apakah semuanya akan baik-baik saja.



Di sisi lain, saat itu.


Yuzuru sedang makan bento bersama Souichirou, Hijiri.


"Heh, perjalanan ke onsen..."


"Bagus tuh"


"Kan?"


Yuzuru berencana pergi ke onsen bersama Arisa di liburan panjang selanjutnya.


Dan, dia cerita itu ke dua orang tersebut.


Ini semacam pameran kecil.


"Ngomong-ngomong, ryokan ya... tempat yang dulu kita menginap waktu kecil ya?"


"Iya, itu dia."


Sebelum masuk sekolah dasar, Yuzuru, Ayaka, Souichirou, Chiharu pernah menginap bersama.


Mereka sudah kenal sebelum itu, tapi mulai benar-benar akrab sebagai "teman masa kecil" setelah itu.


"Oh... mungkin ryokan yang dikelola oleh kakek buyutku ya?"


Hijiri bertanya kepada Yuzuru.


Yuzuru mengangguk sedikit sebagai jawaban.


"Benar."


Tapi, ryokan itu bukan "Zenji".


"Kakek buyut Hijiri" mengubah namanya saat menikah.


Bagi Hijiri, itu mungkin terasa seperti ryokan yang dikelola oleh kerabat jauh.


"Tapi tetep aja, perjalanan ke onsen ya... Ini jadi semacam bulan madu ya?"


"Yah... 'bulan madu' sih, tapi lebih ke pertunangan."


Souichirou bertanya dan Yuzuru menjawab dengan ragu-ragu.


Kalau disebut bulan madu, nuansanya sedikit berbeda.


"Lebih tepatnya, perjalanan untuk merayakan satu tahun pertunangan ya?"


"Yah... bisa dibilang begitu."


Yuzuru mengangguk.


Meski, "satu tahun pertunangan" itu lebih ke "pertunangan pura-pura".


Bagi Yuzuru dan Arisa, pertunangan yang sebenarnya terjadi baru-baru ini pada saat White Day.


Dalam artian itu, mereka tidak merasa hari itu spesial.


"Ngomong-ngomong, rencananya mau ngapain aja di perjalanan ke onsen?"


"Apa coba... ya, nyemplung di air panas, makan, jalan-jalan ke tempat wisata... mau santai aja sih."


Menghadapi pertanyaan Souichirou, Yuzuru menjawab sambil miringkan kepala.


Kalau pergi jalan-jalan, ya itu-itu aja yang dilakukan.


"Apakah kamu punya rencana spesifik untuk tempat wisata yang akan dikunjungi?"


"Bukan, bukan itu maksudku... cuman mikir, apakah kamu dan Arisa-san punya rencana untuk melakukan sesuatu yang spesial?"


"...Sesuatu yang spesial?"


Saat Yuzuru bingung dengan pertanyaan Souichirou...


"Kamu tuh lambat, Yuzuru. Kalau cowok dan cewek pergi jalan-jalan, ini dong, ini."


Sambil berkata begitu, Hijiri membuat lingkaran dengan satu tangan dan memasukkan jari lainnya ke dalam lingkaran tersebut.(Paham lah ya buat yg otak2 mesum)


Menyadari maksud Hijiri, Yuzuru hanya bisa menghela nafas.


"Enggak mungkin lah. ...Kami bahkan belum benar-benar ciuman."


"Eh?"


"Berhenti bercanda."


"...Kalau bercanda, aku akan bilang sesuatu yang lebih lucu."


Dengan kata-kata Yuzuru, Souichirou dan Hijiri menunjukkan ekspresi terkejut.


"Aku kira, kamu sudah melakukannya."


"Masih belum ciuman aja, padahal udah kelihatan mesra banget, terlalu polos sih kalian."


"Diam... terutama kau Hijiri" 


"Ngomong-ngomong sama orang yang nggak punya pacar juga nggak mau ah."


Pas Yuzuru ngedumel sambil nyiprat-nyipratin matanya, Hijiri cuma bisa senyum getir sambil mengangkat bahunya.


"Ciuman itu apa sih, bukan hal yang spesial banget kok. Cuma nempel-nempel bibir doang. Kenapa nggak cepet-cepet aja sih?"


Ketika Souichirou yang ngomong begitu, Yuzuru langsung diem seribu bahasa.


Dibandingkan Yuzuru, Souichirou pasti lebih banyak pengalaman soal percintaan, jadi Yuzuru nggak bisa terlalu banyak bacot.


"Ya, tapi... meski namanya ciuman, nggak harus di bibir sih... Seperti di punggung tangan atau rambut, itu juga udah aku lakuin kok."


"...Punggung tangan? Rambut?"


"...Itu lebih ke arah aneh daripada bibir kan?"


"Mungkin ya? ...Iya juga sih."


Akungnya, Yuzuru nggak pernah ciuman sama orang lain selain Arisa, jadi dia nggak tau apa yang dianggap normal.


Arisa juga mungkin sama.


Tapi, kalau dipikir-pikir, biasanya ciuman itu di bibir atau pipi... Mungkin punggung tangan atau rambut itu agak spesial ya.


"Tapi, katanya sih malu kalau di pipi."


"Malu?"


"Arisa-san?"


"Iya."


Kenapa sampai sekarang belum ciuman?


Alasannya karena Arisa malu, kata Yuzuru.


"Arisa-san nggak suka ya?"


"Hmm... bukan nggak suka sih. Dia juga bilang pengen. Cuma... kayaknya belum siap? Gitu deh."


Tapi, Yuzuru bukan Arisa, jadi dia nggak tau apa yang sebenarnya Arisa rasain.


Bisa jadi, Arisa sebenarnya nggak mau tapi ngomong gitu karena mikirin perasaan Yuzuru.


"Kamu fine-fine aja dengan itu?"


Ditanya begitu oleh Souichirou, Yuzuru cuma bisa tersenyum getir dan mengangguk.


"Ya, masih ada waktu kok. Aku nggak mau nyakitin Arisa..."


Mendorong terlalu keras juga nggak bakal berakhir baik, pikir Yuzuru.


Ini cuma soal waktu.


Perlahan-lahan aja majunya.


"...Kamu cuma takut-takut gitu nggak sih?"


Ditanya begitu oleh Hijiri, Yuzuru mengangguk.


"Mungkin Arisa takut..."


"Bukan, kamu yang takut."


"...Aku?"


Ketika Yuzuru tanya balik, Hijiri mengangguk.


"Iya. Menurutku kamu banyak alesan buat nggak mau maju."


"Tapi, Arisa malu."


"Iya, cuma malu. Kalau cuma itu, dengan usaha dan semangatmu, pasti bisa diatasi. Kalau dia takut sih lain cerita."


"...Mungkin juga takut."


"Kalau gitu, ya sudah, lanjutkan dengan hati-hati, itu pilihan yang masuk akal."


Hijiri langsung mundur dari argumennya dan mengangkat bahunya.


Dia sendiri, yang juga nggak punya pacar, mungkin mikir nggak ada hak buat ngomong-ngomong.


"Aku juga nggak langsung pengen sekarang juga sih. Lagian, baru beberapa bulan jadi pacar. Nggak tau sih apa yang orang lain rasain, tapi... nggak ada yang aneh kan?"


Kapan harus ciuman setelah jadi pacar itu tergantung orangnya masing-masing.


Kasus Yuzuru dan Arisa, mereka baru pacaran sekitar satu setengah bulan... 


Pada tahap ini belum ciuman itu bukan hal yang aneh, menurut Yuzuru.


"Bener tuh,"


Seperti setuju sama omongan Yuzuru, Souichirou manggut-manggut.


Tapi ya...


"Tapi, kalo kelamaan juga ga baik, loh"


"Masalah ciuman doang kan?"


"Bukan masalah ciuman doang,"


Yuzuru bilang gitu, tapi Souichirou goyangin kepala kanan kiri, nolak.


"Ciuman itu cara paling gampang dan jelas buat menyatakan cinta,"


Lebih berat satu tindakan daripada seratus kata... itu yang Souichirou omongin.


"Selain itu, cinta bisa luntur seiring waktu. Butuh usaha dari kedua pihak buat terus lanjut,"


"Gak usah dibilang juga aku udah tau,"


Yuzuru yang agak kesel ngomong balik gitu.


Lalu Souichirou manggut-manggut puas.


"Kalo udah tau, ya udah bagus. ...Semangat ya,"


Meskipun mikir orangnya lebay...


Yuzuru tetep manggut besar.


__--__--__


Hari perjalanan ke onsen.


Yuzuru dateng ke rumah keluarga Amagi.


"Lama tidak ketemu, Naoki-san"


Di pintu masuk, Yuzuru dibukain pintu sama Naoki Amagi, dia langsung sedikit membungkuk.


Yuzuru dateng ke rumah keluarga Amagi buat jemput Arisa, dan sekalian salam sama Naoki.


Meskipun udah tunangan, tapi kan tetep aja, harus nunjukin muka dulu dan minta izin kalo mau bawa pulang anak orang.


"Aah, lama tidak ketemu, Yuzuru-kun,"


Naoki bilang gitu dengan suara yang sepertinnya cuma formalitas saja.


Di samping dia, Arisa berdiri, dan dia memberikan salam kecil ke Yuzuru.


"Kebetulan banget. ...Mampir dulu untuk istirahat. Ayo masuk,"


Masih ada cukup waktu sebelum kereta shinkansen yang mereka rencanakan berangkat.


Sebenernya, Yuzuru udah rencanain bakal mampir ke rumah Arisa, jadi bisa dibilang udah diatur dari awal.


Bagi keluarga Amagi, ngeliat Yuzuru dateng ke rumah tanpa ngasih minum teh itu kayaknya kurang ajar.


Dan dari sisi Yuzuru, bilang "waktu kereta udah deket jadi gak bisa mampir" itu juga bakal keliatan ga sopan dan gak ada waktu.


...Jadi, semuanya udah diatur tanpa harus ngomong langsung.


"Kalo gitu, aku terima tawarannya. Maaf mmengganggu,"


Yuzuru lepas sepatu dan masuk ke rumah.


Ini pertama kalinya Yuzuru masuk ke rumah keluarga Amagi sejak Arisa kena flu.


"Yuzuru-san... kesini ya,"


Arisa yang nunjukin jalan ke ruang tamu.


Lalu, Yuzuru duduk di sofa seperti yang disarankan.


"Aah... iya. Ini, buat anda. Dari ayah,"


Sebenernya, itu permen yang dibeli pake uang yang dikirim sama ayahnya.


Naoki, masih dengan muka datar, terima itu.


"Terima kasih, Yuzuru-kun,"


Dia bilang dengan suara dingin.


Bersamaan dengan itu, ibu angkat Arisa, Eimi Amagi, masuk ke ruang tamu.


Dia bawa nampan, dan ada tiga cangkir teh di atasnya.


"Ini... lama tidak ketemu,"


"...Iya, lama tidak ketemu. Arisa selalu dibantu sama kamu,"


Eimi ngomong gitu sambil naro teh di meja.


"Terima kasih,"


"Ga usah sungkan... silakan santai,"


Lalu dia sedikit membungkuk dan keluar dari ruangan.


Yuzuru ngeliat dia pergi, lalu mulai minum tehnya.


Tehnya cukup enak, keliatan keluarga Amagi menggunakan daun teh yang lumayan bagus.


Pertama-tama, Yuzuru ngobrol santai bareng Arisa ...


Lalu, tiba-tiba ada suara ketukan pintu yang keras.


"Aku Mei Amagi. Aku ingin menyapa tamu, bolehkah aku masuk?"


Suara anak cewek yang imut banget.


Naoki ngasih kode mata ke Yuzuru, terus Yuzuru manggut besar.


"Silakan masuk"


"Iya. Maaf mengganggu!"


Brak! Pintu dibuka dengan semangat.


Yang muncul adalah seorang gadis kecil yang kelihatannya umur 12 atau 13 tahun.


(TL/N : Aku suka gadis kecik)


Gadis itu tersenyum ramah, lalu membungkuk dengan sopan.


"Salam kenal, namaku Mei Amagi. ...Aku selalu terima kasih kepada senior Ayumi-senpai"


Amagi Mei.


Sepupu Arisa , murid SMP kelas 1.


Dan juga junior Ayumi TaTakasegawagawa, adiknya Yuzuru.


"Jadi kamu Mei ya..., adikku selalu dibantu sama kamu"


Begitu Yuzuru mengulurkan tangan, dia menjabatnya sambil tersenyum.


"Bagaimana? Gimana adikku di sekolah?"


Yuzuru penasaran, jadi dia tanya langsung ke junior adiknya.


Tanpa ragu-ragu, Mei menjawab.


"Bukan hanya aku, semua orang mengagumi senpai. Dia senpai yang sangat bisa diandalkan"


"Wah... itu bagus. Aku khawatir dia jadi sombong atau gimana gitu sama kouhai-kouhainya"


Ketika Yuzuru bilang gitu sambil bercanda, ekspresi Mei sebentar jadi canggung.


Lalu dia berpikir sebentar sebelum menjawab.


"...Enggak kok"


Kayaknya dugaan Yuzuru nggak terlalu meleset.


Mempertimbangkan sifat Ayumi dan posisi Mei, jadi anak buah Ayumi sepertinya tidak terhindarkan.


"Kalau ada yang kelewat batas, tolong kasih tahu ya"


Yuzuru, yang peduli sama adik tunangannya, berkata demikian...


"Tidak perlu khawatir. ...Aku ingin menjadi seperti Ayumi-senpai. Dia adalah tujuanku"


Mei tersenyum lebar.


Sepertinya dia menargetkan posisi ratu sekolah setelah Ayumi lulus.


"Kakak beradik yang hebat. Kalian sangat mirip di bagian yang baik"


"Aku senang kamu bilang begitu. ...Kakak juga adalah sosok wanita yang ingin aku tiru"


Mei menjawab sambil tersenyum lebar atas pujian Yuzuru.


By the way, Yuzuru sengaja bilang "kakak beradik" bukan "sepupu".


Menggambarkan mereka sebagai "sepupu" walau itu beneran... agak kurang pas.


Lebih aman menyebut mereka sebagai "kakak beradik", meski sedikit berbeda dari fakta.


Hubungan "kakak beradik" itu lebih kuat daripada "sepupu".


Mei menyebut Arisa sebagai "kakak" karena Yuzuru menghindari sebutan "sepupu".


(TL/N : Psikolog game)


Intinya, "Aku menganggap tunanganmu seperti kakak kandungku" (jadi hubungan kita seperti saudara tiri).


Mereka sengaja menekankan ini, mungkin karena Mei ingin akrab dengan Yuzuru, berbeda dengan sepupu lainnya. 


(…Meskipun baru beberapa bulan lalu masih anak SD, anak ini pintar banget ya)


Yuzuru melemparkan bola dengan keras, dan dibalas dengan keras juga.


Meskipun tidak sesuai dengan penampilan dan senyum ramahnya, sepertinya dia punya sifat yang kuat dan tangguh.


Meskipun mereka sepupu, Arisa sama sekali tidak mirip...


Tapi kalau dipikir-pikir, Arisa juga punya sisi keras dan bisa berubah-ubah tergantung orangnya, jadi mungkin di situ mereka mirip.


Mungkin itu sifat dari ibu mereka.


"Boleh aku tanya lebih lanjut tentang Ayumi? Secara spesifik."


"Ya."


Membawa topik tentang seorang senior di sekolah Mei yang juga kenalan Yuzuru, percakapan menjadi lebih luas.


Lalu, Mei mulai bicara dengan lebih lancar.


"Kamu juga... mirip banget sama Ayumi-senpai."


Mei berkata seperti itu seolah-olah berbisik.


Meskipun tidak ada yang aneh dengan komentarnya, entah kenapa Yuzuru merasa seperti Mei sedang menyembunyikan sesuatu.


"Heh… mirip di bagian mana?"


Dia mencoba menangkapnya. Dan…


"...Warna mata, aku rasa sangat mirip."


Ada jeda sebentar.


Sepertinya, dia merasa kesulitan menjawab dan merasa itu adalah bagian yang "mirip".


Mei mengelak dengan cara yang masuk akal.


Yuzuru mempersempit matanya yang biru, warisan dari ayahnya.


"Bagaimana dengan selain penampilan?" Yuzuru berniat untuk menanyakan lebih lanjut…


Tapi, dia tiba-tiba ditarik bajunya.


"Yuzuru-san... jangan buat Mei-chan kesulitan."


Dengan mengatakan itu, Arisa menegur Yuzuru.


Sekilas, itu terlihat seperti dia sedang menolong Mei... tapi pada saat yang sama, sepertinya dia juga cemburu karena tunangannya terlalu asyik ngobrol dengan sepupunya dan merajuk.


"Benar juga, maaf ya."


"...Bukan sama aku, tapi ke Mei-chan."


Dituntut oleh tunangannya, Yuzuru dengan lega kembali menghadap adik ipar masa depannya.


"Maaf ya… Aku akan bilang ke adikku bahwa kamu sangat mengaguminya."


"…Terima kasih."


Dengan hormat, Mei menundukkan kepalanya kepada Yuzuru.


"Yuzuru-san, sudah waktunya…"


Di saat itu, Arisa berkata sambil melihat jam tangan.


Sudah waktunya.


Yuzuru kembali menghadap Naoki.


Dia sudah mendengarkan percakapan antara Yuzuru, Mei, dan Arisa tanpa berkata apa-apa.


Bukan karena mencoba menguji Mei... tampaknya dia hanya tipe yang pendiam.


Yuzuru kenal seseorang yang mirip.


Toranosuke Tachibana—Paman Ayaka—adalah orang yang benar-benar mewujudkan "Diam adalah emas, bicara adalah perak".


"Naoki-san. Aku berharap hubungan baik kita bisa terus berlanjut, bahkan setelah aku mengambil alih posisi ayah."


Sebagai penerus keluarga Takasegawagawa selanjutnya, Yuzuru berkata demikian.


Mari kita terus menjaga hubungan baik... secara permukaan, itu maksudnya.


Tapi pada saat yang sama juga bisa diartikan sebagai "Anda mungkin calon mertuaku, tapi sebelum itu, kita dari keluarga Takasegawagawa dan Anda dari keluarga Amagi. Hal-hal dasar tidak berubah."


"Aah, aku juga berharap kita bisa terus bekerja sama, Yuzuru-kun."


Naoki menjawab tanpa terlihat terganggu, dengan wajah datar.


Seperti yang diperkirakan Yuzuru, sepertinya dia tipe orang yang tidak menyadari hal-hal yang tersirat.


Berbeda dengan Paman Ayaka, Toranosuke Tachibana. 


Paman dari Ayaka, atau bahkan Ayaka sendiri pasti bakalan kasih semacam warning.


(Yah, seperti kata ayah... Orang yang jujur dan nggak curigaan sama orang lain)


Ini bukan hal yang buruk.


Kalo ditanya, mau berteman sama orang yang selalu mikir 'nih orang ngomong gitu maksudnya apa ya?' atau sama orang yang terima apa adanya tanpa curiga, pastinya lebih pilih yang kedua.


Orang dengan kepribadian seperti ini bisa dipercaya.


Ayahnya Yuzuru juga kayaknya suka sama kepribadian Naoki, dan itu kesan yang bagus buat Yuzuru.


...Yah, nggak mungkin lah benci sama anak orang lain, terus dijodohin sama anak sendiri.


(Tapi... kalau dia bisa sedikit lebih sering senyum, pasti kesannya juga beda...)


Ayahnya Yuzuru pernah bilang tentang Naoki, "Dia orangnya baik kalo udah bicara."


Ini sebenernya nggak terlalu bagus.


"Orangnya baik kalo udah bicara " artinya, "kalo nggak bicara, susah ngertiinnya."


Makanya Arisa nggak suka, soalnya susah ngertiin apa yang dipikirin. Lebih ke arah keliatan bete malah.


"Takasegawagawa-san"


Di situ, Mei manggilnya.


"Sebagai adik ipar dan partner keluarga Takasegawagawa di masa depan, mohon kerjasamanya ya."


Terus dia tersenyum ramah.


Bilang 'adik ipar' dari awal, berarti dia sengaja menekankan hubungan dengan keluarga Takasegawagawa yang berbeda dari ayahnya.


Tapi yang bikin penasaran adalah kata "partner keluarga Takasegawagawa."


Adiknya Yuzuru, Ayumi, pasti nggak bakal ngomong kayak gitu.


Orang yang bukan calon penerus nggak seharusnya ngomong seakan-akan mereka mewakili keluarga.


Jadi, bisa disimpulkan bahwa Mei itu calon penerus keluarga Amagi.


Atau mungkin, dia ngomong gitu karena ayahnya nggak ngerti, jadi dia asal klaim aja.


(Mulanya sih, keluarga Amagi itu seperti nggak punya konsep 'calon penerus'...)


Yuzuru nyadar itu mungkin yang kedua.


Kalo mau diterjemahin bebas, mungkin seperti "Mohon dukung Mei Amagi ini ya!"


Berbeda dari ayahnya, meski senyum tapi pikirannya keliatan licik.


Masuk campur urusan penerus keluarga lain itu seharusnya tabu... tapi bagi Yuzuru, sepertinya dia lebih bisa dekat sama sepupunya Arisa yang cerdas ini daripada sepupunya yang suka bikin masalah.


Yuzuru memutuskan untuk kasih tahu ayahnya secara halus.


(Btw, dia itu... kuliah ya)


Haruto Amagi itu mahasiswa, dan tinggal sendirian di Kansai.


Mungkin belum pulang. ...Kalo udah pulang, pastinya udah nongol.


Nah, Yuzuru dan Arisa berdiri, dan berjalan ke pintu masuk.


"Arisa, aku bantu bawa barangnya ya?"


"Kalau begitu... terima kasih ya"


Yuzuru menerima tas bawaan Arisa, dan membawanya ke pintu masuk...


"Eh..."

Dan di situ, dia bertemu dengan seorang pemuda.


Pemuda itu melihat Yuzuru, mengeluarkan suara kecil, lalu tampak canggung.


Kayaknya dia baru pulang kampung pas Golden Week.


"Ini udah lama ya, Haruto-san." 


"Ah, ah ... Yuzuru-kun. Iya, udah lama ya."


Dengan sopan Yuzuru membalas sapaan, Haruto dengan agak kaku menyapa balik.


Lalu, melihat ke Arisa dan tas Arisa yang dibawa Yuzuru, dia menunjukkan ekspresi yang sulit dijelaskan...


"Jadi, aku pergi dulu ya."


"Hei, Haruto"


"Kakak..."


Tanpa mendengarkan perintah Naoki, Haruto langsung menghilang ke dalam rumah.


Naoki mengerutkan keningnya, "Apa-apaan itu."


Tapi, Mei hanya menghela nafas pelan.


Lalu dia berkata kepada Yuzuru dan Arisa.


"Maafkan kakakku ya... dia lagi sedikit patah hati. Tolong dimaklumi."


Arisa dengan polosnya miringkan kepala...


Yuzuru hanya bisa tersenyum pahit.


***


"Arisa. Mau duduk di sisi jendela atau lorong?"


"Hmm... kalau gitu, di sisi lorong aja."


Sambil berbincang seperti itu, mereka berdua duduk di kursi kereta Shinkansen.


Tidak lama kemudian, kereta mulai bergerak.


"...Haa"


Arisa menakup kecil.


Dia menggosok-gosok matanya yang terlihat mengantuk.


"Kamu nggak bisa tidur?"


"Emm, iya... gitu deh."


Arisa tersenyum samar.


Mungkin dia terlalu bersemangat sampai nggak bisa tidur... mungkin begitu.


"Seperti anak SD yang mau piknik saja."


Yuzuru bilang begitu sambil tertawa...


"Karena siapa coba..."


Arisa menggumam kecil.


"Kamu bilang apa?"


"Eh, nggak... nggak apa-apa."


Arisa bilang begitu sambil menggelengkan kepalanya.


Kemudian dia tampak agak berpikir keras...


"Yuzuru-san. ... Gimana pendapatmu tentang Mei-chan?"


"Eh, gimana ya..."


Yuzuru berpikir sebentar sebelum menjawab.


"Dia anak yang cerdas... itu sih pikirku."


"Oh gitu ya. ... Kamu merasa dia lucu nggak?"


"Eh? Ya, dia kan sepupumu... beberapa tahun lagi pasti jadi cantik, itu sih yang aku pikir."


"Ya kan, tapi..."


"Memang anak SMP bukan target cintaku. ... Lagipula, kamu lebih tipeku."


Yuzuru dengan jelas mengatakannya, dan Arisa menunjukkan ekspresi lega.


Sepertinya, dia cemburu.


"Kamu cemburu?"


"Se, sedikit... itu, karena kamu terlihat senang ngobrol sama dia..."


Arisa bilang itu dengan malu-malu.


Dia menatap wajah Yuzuru dengan pandangan ke atas.


"Secara spesifik... bagian mana dari penampilanku yang kamu suka? ... Dibandingkan sama Mei-chan."


"Eh..."


Itu pertanyaan yang agak sulit.


Misalnya soal wajah, karena mereka sepupu, Arisa dan Mei agak mirip.


Kalau ada perbedaan...


"Warna rambutmu lebih indah."


"O, oh ya?"


Arisa tampak senang sambil meraba rambutnya.


Mungkin dia juga bangga dengan rambut aslinya yang indah itu. 



“Ada lagi gak?... Gimana?”


"Hmm, selain itu... Sulit untuk menjelaskan secara spesifik kenapa, tapi kamu terlihat lebih dewasa... Ya itu sih sudah jelas. Bukan itu maksudnya..."


Memang wajar jika Arisa terlihat lebih dewasa.


Karena Arisa lebih tua.


"Mei-chan itu imut, gitu deh. Sementara kamu, selain imut, kamu juga kelihatan cantik... Mungkin?"


Selera orang tentang penampilan itu berbeda-beda.


Tapi, tidak bisa dipungkiri kalau Arisa itu "cantik".


"Ooh... Begitu ya"


Kata-kata Yuzuru tampaknya membuatnya puas.


Arisa mengangguk dengan senang.


Lalu dia bersandar di kursi... dan sedikit merem melek.


"Kalau ngantuk, tidur aja. Nanti aku bangunin."


"Kalau begitu, aku terima tawaranmu"


Arisa menutup matanya.


Sementara itu, Yuzuru mulai membaca e-book di ponselnya.


Setelah beberapa waktu...


"Nggh..."


Sedikit berat terasa di bahu Yuzuru.


Ada aroma manis yang tercium.


"...Hff"


Yuzuru melirik sekilas wajah imut Arisa yang sedang tidur, dan tanpa sadar tersenyum.


__--__--__


Sepuluh menit sebelum sampai di stasiun tujuan.


Yuzuru memutuskan untuk membangunkan Arisa.


"Arisa"


Dia mencolek pipi Arisa dengan jarinya.


Rasanya kenyal banget.


"Nggh..."


"Kalau nggak bangun, aku bakal isengin loh"


Yuzuru bilang begitu sambil bercanda.


Tentu saja, "iseng" yang bisa dilakukan di tempat umum nggak akan seberapa.


"Gak boleh"


(TL/N : GAK BOLEH 👉👈)


Arisa membuka setengah matanya, dan berkata demikian.


Dia perlahan bangun dan menguap besar.


"Nggh, selamat pagi"


Dia berkedip-kedip.


Masih terlihat sedikit mengantuk.


"Selamat pagi. ...Arisa, kamu ileran"


"Eh, serius?!"


Arisa panik dan menyeka mulutnya dengan tangan...


"Maaf, bohong"


"Hah! Gimana sih!"


"Tapi, kan jadi melek tuh?"


Yuzuru bilang begitu sambil tertawa, Arisa mengangkat alisnya yang rapi.


"Dasar...!"


Saat mereka berbincang, kereta tiba di stasiun.


Yuzuru dan Arisa turun dari kereta.


Lalu mereka melewati pintu keluar stasiun, naik taksi, dan memberi tahu tujuan mereka.




"Kalian berdua masih muda ya. ...Siswa ya?"


"Iya, begitu"


"Kuliah tahun berapa?"


"Ah, tidak, kami SMA kok"


"SMA!? Wah..."


Sambil berbincang dengan sopir seperti itu, mereka sampai di tujuan.


Sebuah ryokan besar yang terlihat sudah cukup tua.


"Bagaimana ya... Ada suasana khasnya yang enak ya"


Arisa berkata dengan suara yang sedikit bersemangat.


Kekhawatiran Yuzuru kalau ryokan itu terlalu kuno untuk Arisa, siswi SMA gen z, tampaknya tidak perlu. Yuzuru merasa lega. 


"Yuk, kita masuk"


"Iya."


Berdua mereka masuk ke ryokan (penginapan ala Jepang), dan di lobi, mereka bilang, "Kami reservasi atas nama Takasegawagawa."


Tidak lama kemudian, seorang wanita dengan rambut yang sudah mulai memutih muncul.


"Selamat datang, silakan masuk."


Setelah menyapa seperti itu...


"Tapi, aduh aduh... kamu sudah besar sekali ya, Yuzuru-kun...."


Dia menutup mulutnya dengan tangan, terlihat senang saat berkata demikian.


Wanita itu adalah pemilik ryokan, dan juga kenalan lama Yuzuru.


"Sudah lama tidak bertemu."


Yuzuru membungkuk sedikit sebagai salam.


Lalu, dia melirik ke tunangannya yang berdiri sedikit di belakangnya, Arisa.


"Ini tunanganku... Arisa Yukishiro."


"Nama saya Arisa Yukishiro. Senang bertemu dengan Anda."


Arisa tersenyum lebar sambil berkata demikian.


Sementara itu, pemilik ryokan itu berkata dengan suara senang, "Wah, ini sungguh sebuah kecantikan..."


Lalu dia mulai bertanya dari mana mereka bertemu, sudah berapa lama mereka pacaran... dan berbagai hal lainnya secara detail.


Awalnya Arisa menjawab dengan senyuman, tapi perlahan senyumnya berubah menjadi lebih seperti senyum kaku.


"Maaf, Bu Pemilik, sebentar ya..."


Seorang karyawan ryokan -- seorang nakai (pelayan wanita) -- dengan lembut memberitahu pemilik ryokan bahwa mereka sudah berbincang terlalu lama.


Mendengar itu, wajah pemilik ryokan langsung berubah, dan dia tersenyum seolah-olah mencoba mengalihkan pembicaraan.


"Kalau begitu, mari aku antar ke kamar..."


Lalu mereka diantar ke kamar tamu.


"Wah, cantik banget ya."


Begitu masuk ke kamar, Arisa langsung mengeluarkan suara kagum.


Tidak hanya karena interior yang indah, tapi juga pemandangan taman yang terlihat dari pintu kaca menambah keindahan suasana.


Selanjutnya mereka diberi penjelasan singkat tentang fasilitas kamar dan di dalam gedung.


"Untuk kamar mandi, selain ada onsen (onsen) besar, di sini juga ada onsen kecil di luar ruangan."


Setelah itu, mereka diantar ke onsen pribadi yang ada di kamar mereka.


Ini berarti mereka bisa menikmati waktu mandi secara pribadi.


Terakhir, mereka memutuskan waktu untuk menyebarkan futon (kasur Jepang) dan waktu untuk membawa makanan...


"Silakan menikmati waktu Anda di sini."


Setelah tersenyum ramah, pemilik ryokan itu meninggalkan mereka.


Yuzuru mengantarkan pemilik ryokan pergi, lalu berkata kepada Arisa.


"Ayo, mandi sekarang?"


Mendengar usulan Yuzuru, Arisa...


"Eh... m, mandi?"


Entah kenapa dia tampak gugup. Wajahnya sedikit merah.


"Kenapa, kamu tidak mau?"


Apakah dia lebih suka mandi sebelum tidur atau bagaimana?


Yuzuru menjadi bingung.


Toh, kalau mau mandi sebelum tidur, bisa saja mandi lagi nanti, pikir Yuzuru.


"Bukan... bukan aku tidak mau, tapi... bukan itu masalahnya."


"Kamu merasa tidak enak badan?"


Pikiran pertama Yuzuru adalah mungkin Arisa sedang datang bulan.


Ada tempat mandi yang tidak memperbolehkan orang yang sedang datang bulan untuk masuk, dan tempat-tempat seperti itu tidak sedikit.


"Bukan, bukan itu..."


Ternyata, wajah Arisa sudah merah sampai ke telinga.


Dia menunduk, sesekali mengalihkan pandangannya ke arah Yuzuru.


"Malu... gitu?" 


Jadi, gak ada yang aneh kalo ada orang yang gak mau diliat telanjang, meskipun sama jenis kelaminnya sendiri.


Apalagi Arisa, dia tuh menonjol banget dari segi penampilan dan badannya... Jadi, meskipun sama jenis kelaminnya, pasti tetap menarik perhatian.


Lagian dia itu orangnya malu-malu dari dulu.


Gak suka atau malu kalo harus telanjang di depan orang... itu sih wajar-wajar aja...


(Tapi kalo dari awal bilang gitu kan lebih baik)


Kalo ada waktu dan persiapan, pasti bisa diatur lebih mudah.


Dan gak perlu maksa-maksa pergi ke onsen.


"Yuzuru-san itu... gak malu ya?"


"Eh? Itu sih... ya... kalo dipelototin sih jadi canggung..."


Cara Yuzuru mandi dan telanjang itu sama kayak kebanyakan cowok Jepang.


Jadi, ya gak malu.


"Dipelototin..."


"Jadi, gimana dong. Misalnya... kalo ada baju renang, bisa masuk gak?"


"Kalau gitu, kayaknya sih oke... tapi... kamu mau masuk segitunya ya?"


"Ya iyalah, kan itu tujuan utamanya datang kesini..."


Tujuan utama pergi ke onsen ya buat mandi di situ.


Selain itu, mungkin juga buat nikmatin makanan atau jalan-jalan, tapi kalo gak mandi ya percuma. Begitu pikir Yuzuru.


"Oh, gitu ya..."


"Ya... tapi, kalo Arisa gak mau, aku bisa mandi sendiri kok."


Bukan maksud Yuzuru buat maksa.


Dia cuma pengen nikmatin waktu yang menyenangkan bareng, tapi kalo Arisa gak menikmatinya, ya gak ada gunanya.


"G, gak... bukan gak mau... kalo Yuzuru-san sampe segitu pengennya..."


Arisa menggenggam tangannya erat sebelum akhirnya memutuskan.


"Aku akan berusaha!"


"Ya, gak usah terlalu dipaksain sih..."


Yuzuru cuman bisa tersenyum pahit.


Kalo Arisa khawatir dilihat orang, seharusnya dia bisa mandi di pemandian luar ruangan yang ada di kamar.


Toh, pemandian besar itu juga dipisah antara laki-laki dan perempuan.


Jadi, gak ada masalah soal berbagi kesenangan.


(Tunggu, eh?)


Di situ Yuzuru baru sadar.


"Arisa, cuman mau bilang jaga-jaga aja ya..."


"Ya?"


"Kita gak bakal masuk ke pemandian luar ruangan itu bareng loh?"


"…Eh?"


Ekspresi Arisa beku.


"Terus... mandi di mana?"


"Ya itu... di pemandian besar. Dan pemandian besar itu kan dipisah antara laki-laki dan perempuan"


"…"


Arisa jadi diam.


Dengan mata yang sedikit berkaca-kaca, dia menatap Yuzuru tajam...


"Yuzuru-san no bakaaa!!"


Dia berteriak dengan keras.


__---__--__


Untungnya, Arisa sama seperti Yuzuru, dia juga merasa "gak masalah telanjang di pemandian umum atau onsen" dan "kalo sama jenis kelamin, selama gak dilihatin terus, gak apa-apa". 

Jadi, gak ada masalah buat masuk ke pemandian umumnya...


Langsung deh, kita berencana mau pergi mandi.


"Kalo dipikir-pikir ya pasti ke pemandian umum lah ya"


Di jalan menuju pemandian umum, Yuzuru nyengir sambil bilang gitu.


Dia bawa handuk sama yukata buat ganti.


"...Karena Yuzuru-san itu gak biasa sih, ya"


Di sisi lain, Arisa ngomong dengan nada yang agak cemberut.


Kayaknya dia lagi nyembunyiin malu tapi sebel gitu deh.


"Gak biasa gimana sih?"


"...Berarti orang yang mesum"


"Itu salah paham..."


Kalo dipikirin, orang mesum ngajakin mandi bareng juga gak aneh.


Pikirannya jahat banget sih.


"Yang punya pikiran kayak gitu malah Arisa yang mesum, kan?"


"Eh!"


Arisa coba buat bantah tapi...


Langsung diam aja.


Kayaknya dia mikir kalo semakin banyak dia ngomong, semakin keliatan kalo dia lagi nolak keras gitu.


Dan, pas jalan, akhirnya sampe juga di pintu masuk pemandian umum.


Ada tirai buat pemandian pria dan wanita.


"Tempat ketemuan setelah keluar dari sini... Di depan tirai ini, gimana? Oke gak?"


"Iya, aku juga setuju... Nah, sampai jumpa lagi ya"


"Kita ketemu lagi nanti"


Yuzuru pisah sama Arisa, terus masuk lewat tirai.


__--__---__


"Hah... Mandinya enak banget"


Yuzuru bilang gitu pas keluar dari tirai.


Pemandian umumnya luas banget seperti yang udah diceritain, ada pemandian alam terbukanya juga jadi nyaman banget.


"Nah, Arisa belum keluar ya..."


"Eh, Yuzuru-san"


Pas itu juga, Arisa muncul dari balik tirai.


Sama kayak Yuzuru, dia juga pakai yukata, dan biar yukatanya gak basah karena rambutnya yang masih basah, dia taruh handuk putih di bahunya.


Kulitnya yang biasanya putih, sekarang keliatan merah merona gitu.


Entah kenapa, kulitnya keliatan lebih berkilau dan lebih seksi dari biasanya.


"Cocok banget"


Yuzuru bilang gitu, Arisa tersenyum kecil.


"Yuzuru-san juga... Gimana ya, kayaknya cocok banget gitu deh"


"Ya, di rumah sering pakai sih" 


Keluarga Takasegawa itu unik, biasa aja mereka pakai kimono sehari-hari.


Jadi, buat Yuzuru, kimono itu nggak terlalu spesial.


"Lagi haus nih."


"Hmm... Biasanya sih minum susu yang paling top ya."


(TL/N : Buat yg gatau, biasanya di onsen ada vending machine yg ngejual susu super enak)


Yuzuru buka peta yang dia dapet dari pemilik penginapan.


Ternyata... deket dari pemandian umum ada tempat istirahat gitu.


"Yuk, ke sana."


"Iya, yuk."


Pas sampai di tempat istirahat... ada kursi pijat, pijat refleksi kaki, sama mesin berkuda gitu, lengkap deh peralatan kesehatannya.


Trus ada tempat duduk, dan minuman juga dijual di situ.


"Eh, ada susu kopi tuh."


"Aku pilih susu buah deh."


Mereka berdua ngisi ulang cairan tubuh...


"Ahh... nyaman banget."


"Enak banget..."


Nyobain kursi pijat...


"Aduh! Sakit!!"


"Badanmu, parah banget ya?"


Nyobain pijat refleksi kaki...


"Kyaa! Ini, keren banget..."


"..." (Dadanya goyang...)


Nyobain mesin berkuda...


...


Setelah puas, mereka balik ke kamar.


"Masih ada waktu sekitar dua puluh menit sebelum makan malam."


"Masih ada waktu ya."


Yuzuru dan Arisa duduk di atas bantal sambil ngabisin waktu.


Gak ngapa-ngapain.


Cuma santai aja.


"Arisa..."


"Ada apa?"


"Jadi ngantuk nih."


Yuzuru bilang gitu sambil nyender ke Arisa.


Karena badannya udah hangat, jadi berasa ngantuk.


"Bentar lagi makan malam lho?"


"Cuma sebentar kok, gapapa kan?"


"Ya sudahlah..."


Yuzuru taruh kepalanya di atas paha Arisa.


Jadi kayak dikasih bantal gitu.


"Gimana?"


"Lembut."


"Eh, ecchi."


"Yang nanya kan kamu."


Paha Arisa itu lembut banget, enak.


Lewat yukata tipis, bisa ngerasa kehangatan tubuhnya.


Pas liat ke atas, ada bentuk yang nggak bisa ditutupin sama yukata, sama muka tunangannya yang imut lagi ngintip.


"Jadi beneran ngantuk nih."


"Beneran?... jadi kamu bohong tadi?"


"Thehe."


Yuzuru pengen manja-manjaan, pengen diganggu, pengen diperhatiin...


Itu sih yang sebenarnya.


"Padahal kan tinggal bilang aja."


Kepalanya diusap-usap.


Dilakuin seperti gini, beneran jadi ngantuk deh.


"Kalo udah waktunya makan malam, bangunin aku ya."


Yuzuru bilang gitu trus nutup matanya.


Trus...


"Yuzuru-san, Yuzuru-san!"


"Um...?"


Dengan suara Arisa, Yuzuru perlahan buka matanya.


Arisa dengan muka agak merah, lagi ngintip sambil goyangin badan Yuzuru.


"Arisa... selamat malam."


Yuzuru santai aja sapaan kayak gitu. 


Tapi ya...


"Ce, cepet minggir dong!"


Arisa gak balas salam.


Sambil agak dipaksa, Yuzuru bangun dan liat sekitar.


Di samping langsung, tunangannya yang mukanya merah.


Dan dekat meja...


"Eh, makasih ya..."


"Maaf ya ngerepotin waktu istirahat."


Pelayan wanita sambil senyum-senyum bawa makanan, berdiri di situ.


Setelah liat Yuzuru bangun, dia mulai taruh makanan di meja.


Trus dia jelasin tentang makanannya, bilang nanti bakal bawa dessert, terus pergi.


"Yuzuru-san!"


"Kamu kenapa... mukanya merah gitu?"


Setelah pelayan pergi, Arisa marah-marah deketin Yuzuru.


Yuzuru cuman bisa senyum-senyum sambil nahan dia.


"Kenapa coba!... Kita dijadiin bahan ketawaan loh! Katanya kita serasi banget!"


"Gak apa-apa dong, kan emang bener... apa kamu gak suka kita dibilang serasi?"


Yuzuru sengaja pasang muka sedih gitu pas ngomong.


Trus Arisa geleng-geleng kepala.


"Gak gitu sih..."


"Yaudah, gak apa-apa dong. Makanan ini mumpung masih anget, makan yuk?"


Kata-kata Yuzuru bikin Arisa agak muncung tapi akhirnya iyain.


Mereka mulai makan.


Makan malemnya banyak masakan Jepang seperti sashimi, tempura, sama nasi kukus.


"Wah, enak banget nih"


Rupanya Arisa udah baikan moodnya karena makanannya enak.


Dia senyum-senyum sambil nikmatin makanan.


"Arisa suka tempura pake tare ya"


"Berarti Yuzuru-san lebih suka pake garam?"


Soal tempura, ada yang suka pake tare (saus), ada yang suka pake garam.


Yuzuru rasa lebih enak pake garam, sementara Arisa rasa lebih enak pake tare.


"Tare kan ada rasa manisnya, gak enak apa?"


"Garam itu bikin rasanya lebih kriuk loh"


Arisa kayaknya gak mau ngalah, tapi Yuzuru juga gak mau ngalah.


Trus Yuzuru bilang...


"Arisa, ahh"


"Nh"


Yuzuru bawa tempura udang pake garam ke mulut Arisa.


Dia langsung nyemil tempura udang itu.


"Gimana?"


"Enak"


Arisa bilang sambil senyum.


"Tapi, pake tare lebih enak"


"Grrr..."


Kayaknya dia gak mau ganti pendapat.


Trus Arisa celupin tempura udangnya ke tare trus...


"Yuzuru-san, ahh"


Dia kasih ke Yuzuru.


Pas dia gigit, rasa udang, tepung, sama tare nyatu di mulut.


"Gimana?"


"Enak sih"


"Kan?"


"Tapi, pake garam lebih enak" 


“Mmhhh..”


Arisa mengerutkan alisnya.


Dan kemudian...


"Jadi... kali ini coba pake terong, yuk? Aku yakin terong itu pasti enaknya pake saus tempura."


"Sayur gunung ini, pasti lebih enak pake garam."


Sambil bilang gitu, Yuzuru dan Arisa saling kasih makan tempura satu sama lain.


__--__--__


Setelah makan.


Yuzuru dan Arisa nunggu sebentar biar makanan yang mereka makan tadi dicerna, terus mereka keluar dari kamar lagi.


Soalnya masih ada waktu sebelum tidur.


"Yuzuru-san... main tenis meja, yuk?"


"....oke, aku terima tantangannya."


Kalo ngomongin onsen, pasti ada tenis meja.


Mungkin nggak selalu sih, tapi di ryokan ini ada meja tenis mejanya.


"Ayo, Arisa."


"Siap."


Mereka berdua mulai saling pukul bolanya.


Awalnya Yuzuru seneng main, tapi...


"Yuzuru-san, kamu lagi nggak enak badan ya?"


Tiba-tiba karena kesalahan kecil, Yuzuru mulai kalah, dan Arisa mulai bilang dia kekurangan konsentrasi.


"Eh, nggak... udah lama nggak main sih."


Yuzuru bilang gitu sambil pukul bola lagi.


Bolanya nyaris aja nyentuh net, terus dari sisi Arisa, bolanya jatuh ke ujung meja dan... memantul.


"Ayo!"


Arisa maju, meregangkan tangannya, dan coba ngambil bola itu.


Dan terus...


(Apa aku harus bilang ini ya...?)


Dari lengan baju mandinya, kulit putih Arisa kelihatan.


Selain itu, baju mandinya juga sedikit berantakan, sedikit menunjukkan belahan dadanya.


Untungnya nggak ada orang di sekitar, jadi yang bisa lihat ini cuma Yuzuru...


Tapi tetep aja, ini bikin Yuzuru jadi mikirin itu, karena itu sifat cowok.


"Yuzuru-san!"


"Oh, eh..."


Dia baru sadar, bola udah deket banget sama dia.


Dengan tergesa-gesa dia coba memukul balik, tapi bolanya malah terbang ke arah yang salah.


"Lagi-lagi aku menang. Kamu jadi lemah ya?"


Arisa bangga bilang gitu.


Arisa yang penuh kepercayaan diri kayak gini, lucu banget.


"Emm, nggak, kamu yang kuat kok."


"Eh, beneran?"


Yuzuru sambil memuji Arisa, mereka terus main.


Setelah sekitar satu jam...


"Agak... capek ya."


"Mungkin kita harus berhenti sekarang."


Mereka nggak berolahraga keras sih, tapi tanpa sadar mereka udah sedikit berkeringat.


Sebagai olahraga setelah makan, itu udah cukup.


"Mau ke pemandian lagi nggak?"


"Yuk."


Mereka berdua langsung mau pergi ke pemandian umum...


"Tunggu sebentar, Arisa."


Yuzuru menahan Arisa.


Dengan kebingungan, Arisa memiringkan kepala dan menoleh.


"Apa yang salah?"


"Ah, nggak apa-apa kok." 


Yuzuru bilang gitu sambil nyekel yukata Arisa.


Terus dia rapihin bentuknya gitu deh.


Nyembunyiin sedikit dada putih yang keliatan sama kaki panjangnya.


"Cuma aku aja yang boleh liat saat kamu nggak berjaga-jaga."


Yuzuru bilang sambil senyum.


Muka Arisa... sedikit merah gitu.


"Ma, makasih ya."


Arisa bilang terima kasih sambil malu-malu ke Yuzuru.


__--___--__



Pas keluar dari tempat mandi, balik ke kamar, futonnya udah tersebar.


Waktu mau tidur, mereka berdua santai...


"Kursi pijat itu enak banget ya."


Arisa mulai ngomong gitu.


Kayaknya dia suka banget sama kursi pijat di penginapan itu.


"Itu lho, yang ngepres kaki itu, enak banget."


"Aku suka yang dipijet dari bahu sampe punggung gitu."


Bilang gitu sambil dia ketok-ketok bahunya sendiri.


Seperti biasa, Arisa kayaknya masih sering pegel-pegel.


"Arisa"


"...Yuzuru-san?"


Yuzuru pelan-pelan taruh tangannya di bahu Arisa...


Dan tekan kuat.


"Ah..."


"Tanganku sama mesin, mana yang lebih enak?"


Dari leher, sisi, sampe belakang...


Yuzuru pijet bahu kecil Arisa dengan kuat.


"Eh, eh... Yu, Yuzuru-san...?"


Arisa keluar suara bingung.


Setiap Yuzuru tekan, tubuhnya bergetar.


"Gimana?"


Yuzuru bisik lembut di telinga Arisa.


"Gimana gimana..."


Napas panas Arisa bocor keluar.


"Mana yang kamu suka?"


"Itu... huh."


Arisa ngos-ngosan sebelum jawab.


"Lebih suka... Yuzuru-san."


"Itu bagus."


Tau dia menang dari mesin, Yuzuru jadi agak senang.


...Bukan karena dia cemburu sama mesin sih.


"Ada tempat lain yang pengen dipijet nggak?"


"Eh... itu... itu..."


Entah kenapa, Arisa malah ngeliat ke sana-sini.


Tubuhnya sedikit kaku.


"Kamu... pengen mijetin?"


"Eh, nggak... bukan maksud aku harus banget sih..."


Mijetnya tadi cuma candaan, bercanda aja.


Tentu aja, kalo bilang nggak pengen sentuh sama sekali itu bohong.


"..."


Entah kenapa, Arisa jadi diem.


Rambut linenya yang ngintip dari telinga dan lehernya udah merah banget.


Yuzuru terus ketok-ketok bahu Arisa.


"Bo, boleh kok..."


Dan setelah sebentar diam, Arisa bilang gitu.


Gak jelas tapi kayaknya dia udah bulat tekad gitu... suara kayak gitu.


"...Eh, apa?"


"Kamu... pengen sentuh, kan...?" 


"...Eh"


Yuzuru menggelengkan kepala.


Setidaknya Yuzuru tidak pernah bilang ke Arisa bahwa dia mau nyentuh bagian tertentu atau mau dipijat.


Dia cuma nanya mau dipijat di mana.


"...Mau dipijat di mana?"


Yuzuru nanya gitu ke Arisa.


Terus Arisa bilang...


"Di, di mana gitu... Ha, harus bilang ya?"


"Itu sih, ya kalo nggak bilang gimana aku tau..."


Kalo nggak jelas ya aku nggak tau dong.


Terus, Yuzuru maksa Arisa buat bilang mau dipijat di mana.


"Ja, jahatnya..."


Arisa bilang gitu dengan suara yang kayak merajuk.


Terus...


"Me, menyentuh juga... boleh kok. Di, dada..."


Dia bilang gitu.


Tangan Yuzuru langsung berhenti.


"A, aku cuma bilang ya... se, sebentar aja kok. Ka, karena terpaksa..."


Dengan cepat, Arisa bilang gitu kayak lagi ngelak.


Yuzuru bingung terus nanya.


"...Mau aku sentuh?"


"Be, beda! Yang mau nyentuh itu... Yu, Yuzuru-san kan!?"


"Kayaknya aku nggak pernah bilang gitu deh..."


Kalo ditanya mau nyentuh atau nggak, ya mau.


Tapi, dia nggak ingat pernah ngomong gitu.


Pokoknya ada urutannya lah... grepe-grepe ke bagian itu terlalu cepat menurut Yuzuru.


"Eh, ah, eh..."


Arisa menunduk.


"Ma, maaf. Aku keburu-buru..."


"O, oke"


Suasananya jadi agak canggung.


"...Eh, Arisa"


"Ya, ya?"


"Mungkin kita harus tidur sekarang."


"Be, betul!"


Terus mereka berdua memutuskan buat tidur.


__--__--__


(He, ngomong aneh aku...)


Dalam cahaya lampu tidur, Arisa merasa menyesal dan malu.


Soal kesalahan dan ucapan terburu-buru itu tadi.


(Karena Ayaka-san dan Chiharu-san yang ngomong aneh-aneh...)


Dia pikir mungkin Yuzuru bakal nyentuh dadanya dalam kesibukan.


Karena pikiran macam itu terlintas, dia salah paham bahwa Yuzuru mau nyentuh dadanya.


(So, soal pemandian terbuka juga... itu salah Ayaka-san dan Chiharu-san!)


Ada pemandian terbuka di kamar.


Ketika itu disebut, yang pertama terpikirkan karena kata-kata mereka adalah, "Mungkin dia akan mengajakku ke pemandian." 


Jadi, Yuzuru pingin mandi bareng di onsen sama Arisa, makanya dia ngajak Arisa ke perjalanan onsen ini... Arisa langsung berpikir gitu.


(Hah, ini kayaknya malah aku yang kepengen banget...)


Padahal, kalo orang ngeliatnya, bisa-bisa mereka pikir imajinasiku kelewat kreatif.


(Kayaknya selanjutnya... malam hari, merayap ya? Tidak mungkin Yuzuru bakal ngelakuin sesuatu kayak gitu...)


Eh, tiba-tiba.

Arisa denger suara selimut disingkap di sebelahnya.


Deg, jantung Arisa berdegup kencang.


Yuzuru pelan-pelan bangun dan mendekat ke arah Arisa...


Dan langsung melangkah melewati Arisa, pergi begitu saja.


(Eh, apa... ke kamar mandi ya?)


Suara pintu toilet dibuka dan ditutup, suara air mengalir terdengar.


Setelah sebentar, Yuzuru kembali...


(Eh?)


Yuzuru masuk ke dalam selimut Arisa.


(Eh, lagi ngelindur...?)


Arisa pelan-pelan berguling, hati-hati.


Dan wajah Yuzuru ada tepat di samping mukanya.


Kelihatannya... sedang tidur.


(Eh, apa... aku pikir tadi beneran mau merayap malam...)


Arisa coba untuk nggak terlalu mikirin itu dan membelakangi lagi.


Tapi...


"Arisa..."


Dipegang erat.


Dipeluk dari belakang, jantung Arisa berdegup kencang lagi.


"Y-Yuzuru... san?"


Arisa memanggil Yuzuru dengan suara kecil.


Dan Yuzuru...


"...Aku cinta kamu"


Itu yang dia balas.


Dan memeluk Arisa lebih erat lagi.


(Eh, lagi ngelindur? Atau pura-pura ngelindur...?)


Tiba-tiba, Arisa seperti bantal peluk bagi Yuzuru.


Entah dia beneran tidur atau pura-pura tidur, tapi pelukannya kuat banget.


Gak sakit sih, tapi susah untuk lepas.


(Aduduh, Yuzuru-san itu...)


Arisa dalam hati menghela napas.


Tapi, diimpikan dan merasakan kehangatan tubuh Yuzuru saat tidur... bukanlah hal yang buruk.


"...Selamat malam"


Arisa merelakan tubuhnya, menyerah pada rasa ngantuk. 



Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close