NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Senchi kara Kaette kita Takashi Kun. Futsuu ni Koukou Seikatsu Okuritai V1 Chapter 3

 Jangan lupa untuk Tonton video diatas ini 


Penerjemah: Dhee 

Proffreader: Tanaka Hinagizawa 


 Bab 3 - Takashi telah pulang dari medan perang. Ingin bertemu kembali dengan teman masa kecilnya secara normal


Bagian 1

Hari-hari cerah yang nyaman di bulan Mei telah berlalu, kini bulan Juni yang dingin terasa karena musim hujan telah tiba. Meski cuaca mendung terus berlanjut, ada kabar menggembirakan yang menyapu semua kesuraman itu.

Hahaha, aku baru saja menerima surat pemberitahuan bahwa aku lulus ujian masuk ke SMA Swasta Suirenji yang dihadiri oleh kakakku! Hore! Akhirnya! Lega rasanya!

Meskipun aku merasa yakin akan lulus, tetap saja melihat kata “lulus” di atas kertas membuatku tenang. Jika aku gagal, aku tak akan bisa menghadapi para pahlawan yang berkata, “Nikmati hidup yang damai untuk bagianku juga,” jadi aku benar-benar lega.

Sudah lama sejak aku merasa se-tegang ini. Akhir-akhir ini, tidak ada yang memberikan tekanan sebesar ini padaku, jadi rasanya jantungku seperti membeku.

Setidaknya sekarang, aku bisa bernapas lega. Rintangan terbesar telah terlewati. Sekarang tinggal menikmati saja.

Namun, tepat setelah aku merasa gembira, aku melakukan kesalahan besar. Aku tidak bermaksud jahat, tidak pula disengaja. Aku hanya berpikir bahwa tindakanku akan baik, tetapi ternyata membuat ibu menangis tersedu-sedu.

Aku baru menyadari kesalahanku setelah melakukannya. Betapa bodohnya diriku. Tampaknya pemahamanku tentang norma telah banyak berubah selama tiga tahun terakhir. Aku sungguh-sungguh menyesalinya, aku harus lebih berperilaku seperti anak-anak.

Semua ini bermula sehari setelah menerima surat kelulusan. Saat ibuku yang tersenyum memanggilku.

Ternyata, ibu telah mempersiapkan banyak hal untuk kepulanganku. Dia sudah menyiapkan tabungan untuk biaya sekolah, ponsel dengan kontrak yang sudah disiapkan, dan toko seragam yang siap melayani penjahitan langsung.

Ibu ingin memastikan bahwa aku bisa langsung bersekolah begitu aku kembali. Mendengar semua itu, aku merasa sangat tertekan. Apalagi persiapannya sangat teliti, makin membuatku panik.

Untuk biaya sekolah, ibu telah menabung hampir tiga puluh juta yen. Katanya, dia menabung lebih banyak agar aku bisa memilih sekolah mana pun yang aku inginkan.

Ibu ternyata telah meminta toko seragam untuk siap melayani begitu aku pulang, itu agar bisa langsung dipakai. Biasanya, seragam baru memakan waktu beberapa minggu untuk selesai, jadi, ibu memastikan tidak ada keterlambatan masuk sekolah. Selain itu, ibu juga menyiapkan ponsel terbaru untukku setiap tahun, karena berpikir aku akan senang.

...Ya.

Maafkan aku.

Aku tidak tahu.

Aku benar-benar tidak tahu ibu melakukan semua itu.

Izinkan aku memberi penjelasan.

Saat aku tahu aku lulus ujian masuk SMA, aku jadi terlalu bersemangat. Aku terlalu senang membayangkan kehidupan SMA yang telah lama kuimpikan akan menjadi kenyataan.

Itulah sebabnya, tanpa ada maksud buruk, aku langsung membayar uang masuk dan biaya sekolah dari tabunganku sendiri. Aku tidak bermaksud mengabaikan perhatian ibu. Lagipula, karena aku memutuskan sendiri untuk masuk sekolah swasta, ku pikir sebaiknya aku menanggung biayanya sendiri agar tidak membebani keluargaku.

Selama tiga tahun menjalani wajib militer, aku menerima gaji yang cukup besar dari militer PBB, sehingga persepsiku tentang uang menjadi kacau. ‘Ini salah tentara. Bukan salahku’ kataku sambil gemetar.

Tentang ponsel, aku juga tidak tahu bahwa ibu telah membelikan yang terbaru setiap tahun. Jadi, setelah membayar biaya sekolah, aku membeli ponsel yang murah tanpa berpikir panjang.

Itu hanya alasan. 

Maafkan aku.

Aku benar-benar menyesal.

Aku tidak menyangka ibu akan menangis sambil mengatakan “Selamat atas kelulusanmu” dan memintaku untuk melihat dokumen pembayaran uang masuk.

Dan kemudian, meskipun aku sudah punya ponsel, ibu berkata, “Ini ponsel terbaru yang ibu siapkan untuk Takashi. Ibu juga menyiapkan satu untuk Natalie, jadi kalian bisa menggunakannya bersama-sama,” sambil memberikan ponsel yang jauh lebih canggih dari yang kumiliki. Aku sama sekali tidak menyangka itu akan terjadi.

Ketika ibu berkata, “Takashi sudah banyak menderita, jadi sekarang boleh manja sama ibu,” sambil tersenyum bahagia, aku merasa sangat bersalah atas ketidaktaatanku sebagai anak. Aku benar-benar minta maaf. Aku tidak berniat buruk. Selama di medan perang, aku terbiasa mengurus diriku sendiri, jadi secara otomatis aku bertindak seperti itu. Aku tidak pernah bermaksud membuat ibu sedih.

Namun, semuanya sudah terlambat. Ketika ibu tahu aku sudah membayar uang masuk dan membeli ponsel sendiri, dia menangis keras. “Kamu harus lebih mengandalkan ibumu! Jangan bertindak sembarangan!” katanya sambil memelukku erat-erat. Dia juga berkata bahwa karena ibu dan ayah sama-sama bekerja, aku tidak boleh menghabiskan uangku sendiri untuk hal-hal seperti ini. Padahal aku sudah bertekad untuk menjadi anak yang berbakti.

Aku menyadari bahwa mulai sekarang, aku harus berkonsultasi terlebih dahulu dan lebih mengandalkan mereka. Mungkin itulah bentuk bakti kepada orang tua yang paling baik. 

Melihat ibu yang menangis tersedu-sedu, aku menyadari hal itu.

Ketika aku ingat membeli ponsel, aku teringat pada janji kecil yang kubuat dengan komandan sebelum pulang. Dia menekankan bahwa begitu aku punya alat komunikasi, aku harus memberikan laporan rutin. Awalnya, aku berencana untuk mengabaikannya, tapi komandan mengancam akan datang ke Jepang secara rutin bersama atasan yang merepotkan jika aku tidak melakukannya. Dan dengan begitu aku terpaksa menyetujuinya.

Sambil menggerutu, aku mengoperasikan ponselku untuk membuat laporan mingguan. Setelah beberapa dering, panggilan tersambung dengan komandan.

“Halo, komandan. Masih hidup?”

‘Ya, halo! Aku masih hidup! Hehehe, aku masih hidup!’

Suara gembira komandan terdengar dari seberang telepon.

Entah kenapa, aku terbayang anjing yang mengibaskan ekornya dengan gembira. Begitulah.

“Aku melaporkan bahwa di sini tidak ada masalah. Kalau boleh menyebutkan satu hal, aku lolos ujian masuk SMA.”

‘Selamat! Kamu benar-benar lolos ujian ya.’

“Hehe, hebat kan?”

Suara gembira terdengar dari seberang telepon, seperti sedang berbicara dengan sepupu perempuan. Laporan rutin ini lebih seperti berbagi kabar terbaru. Ini pertama kalinya laporan rutin terasa begitu damai. Yah, sekarang sudah damai karena perang sudah berakhir.

“Bagaimana denganmu, komandan? Baik-baik saja?”

‘Aku baik-baik saja. Hanya saja...’

Komandan tiba-tiba terdiam. Ada sesuatu yang disembunyikan, membuatku merasa tidak enak.

“Hanya saja... ada apa?”

‘Ti…tidak! Tidak ada apa-apa kok!’

“Tidak mungkin tidak ada apa-apa dengan reaksimu itu. Jawab yang jujur.”

‘Tidak ada apa-apa! Serius...’

Komandan terdengar kesulitan bicara, menimbulkan kecurigaan. Apakah ada masalah di militer? Tapi, si pembuat masalah terbesar, Natalie, ada di sini, jadi seharusnya tidak ada masalah seperti sebelumnya. Satu lagi pembuat masalah, Shelly, juga sudah pulang ke kampung halamannya. Kalau ada yang menyebabkan masalah, mungkin Alice atau Katarina?

Tidak, mereka diurus oleh Letnan, jadi seharusnya tidak ada masalah. Kalau Portman atau yang lainnya, komandan pasti bisa mengatasinya. Saat aku terdiam merenung, komandan berbicara dengan suara gugup.

‘Hanya ada sedikit perselisihan di antara beberapa tentara. Tapi sudah diatasi, jadi jangan khawatir.’

“Perselisihan? Siapa yang terlibat?”

‘Yah... tidak penting. Sudah diatasi kok.’

“Kalau komandan bilang begitu, aku jadi penasaran. Ya sudahlah…”

Dari cara komandan berbicara, sepertinya tidak ada masalah besar.

Jika situasinya benar-benar di luar kendali sampai tidak bisa diatasi oleh komandan, pasti dia akan minta bantuan kepadaku.

‘Ta-tapi, ngomong-ngomong! A-ada satu hal yang ingin kutanyakan, boleh?’

“Mau tanya apa?”

‘Apakah... ada kontak dari Shelly di sana...?’

Komandan tiba-tiba mengalihkan topik pembicaraan ke Shelly. Aku jadi bingung dengan maksud dari pertanyaannya.

“Tidak ada kontak apa pun.”

‘La-lalu, apakah Takashi-kun sudah menghubungi Shelly...?’

“Tidak, aku tidak menghubunginya. Bukankah dia sudah pulang ke kampung halamannya? Komandan sendiri yang bilang jangan mengganggunya karena dia sudah hidup bahagia di sana.”

‘Ah, iya benar... kalau begitu tidak apa-apa...’

Nada bicaranya seperti menyembunyikan sesuatu. Rasanya seperti anak yang melakukan kesalahan besar dan takut melapor pada orang tuanya. Dugaan seperti ini biasanya benar. Tapi meskipun benar, lalu apa?

“Komandan, kalau memang ada sesuatu yang disembunyikan, lebih baik bicara sebelum semuanya menjadi kacau. Lebih baik bertindak sebelum terlambat.”

‘Ti-tidak ada yang disembunyikan... benar-benar tidak ada...’

“Keras kepala sekali... Kalau sudah diingatkan seperti ini masih tidak mau bicara, terserah saja.”

Tidak ada gunanya mendesaknya lebih jauh. Komandan sudah dewasa, dia pasti bisa mengurus masalahnya sendiri.

“Ngomong-ngomong, sampai kapan kamu mau jadi komandan? Kenapa tidak pensiun saja dan datang ke Jepang? Kita bisa bersenang-senang bersama.”

‘Aku ingin pensiun, tapi karena aku mantan tentara, tidak bisa begitu saja. Meski tidak ingin, aku harus tetap jadi komandan untuk mengurus perawatan para tentara mekanis.’

“Oh begitu... Kelihatan nya berat ya.”

‘Kalau menurutmu itu berat, kembalilah! Kumohon kembalilah!’

“Hahaha, tidak mau.”

Begitulah, percakapan tak berguna yang disebut laporan rutin terus berlanjut. Sebelum menjalani hari-hari damai yang sesungguhnya, aku dan komandan saling tertawa sebentar.


Bagian 2

Pov Shibusaki Karin

“Karin. Duduklah.”

Seminggu setelah insiden dengan Oogami-kun, aku dipanggil oleh ibu dan duduk di sofa ruang tamu. Ekspresi wajahnya terlihat sangat serius. Sejak Tak-kun pulang, ibu belum pernah menunjukkan wajah seperti ini. Ada apa sebenarnya?

“Ada apa mendadak begini? Apakah ada masalah serius?”

“Ini memang masalah serius.”

Ibu mengalihkan pandangannya dan menghela napas. Jangan-jangan... terjadi sesuatu pada Tak-kun lagi...

Aku terkejut dan menelan ludah, sementara ibu menatapku dengan dingin.

“Pagi ini, ibu menemukan ini di kamarmu.”

Ibu meletakkan sesuatu di meja. Itu adalah kain berwarna dingin yang sudah kukenal. Celana dalam Tak-kun yang kucuri.

“A, a, a, ini pasti salah paham! Ini pasti salah paham!”

Aduh, apa-apaan ini! Serangan mendadak seperti ini membuatku gugup dan lidahku jadi kering!! Penjelasanku yang menyedihkan membuat ibu menekan sudut matanya dan menghela napas dalam-dalam.

“Ibu tahu kamu merasa sedih karena tidak bisa menghentikan Takashi dari wajib militer, jadi ibu tidak mengatakan apa-apa, tapi, ini sudah keterlaluan.”

“I, itu! Mungkin saja celana itu tercampur dengan cucian lain! Jangan menuduhku yang aneh-aneh! Duh... tidak mungkin...”

Kepercayaan diri. Dalam situasi seperti ini, kepercayaan diri adalah kunci. Jika aku berbicara dengan suara lantang dan tegas, pasti bisa mengelabuinya!

Ibu menanggapi pembelaanku dengan satu kata, “Oh,” lalu melanjutkan dengan tenang.

“Jadi, kamu ingin mengatakan bahwa celana dalam ini tercampur dengan cuciannya Karin secara tidak sengaja... begitu?”

“Iya, benar! Pasti begitu!”

“Nyatanya, bukan hanya satu saja.”

“................................ ah.”

Dua, Lalu Tiga celana dalam Tak-kun diletakkan di atas meja. 

Meskipun aku selalu mengganti tempat untuk menyembunyikannya, sepertinya semuanya diketahui oleh Ibu.

Dengan aku yang diam membeku, Ibu menatapku seolah-olah melihat sesuatu yang menjijikkan.

“Ada yang ingin kamu katakan?”

“Menjijikkan... menjebakku dengan cara seperti ini...”

“Yang menjijikkan adalah kebiasaanmu. Apakah kamu tahu apa yang kamu lakukan pada adik laki-laki mu sendiri?”

“Tidak ada yang aneh... ini normal... semua orang melakukannya...”

Saat aku mencoba mengambil kembali celana dalam Tak-kun yang diletakkan di atas meja, tanganku dipukul oleh Ibu.

“Eh, tunggu!? Balikin dong! Karena Ibu menghentikanku, aku tidak bisa mengikuti Tak-kun dan Natalie-chan hari ini. Dan kalau celana dalamnya juga diambil, aku tidak bisa terima”

Tak-kun dan Natalie-chan yang lulus ujian masuk SMA sedang pergi ke pusat perbelanjaan untuk menjahit seragam dan membeli pakaian sehari-hari.

Seperti biasa, aku berencana mengikuti mereka, tapi karena Ibu, aku harus tinggal di rumah.

Ini salah Ibu! Ini salah Ibu!

“Berhentilah bersikap seperti ini! Apakah kamu tidak malu terangsang oleh adikmu sendiri!?”

“Kenapa aku harus malu! Tak-kun juga bilang dia mencintaiku!”

“Kamu harusnya mengerti maksudnya sebagai keluarga! Dia tidak melihat Karin sebagai lawan jenis!”

“A! A! A! Aku tidak mendengarnya!”

Aku menutup telinga dan berpura-pura tidak mendengarnya. 

Berisik sekali.

Ibu sama sekali tidak mengerti. 

Menyebut perasaanku yang murni ini menjijikkan, sungguh keterlaluan.

“ Itu adalah satu-satunya yang tidak boleh. Ibu tidak akan menyetujuinya.”

“Aku tidak memerlukan persetujuan dari ibu... Ini masalah antara aku dan Tak-kun...”

“Pilihlah lelaki selain Takashi. Dengan penampilanmu, Karin, pasti banyak pria yang tertarik padamu, kan?”

“Ibu, ahhh...”

Aku menggelengkan kepala dengan sengaja dan menundukkan bahu seolah-olah kecewa.

“Ibu, Apa ibu lupa kalau aku punya masalah? Aku sering di-bully oleh anak laki-laki. Satu-satunya yang tidak jahat padaku adalah Tak-kun, jadi siapa lagi yang bisa kupilih?”

“Pasti ada satu orang lagi selain Takashi, kan? Pilih pria yang—”

“Tidak ada! Tidak pernah ada! Ibu tahu kan, waktu SD, aku satu-satunya yang tidak pakai rok!? Kalau pakai, pasti  akan diangkat, bahkan sampai celana dalamku ditarik. Di antara para berandalan itu, siapa yang bisa kupilih?”

Tak-kun adalah satu-satunya untukku. Hubungan darah tidak penting dalam hal ini.

“Apakah kamu tidak punya etika atau moral? Bagaimana kalau Takashi tidak suka?”

“Kalau begitu aku tanya balik, kalau Tak-kun tidak keberatan, apa ibu akan merestui hubungan kami? Kalau iya, aku akan langsung tanya Tak-kun!”

“... Tentu saja tidak. Dia mungkin akan menjawab tanpa berpikir panjang.”

“Cih.”

Tak-kun pasti akan menjawab, “Kalau kakak bahagia, aku tidak keberatan.”

Ibu yang tenang sudah memikirkan sejauh itu. Sebagai seorang ibu, dia sangat memahami sifat Tak-kun yang tidak terlalu serius.

Saat kami terus bertengkar, bel pintu berbunyi. Pertengkaran kami sejenak terhenti.

Sepertinya ibu tidak bisa mengabaikan tamu, dia pun berteriak padaku.

“Tunggu di sini! Pembicaraan kita belum selesai!”

“Ya, ya! Aku mengerti! Cepat temui tamumu!”

Ibu berdiri dan aku melambaikan tangan seolah-olah mengusirnya.

Menyebalkan... Kenapa orang lain harus menghancurkan hubunganku dengan Tak-kun...

Sementara ibu menemui tamu, aku mempersiapkan argumen untuk melawannya. Namun, tidak lama kemudian, ibu kembali dan memanggilku.

“Karin. Ada tamu untukmu.”

“Tamu untukku?”

Aneh. Teman sekelas tidak akan datang ke rumah ini karena insiden dengan Oogami-kun... Lalu siapa ya? Aku bangkit dari sofa dan berjalan ke pintu depan, di sana berdiri seorang gadis. Rambutnya bergelombang lembut dan dibelah di samping, tampak seperti gadis yang serius. Dia adalah teman masa kecil Tak-kun, Fumika-chan.

“Ah! Lama tak bertemu! Ada apa hari ini?”

Aku menyambutnya dengan senyuman, tetapi dia tampak jelas terkejut. Kenapa?

“L-lama tak bertemu, Kak Karin... Kakak terlihat sehat.”

Fumika-chan menyapa dengan wajah bingung. Seperti tidak sesuai dengan apa yang dibayangkannya.

“Aku sehat kok. Akhir-akhir ini nafsu makanku sudah kembali.”

Aku mengepalkan tanganku, menunjukkan bahwa aku baik-baik saja.

“B-baiklah kalau begitu... Tapi Kakak tahu kalau Oogami sudah pindah? Dia tidak lagi tinggal di kota ini!”

Fumika-chan, yang biasanya pendiam, berbicara dengan semangat yang jarang terjadi.

“Jadi, ku pikir kita bisa pergi ke sekolah bersama lagi... semua orang menunggu Kakak.”

Dia datang hanya untuk memberi tahu tentang Oogami-kun... dia anak yang baik.

“Sepertinya begitu. Dia memang sudah pindah. Ayo kita pergi ke sekolah bersama lagi.”

Memang benar bahwa Oogami-kun pindah sehari setelah insiden itu. Sepertinya dia sangat takut pada Tak-kun. Semua harta bendanya juga didistribusikan kepada korban seperti yang dijanjikan.

“Benar-benar pindah kah...? Kak Karin sudah tahu?”

Fumika-chan memiringkan kepalanya dengan kebingungan. Aku baru sadar bahwa aku tidak boleh sembarangan membicarakannya. Aku tidak boleh memberitahu bahwa Tak-kun lah yang mengancamnya untuk pindah. Hal itu nanti bisa jadi rumor yang tidak baik dan akan menjadi beban bagi Tak-kun yang sedang mencoba memulai hidup normal. 

Dan, aku juga baru sadar kalau aku belum memberi tahu Fumika-chan bahwa Tak-kun sudah kembali. Ketika Tak-kun direkrut menjadi tentara, Fumika-chan juga menangis seperti aku, jadi pasti dia akan senang...

“Karin!! Apa ini!?”

Ibu mendekat dengan wajah merah padam. Di tangannya ada banyak buku.

Itu adalah buku doujin yang aku miliki, tentang kisah mesra antara Kakak perempuan dan adik laki-lakinya.

“T-tunggu! Kenapa ibu mengambilnya tanpa izin!!

“Kamu bilang tidak suka di-bully, tapi semua buku ini tentang adik laki-laki yang menyerang kakaknya sendiri! Menjijikkan! Ceritanya sangat vulgar!”

“Jangan menjelaskan isinya!! Ada tamu di sini!!”

Fumika-chan terlihat sangat terkejut melihatku yang berteriak dengan suara aneh.

“Baiklah, kalau begitu aku akan datang lagi ya...” 

Dengan senyum pahit sambil menundukkan kepalanya, Fumika-chan bergegas pulang.

“Ah! Tunggu sebentar, Fumika-chan! Ada yang ingin aku sampaikan...!”

“Adik laki-laki yang muncul dalam cerita di buku ini juga bernama Tadashi, Takeshi, Taishi... Kamu ini bodoh ya!”

“Makanya jangan bicarakan isi ceritanya... Ihhh...”

Ibu yang menjadi terlalu protektif ketika hal itu berkaitan dengan Tak-kun. Aku mengerti perasaannya, tapi sungguh, aku berharap dia bisa bersabar kali ini.

Pada akhirnya, aku tidak bisa menyampaikan hal itu kepada Fumika-chan.

Bahwa Tak-kun telah kembali.


Bagian 3

Shibusaki Takashi

Di ruang tamu yang terwarnai merah oleh cahaya matahari terbenam, Natalie yang sudah mengenakan seragam barunya tampak sangat gembira.

“Parah nggak sih? Ini beneran lucu banget, hahaha!” 

Berkali-kali, dia berpose di depanku dan kakak, tampak sangat menikmati seragam barunya. Di militer, dia tidak pernah bisa memakai pakaian imut seperti ini, jadi melihat wajah gembira Natalie membuatku benar-benar senang mengajaknya pindah ke SMA. 

Namun...

“Kakak, apa pendapatmu melihat Natalie?”

“Sangat cocok dan imut! Seperti boneka!”

“Itulah masalahnya... dia sangat imut... ini menyulitkan...”

Ternyata mataku tidak salah. Jika kakak berpikir hal yang sama, maka aku harus mengakuinya. Natalie memang imut.

Di medan perang, dia dijuluki “akhir dari kehidupan” dan diam-diam ditakuti oleh kawan maupun lawan. Bahkan tentara terkuat pun mengatakan mereka butuh popok di hadapannya. Ada juga lelucon selama gencatan senjata, mana yang lebih menakutkan, Natalie atau alien? Semua orang memilih Natalie, membuat lelucon itu jadi tidak lucu lagi.

Dan sekarang, hanya dengan mengenakan seragam, Natalie menjadi sangat imut. Rasanya seperti terkena ilusi. Natalie yang biasanya, sekarang jadi berbeda...!

“Bagaimana, Takashi? Imut kan? Kamu jatuh cinta lagi? Bilanglah kalau kamu jatuh cinta lagi!”

“Berlagaklah setelah melihatku pakai seragam... Aku pasti lebih imut...!”

“Pujilah dengan tulus, Tak-kun...”

Saat aku mencoba berganti pakaian dengan perasaan jengkel, kakak menegurku. Berkat kakak, Natalie terselamatkan.

Hari ini aku akan mengalah.

“Kalau tentara melihat Natalie sekarang, mereka pasti akan ketakutan...”

Saat aku tanpa sadar bergumam, Natalie langsung merespons.

“Mereka semua sering memanggilku Gorilla dan menghinaku. Mana ada Gorilla yang secantik ini, sih!”

“Shelly bahkan bilang, ‘Gorilla lebih imut daripada Natalie! Kasihan Gorilla!’ sambil marah-marah.”

“Kalau mereka melihatku sekarang, tidak mungkin mereka bisa bilang Gorilla lebih imut dari aku. Aku akan kirim foto ini ke Shelly. Biar dia iri!”

Natalie mulai mengambil beberapa selfie dengan ponsel yang dibelikan ibu. Setelah mengambil beberapa foto, dia mulai mengirimkannya ke Shelly.

“Tunggu, kamu tahu kontak Shelly?”

“Tahu dong. Aku dapat dari Lauren.”

“Lauren? Ah, maksudmu Katarina. Yah, pasti dia tahu.”

Si pemabuk itu pasti bisa mendapatkan kontak Shelly dengan mudah. Seharusnya aku tanya dia juga.

“Bisa tidak kasih kontak Shelly ke aku juga?”

“Boleh, nanti ku kirim.”

“Ngomong-ngomong, Shelly yang sering kalian bicarakan itu juga teman dari militer ya?”

Kakak bertanya dengan hati-hati, dan aku mengangguk.

“Betul. Dia teman seperjuangan Natalie di militer. Usianya juga tidak jauh beda, jadi kami bertiga sering bersama.”

“Shelly itu teman! Penting untuk dicatat! Shelly itu cuma teman!”

Natalie menekankan kata “teman” dengan sangat kuat, jelas-jelas ingin menyampaikan sesuatu yang tidak diinginkan kepada kakak.

“Apa maksudmu?”

“Ya sesuai kata-kataku. Shelly itu cuma teman, sementara aku adalah istri Takashi.”

“Tidak, aku yang jadi istri Tak-kun.”

“Kalau bicara soal ini, kakak selalu jadi serius.”

Kakak yang tampak kurus saat aku pulang, sekarang sudah kembali sehat sepenuhnya dalam satu bulan ini.

Natalie terus bercanda tanpa henti.

“Oh iya, aku penasaran tentang satu hal...”

“Hm?”

Nada suara kakak kembali lembut. Sepertinya dia sudah kembali dari mode serius.

“Semua teman kalian itu dari luar negeri, kan? Tentara itu datang dari berbagai negara, kan? Bagaimana kalian berkomunikasi? Pakai penerjemah?”

“Bahasa yang paling sering dipakai adalah bahasa Inggris, jadi kami semua berbicara dalam bahasa Inggris. Tergantung situasi, kami juga pakai bahasa Mandarin dan Spanyol.”

“Eh, bahasa Inggris? Tak-kun bisa bicara bahasa Inggris...?”

“Aku bisa bicara bahasa Inggris, Mandarin, dan Spanyol. Karena modifikasi, ingatanku jadi sangat baik.”

“Hebat sekali! Bisa bicara empat bahasa!”

“Tidak hebat kok.”

“Pasti hebat... Jangan merendah.”

“Serius, ini tidak hebat. Prajurit bio modifikasi semuanya punya kemampuan ingatan yang baik. Natalie bisa mengerti sesuatu dalam tiga menit yang butuh waktu tiga hari untuk aku pelajari. Kalau kamu bilang aku hebat, prajurit lain pasti akan menertawakanku.”

Saat aku berjuang belajar untuk ujian masuk sekolah negeri, Natalie belajar untuk masuk sekolah tinggi teknik nasional. Dan dia melakukannya dalam bahasa Jepang, yang bukan bahasa aslinya. Jadi, rasanya aneh kalau aku disebut hebat dibanding Natalie.

Meskipun Natalie sering bersikap bodoh, kemampuan dasarnya jauh lebih tinggi dari pada milikku. Meskipun dia bodoh.

Melihat Natalie berdebat lewat ponsel dengan Shelly, kakak bergumam, “Ternyata Natalie hebat, ya.”

“Ah! Aku hampir lupa! Ada sesuatu yang harus kusampaikan!”

Kakak tiba-tiba teringat sesuatu dan menyatukan kedua tangannya.

“Hari ini, Fumika-chan datang ke rumah!”

“Fumika?”

Mendengar nama itu, aku teringat gadis yang sangat serius.

“Ya! Dia datang untuk mengajakku kembali bersekolah bersama karena Oogami-kun sudah pindah!”

“Berarti Fumika di sekolah yang sama dengan kakak?”

“Ya!”

Wah, berarti setelah aku pindah, aku akan satu sekolah dengan Fumika.

Aku sudah berteman dengannya sejak TK, jadi hubungan kami memang cukup dekat.

“Ngomong-ngomong, Rinko-chan dan Renji-kun juga di sekolah yang sama.”

“Mereka berdua juga?”

“Ya!”

Semua berada di sekolah yang sama, rasanya seperti takdir. Senyum tipis terukir di bibirku karena bahagia.

“Meskipun pindah di waktu yang aneh, tapi aku merasa lebih tenang karena mereka ada di sekolah yang sama. Semoga kita bisa jadi teman sekelas...”

“Kamu memang sangat akrab dengan mereka.”

“Iya.”

Sebelum pergi ke medan perang, kami bermain bersama setiap hari. Jika ada yang bertanya siapa teman baikku, tanpa ragu aku akan menyebutkan tiga nama mereka. Entah kenapa, aku jadi ingin segera bertemu mereka.

“Ujian masuk juga sudah selesai dengan baik. Besok aku akan pergi menemui mereka.”

“Bagus sekali. Fumika-chan dan yang lainnya pasti akan senang.”

Sambil melaporkan bahwa aku telah kembali, besok aku akan mengunjungi rumah mereka satu per satu. Dan aku juga akan memperkenalkan Natalie. Mereka yang baik hati pasti akan berteman dengan Natalie.

“Natalie, besok mau ikut denganku? Aku ingin memperkenalkanmu.”

“........................”

“Natalie?”

Natalie tidak menjawab panggilanku, malah memandang ponselnya dengan wajah bingung.

“Ada apa, Natalie? Kenapa wajahmu begitu lucu?”

“Tidak... Shelly bilang sesuatu yang aku tidak mengerti...”

“Apa yang dia katakan?”

“Um...”

Natalie berpikir sejenak. Lalu, tiba-tiba dia berkata, “Buang saja!” dan melempar ponselnya.

“Males mikir, jadi aku pura-pura tidak lihat saja!”

Ya ampun.

Yah, kalau menurutnya begitu, tidak masalah. Toh, mungkin hanya pertengkaran biasa. Tanpa terlalu memikirkan apa yang dikatakan Natalie, aku memfokuskan diri pada rencana besok.


Bagian 4

Pada hari berikutnya, meskipun musim hujan, cuacanya cukup cerah. Aku dan Natalie sedang berjalan menuju rumah Renji. 

Sebenarnya, kakak juga berencana ikut, tapi tiba-tiba dihentikan oleh ibu dan harus tetap di rumah. Kabarnya, ada pembicaraan penting yang harus dilakukan. Meskipun kakakku terlihat sangat tidak suka dengan itu. 

Akhir-akhir ini, kakak dan ibu sering bertengkar. Saat kami pergi membeli seragam, ibu juga menghentikannya... Jika ada masalah, seharusnya mereka berkonsultasi denganku juga.

“Nee, apakah benar aku harus ikut? Bukankah kamu akan bertemu teman-teman lamamu?” 

Natalie yang mengenakan gaun baru yang sangat imut bertanya saat aku sedang berpikir.

“Tentu saja. Aku ingin memperkenalkanmu.”

“Apakah membuat teman memang sepenting itu?”

“Dengan masuk sekolah di waktu yang aneh seperti bulan Juni ini, lebih baik kamu berteman dengan Renji dan yang lainnya. Mereka adalah orang-orang baik, jadi kamu pasti bisa berteman dengan mereka.”

“Aku menghargai perhatianmu, tapi... Aku mungkin akan mengucapkan sesuatu yang tidak pantas. Aku khawatir akan merusak reuni ini...”

Hah? Natalie jarang sekali mengatakan hal seperti ini. Mungkin dia merasa tidak enak? Tak perlu khawatir tentang itu. Aku pun menepuk kepalanya.

“Jangan khawatir tentang itu. Ketidakmampuanmu membaca suasana sudah biasa bagiku.”

“Tapi...”

“Jika kamu mengucapkan sesuatu yang salah, aku akan menutupinya. Kita kan teman.”

“Be-benar? Jadi, aku bisa bersikap seperti biasa?”

“Tentu. Santai saja.”

“Baiklah... Aku mengerti...”

Wajah Natalie berubah menjadi senyum lebar yang sedikit aneh, seolah-olah dia baru saja mendapat izin melakukan sesuatu.

Kenapa aku tidak menyadarinya? Ketika mengingat kembali, aku bisa segera melihat bahwa itu adalah taktik Natalie. Dengan meminta maaf sebelumnya, dia mencoba mengamankan dirinya agar tidak dimarahi nanti. Seharusnya aku lebih curiga ketika Natalie tiba-tiba bersikap rendah hati. Aku lupa bahwa dia bukan tipe orang yang bersikap seperti itu.

Saat berdiri di depan rumah Renji setelah sekian lama, perasaanku menjadi campur aduk. Tiga tahun lalu, pergi bermain ke rumah Renji adalah hal yang biasa. Ketika bosan, kami bermain game, membaca manga, mengobrol tentang hal yang tidak penting, dan tertawa bersama... Kenangan indah itu kembali muncul.

“Kenapa wajahmu seperti mau menangis, Takashi? Kamu sedekat itu dengan Renji?”

“Iya... kami sangat dekat. Kami tidak perlu berpura-pura, seperti hubungan kita sekarang,”

“Benarkah? Jadi, seperti apa dia?”

“Dia pria yang tampan. Baik hati, pandai dalam olahraga dan pelajaran, dia adalah panutanku.”

“Tapi, olahraga tidak berguna di medan perang! Dalam hal belajar, aku lebih baik! Aku lebih hebat dari Renji!”

“Kenapa kamu menciptakan persaingan?”

“Karena... Takashi bilang dia adalah panutanmu... Katakan juga kalau kamu memujaku...”

“Aku suka sikapmu yang percaya diri,” jawabku sambil menekan bel di rumah Renji.

Bunyi bel yang tidak berperasaan terdengar, dan setelah beberapa menit, pintu depan terbuka.

“Siapa ya?” tanya seorang pria yang tampak gagah dan menyegarkan. 

Itu Renji. Berbeda dengan tiga tahun lalu, rambutnya sekarang lebih terang dan dia lebih tinggi. Meskipun aku merasa tubuhku sudah cukup tinggi, pertumbuhan Renji jauh melampaui diriku. Penampilannya sangat menarik bagi wanita... sungguh membuatku iri.

Apakah dia baru bangun tidur? Dengan wajah mengantuk dan menggaruk-garuk kepalanya, Renji tampak belum menyadari kehadiranku. 

“Siapa?”

“Kamu masihlah lemah untuk bangun pagi, ya? Begadang semalam? Tidurlah lebih awal,”

“Hah? Apa maksudmu tiba-tiba ngomong gak jelas begitu───”

Wajah mengantuk Renji berubah. Dia sepertinya menyadari sesuatu, dia pun membuka matanya lebar-lebar, dan mulutnya bergerak seperti ikan.

“Aa... K... Kamu... tidak mungkin...”

Dia berjalan terhuyung-huyung mendekatiku, dengan bibir bergetar seperti tidak percaya.

“Apakah... mungkin... Takashi...?”

“Haha, aku kembali hidup-hidup,”

Begitu aku mengkonfirmasinya, Renji langsung memelukku erat-erat.

“Ta... Takashi... ka... kamu... Takashi! Uwa... uwaaaa!”

Kemudian, dia menangis tersedu-sedu. Merasakan kehangatan sahabat lama setelah sekian lama, aku pun memeluknya erat-erat.

“Kapan... kamu kembali ke Jepang...?”

Setelah menangis cukup lama, mata Renji bengkak. Meski begitu, dia tetap lebih tampan dariku. Sungguh membuatku iri.

“Kira-kira sebulan yang lalu,”

“Kamu... seharusnya segera memberi kabar kalau sudah pulang!”

Renji benar-benar marah. Aku tidak pernah menyangka dia yang biasanya lembut bisa marah seperti ini.

“Kamu tahu... aku benar-benar khawatir. Tiba-tiba kamu tidak datang ke sekolah, aku pergi ke rumahmu dan bibi bilang kamu direkrut militer...”

Aku ingat saat itu surat panggilan wajib militer datang, dan beberapa jam kemudian petugas datang ke rumah. Aku tidak punya waktu untuk berpamitan.

“Fumika menangis histeris, Rinko pingsan, dan aku yang masih anak-anak, marah dan menangis pada bibi yang sedang kesulitan...”

“Aku benar-benar sudah membuat kalian khawatir... maafkan aku...”

“Tidak... maafkan aku! Aku tidak bermaksud menyalahkanmu! Aku cuma berpikir seharusnya kamu langsung datang ke tempatku... aku egois! Maafkan aku!”

Seharusnya akulah yang minta maaf. Ternyata aku membuat mereka lebih khawatir daripada yang aku kira. Aku seharusnya segera memberi tahu mereka.

Melihatku yang tampak tertekan, Renji segera mengubah topik pembicaraan.

“Oh, iya, siapa gadis pirang cantik ini? Jangan-jangan, pacar Takashi?”

“Sebenarnya dia───”

Sebelum aku sempat menjawab, Natalie langsung menyela.

“Kamu punya mata yang tajam! Meski kurang tepat karena bukan istri tapi pacar, aku akan memberimu pujian!”

Dengan senyum lebar, Natalie menepuk-nepuk punggung Renji dengan akrab. Sikapnya benar-benar terlalu santai.

“Apa? Apa? Siapa sebenarnya dia?”

“Dia adalah───”

“Sungguh anak yang menjanjikan! Baiklah! Kamu akan menjadi bawahanku! Berbahagialah!”

“Tenanglah sedikit dasar bodoh.”

Aku menghentikan Natalie yang mulai berlebihan dengan memberikan iron claw.

“Ngomong-ngomong, Renji, kamu masih menonton liga bisbol profesional?”

“Tentu saja. Aku menonton setiap hari sejak pertandingan pra-musim.”

Jawaban yang sesuai harapanku membuatku tersenyum. Renji yang aku kenal pasti akan menjawab begitu.

“Renji, bagaimana pendapatmu tentang Kato, pemain baru dari jalur profesional tahun ini?”

“Dia luar biasa. Dia sudah mencetak sepuluh home run sejak pra-musim, dan dia juga pandai dalam bertahan.”

“Benar, kan? Tapi... para pengamat bisbol tidak terlalu memujinya...”

“Jangan pedulikan opini para pengamat. Yang penting dalam bisbol adalah performa.”

Jawaban yang tepat seperti yang kuharapkan. Berbicara dengan Renji benar-benar menyenangkan. Tidak ada yang bisa sejalan denganku dalam hobi ini selain dia.

Saat aku tersenyum lebar, Renji melanjutkan pembicaraannya.

“Tahun ini kita mungkin akhirnya bisa masuk ke kelas A. Kita sudah banyak menang sejak pra-musim.”

“Jangan terlalu yakin. Biasanya, setiap tahun kita mulai menurun sejak periode ini.”

“Jangan bicara yang tidak-tidak... kalau perkataanmu benar, bagaimana ini...”

“Ngomong-ngomong, karena perang sudah berakhir, bukankah sudah waktunya menghidupkan kembali sistem pemain asing? Dengan itu, kerja sama tim bisa jadi lebih kuat───”

“Hei, hei! Kenapa kalian berdua begitu bersemangat? Jangan abaikan aku, ya!!”

Natalie, yang tampak kesal, menyela pembicaraanku dan Renji. Dia merangkul leherku seolah-olah ingin diperhatikan.

“Oh, maaf, maaf. Aku jadi lupa diri karena bisa ngobrol tentang bisbol lagi setelah sekian lama.”

“Sebegitu sukanya kamu sama bisbol? Kalau suka banget, kenapa nggak main sendiri aja?”

“Tidak mungkin. Aku cuma suka nonton.”

“Tidak mungkin gimana? Jangan ngomong kayak orang tua gitu, dong.”

Betapa kurang ajarnya dia. Dengan kondisi tubuhku yang sekarang, mana mungkin aku bisa main bisbol seperti biasa. Rasanya curang kalau aku ikut main.

Sambil mengacak-acak kepala Natalie, dia menggerutu kesal.

“Sebenarnya, apa sih yang seru dari bisbol? Cuma mukul bola terus lari doang, kan?”

“Apa-apaan kamu... mau berantem? Kamu menginjak salah satu ranjau daratku, tahu tidak.”

“Soalnya nggak seru, sih. Pertandingan bisbol juga kelihatan membosankan.”

“Oke... aku bakal mengajarkanmu betapa serunya bisbol...”

Gadis bodoh ini... berani-beraninya ngomong begitu di depanku dan Renji. Aku bakal pakai segala cara untuk bikin dia jadi penggemar bisbol.

“Dengerin, ya... bisbol itu punya banyak strategi, dan meskipun skornya jauh, masih bisa membalikan keadaan, lho... Game-nya penuh taktik. Memikirkan jenis lemparan berikutnya aja udah seru banget.”

“Setuju. Kalau nonton sambil mikir seolah-olah kita pelatihnya, seru banget. Aku bakal pakai pemukul pengganti di situ atau apa gitu.”

“Makanya, pertandingan kemarin seru banget, kan? Waktu Iwanami jadi pemukul pengganti, aku kaget banget.”

“Itu memang mengejutkan, tapi waktu Saito yang masih rookie jadi closer juga bikin kaget, kan? Aku sampai ngomong ‘Hah?’ pas nonton di TV.”

“Gimana caranya punya pengalaman sampai bisa bikin keputusan seperti itu, ya? Gila banget, sih.”

“Sudah kubilang... jangan asik mengobrol sendiri, dong...”

Setelah beberapa jam mengobrol, tiba saatnya untuk pergi ke tempat berikutnya.

“A-apa... sudah mau pulang?” 

Renji bertanya dengan nada sedih. Wajahnya yang ceria tadi berubah menjadi ekspresi yang benar-benar sedih.

“Aku juga ingin berbicara lebih lama, tapi aku harus memberitahu Fumika dan Rinko kalau aku sudah pulang. Jadi, aku akan pergi ke rumah mereka sekarang.”

“Begitu ya...”

Ekspresi kekecewaan terlihat jelas di wajah Renji. Melihatnya seperti itu, aku hanya bisa tersenyum kecut.

“Aku akan pindah ke sekolah yang sama denganmu, Renji, kita akan bertemu setiap hari mulai sekarang. Jadi ,jangan sedih.”

“Tentu saja...”

Dia tersenyum sejenak, tetapi kemudian wajahnya kembali muram. Mungkin dia merasa berat untuk berpisah.

“Anu!”

“Ada apa?”

Saat aku sedang berpikir bagaimana cara menghiburnya, wajah Renji berubah menjadi senyum getir.

“Aku masih membeli majalah mingguan yang kamu suka setiap minggu, jadi kamu bisa datang kapan saja untuk membacanya!”

“Apa?”

“Kamu juga suka game bisbol tahunan, kan? Aku juga membeli itu setiap tahun! Meskipun tahun ini game-nya benar-benar buruk...”

“........................”

“Aku juga masih membeli manga horor yang hanya kamu yang suka membacanya. Anehnya, manga itu belum dihentikan meski jelek. Aneh, kan?”

“........................”

“Jadi, datanglah kapan saja... Jika kamu datang, aku akan membatalkan semua rencanaku hari itu juga.”

“........................ya”

“Jangan sungkan... bahkan setiap hari pun, aku tidak keberatan...”

“Terima kasih, Renji. Aku senang mendengarnya...”

Wajah Renji yang tadinya ceria berubah menjadi sangat sedih. Seperti biasanya, dia memang orang yang baik hati... Aku sekali lagi memeluk Renji dengan erat.


Bagian 5

Renji melambaikan tangan sampai kami tidak terlihat lagi. Dia benar-benar senang karena kami bisa bertemu kembali. Aku merasa sangat bahagia karenanya.

“Renji itu, suka banget sama Takashi, ya. Aku yakin dia melihatmu dengan pandangan seksual. Hihihi,” kata Natalie dengan senyum nakal di sebelahku.

Sial, saat aku sedang terharu begini, dia malah bicara seperti itu. Aku menatap Natalie dengan pandangan meremehkan.

“Kamu selalu bawa-bawa BL kalau ada dua cowok yang akrab. Pulang saja sana.”

“Aku tidak bisa menahan diri. Setelah melihat pemandangan yang begitu indah, imajinasiku jadi liar,” jawab Natalie sambil tertawa.

“Kamu boleh saja berpikir begitu, tapi tidak perlu diucapkan juga. Gara-gara itu, prajurit lain jadi menjauhimu.”

“Mereka nggak mungkin menjauh. Semua pria di militer mengincar pantatmu, Takashi. Bahkan Portman pernah hampir menyerangmu.”

“Apa? Seriusan? Ini pertama kalinya aku mendengarnya.”

Mendengar itu, aku jadi kaget. Tidak pernah terpikirkan kalau aku dilihat seperti itu.

“Semua yang selamat pasti pernah diselamatkan nyawanya olehmu, Takashi. Banyak yang benar-benar jatuh cinta padamu. Saat masa damai, mereka selalu bercanda soal berapa yang mau mereka bayar buat pantatmu.”

“Orang yang diselamatkan nyawanya malah mengincar pantatku... sungguh tidak terduga.”

Aku jadi paham kenapa setiap kali aku ganti baju, suasana jadi sunyi. Rupanya aku sering jadi pemandangan yang menghibur mereka. Sial, mereka benar-benar memandangku seperti itu. Seharusnya mereka bayar saat melihatku seperti itu.

“Kekuatanmu itu punya daya tarik yang melampaui gender, Takashi.”

“Kalau kekuatan yang bikin menarik, kenapa mereka nggak jatuh cinta sama kamu, Natalie? Kenapa malah padaku?”

“Kalau itu aku juga tidak tahu... Padahal Natalie yang manis ini sering dianggap seperti Gorilla...”

Natalie merajuk dengan sedih. Melihat punggungnya yang begitu menyedihkan, aku merasa sedikit bersimpati. 

“Tenang, aku suka Gorilla kok.”

“Oh? Itu berarti kamu menyatakan cinta padaku?”

“Cinta pada Gorilla, bukan padamu.”

Matahari berada tepat di atas kepala kami, dan T-shirt lengan panjang ku mulai terasa panas. Rumah Fumika pun semakin dekat.

Di depan pintu, terlihat seorang wanita mengenakan topi jerami, sibuk mencabuti rumput liar.

“Orang yang duduk di sana itu ibunya Fumika,”

“Oh, jadi itu rumah Fumika-chan,”

“Tolong jangan ucapkan hal yang tidak perlu. Tidak seperti Renji atau kakak, Fumika sangat polos dan tidak bisa menerima lelucon,” 

Aku mencoba memberi peringatan kepada Natalie sambil mendekati ibunya Fumika.

Melihatnya yang sibuk mencabuti rumput dengan wajah tenang membuatku senang karena tampaknya tidak banyak berubah sejak tiga tahun lalu.

“Sudah lama tidak bertemu. Apa Fumika ada di rumah?”

Ibunya Fumika tersenyum tipis dan berdiri.

“Hmm? Kamu teman Fumika? Kalau Fumika ada di...”

Namun, begitu melihat wajahku, dia tiba-tiba terdiam.

Sabit yang digunakan untuk memotong rumput jatuh ke tanah, dan rumput yang dipegangnya terbang tertiup angin. Matanya terbuka lebar seolah-olah melihat sesuatu yang tidak bisa dipercaya, dan mulutnya ternganga. Dia berkedip beberapa kali, melihatku dari ujung kaki hingga wajah, lalu tiba-tiba menjadi gugup.

“Tunggu di sini sebentar! Jangan pergi ke mana-mana! Aku akan segera kembali!”

Berkali-kali dia mengingatkanku untuk tidak pergi, lalu berlari masuk ke dalam rumah. Suara teriakan dan suara aneh terdengar.

“Fu, Fumikaaa!! Turunlah!! Cepat turun!! Cepat!! Cepat!!”

“Eh, sekarang aku sedang sibuk, nanti saja.”

“Apa yang kamu katakan, Fumikaaa!! Turunlah sekarang!! Cepat turun!!”

“Kenapa buru-buru begitu?”

“Takashi-kun!! Takashi-kun sudah pulang dari medan perang!! Turunlah cepat!!”

“...”

Rumah itu seketika menjadi hening.

Setelah beberapa detik, terdengar suara langkah kaki yang berlari menuruni tangga dengan cepat.

Saat suara langkah mendekat seperti jatuh terguling, pintu depan terbuka dengan keras dan seorang gadis muncul di hadapan kami. Gadis kecil dengan poni belah pinggir dan rambut bob yang menjadi ciri khas Fumika, teman masa kecilku yang telah bersamaku sejak aku lahir.

Setelah tiga tahun, Fumika tampak lebih dewasa dengan sedikit riasan. 

Kami saling memandang, waktu seakan-akan berhenti sejenak. Fumika menahan napasnya, menutup mulut dengan kedua tangannya, wajahnya menunjukkan ekspresi yang penuh emosi. Dengan isak tangis yang tidak terdengar, dia perlahan-lahan mendekat dan menggenggam pakaianku dengan erat.

“…uh… aa… Taka-chan… Taka-chan!!” katanya dengan suara lirih, mulai menangis dengan sangat tenang. Sambil terus menangis, dia berkata dengan suara serak, “Selamat datang kembali… aku sudah menunggumu…”

Fumika merayakan kepulanganku. Meskipun tubuhnya kecil, genggamannya sangat kuat, memperlihatkan betapa dalam dan berat perasaannya.

“A-ayo kita merayakannya… kita rayakan… ada banyak hal yang ingin aku tunjukkan padamu… menginaplah di sini… ya? Itu ide yang bagus…” 

Fumika terus bergumam sambil menggosokkan pipinya ke tanganku, tangannya erat-erat menggenggam lenganku.

Napasnya yang hangat membuat lenganku terasa sangat panas dan mulai lembap karena panasnya.


“Aku pulang. Fumika, apa kamu sehat-sehat saja?”

“…Aku sudah mempersiapkan segalanya… Taka-chan, serahkan saja semuanya padaku… ya? Aku bisa mengurusnya…”

“Kamu masih seperti dulu, ya. Rasanya nostalgia karena tidak berubah.”

Aku mengetuk kepalanya pelan, mencoba membawanya kembali ke kenyataan. Fumika hanya tertawa dengan mata kosong, belum menunjukkan tanda-tanda sadar sepenuhnya. Sambil mencoba menghiburnya, ibunya datang dan memegang bahuku.

“Takashi-kun, aku benar-benar bersyukur kamu selamat… Selamat datang kembali…”

Dengan air mata berlinang, ibu Fumika berulang kali mengelap wajahnya dengan sapu tangan.

“Aku berhasil kembali dengan selamat. Maaf telah membuat kalian khawatir.”

“Takashi-kun kan pergi berperang…! Kamu tidak perlu minta maaf…! Jangan pernah minta maaf…!”

“Benar juga sih.”

Kalau dipikir-pikir, semuanya salah militer. Seharusnya mereka yang minta maaf.

“Takashi-kun! Ayo kita rayakan kepulanganmu! Bibi akan memasak hidangan istimewa! Ya? Jika pulangnya terlambat, tidak apa-apa menginap di sini! Ya?”

Cengkeraman ibunya Fumika di bahuku semakin kuat. Meski aku senang, permintaan mendadak ini agak menyulitkan.

“Ah… aku menghargainya, tapi aku belum bertemu Rinko. Aku akan pergi ke rumahnya sekarang, jadi bagaimana kalau lain kali saja?”

Meski aku berusaha menolak dengan halus, wajah ibunya Fumika langsung menunjukkan kekecewaan yang nyata. Dia berusaha memohon dengan cemas.

“Bagaimana kalau kita merayakannya setelah kamu bertemu Rinko-chan? Ya? Bisa kan? Ya?”

“Eh? Tidak, aku belum memberitahu kakakku bahwa aku akan menginap, jadi dia mungkin sudah mempersiapkan makan malam… ini terlalu mendadak, bagaimana kalau lain kali saja?”

“Bibi akan menghubungi kakakmu, bagaimana? Bagaimana kalau begitu?”

“Ibu masih sama kerasnya seperti dulu ya…”

Wanita paruh baya ini mulai bersikeras, mengatakan tidak, hari ini kita pasti merayakannya. Rasa nostalgia dengan sikapnya yang mendesak ini kembali muncul.

Dulu, saat Fumika tidak punya teman selain aku, ibunya memohon padaku dengan mengatakan, “Takashi-kun, tolong carikan dia teman perempuan! Kumohon!” Kenangan itu tiba-tiba muncul kembali.

“Seperti tidak akan pernah melepaskan mangsanya, ya? Selalu seperti ini sejak dulu?”

“Selalu seperti ini.”

“Nampaknya kamu sangat dicintai, Takashi~”

Natalie tertawa seolah-olah itu bukan urusannya. Akhirnya, Fumika sadar akan keberadaan Natalie dan kembali ke dunia nyata.

“Takashi... siapa orang ini? Hei... siapa orang ini?”

Ada nada tekanan dalam pertanyaan Fumika. Membuat lelucon di depan Fumika yang polos dan serius bukanlah ide yang bagus. Terutama saat dia berwajah datar seperti sekarang, lelucon tidak akan bekerja.

Saat aku mencoba memperkenalkan Natalie dengan jujur sebagai teman seperjuangan, Natalie maju dan mulai berbicara.

“Aku? Namaku Shibusaki Natalie.”

“Shibusaki...? Eh?”

“Calon istri Takashi!!”

Wajah Fumika seketika berubah mendengar omongan Natalie. Ekspresi Fumika yang serius dan datar berubah menjadi amarah. Hubungan romantis yang tidak murni adalah hal yang paling dibenci Fumika.

Aku sudah memperingatkan untuk tidak bercanda dalam situasi seperti ini, tapi sudah terlambat,ya...

“Natalie-san, kamu benar-benar membuat kekacauan...”

Tujuan utamaku adalah agar mereka menjadi teman, tapi bagaimana ini bisa diselesaikan sekarang?

Melihatku yang mengerutkan kening, Natalie tersenyum licik.

“Aku sudah bilang, kan? Aku mungkin akan mengatakan sesuatu yang tidak pantas. Aku sudah meminta maaf sebelumnya.”

“Dan aku sudah bilang, kan? Jangan bercanda karena tidak akan diterima. Aku sudah memperingatkanmu sebelumnya.”

Tanggapanku diabaikan olehnya. Dia tersenyum nakal seolah-olah tidak peduli.

Wajah yang tampak mengejek... Dia tahu persis apa yang dia lakukan...

“Kamu yang salah, karena bermesraan dengan gadis lain meskipun ada aku. Jadikan ini medan pertempuran~”

“Bermesraan...?”

Apakah dia berbicara tentang hubunganku dengan Fumika? Apa yang dikatakan orang bodoh ini?

“Lagipula, kamu sudah bilang kan, Takashi? Kamu akan menutup kesalahanku. Jadi, bersikaplah seperti pria dan tutupi aku, tolong.”

“Kamu benar-benar mengatakan hal seperti itu, ya? Menghancurkan kebaikanku...”

“Itu bukan salahku, malah itu salahmu, Takashi! Karena kamu sibuk dengan gadis lain.”

“Apa maksudmu dengan ‘sibuk dengan gadis lain’? Fumika itu────”

“Menjadi pria yang populer memang sulit, ya? Hahahaha.”

“…………Ini semua karena ulahmu, siap-siap saja.”

Baiklah. Aku akan menyelesaikan ini. Aku akan meyakinkan Fumika dengan caraku sendiri.

“Takashi... apa maksudnya dengan calon istri Takashi? Jelaskan padaku...”

Fumika mendekat dengan wajah kosong, tampak kecewa dan meremehkan, mungkin berpikir bahwa aku terlibat dalam hubungan yang tidak murni. Aku harus meyakinkannya dengan serius.

“Tak ada yang perlu dijelaskan, seperti yang dikatakan Natalie.”

“Apa maksudmu...?”

Menolak hanya akan memperburuk keadaan. Jadi yang harus aku lakukan hanya satu hal.

“Aku dan Natalie sedang menjalin hubungan serius dengan niat untuk menikah.”

“Eh!?”

“Hah?”

Fumika terkejut dan Natalie terlihat bingung. Mereka tidak menyangka aku akan mengatakan hal itu.

“Takashi!? Seharusnya kamu menolaknya! Seharusnya kamu menyangkalnya!”

Natalie yang pertama kali menyadari situasinya mencoba menghentikanku dengan cemas.

“Kamu seharusnya memberikan alasan yang masuk akal! Kenapa malah membenarkannya!?”

“Apa yang kamu bicarakan, Natalie? Aku sungguh mencintaimu dan sudah merencanakan masa depan kita.”

“Ah... uh... uhh...”

Natalie yang wajahnya merah padam mulai tampak gelisah. Biasanya, dia akan dengan tenang menjawab kembali, memahami maksudku dan memperkeruh keadaan. Tapi kali ini, dia tak punya cukup waktu. 

Si bodoh ini, meski terlihat begitu, sebenarnya dia juga cukup polos! Meskipun biasanya dia berbicara seperti orang tua, begitu dirinya sendiri digoda, dia langsung berubah menjadi lemah! Benar-benar seorang gadis pemalu!

“Itu... tidak mungkin... Takashi... ini pasti kesalahan, kan?”

Fumika mundur dengan langkah goyah, sementara Natalie berlari mendekatinya.

“Ini memang kesalahan, Fumika-chan! Aku hanya bercanda, Takashi hanya mengikutinya! Semuanya bohong! Itu hanya lelucon! Jadi jangan khawatir!”

“Tidak, ini bukan lelucon. Aku dan Natalie memiliki hubungan yang sangat dekat.”

“Takashi, kamu bodoh atau apa!? Kenapa kamu bisa menjadi begitu konyol!”

Karena sangat malu, gestur Natalie semakin intens. Ini mulai menjadi menyenangkan.

“Apa? Apa? Siapa yang benar di sini...?”

“Aku! Apa yang aku katakan adalah benar! Semua ini adalah kesalahanku karena bercanda! Semuanya bohong!”

“Tapi, kita tinggal bersama.”

“Tinggal bersama!? Tidak, kita hanya tinggal bersama! Aku hanya menumpang tinggal!”

“Kami tidur di kamar yang sama. Bahkan sering tidur bersama.”

“Takashi!! Tolong!! Diamlah!!”

Natalie yang gelisah mulai memainkan rambutnya. Melihatnya berusaha keras mencari kata-kata membuatku tersenyum.

“Aku, karena negaraku hancur dan tidak punya tempat untuk kembali! Jadi aku tinggal di rumah Takashi! Itu saja! Hanya itu!”

“Oh... begitu ya...”

“Remaja pria dan wanita... di kamar yang sama selama sebulan... tentu saja tidak mungkin tidak terjadi apa-apa...”

“Takashi, hentikan kebohonganmu!! Kakakmu juga tidur di sana!!”

Karena jengkel, Natalie menampar bahuku dengan keras. Jika bukan aku, mungkin bahu orang biasa akan cedera parah karena pukulan itu.

Aku tertawa kecil, melihat Natalie yang marah dengan mata memerah, dan kemudian dia berjongkok sambil berkata, “Aku tidak tahan lagi...”

Natalie yang merasa sangat malu hingga wajahnya memerah sampai ke telinga. Itulah akibatnya kalau bercanda denganku. Seharusnya dia lebih berhati-hati.

“Aku tidak begitu paham, tapi aku tahu satu hal,” kata Fumika sambil mendukung Natalie yang berjongkok.

“Takashi sedang mempermainkan Natalie!”

“Fumika-chan...”

Dan keduanya berpelukan erat. 

Kenapa bisa seperti ini? Aku hanya mengungkapkan cintaku.

“Lalu, bagaimana dengan perayaannya?” Suara bingung ibunya Fumika terdengar.

Setelah semua kejadian itu, amarah Fumika mereda karena kesalahpahaman bahwa aku mempermainkan Natalie. Bahkan, mungkin karena rasa simpati, Fumika dan Natalie tampak semakin dekat.

Jika dipikir-pikir, ini adalah hasil yang baik mengingat tujuan awalnya adalah agar Fumika berteman dengan Natalie.

“Karena kamu, aku mengalami hal yang mengerikan...” keluh Natalie dengan tatapan penuh dendam.

“Kenapa ini jadi salahku?” 

Dalam perjalanan menuju rumah Rinko, Natalie menatapku dengan penuh kebencian.

“Aku hanya ingin melihat drama siang hari yang penuh dengan intrik dan konflik...”

“Hal seperti itu biasanya terjadi karena masalah percintaan, bukan? Aku dan Fumika tidak akan pernah berada dalam situasi seperti itu.”

Dia benar-benar salah paham.

“Eh? Fumika-chan tidak suka sama kamu, Takashi?”

“Aku tidak tahu dari mana kamu mendapat kesimpulan itu, tapi Fumika suka sama Renji.”

“Eh? Kamu pasti salah. Dari sudut pandang cewek, dia kelihatan jatuh cinta sama kamu.”

“Aku tidak salah. Dia yang bilang sendiri.”

Wah, ini seperti percakapan normal anak sekolah. Ini pembicaraan cinta. Aku masih bisa ngobrol kayak gini. Aku senang banget. Saat aku tersenyum dengan perasaan baru, Natalie yang tidak puas mulai memprotes.

“Terus, waktu kalian ketemu lagi, wajah Fumika-chan kenapa gitu? Kelihatan banget dia jatuh cinta sama kamu.”

“Apa maksudmu wajah jatuh cinta... Dia tidak kelihatan begitu.”

“Kelihatan banget... Wajahnya benar-benar berbinar waktu itu.”

Dengan nada tidak puas, Natalie mendengus. Dia menggunakan kata-kata yang kuat... Perasaanku yang polos...

Sebelum dia ngomong sembarangan lagi, aku memperingatkannya.

“Sebelum kamu ngomong sembarangan lagi, aku kasih tahu dulu. Rinko yang akan kita temui nanti tidak melihatku sebagai objek cinta. Dia seorang model.”

“Tidak ada hubungannya, model atau bukan.”

“Tidak mungkin model terkenal Jepang jatuh cinta sama siswa biasa. Itu terlalu berlebihan.”

Mungkin Natalie tidak tahu, tapi Rinko sangat populer. Siswa biasa tidak akan bermimpi untuk berpacaran dengan model karismatik. Aku mengacak-acak kepala Natalie yang terus ngomong hal bodoh.

“Sakit, sakit,” gumamnya pelan.

“Lalu, bagaimana dengan Olivia... Dia penyanyi terkenal dunia...”


Bagian 6

Pov Rinko

Kekuatan yang tidak mungkin dari manusia ditunjukkan oleh para lelaki itu, disertai tawa mereka yang keras. Mereka mengancamku, para bajingan tak berperasaan ini. Mendengar kata-kata mereka yang mengatakan mereka adalah tentara Jepang yang selamat dari perang, membuatku terdiam.

────── Satu-satunya tentara Jepang yang selamat hanyalah kami.

A-apa maksudnya…?

Jadi… mati?

Hatiku hancur. Penopang hatiku runtuh. Takashi… apakah dia… gugur saat perang?

“Rinko. Aku punya permintaan,” 

Kata seorang laki-laki yang mendekatiku saat aku membaca buku di pojok kelas.

“Apa?”

Seorang anak laki-laki dengan penampilan polos dan seorang gadis yang bersembunyi di belakangnya dengan takut-takut mendekatiku. Sudah satu bulan sejak kami masuk kelas dua SD. Meskipun kami sekelas, aku tidak pernah berurusan dengan mereka. Apa yang mereka inginkan?

“Maukah kamu jadi teman kami?”

“Apa?” 

Aku terkejut dan memandangnya lagi.

Apakah dia bercanda? Aku lebih tinggi dua kepala dibandingkan siswa lain. Dengan wajah yang berkesan tegas, tidak ada yang berani mendekatiku. Apalagi, aku sering diejek sebagai perempuan besar yang menakutkan, membuatku menjadi keras dan tidak ramah. Dan dia ingin berteman denganku? Bohong.

Merasa diremehkan, aku dengan dingin menolak tawarannya.

“Tidak mau. Kenapa aku harus berteman denganmu? Dan jangan panggil aku dengan nama depan, menjijikkan.”

“Aku punya sesuatu yang baik kalau kamu jadi temanku.”

“Apa? Apa itu?”

Meskipun aku menolaknya dengan kasar, anak laki-laki itu tidak marah. Dia malah tertawa, “Fufufu,” dan mendorong gadis yang bersembunyi di belakangnya ke depan.

“Kalau kamu jadi temanku, kamu juga akan dapat teman yang imut ini, Fumika! Gimana?”

“Uh... eee... Se-senang bertemu denganmu...” 

Gadis yang dipanggil Fumika itu berdiri kaku, tampak sangat gugup, dan melihatku dengan wajah tegang. Dia tampak seperti diancam oleh anak laki-laki itu, dengan air mata yang menggenang di matanya.

“Aku tidak masalah jika kamu tidak mau berteman denganku, tapi kamu pasti ingin berteman dengan Fumika yang imut ini, kan? Dia sangat baik, lho!” tambah anak laki-laki itu.

“Apa maksudmu?! Tidak malukah kamu menggunakan Fumika-san seperti ini?! Bukankah itu memalukan sebagai seorang laki-laki?!”

“Itu karena aku sangat ingin berteman denganmu! Jadi diam saja dan anggukkan kepala! Apakah kamu tidak peduli apa yang terjadi pada dia?! Ha?!”

“Fuee... se....senang ber....bertemu de....denganmu...” 

Fumika menangis dan memohon.

“Dasar...! Tidak bisa dimaafkan! Menggunakan Fumika-san sebagai sandera seperti ini!”

“Kan? Kasihan sekali, kan? Kamu satu-satunya yang bisa menyelamatkan Fumika! Hehe. Ayo, bertemanlah denganku!” balasnya sambil tersenyum jahat.

“Dasar... Pengecut...!” 

Aku menatap anak laki-laki itu dengan penuh kebencian. Tidak bisa dimaafkan. Menggunakan gadis pendiam seperti ini sebagai umpan. Meski aku tidak ingin berteman dengan bajingan seperti dia, demi menyelamatkan Fumika-san, aku terpaksa menerima tawarannya.

Itulah pertemuan pertamaku dengan Takashi. Kesan pertama yang sangat buruk.

Sebulan setelah undangan paksa itu, hubungan Takashi dan Fumika-san ternyata sangat berbeda dari yang kubayangkan. Fumika-san ternyata tidak diancam, malah sangat akrab dengan Takashi. Rupanya, ajakan itu berasal dari permintaan paksa ibu Fumika-san kepada Takashi untuk mencari teman baru. 

Kalau begitu, kenapa tidak langsung terus terang saja! Aku ingin mengatakannya, tapi aku sadar bahwa jika hanya diajak berteman secara biasa, aku yang tidak jujur ini mungkin tidak akan menerimanya. Jadi aku menelan kata-kataku.

Mungkin jika tidak dengan cara paksa seperti itu, aku akan tetap sendirian. Dalam arti itu... yah... aku sedikit berterima kasih. Meski aku tidak tahu kenapa mereka memilihku sebagai teman mereka.

Fumika-san adalah orang yang manis dan tenang. Meskipun sedikit bergantung pada Takashi, dia adalah orang yang baik hati dan serius. Jika dia tidak menutupi wajahnya dengan poninya, dia pasti akan segera menjadi populer karena dia sangat imut.

Takashi adalah orang yang sulit dipahami. Dia seperti tidak punya pegangan, selalu santai, dan tampak tidak memikirkan apa-apa. Aku tidak mengerti kenapa Fumika-san begitu lengket padanya. Fumika-san pandai dalam pelajaran, imut, dan ternyata juga cukup atletis. Meskipun sedikit gugup, dia lebih pandai berkomunikasi daripada aku yang berkarakter keras. Sulit dipercaya bahwa dia tidak punya teman selain Takashi. Dengan penampilannya yang menarik dan kemampuan berbicaranya, dia seharusnya lebih populer.

Pada saat itu, aku benar-benar heran dengan hubungan mereka. 

Pada waktu itu.

Setahun setelah bertemu Takashi, aku mengerti kenapa Fumika-san tidak punya teman. Itu sederhana. Bukan karena dia tidak bisa, tetapi karena dia tidak mau. Fumika-san tidak berusaha untuk berteman selain Takashi. Tidak heran dia tidak punya teman.

Alasannya juga mengejutkan. Dia ingin menghabiskan waktu sebanyak mungkin dengan Takashi. Itu bukan sekadar ketergantungan. Fumika-san benar-benar terobsesi.

Jika aku masih seperti saat pertama kali bertemu mereka, aku pasti akan menjauh dengan perasaan jijik. Tapi setelah setahun bersama Takashi, yang kupikirkan adalah, 

“Aku juga ingin memiliki Takashi untukku sendirian.”

Aku sangat memahami perasaan Fumika-san. Takashi adalah orang yang sangat baik hati. Hanya dia yang masih mau berteman denganku yang memiliki sikap keras. Hanya dia yang mendengarkan hinaanku seperti “bodoh” atau “menjijikkan” dengan senyum bahagia.

Meskipun begitu, saat aku dalam kesulitan, Takashi selalu membantuku. Ketika teman sekelas memanggilku “cewek besar” dan mengejekku, Takashi adalah orang pertama yang marah.

Selain itu, kami juga sangat cocok. Takashi tampaknya pendengar yang baik, dan berbicara dengannya sangat mudah. Pada akhir pekan, aku bisa menghabiskan sehari penuh hanya dengan mengobrol dengannya, sesuatu yang tidak mungkin kulakukan dengan orang lain. Dia adalah sosok yang nyaman, baik, dan menyenangkan.

Selain orang tuaku, Takashi adalah satu-satunya orang yang bisa kupercaya sepenuhnya. Meskipun dia masih anak laki-laki yang berada di kelas tiga SD dan usianya lebih muda, Takashi memiliki rasa pengertian yang luar biasa.

Aku tidak mau melepaskannya. Aku rasa tidak akan pernah bertemu dengan teman yang cocok seperti Takashi lagi. Karena itu, aku tidak mau memberikannya pada siapa pun, bahkan jika itu adalah sahabatku, Fumika-san. Takashi adalah…… milikku.

Ketika kami memasuki kelas atas di sekolah dasar, Fumika-san dan aku menghadapi dua masalah.

Yang pertama adalah perubahan cara orang-orang di sekitar kami memperlakukan kami. Tinggi badanku, yang dulu cepat berkembang, akhirnya kembali ke rata-rata tinggi anak sebayaku setelah kelas empat SD. Karena itu, aura menakutkanku hilang, dan aku mulai mendapatkan pujian seperti “cantik” atau “imut.” Fumika-san juga mulai menarik perhatian setelah memotong poni panjangnya, sehingga orang-orang mulai berkumpul di sekelilingnya. Intinya, kami menjadi pusat perhatian.

Jujur saja, itu sangat mengganggu. Aku tidak senang dengan perhatian yang tiba-tiba ini, dan yang paling menyedihkan adalah waktu yang kuhabiskan dengan Takashi berkurang karena orang-orang yang berkumpul di sekitar kami.

Masalah kedua adalah persahabatan antara Takashi dan Renji-kun. Keduanya tampaknya cocok satu sama lain dan selalu bersama. Mereka tampak menikmati bermain bersama, berbicara tentang baseball profesional, atau bersemangat membahas video game. Melihat mereka berdua bersenang-senang membuatku sangat cemburu dan ingin mereka menunjukkan ekspresi yang sama kepadaku!

Yang paling sulit adalah berkurangnya waktu yang kuhabiskan hanya berdua dengan Takashi sejak dia berteman dengan Renji-kun.

Sungguh sulit. 

“Harusnya dia lebih perhatian padaku…” 

Lagipula, Takashi juga tidak bisa diandalkan. Meskipun ada gadis cantik di sampingnya, dia lebih memilih pergi bermain sambil meninggalkanku. Takashi seharusnya lebih terpaku padaku, dia harusnya begitu. Dia harusnya hanya memikirkanku… Takashi benar-benar bodoh.

Mulai saat itu, aku mulai berpikir bagaimana caranya agar dia memperhatikanku. Aku ingin dia lebih peduli dan perhatian. Aku berusaha keras memikirkan cara agar dia memperhatikan pesona diriku. Jika pesonaku belum tersampaikan, maka aku harus memastikan itu tersampaikan. Bahkan, aku harus membuat Takashi jatuh cinta padaku jika bisa.

Aku harus menjadi sesuatu yang sangat menawan. Aku harus membuatnya begitu terpesona. 

Dengan penuh tekad, aku memutuskan untuk menjadi model. 

Saat aku mulai menjadi model, itu bebarengan dengan waktu invasi alien dimulai. Perang untuk bertahan hidup. Meskipun itu adalah situasi yang seharusnya tidak bisa dianggap enteng, kami tetap optimis. Jarak perang yang jauh dari Jepang, pernyataan Jepang yang tidak akan terlibat dalam perang, dan kenyataan bahwa kehidupan sehari-hari tidak berubah sama sekali membuat semua orang merasa tenang. 

Itu adalah api yang berada di seberang sungai. Itu adalah persepsi awal kami terhadap perang.

Tidak butuh waktu lama bagiku untuk terkejut dengan pesonaku sendiri. Dalam waktu yang hanya enam bulan, aku menjadi sangat populer hingga disebut sebagai seorang karismatik. Awalnya, aku hanya bekerja di majalah lokal, tetapi dari mulut ke mulut, namaku cepat menyebar ke seluruh negeri. Aku menjadi sangat terkenal. 

Aku merasa senang. Yang membuatku bahagia bukan hanya karena aku sukses, tetapi karena pesonaku akhirnya dinilai secara objektif.

Jika aku sudah populer sampai seperti ini, seharusnya Takashi, meskipun dia bodoh, akan menyadarinya. Gadis di sampingmu adalah kecantikan yang diimpikan banyak orang.

Takashi mungkin akan panik. Dia mungkin akan terguncang karena aku tiba-tiba berada di tempat yang tidak bisa dijangkau. Mungkin dia akan melakukan pengakuan cintanya dan berusaha menjadikanku miliknya...

Jika Takashi mendekat dalam keadaan panik dan tiba-tiba menciumku, apa yang harus kulakukan? Dan jika dia memaksaku... Tidak, tidak boleh!

Masih terlalu cepat. Kita masih anak SD. Aku juga sudah lama dibuat penasaran, jadi biarkan Takashi merasakan ketegangan juga. Jika aku menerima segalanya begitu saja, aku akan menjadi wanita murahan. Aku ingin memegang kendali, jadi itu tidak boleh terjadi.

Tapi... yah, mungkin... jika hanya ciuman, mungkin aku bisa mempertimbangkannya...

Saat itu, pikiranku benar-benar penuh dengan angan-angan. Manajer juga terus memujiku, jadi aku benar-benar salah paham. “Rinko-chan adalah gadis tercantik, tidak ada anak laki-laki yang tidak jatuh cinta padanya!” Aku berpikir begitu.

Tapi ternyata salah. 

Takashi tidak berubah. Meskipun aku sangat populer dan dikenal luas, dan bahkan banyak pengakuan dari anak laki-laki, dia tetap tidak berubah. Bahkan, melihat sekelilingku yang berubah drastis, dia merasa kasihan.

“Seberapa terkenalnya Rinko, aku tetap akan jadi temanmu,” katanya dengan kebaikan yang tidak berubah. 

Aku senang dia mengatakan itu, tetapi itu bukan jawaban yang kucari. Aku justru ingin dia berubah. Takashi, lihatlah dari sudut pandang yang berbeda. Ubah pandanganmu sekarang. Ku mohon.

Saat kelulusan SD, aku membayangkan dia akan mengungkapkan perasaannya padaku… tapi ternyata dia hanya pulang ke rumah seperti biasa. Hubungan kami tetap tidak berubah. Aku merasa cemas dan frustrasi, bertanya-tanya bagaimana caranya agar dia jatuh cinta padaku! Mungkin aku harus lebih agresif dalam mendekatinya? Apakah tindakan tidak langsung yang kulakukan selama ini adalah kesalahan? Sementara aku sibuk dengan pekerjaan model, sepertinya Fumika-san dan Renji-kun semakin dekat dengan Takashi.

Apakah pilihanku salah? Ketika aku naik ke SMP, aku bahkan mulai mempertimbangkan untuk menyerang Takashi dan membuat fakta bahwa kami sudah menjalin hubungan… Begitu aku mulai berpikir serius tentang hal itu, Takashi absen dari sekolah.

Aku tidak ingat banyak setelahnya. Yang aku ingat hanyalah pergi ke rumah Takashi dan mendengar dari orang tuanya bahwa Takashi direkrut militer. Aku sangat terkejut hingga pingsan di tempat itu. Rasanya seperti separuh diriku terlepas, merasakan kehilangan yang sangat mendalam. 

Tidak tahu kapan dia akan kembali, dan kemungkinan besar dia tidak akan selamat. Keyakinan putus asa bahwa aku tidak akan pernah bisa bertemu Takashi lagi. 

Takashi yang baru saja tertawa bersamaku. 

Takashi yang mendengarkan ceritaku dengan penuh minat selama berjam-jam. 

Takashi yang dengan lembut menerima semua keinginanku, sekarang sudah tidak ada lagi. Aku bahkan tidak bisa berdiri untuk sementara waktu.

Saat aku berada di jurang keputusasaan karena kepergian Takashi, Fumika-san menghubungiku. Pesannya adalah bahwa dia sedang mempersiapkan sambutan untuk kedatangan Takashi. Setiap hari aku menerima pesan dari Fumika-san. Awalnya aku mengabaikannya, tapi lama-lama aku mulai merasa cemas dengan laporan-laporannya.

【Hari ini, aku mulai belajar tentang baseball, olahraga yang disukai Taka-chan. Aturannya cukup mudah diingat, tapi menghafal karakteristik setiap pemain cukup sulit. Taka-chan dan Renji-kun dulu hafal sekali, ya… Aku juga akan berusaha agar bisa ikut dalam percakapan!】

【Hari ini, aku mencoba membuat gyudon, makanan favorit Taka-chan. Rasanya cukup enak, tapi belum bisa menyamai gyudon di restoran. Mungkin ada bahan rahasia…? Aku akan terus berusaha!】

【Hari ini, aku membuat akta pernikahan palsu untuk Taka-chan dan diriku. Tulisannya, jaminan, dan cap semuanya dibuat dengan sempurna. Jika Taka-chan pulang, kami akan segera menikah. Yay!】

Fumika-san mulai melihat ke depan. Sama seperti aku yang dulu terbaring di tempat tidur karena terkejut, Fumika-san juga mulai bergerak maju untuk menyambut kembalinya Takashi.

Aku bertanya-tanya, jika Takashi pulang dengan selamat, siapa yang akan dipilihnya antara aku dan Fumika-san? Aku yang terus-menerus menangis di tempat tidur, atau Fumika-san yang percaya akan kembalinya Takashi dan berusaha menuju masa depan bahagia bersama Takashi?

Pasti Fumika-san. Begitu memikirkan hal itu, ada sesuatu yang jatuh ke dalam dadaku. Hatiku merasa mengeras. Aku tidak bisa kalah. Aku tidak bisa terus-menerus menangis. Jika rival cintaku seperti Fumika-san sudah berusaha keras, aku tidak bisa tetap seperti ini.

Jika Fumika-san adalah wanita yang berusaha keras, maka aku akan menjadi bunga terindah yang tidak bisa dijangkau siapa pun. Ketika Takashi pulang, aku akan menjadi terkenal di Jepang hingga tidak ada yang tidak mengenalku. Dan ketika dia kembali, aku akan segera menyerangnya, merekamnya dengan ponsel, dan membuatnya mengakui hubungan kami!

Agar dia tidak bisa melarikan diri, aku akan mengumumkan pertunangan kami di media sosial dan segera pensiun! Jika aku mengumumkan bahwa aku telah merebut pria bunga terindah, dia tidak akan bisa mundur. Takashi harus mendapatkan perlakuan seperti itu.

Aku harus memastikan dia tidak bisa pergi ke mana-mana. Aku merasakan kekuatan mengalir ke dalam kepalaku. Aku merasa melihat secercah harapan.

Aku memutuskan untuk terus maju menuju masa depan bahagia dengan Takashi.

Tiga tahun sejak keputusan itu. Hasil dari terus memperbaiki diri, popularitasku telah meningkat pesat. Mungkin, jika aku punya pacar sekarang, pasti akan menjadi keributan besar.

Sekarang, yang perlu kulakukan hanyalah menunggu Takashi pulang, menyerangnya, dan pensiun. Ini rencana yang sempurna… uh… uhehehe… 

Sambil tersenyum puas dengan imajinasi yang liar, ponselku berbunyi. Sepertinya ada pesan dari manajer melalui sms. Pesan yang dikirim adalah file video, tanpa pesan tambahan lainnya.

Karena pesan ini berbeda dari biasanya, aku bertanya-tanya apa ini? Ketika aku membuka video tersebut,

Sebuah video yang memperlihatkan beberapa pria mengamuk ditampilkan di kantor agensiku.

Tapi cara mereka mengamuk bukan perilaku manusia normal. 

Gerakannya sangat cepat, hampir seperti menghancurkan dinding dan meja seperti kertas.

A-Apa ini...?

Ketika aku masih bingung dengan video mengerikan yang tiba-tiba dikirim, ada panggilan masuk dari manajer.

“Re, Reiko-san!? A-Apa maksudnya ini!?”

‘Ohhh... ini sungguhan... ini benar-benar Kyogahara Rinko yang asli.’

“E-Eh? Siapa kamu... Re, Reiko-san, di mana dia...?”

Suara seorang pria dewasa terdengar melalui telepon.

Aku mendengar suara seorang pria yang tidak ku kenal di telepon, yang aku pikir adalah suara manajer.

Aku tersentak ketakutan.

‘Apakah Reiko adalah wanita tua pemilik smartphone ini? Jangan khawatir. Dia baru saja pingsan dan tergeletak di sekitar sini.’

“A-Apa!? Apa yang kamu lakukan pada Reiko-san!!”

‘Tenang saja, aku hanya meminjam ponselnya. Aku tidak tertarik pada ibu-ibu... yang aku incar adalah dirimu.’ 

“Ap... Haa!?”

Kata-kata menjijikkan itu membuat punggungku merinding. Aku merasakan firasat yang sangat buruk.

‘Aku selalu menyukaimu, sejak pertama kali melihatmu di TV. Aku sering berfantasi tentangmu, berkali-kali. Aku ingin mengacaukanmu...’

Tiba-tiba, hasrat pria itu dilemparkan padaku. Ini pertama kalinya seseorang mengatakannya dengan begitu jelas.

Menjijikkan.

‘Jadi, karena aku berhasil kembali hidup-hidup, kupikir kau akan senang melayani seorang pahlawan. Kau juga pasti senang, kan?’

“Apa-apaan sih yang kau bicarakan! Menjijikkan! Kau benar-benar gila!”

‘HAAA? Kau tidak punya hak untuk menolak. Jika kau menolak, aku akan membunuh mereka dan kemudian datang ke rumahmu. Tidak ada gunanya lari. Jika kau lari, aku juga akan membunuh keluargamu.’

“Eh...? Kenapa... bagaimana kau tahu di mana rumahku...”

Pertanyaan yang terlontar tanpa sadar dijawab dengan gembira oleh pria itu.

‘Aku menemukan CV mu... Hya-hahaha───!’

“......Aaa..Aaa...”

Pria itu mengeluarkan Tawa mengerikan.

Aku mulai merasa panik dengan situasi yang kuhadapi.

‘Jadi, menyerahlah dan datang ke sini. Oh, dan sia-sia memanggil polisi. Seperti yang kamu lihat di video tadi, polisi tidak bisa menghentikan kami, dan kami diberi kebebasan untuk melakukan apa saja karena amnesti perang.’ 

(Tln : Amnesti perang adalah pembebasan dari hukuman yang diberikan kepada individu-individu tertentu setelah berakhirnya perang. ) 

“Pe-perang? Apa maksudmu dengan Amnesti...”

‘Ah? Kau tidak tahu apapun... Dasar orang bodoh yang hidup dalam kedamaian.’

Tawa beberapa pria terdengar dari telepon. Suara yang hanya membuatku merasa jijik.

“Kami adalah para penyintas dari perang dengan Debris ( nama spesies alien). Tubuh kami telah di-DOD di medan perang, jadi negara memberi kami amnesti untuk melakukan apa yang kami inginkan. Mengerti?’

“Debris...? DOD...?”

“Ah... mungkin kamu lebih paham jika aku bilang perang dengan invasi alien.”

Mendengar kata itu, hatiku hampir melompat keluar.

Itu perang yang dituju Takashi.

“T-tunggu! Jadi! Perangnya sudah berakhir!?”

‘...Hah? Kamu bahkan tidak tahu kalau perang sudah berakhir?’

“Lalu bagaimana dengan Takashi!? Apa yang terjadi dengan Takashi!?”

Aku mengabaikan kata-kata pria itu dan bertanya.

Jika perang sudah berakhir, berarti Takashi─── 

‘Takashi? Siapa itu? Aku tidak mengenalnya.’

“......Eh?”

‘Kami adalah satu-satunya penyintas prajurit Jepang yang tersisa .Tak ada yang namanya Takashi.’ 

......Tidak ada?

Apa?

Tidak ada maksudnya apa...?

Apa?

Tidak ada... apakah itu berarti Takashi sudah gugur...?

Apa?

Takashi... Gugur dalam perang...?

‘Yah, terserahlah. Yang penting, sekarang kamu harus datang kesini. Waktumu hanya 1 jam.’

“........................”

‘Jika kamu tidak datang dalam satu jam, aku akan membunuh semua orang yang ada di kantor ini dan kemudian pergi ke sana. Seperti yang sudah aku katakan sebelumnya, percuma saja kamu lari. Jika kamu lari, aku akan membunuh seluruh keluargamu.’

“........................”

“Jangan bikin kami repot. Aku akan menunggu.”

Setelah mengatakan itu, panggilan telepon terputus.

Pikiranku benar-benar tidak bisa mengikuti apa yang terjadi.


Bagian 7

Pov Shibusaki Takashi

Ketika aku tiba di rumah Rinko, dia kebetulan ada di depan pintu rumahnya. 

Rinko yang sudah lama tidak kulihat tampak pucat dan terlihat muram. Ada yang aneh dengan suasana hatinya. Apakah dia sedang sakit?

“Gadis berambut hitam panjang itu Rinko-chan? Apakah dia baik-baik saja? Kelihatannya seperti mayat hidup.”

“Wajahnya memang kelihatan seperti ingin mati. Dia juga tampak lesu.”

Aku mendekati Rinko yang mulai berjalan dengan sempoyongan dan memanggilnya.

“Kamu baik-baik saja? Kalau berjalan seperti itu bisa saja kamu menabrak.”

“...Eh? Ah... iya. Aku baik-baik saja... Terima kasih sudah mengkhawatirkanku..."

“Rinko-chan, sepertinya tidak menyadari kalau ada Takashi?”

Natalie menunjuk wajah Rinko. Memang, matanya terlihat kosong dan tidak fokus, seperti tubuh tanpa jiwa. Pandangannya tidak tertuju padaku.

“Nee, Rinko, kamu baik-baik saja?”

Aku melambaikan tangan di depan wajah Rinko. Dia hanya terpaku dengan mulut sedikit terbuka.

“Dia benar-benar sedang melamun. Kalau reaksinya seperti ini, mungkin kita bisa menggodanya tanpa dia sadari... Apa aku harus menciumnya?”

“Woy, jangan bercanda, Natalie. Aku tidak akan membiarkanmu menjahili Rinko. Aku yang akan menciumnya terlebih dahulu!”

“Jangan bicara hal menjijikkan, Takashi bodoh!”

Rinko memukul kepalaku. Rasanya sangat nostalgia. Tiga tahun lalu, aku sering dipukul seperti ini.

“Kamu masih terlihat bersemangat.”

“Tentu saja, siapa yang tidak akan bersemangat jika bibirnya hampir dicuri! Bibirku hanya untuk Ta-ka-shi, eh—”

Rinko terdiam di tengah ucapannya. Sepertinya dia baru saja menyadari keberadaanku.

“...Eh? Ta-Takashi...? Kenapa kamu masih hidup...? Bukankah kamu sudah mati...?”

“Seperti yang diharapkan dari Rinko. Bukan kata-kata yang biasa diucapkan kepada seorang teman yang sudah lama tidak ditemuinya. Ini benar-benar menghangatkan hati.”

Ini dia. Inilah reaksi keras Rinko yang seperti biasa. Aku merasa senang melihat reaksinya yang tak berubah.

Mungkin aku memasang senyum yang sangat aneh, karena Natalie menatapku dengan senyum menggoda.

“Takashi, kamu memang suka dengan wanita yang galak ya~”

“Aku suka sekali. Kalau bisa, justru lebih galak lagi lebih baik.”

“Kamu memang masokis.”

Saat kami tertawa bersama, Rinko, dengan wajah kebingungan, bertanya.

“Ta-Takashi... Takashi... Sungguhan? Lalu... telepon tadi...?”

Rinko terlihat kebingungan dan menangis, seolah-olah tidak memahami situasinya. 

...Hmm, ada yang aneh. Dia tidak menunjukkan rasa senang karena bertemu lagi atau tidak percaya aku masih hidup. Aku mencoba menenangkannya dengan mengusap punggungnya.

“Tentara Jepang yang selamat? Dia benar-benar mengatakan itu?”

“Uh-huh... dia memang mengatakan begitu.”

Setelah beberapa menit menenangkan diri, Rinko mulai menceritakan situasinya. Katanya, dia sedang diancam oleh seseorang yang mengaku sebagai tentara Jepang yang kembali dari perang. Dia baru saja menerima ancaman itu.

“Berapa banyak tentara Jepang yang selamat?”

“Tiga orang termasuk dirinya.”

“Jadi, salah satu dari mereka mengancam Rinko-chan?”

“Apakah mungkin dua orang itu melakukan hal seperti itu? Mungkin mereka menjadi ekshibisionis karena terlalu senang kembali, itu lebih masuk akal.”

“Memang benar, mereka semua memang konyol.”

Natalie juga terlihat bingung seperti aku. Rasanya seperti orang yang menelepon tadi hanya berbohong.

“Ta-Takashi? Siapa wanita cantik itu?”

Rinko menatap bergantian antara aku dan Natalie dengan kebingungan. Oh, aku lupa memperkenalkannya.

“Natalie, perkenalkan dirimu.”

“Halo~. Aku Natalie Taafeit Pinkstar. Aku kenal Takashi dari militer, dan kami memiliki hubungan yang membuat kami selalu bersama setiap pagi saat menyambut matahari.”

“Eh? Hubungan seperti apa itu!?”

“Untuk sekarang, kita tahan dulu candaanmu, Natalie. Kita selesaikan masalah Rinko dulu,” 

Aku mencoba fokus pada masalah yang ada. Ancaman yang diterima Rinko harus segera ditangani. Bercandanya bisa dilakukan nanti lagi.

“Aku rasa tidak perlu terlalu khawatir~. Jelas sekali, itu pasti bohongan tentang tentara yang kembali,” kata Natalie dengan santai.

“Ya, mungkin lebih cepat jika melaporkannya ke polisi,” 

Kalau yang terlibat adalah personil militer sungguhan, aku dan Natalie bisa menghadapinya sendiri, tapi kalau hanya orang biasa yang bertindak seenaknya, lebih baik serahkan pada pihak berwenang. Lagipula, kami tidak bisa menjamin tidak akan terjadi hal yang berlebihan.

“P-Polisi? Tapi mereka bilang ada amnesti, jadi percuma melaporkannya ke polisi…,” 

Rinko terlihat cemas.

“Tenang saja~. Mereka hanya berbohong soal menjadi tentara yang kembali. Selama ada sandera, lebih aman menyerahkan ke polisi,” kata Natalie dengan yakin.

“Oh, benar juga! Kamu benar!” 

Rinko tampak kembali bersemangat setelah mendengar ucapan Natalie. Mungkin sikap optimis kami menular kepadanya, karena dia mulai mengeluh.

“Memang aneh sih... Mereka bilang bisa berbuat seenaknya karena amnesti! Juga tentang ‘Debri’ dan ‘DOD’, hal-hal yang tidak masuk akal! Mereka juga mengirim video aneh yang membuatku terkejut! Dasar sampah!” 

Hm? Apa yang baru saja dia katakan?

“Rinko, siapa yang memberitahumu tentang ‘Debri’ dan ‘DOD’?”

“Eh? Itu yang disebutkan oleh pria di telepon,”

“....”

“....”

“Apa yang terjadi? Kenapa kalian berdua tampak takut?”

Debri adalah nama resmi untuk alien. DOD adalah singkatan dari “Debri Overdose,” yang berarti modifikasi tubuh. Keduanya adalah informasi rahasia militer yang tidak diumumkan ke publik.

Kemungkinan besar, pria yang menelepon Rinko adalah orang yang terkait dengan militer. Debri masih bisa diterima, tapi DOD adalah istilah yang hanya digunakan oleh prajurit yang telah dimodifikasi.

Artinya, ada kemungkinan besar bahwa cerita tentang penyintas tentara Jepang itu benar. Sejujurnya, aku tidak bisa mempercayainya.

“Rinko, bagaimana suara orang yang meneleponmu?”

“Eh? Umm... Suaranya seperti pria dewasa, suara yang agak berat.”

Suara berat. Satu-satunya yang terlintas dalam pikiranku adalah Ryuuichi-san, tapi dia punya keluarga. Ketika dia diberitahu bahwa dia akan pulang, dia menangis bahagia saat berbicara dengan keluarganya... Aku tidak bisa membayangkan dia meninggalkan keluarganya untuk melakukan tindakan kriminal. 

Lalu, kalau ditanya apakah ada tentara Jepang lain, sepertinya tidak ada... Bahkan jika ada, sulit dipercaya bahwa mereka yang merindukan kehidupan sehari-hari akan melakukan hal seperti ini. 

Rasanya lebih masuk akal kalau orang-orang yang mengancam itu hanya berpura-pura menjadi tentara. 

Tapi, pernyataan tentang DOD... Hmm...

Saat aku merenung, Natalie mulai berbicara padaku.

“Mungkin ada tentara biologi yang kita tidak ketahui?”

“Itu tidak mungkin. Tentara yang diubah menjadi DOD pasti dikirim ke garis depan, dan jika itu tentara Jepang, tidak mungkin aku tidak tahu.”

“Tapi, di unit kita, tidak ada yang menggunakan istilah DOD, kan? Mungkin itu dari unit luar negeri?”

“……Ya, benar juga.”

DOD agak sulit diucapkan, jadi biasanya kita hanya memelesetkannya menjadi ‘Dozed’. Setahuku, tidak ada yang menyebutnya DOD.

“Hei, hei... Kalian berdua, ada apa? Apa yang kalian bicarakan soal DOD dan tentara biologi?” Rinko bertanya dengan wajah cemas. Mungkin merasakan ada yang tidak beres, dia menggenggam tangannya dengan erat. Aku harus menjelaskan kepada Rinko... Dia sudah terlibat dalam masalah ini.

“Sederhana saja, orang yang meneleponmu kemungkinan besar memang tentara, karena mereka tahu tentang DOD, yang merupakan rahasia militer.”

“Apa itu DOD?”

“DOD berarti mengubah tentara menjadi senjata.”

“...S-Senjata? Modifikasi?”

“Itu berarti, tubuhnya diubah menjadi mesin atau dimodifikasi dengan bahan kimia agar bisa melawan alien.”

“...Apa? Tidak mungkin... Aku tidak percaya...”

“Itu yang aku maksud... Aku juga sulit mempercayainya. Aku kenal semua penyintas tentara Jepang, tapi mereka bukan tipe orang yang melakukan hal seperti ini. Tapi kalau mereka bilang mereka adalah tentara Jepang...”

“Eh? Bukan itu yang aku maksud dengan tidak percaya...”

“Hah?”

“Apa?”

“Kalian tidak nyambung, deh,” kata Natalie sambil tertawa terbahak-bahak dan menunjuk ke arah kami. Dia satu-satunya yang sama sekali tidak merasa tegang.

“Bagaimanapun, mari kita pergi ke kantornya Rinko. Orang-orang itu ada di sana sekarang, kan?”

Tidak ada gunanya terus memikirkan hal ini. Mungkin lebih cepat jika kita memeriksanya langsung.

“Aku rasa mereka ada di sana karena mereka memanggilku... Tapi apa kamu benar-benar mau pergi, Takashi?! Bagaimana dengan polisi?!”

Rinko memandangku dengan wajah tegang, mencoba menghentikanku.

“Kurasa akan lebih cepat jika kita memeriksa langsung daripada terus bertanya-tanya di sini. Kalau ini ada hubungannya dengan militer, melapor ke polisi juga tidak akan ada gunanya. Oh, kami berdua yang akan pergi, jadi Rinko bisa tinggal di rumah, ya?”

“Takashi tidak perlu pergi! Tidak, tidak boleh! Sama sekali tidak boleh!”

Aku sudah pernah melihat ini sebelumnya, Rinko sama seperti kakakku, lebih mengkhawatirkan tentang orang lain daripada dirinya sendiri. Dia memang tipe orang yang sangat baik, meskipun sering disalahpahami karena penampilannya.

“Tenang saja. Percayakan saja pada kami.”

“Tidak, tidak bisa dibiarkan begitu saja! Tidak boleh! Tidak boleh pergi!”

“Tenang saja. Kami juga sudah dimodifikasi.”

“...Apa?”

Rinko terlihat sangat terkejut dengan pernyataanku yang aku katakan dengan santai.


Bagian 8

Pov Rinko

Di kursi belakang taksi menuju kantor, aku yang memaksa ikut serta, duduk sambil memegangi kepala karena bingung. Aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi. 

Tiba-tiba saja ada pria aneh yang mengancam lewat telepon, mengatakan bahwa Takashi sudah mati, membuatku sangat terkejut. Lalu, Takashi tiba-tiba muncul dan mengakui bahwa dia telah dimodifikasi. Apa yang sedang terjadi? Situasi macam apa ini?

Aku bahkan tidak punya waktu untuk bahagia bahwa Takashi telah kembali, dan sudah terlambat untuk merayakannya. 

Lagi pula, apa itu modifikasi? Apakah tubuh Takashi baik-baik saja? Aku memegang tangan Takashi yang duduk di sebelahku, meraba-raba untuk memastikan tidak ada yang aneh. Tangannya terasa normal, seperti tangan biasa.

“Rinko, kuku-kukumu cantik sekali. Apa ini? Terinspirasi oleh musim semi?” 

Takashi bertanya sambil melihat nail art-ku, seolah-olah tidak ada yang terjadi.

“Eh? Yah... sedikit sih...” jawabku agak ragu.

Aku memijat telapak tangannya, sementara dia berbicara santai tentang kuku-kuku ku. Kenapa dia bisa begitu tenang?

“Nee... Apa benar kita bisa menyelesaikannya sendiri? Bagaimana kalau kita lapor polisi saja sekarang?” tanyaku, masih khawatir.

“Natalie, lihat ini. Kuku Rinko cantik sekali, loh,” 

Takashi mencoba mengalihkan pembicaraan ke Natalie yang duduk di kursi depan. Dia menoleh, lalu mengulurkan tubuhnya untuk melihat kuku-kuku ku dan terpesona.

“Wah, benar. Lukisan bunga sakura yang hampir mekar ini cantik sekali,” kata Natalie dengan kagum.

“Kamu bisa belajar dari Rinko dan lakukan sendiri. Sekarang musim panas hampir tiba, kamu bisa coba warna yang terinspirasi musim panas,”

“Aku belum pernah melakukan hal seperti ini sebelumnya. Rinko-chan, apakah kamu tetap memakai ini saat mandi?”

“Kalau dirawat dengan baik, kamu bisa mandi tanpa masalah... Tapi! Ini bukan saatnya bicara seperti itu!” 

Aku memotong pembicaraan mereka.

“Kenapa kalian berdua bisa begitu tenang? Kita mungkin akan menghadapi situasi berbahaya!” 

Aku berkata dengan cemas, membuat Takashi dan Natalie menatapku dengan ekspresi bingung.

Kenapa ekspresi mereka seperti ini? Seolah-olah aku yang mengatakan hal aneh...

Natalie tersenyum padaku yang kebingungan.

“Rinko-chan, jangan khawatir. Kita hanya akan bicara. Tidak akan ada yang berbahaya,” katanya dengan santai.

“T-tapi, bagaimana kalau mereka tidak mau bicara?”

“Hal itu tidak mungkin terjadi,” jawab Natalie dengan yakin.

“K-kenapa kamu bisa bilang begitu?”

“Percaya saja. Kalau mereka memang dari militer, mereka pasti mau bicara,” kata Natalie dengan senyuman tipis yang terus terpampang di wajahnya.

Wajahnya yang cantik seperti boneka tetap tersenyum, tetapi entah kenapa aku merasakan aura dingin darinya. Rasanya seperti ada tekanan, seperti berada di hadapan seseorang yang sangat berkuasa.

“Sepertinya kita sudah sampai. Mari kita masuk,” kata Takashi, mengalihkan perhatianku. 

Ketika aku sadar, taksi sudah berhenti di depan kantor.

Takashi keluar taksi lebih dulu dan membayar.

“Pak sopir, bisa minta tanda terima? Tidak perlu menuliskan nama,”

“Takashi, untuk apa kamu minta tanda terima?”

“Aku akan menagih biaya ini ke militer. Kita berhak kok, karena mereka sudah membuat kita repot,” jawab Takashi dengan nada santai.

“Oh, begitu. Tidak buruk untuk ukuran Takashi yang biasanya ceroboh,”

“Kan? Aku terus belajar setiap hari,” kata Takashi dengan nada bangga.

Keduanya benar-benar tidak terlihat tegang. Rasanya aku yang mulai merasa aneh.

Setelah turun dari taksi, Takashi dan Natalie langsung masuk ke dalam kantor tanpa ragu. 

Mereka tampak tidak memiliki kesadaran bahwa mereka mungkin akan menghadapi situasi berbahaya, dan sama sekali tidak terlihat adanya perencanaan atau strategi.

Aku yang panik segera mengejar mereka, dan Natalie membuka pintu ruang besar dan berbisik, “Ketemu. Mereka ada di sini.”

Saat kami masuk, beberapa pria menatap tajam ke arah kami. Lantai penuh dengan botol-botol minuman keras, dan para staff tergeletak tak sadarkan diri. Reiko-san juga terbaring di sudut ruangan.

Di sebelah para pria itu, ada Sumire-san, rekan seangkatanku, yang sedang menuangkan minuman sambil menangis. Tangannya gemetar karena ketakutan dan ia terisak-isak. Pemandangan yang mengerikan ini membuatku tanpa sadar menahan napas.

“Heh? Ternyata Kyogahara Rinko datang juga. Kalau kamu terlambat sedikit lagi, mereka bisa saja sudah mati!” kata salah satu pria dengan nada mengejek.

“Ada yang kamu bawa, ya... Rinko! Kamu pikir kamu bisa bertindak semaumu, hah!?” teriak pria lain.

“Lihat baik-baik, bule pirang itu cantik juga. Bagus, bagus. Kita bisa jadikan dia mainan bersama Rinko,” kata pria lainnya dengan nada cabul.

“Pria yang dibawa itu menjengkelkan. Anak itu kita bunuh saja, ya,” ujar seorang pria dengan nada dingin.

Para pria itu mengeluarkan ancaman satu demi satu. Kata-kata mereka membuatku semakin cemas.

“Takashi, kamu kenal mereka?” tanya Natalie.

“Tidak... Ternyata ada enam orang di sini,”

“Mereka semua adalah prajurit cyborg, tidak ada tentara khusus yang dimodifikasi,”

“Jadi mereka pasti sudah diubah menjadi cyborg,”

Takashi dan Natalie mengamati para pria itu dan berbicara pelan. Meskipun sebelumnya mereka bilang akan berunding, suasana di sini sama sekali tidak menunjukkan akan adanya negosiasi.

“Aku lebih suka yang bule ini daripada Rinko. Oi, cantik, siapa namamu? Hehehe...” seorang pria paruh baya mendekati Natalie dengan mata penuh nafsu.

Aku merasa jijik dengan tatapan lengketnya.

“Kamu bicara sama aku?”

“Iya, kamu! Paman ini tertarik padamu. Yuk, kita bersenang-senang,” kata pria itu dengan nada merayu.

“Benar-benar ngomong sama aku... fufu... hahaha!” 

Tiba-tiba, Natalie tertawa keras, membuat suasana di ruangan menjadi tegang. Dia tertawa dengan begitu gembira, seolah-olah benar-benar menikmati lelucon yang baru didengarnya.

Pria yang tadi mencoba mengancamnya terlihat bingung dengan reaksi Natalie.

“Takashi, kamu dengar itu? Dia bilang ngomong sama aku. Pffft...” 

Natalie tertawa sambil menahan geli.

“Hah, jadi begitu...,” 

Takashi menghela napas, tampak jengkel setelah menyadari sesuatu.

“Kalian tidak ikut perang, tapi berani sekali sok jago,” katanya dengan nada merendahkan.

“A-a-apa! Bagaimana kamu tahu hal seperti itu!” teriak salah satu pria dengan nada bingung.

“Biar kutebak, kalian direkrut bulan lalu, kan? Kemudian perang berakhir bulan berikutnya, jadi kalian hanya diubah dan tidak sempat ikut berperang, lalu langsung kembali, bukan?” Takashi menjawab dengan tenang.

“Bagaimana kamu bisa tahu hal seperti itu!!” pria itu tampak semakin marah.

“Aku juga adalah seorang veteran, jadi aku bisa mengetahuinya,” kata Takashi sambil mengangkat bahu.

“A-apa maksudnya ini, Takashi? Aku tidak mengerti,” 

Aku masih bingung dengan situasi sekarang ini.

Takashi menghela napas sebelum menjelaskan, 

“Mereka ini memang direkrut, tapi tidak pernah pergi ke medan perang dan hanya kembali setelah perang berakhir.”

“Kenapa... kamu bisa tahu itu?”

“Kamu tahu kan bahwa Jepang punya sistem wajib militer berdasarkan seleksi?” Takashi bertanya balik.

“Iya...,” aku mengangguk.

“Ada enam dari mereka di sini, kan? Jepang memilih enam tentara setiap dua bulan. Jadi, jumlah mereka cocok, dan mereka tahu tentang DOD, tapi tidak tahu tentang Natalie, itu jelas. Mereka baru direkrut bulan April, lalu dimodifikasi, tapi perang sudah selesai saat itu, jadi mereka bisa langsung kembali.”

Aku menghitung pria-pria itu, memang ada enam orang.

“Mereka direkrut bulan April, kemudian diubah tubuhnya, dan perang sudah selesai saat itu, jadi mereka langsung dipulangkan. Tapi, mereka masih berani bersikap seperti itu terhadap Natalie...,” Takashi menambahkan.

“Aku malah senang melihat reaksi mereka yang segar~,” kata Natalie sambil tertawa.

“Mereka tidak tahu siapa kamu, itu menunjukkan bahwa mereka bukanlah siapa-siapa...,” Takashi menyindir.

Jadi, maksudnya Takashi dan pria-pria itu tidak saling mengenal? Kalau begitu, negosiasi mungkin tidak akan berhasil... pikiranku benar-benar kacau.

Dugaanku benar, suara amarah mulai terdengar dari para pria itu.

“Jadi, apa kalau begitu! Kami sudah diubah menjadi DOD! Kami punya hak untuk melakukan apa pun yang kami mau!!”

“Tidak ada hak seperti itu. Aku juga telah dimodifikasi. Jika setiap orang yang diubah berbuat seenaknya, itu akan merepotkan kita semua. Terlebih lagi, kalian mencoba untuk menyakiti Rinko...,” Takashi menjawab dengan tenang.

Takashi, yang jarang terlihat marah, berbicara dengan nada yang sangat dingin, seperti saat dia marah kepada teman sekelas yang pernah mengejekku sebagai “wanita besar.” 

“Jangan sok akrab, bocah! Kami pergi berperang demi umat manusia! Kedamaian yang kalian nikmati sekarang adalah berkat kami! Kami adalah pahlawan! Melayani pahlawan itu sudah seharusnya!” teriak salah satu pria.

“Ha? Kalian bahkan tidak pernah berperang, tapi bisa berbicara omong kosong seperti itu. Kalau begitu, kenapa tidak pergi ke medan perang sekarang dan buktikan dengan tubuh kalian, dasar idiot,” Takashi membalas, mencoba memprovokasi mereka.

Wajah pria-pria itu berubah, menampilkan ekspresi campuran antara kemarahan dan niat membunuh. Takashi memandang mereka dengan tajam.

“Pahlawan adalah mereka yang gugur di medan perang. Tindakan bodoh kalian ini hanya akan menurunkan reputasi semua tentara. Para pahlawan yang telah gugur tidak akan dihormati kalau begini!!” Takashi berkata dengan nada keras, wajahnya berubah serius.

Aku belum pernah melihat Takashi semarah sebelumnya.

“Sial! Jangan sok jagoan di depan orang dewasa, dasar bocah ingusan!!” salah satu pria membalasnya dengan berteriak.

“Sok jago? Kami berjuang keras untuk tetap hidup! Tentu saja kami akan hidup! Jangan bercanda!!” Takashi berteriak, penuh emosi.

“Haha, Takashi, kalian bahkan tidak sedang berbicara hal yang sama,” suara Natalie yang ceria terdengar.

Meskipun kata-katanya terdengar ceria, tapi wajahnya sama sekali tidak menunjukkan tawa.

“Berhentilah sekarang. Sebagai sesama tentara yang dimodifikasi, aku sarankan kalian segera minta maaf kepada Takashi dan menyerahkan diri. Kalian akan menyesal kalau tidak melakukannya,” kata Natalie dengan nada serius.

“Tidak mungkin! Jangan sok jago di depan orang dewasa, bocah! Akan kubunuh kau!” salah satu pria berteriak dengan marah.

“Oh, begitu. Kalau begitu, silakan menyesalinya nanti,” kata Natalie, nada suaranya berubah tajam.

Udara di sekitar kami terasa semakin dingin.

Pria-pria itu berdiri, kedua lengan mereka mengeluarkan suara keras, berubah menjadi lengan baja hitam yang kokoh. Ini mungkin senjata mereka sebagai hasil dari modifikasi. Mereka menatap kami dengan mata yang penuh amarah, siap menyerang kapan saja.

“Takashi, perlu pakai film?” tanya Natalie.

“Tidak perlu... untuk orang-orang seperti mereka. Natalie, urus tiga orang di sebelah kanan,” jawab Takashi.

“Dimengerti. Apakah aku boleh membunuh mereka?” tanya Natalie.

“Jangan bunuh mereka... mereka tetap tentara, meskipun sudah membusuk,” Takashi berkata dengan nada penuh pengertian.

“Kau baik sekali... Dimengerti,” jawab Natalie dengan tenang.

Takashi dan Natalie bersiap untuk melawan.

Ke mana perginya rencana negosiasinya ini...?


Bagian 9

Dalam ketidakpercayaan, aku melihat pemandangan yang tak bisa dipercaya. 

Natalie dengan santainya melempar seorang pria paruh baya yang paling dekat dengannya. Namun, ini bukan sekadar melempar biasa. Biasanya, untuk melempar seseorang seperti dalam judo, kita perlu menangkap dan memutar lawan. Namun, Natalie hanya menggunakan satu tangan untuk menangkap perut pria itu, mengangkatnya dengan mudah, lalu melemparkannya dengan kekuatan yang luar biasa.

Lebih dari itu, pria yang dilempar tersebut terbang dengan kecepatan luar biasa dalam lintasan horizontal, bukan parabola. Dia menabrak dinding dengan keras dan langsung tidak bergerak. Apakah dia mati? Aku terdiam melihat pemandangan itu, sementara para pria lainnya yang tadinya agresif sekarang mulai mundur dengan ketakutan.

“Ka-kamu! Ke sini!” teriak salah satu pria muda sambil berlari ke arah Sumire-san, teman seangkatanku yang tadi melayani minuman. 

Dia menarik Sumire-san sebagai sandera, mengunci lehernya dengan satu tangan dan mengacungkan lengan besi ke udara.

“Jika kamu tidak mau dia celaka─” teriaknya dengan panik.

“Tidak akan terjadi apa-apa,” jawab Takashi dengan tenang, tiba-tiba sudah berada di dekat mereka. 

Dia dengan mudah meraih pergelangan tangan pria itu dan perlahan-lahan memutar lengan besi tersebut, memaksa pria itu melepaskan Sumire-san.

“Maaf, bisa kamu menjauh sedikit?” pinta Takashi dengan tenang.

“Ba-baik, terima kasih!” 

Sumire-san buru-buru melarikan diri dari pria itu, dengan wajah pucat ketakutan.

Setelah memastikan Sumire-san aman, Takashi dengan mudah menghancurkan lengan besi pria itu dan memberi pria tersebut tamparan bolak-balik dengan kecepatan luar biasa. 

Suara keras terdengar saat darah muncrat dari mata, hidung, dan telinga pria itu, yang kemudian jatuh terkulai ke tanah. Rahangnya tampaknya terlepas, dan beberapa giginya patah.

Tamparan itu bukan seperti yang kukenal.

“Tolong, ampun! Ampuni aku! Selamatkan aku!!” teriak seorang pria tua, yang suaranya terdengar menyedihkan.

Ketika aku menoleh, aku melihat Natalie menarik pria tua itu dengan memegang kakinya, menyeretnya di lantai.

Natalie menarik pria tua itu ke dekat dinding, lalu mulai memutar tubuhnya seperti gerakan ayunan raksasa. Pria itu berteriak-teriak ketakutan, memohon agar dilepaskan. Namun, nasib buruknya belum berakhir. 

Setelah mendapatkan momentum yang cukup, Natalie mulai menghantamkan pria itu ke dinding, berkali-kali, seperti menampar lap pel ke dinding. Dinding putih itu semakin merah karena darah pria itu, dinding itu menjadi saksi bisu dari kekerasan yang terjadi.

Pemandangan mengerikan ini membuat semua orang yang hadir terdiam tak percaya. Itu bukan kekuatan manusia biasa—mungkin lebih mirip dengan kekuatan Gorilla? Natalie terlihat seperti monster, menggunakan kekuatan luar biasa untuk menghancurkan lawannya.

Akhirnya, para pria lainnya tidak bisa menahan ketakutan mereka. Mereka mulai berteriak histeris, beberapa bahkan kencing di celana mereka karena saking takutnya.

“Maafkan kami!! Maafkan kami!! Tolong, maafkan kami!!” 

Mereka memohon sambil menangis, membenturkan kepala mereka ke lantai sebagai tanda penyesalan.

Natalie memandang mereka dengan tatapan jijik. 

“Jijik sekali... Kenapa kalian mengencingi diri sendiri?” katanya dengan nada menghina. 

Pria tua yang dipukuli ke dinding tampak seperti sedang sekarat.

“Tolong, maafkan kami!! Kami benar-benar minta maaf!!” teriak mereka lagi, penuh dengan ketakutan.

“Kemana perginya keberanian kalian tadi?” tanya Natalie dengan nada dingin. 

“Jangan menangis terus. Kalian membuatku merasa bersalah,” lanjutnya sambil menarik rambut salah satu pria yang menangis.

Natalie lalu menyeret pria itu ke dinding yang sama di mana pria tua tadi dipukuli. 

“Tapi, aku tidak berencana untuk menghentikan ini,” katanya dengan nada ceria yang menakutkan. 

Dia melempar pria itu ke dinding, bersiap untuk mengulangi aksi brutalnya.

“Masih banyak dinding putih yang bisa dihiasi dengan warna merah,” katanya dengan senyum ceria yang mengerikan. 

“Mari kita lakukan sedikit dekorasi ulang, bagaimana?”

Dengan wajah yang tampak polos, Natalie tersenyum lebar, seolah-olah apa yang dilakukannya adalah permainan yang menyenangkan.

Dengan nada santai, Natalie mengatakan hal-hal yang mengerikan, membuat para pria menjerit dan meratap.

“Uwaaaa!! Tolong!! Maafkan kami!! Maafkan kami!!”

“Tolong! Maafkan kami!! Kami akan menyerahkan diri!! Kami akan menyerahkan diri!!”

“Hu-huuu... hu-huuu...”

Natalie mengabaikan jeritan pria-pria yang menangis itu dan berkomentar, “Tempat itu masih putih... baiklah, ayo lakukan.” 

Aku langsung berusaha menghentikannya.

“Na-Natalie! Bukankah ini sudah cukup? Mereka sudah meminta maaf.”

“Eh? Rin-chan tidak merasa terganggu dengan dinding ini? Kalau setengah-setengah begini malah jadi lebih mencolok, lho~”

“Ehh...”

Tujuan Natalie telah berubah dari menghentikan para pria itu menjadi keinginan untuk melumuri dinding dengan darah. Aku terkejut melihat Natalie yang terlihat imut tapi bisa mengucapkan hal seperti itu.

Tak tahan melihatnya, Takashi pun mencoba menghentikan Natalie.

“Sudah cukup, Natalie. Mereka sudah benar-benar kehilangan semangat bertarung.”

“Ehhhhhh~... Takashi tidak merasa terganggu dengan dinding ini?”

“Tidak, tidak terganggu. Ini bukan film horor, tidak ada yang mau melihat dinding berlumuran darah.”

“Ehhhhhh~... padahal aku merasa terganggu... iya kan? Begitu, kan?”

Natalie menoleh ke arah para pria yang sedang menangis dan berlutut, meminta pendapat mereka. Dia terus mengancam mereka, “Kalian merasa terganggu, kan? Jawab ya, atau kalian tidak mau menjawab?” 

Pria-pria itu tidak bisa mengangguk atau menjawab, mereka hanya menunduk dan gemetar.

Pemandangan aneh di mana pria-pria dewasa ketakutan pada seorang gadis muda berlangsung cukup lama.

Setelah itu, para pria tersebut dibawa pergi oleh pihak militer yang dipanggil oleh Takashi. Mungkin karena Natalie terus mengancam mereka, mereka semua menurut dan pergi tanpa perlawanan. 

Kabarnya, mereka akan dipekerjakan seumur hidup untuk membangun kembali wilayah-wilayah yang rusak akibat perang. Sepertinya mereka tidak akan pernah kembali ke Jepang.

Meskipun hukuman itu terasa berat, aku tidak bisa merasa simpati pada mereka, mengingat apa yang mungkin terjadi padaku jika Takashi dan Natalie tidak ada di sampingku.

Ternyata, rumor tentang pengampunan hanyalah kebohongan. Biarlah mereka menuai apa yang mereka tabur sendiri. 

Ngomong-ngomong, para pria yang dipukuli ternyata semuanya masih hidup. Mereka bahkan terbangun kembali setelah itu, jadi daya pemulihan mereka mungkin cukup luar biasa. Aku sedikit lega karena mereka tidak mati. Meskipun begitu, mereka pingsan lagi begitu melihat wajah Natalie.

“Hari ini banyak terjadi hal-hal aneh,”

“Benar sekali...”

Aku dan Sumire-san, telah dibebaskan oleh pihak militer. Sebenarnya, Takashi dan Natalie juga seharusnya dibebaskan, tetapi seorang pejabat tinggi militer menghentikan mereka. 

Mereka bilang, jika Takashi dan Natalie diizinkan pergi begitu saja, itu bisa menjadi masalah internasional. Jadi, dengan sedikit enggan, mereka tetap tinggal di lokasi. Pejabat yang tampaknya berpangkat tinggi itu sampai menangis, jadi aku rasa mereka tidak bisa menolak.

Reiko dan staff lainnya yang mengalami insiden ini juga tidak terluka parah, dan mereka sadar kembali dengan selamat. 

Namun, karena mereka mengalami cedera ringan akibat para pria itu, mereka dibawa ke rumah sakit untuk berjaga-jaga. Selain itu, kami yang terkena dampak dari kejadian ini akan mendapatkan kompensasi dari pemerintah. 

Biaya perbaikan kantor juga akan ditanggung. Sebagai gantinya, kami diminta untuk tidak membicarakan insiden ini kepada siapa pun. Yah, aku rasa tidak ada yang akan mempercayainya jika kami menceritakannya, jadi tidak masalah.

“Oh, ya... anak laki-laki tadi... apa dia kenalanmu, Rin-chan?” 

Sumire-san yang berjalan di sampingku, yang biasanya berbicara dengan nada santai, sekarang terlihat gugup dan malu-malu. Dia yang biasanya berpenampilan seperti gadis bergaya gal dengan rambut merah muda, kini terlihat seperti gadis pemalu. Perasaanku tidak enak melihatnya begitu.

“Maksudmu Takashi? Dia teman masa kecilku. Kalau Gadis bule yang bersamanya, aku baru pertama kali bertemu dengannya hari ini.”

“Oh... jadi namanya Takashi-kun... begitu ya...”

Dengan pipi yang memerah, Sumire-san tersenyum manis dan tertawa kecil. Perasaan tidak enak di hatiku semakin menjadi-jadi.

“Ka-Kalian seumuran, ya? Karena kalian teman masa kecil?”

“Y-Ya, begitu... kenapa tanya begitu?”

“Oh, jadi dia lebih muda ya...”

Kenapa dia bertanya tentang usia Takashi? Itu tidak ada hubungannya, kan? Perasaanku yang tidak enak semakin menjadi-jadi.

“Takashi-kun sudah punya pacar belum? K-kalau bisa, aku ingin kamu memperkenalkan Takashi-kun...”

“Aku tidak akan memperkenalkannya.”

“Eh? Kenapa?”

“Aku tidak akan memperkenalkannya。”

Ekspresi wajah Sumire-san yang sebelumnya manis berubah menjadi penuh keputusasaan. Meski dia terlihat sedih, tetap saja tidak mungkin untuk memenuhi permintaannya.

“Kenapa? Perkenalkan dia, dong!”

“Tidak bisa. Lagipula, kamu kan biasanya bilang hanya mau pacaran dengan pria tampan, lebih tua, dan kaya. Kenapa dengan Takashi?”

“Y-Ya, memang begitu... tapi Takashi-kun itu berbeda...”

Sumire-san yang tampaknya semakin malu mulai meracau.

“Jadi gini... waktu aku hampir dijadikan sandera tadi, Takashi-kun menolongku, kan? Sejak saat itu, aku tidak bisa berhenti berdebar-debar... Melihat Takashi-kun membuatku merasa tidak tertahan...”

“Itu hanya efek jembatan gantung dan ketegangan. Itu sama sekali bukan cinta.”

“Kurasa... ini mungkin cinta... bagaimana, Rin-chan? Dadaku terasa sesak...”

“Aku sudah bilang itu bukan cinta! Aku tidak akan memperkenalkannya!”

Sumire-san yang tampaknya kecewa dan putus asa mencoba mendekat.

Tentu saja tidak mungkin. Kenapa aku harus memperkenalkan seseorang yang aku sukai selama hampir sepuluh tahun? Aku harus mengeraskan hati dan menolak permintaannya.


Bagian 10

Pov Shibusaski Takashi

“Paling tidak, beri tahu kalau mau datang! Aku belum sempat berdandan! Bodoh!”

Keesokan paginya. Ketika aku tiba di rumah Rinko pagi-pagi sekali, Rinko keluar dengan marah-marah. Gerakannya yang imut benar-benar menggemaskan. Melihatnya yang ceria dan tak berubah membuatku merasa lega.

“Aku khawatir karena banyak kejadian kemarin, jadi aku datang tiba-tiba. Maafkan aku.”

“Apa yang kamu katakan! Jangan bicara sembarangan!”

“Eh, sebenarnya aku datang karena benar-benar khawatir...”

“Eh... eh?”

Kemarin, aku dihentikan oleh seorang pejabat militer, jadi aku tidak bisa membantu Rinko. Karena dia terus-menerus menangis dan memohon, aku terpaksa tetap di lokasi. Aku tidak pernah membayangkan bahwa mereka akan membiarkannya pulang tanpa bantuan apapun.

Rinko adalah korban. Setidaknya mereka harus mengantarnya pulang.

Sungguh menyebalkan bahwa pihak militer tidak memperhatikan hal ini. Aku merasa benar-benar marah.

“Aku khawatir kamu mungkin merasa murung setelah kejadian yang mengejutkan kemarin.”

“Eh, aku baik-baik saja kok. Tapi... terima kasih sudah datang karena mengkhawatirkanku.”

Rinko tersenyum dengan wajah senang. Aku mengamatinya dengan hati-hati. Dari apa yang kulihat, dia tampak baik-baik saja. Tidak seperti Shelly, tapi setidaknya kalau aku memiliki wawasan seperti Natalie, aku bisa lebih yakin.

Mungkin karena melihat wajahku yang khawatir, Rinko berseru ceria.

“Tidak perlu khawatir begitu! Aku baik-baik saja dengan hal seperti itu! Aku tidak selemah itu untuk terpuruk karena hal seperti itu! Jika Takashi dan Natalie tidak ada, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku! Aku hanya bersyukur kepada kalian, jadi jangan membuat wajah seperti itu!”

“…iya.”

“Yang harus kita lakukan sekarang bukanlah membicarakan hal ini!”

Begitu mengatakannya, Rinko membuka kedua tangannya lebar-lebar.

“Takashi, kemarilah!”

“Eh?”

“Ayo kita mulai melanjutkan pertemuan yang kemarin belum sempat dilakukan! Jadi, ayo sini Takashi! Terjunlah ke pelukanku! Aku akan memelukmu dengan erat!”

Wajah Rinko semakin merah. Tampaknya dia sangat malu, dan terlihat jelas bahwa dia hanya berbicara dengan semangat.

Mungkin, dia berusaha supaya aku tidak merasa canggung. Rinko memang orang yang baik.

Jadi, apa yang harus kulakukan hanyalah satu hal.

“Uooooooo! Rinkooooooo! Aku kembaliiiii!”

“Eh, eh, tunggu! Hal seperti ini... ada suasananya... Ish, bodoh!”

Rinko memelukku dengan marah saat aku melompat kepadanya.

Tubuhnya yang kini lebih kurus dan kecil dibandingkan dulu. Dalam tiga tahun terakhir, ukuran tubuh kami telah terbalik. Aku merasakan betapa cepatnya waktu berlalu.

“Aku pulang, Rinko. Aku berhasil kembali...”

“Selamat datang kembali, Takashi. Aku menunggumu... terus menerus...”

Untuk mengisi waktu yang hilang, kami berdua terus berpelukan tanpa berkata-kata.


Setelah itu, Rinko mulai mengajukan berbagai pertanyaan.

Pertama, tentang modifikasi.

Untuk ini, aku menjelaskan dalam batas yang bisa kukatakan, dengan cara yang mirip dengan saat aku menjelaskan pada kakakku. Sebenarnya, aku khawatir Rinko akan takut setelah melihatku dan Natalie kemarin, tapi,

“Bagaimana mungkin aku takut padamu setelah kalian berjuang demi diriku! Jangan meremehkanku!”

Seperti yang diharapkan darinya. Memang, Rinko selalu tampak tegas dan tidak bisa membuatku merasa lebih baik.

Kemudian, tentang hubunganku dengan Natalie.

Dia menanyakan ini dengan sangat rinci. Dari bagaimana kami bertemu hingga saat ini, jenis percakapan yang kami lakukan, apakah kami saling berhubungan fisik, dan berbagai detail lainnya. Aku harus menjelaskan berbagai hal secara mendetail.

Akhirnya, setelah mengingat bahwa kami tidur di kamar yang sama dan beberapa interaksi sembarangan antara aku dan Natalie, Rinko akhirnya menerima dengan ragu-ragu.

“Yah... aku mengerti. Aku paham kalau tidak ada apa-apa antara kalian berdua. Tapi, setelah ini, kamu harus meluangkan waktu untukku!”

Rinko menunjuk dengan tegas.

Aku tidak tahu mengapa aku harus mengalami hal ini, tapi kalau dia akhirnya menerimaku, itu sudah cukup. Rinko tampaknya sudah mulai mirip dengan Fumika.

“Berapa lama aku harus meluangkan waktu?”

“Uhm... dua jam... tidak! Karena aku juga harus mengisi daya, jadi tiga jam! Tiga jam!”

Ini sudah mau tengah hari.

“Tiga jam itu untuk apa?”

“Y-ya... berbagai hal! Berbagai hal!”

“Aku bilang, beri tahu aku apa yang akan kita lakukan. Aku sudah bilang ke Natalie dan kakak bahwa aku akan pulang sebelum makan siang.”

Aku sudah berjanji dengan mereka untuk makan ramen, yang penuh lemak dan tampaknya tidak sehat. Kalau Rinko mau ikut, tidak masalah.

Mendengar kata-kataku, Rinko terlihat kesal.

“J-jadi... dua setengah jam... ah, tidak! Empat jam! Empat jam!”

“Aku hanya meminta rincian, bukan waktu yang lebih lama...”

Rinko, yang biasanya berbicara dengan jelas, tampak ragu-ragu. Meskipun aku ingin memprioritaskan Natalie dan kakakku karena janji yang sudah dibuat sebelumnya, aku merasa agak bersalah jika menolak Rinko, terutama setelah kejadian kemarin.

“Yah... baiklah. Karena aku merepotkanmu kemarin, aku akan menemanimu hari ini.”

“Be-benarkah? Horeeee...!”

“Ngomong-ngomong, kita mau ke mana?”

“Kita tidak pergi ke mana-mana! Kita akan melakukannya di kamarku!”

Rinko tertawa dengan wajah imut yang agak lengket. Aku bertanya-tanya apa yang akan kami lakukan selama empat jam di dalam ruangan. Karena dia bilang harus mengisi daya, mungkin dia ingin bermain game?

“Pertama-tama, aku akan memberi tahu kakak bahwa rencananya berubah, jadi tunggu sebentar ya?”

“Y-ya! Tidak masalah!”

Aku mengeluarkan ponsel dari saku dan mengetuk layar. Saat mencari nomor kakakku, kebetulan kakakku menelepon.

“Halo, kakak? Ada apa?”

Suara lembut kakak terdengar dari telepon, dan di latar belakang, aku mendengar pertengkaran antara Natalie dan seorang wanita yang terdengar familiar.

“Apakah ada masalah? Ada kebisingan di belakang.”

“Uhm... ada seseorang bernama Ciel yang datang ke rumah dan mencarimu.”

“Ciel?”

Ciel, Ciel, Ciel...

... huh?

“Apakah Ciel itu Ciel Iceland?”

“Ha...? Tunggu sebentar, aku cek dulu.”

Suara kakak menjauh dan terdengar percakapan yang tidak jelas. 

“Ya, itu benar katanya.”

Kalo gitu , itu Shelly yang datang ke rumah.


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

Post a Comment

Post a Comment

close