NWQA9y4fvqTQ9rz5lZU0Ky7avuunQd0OpkNmfOuq
Bookmark

Senchi kara Kaette kita Takashi Kun. Futsuu ni Koukou Seikatsu Okuritai V1 Extra Story 3

 Jangan lupa untuk Tonton video diatas ini 


Penerjemah: Dhee 

Proffreader: Tanaka Hinagizawa 


 Tambahan 3: “Kebiasaan Tidur Mereka”


Malam pertama setelah aku kembali.

Saat aku hendak tidur, kakakku yang sudah memakai piyama datang.

"Maaf ya... Kalau begitu, aku tidur duluan..."

Kakakku membungkuk seperti pegulat sumo yang menerima amplop hadiah, lalu masuk ke tempat tidur.

Dengan gerakan yang lancar, dia dengan cekatan menarik selimut.

Gerakannya sangat alami. Seolah-olah itu adalah hal yang biasa dia lakukan.

Tidak ada yang aneh dengan tindakannya, kecuali fakta bahwa dia masuk ke tempat tidurku.

"Maaf ya Tak-kun... Aku nggak bisa tidur kalau nggak pakai selimut ini..."

Kakakku bergumam dengan nada menyesal sambil menggosok-gosokkan selimut ke wajahnya.

Perlahan-lahan, matanya mulai terpejam.

Mungkin karena dia bilang akhir-akhir ini susah tidur. Sebelum aku sempat berkomentar apa-apa, kakakku sudah tertidur pulas.

Saat aku melihat kakakku yang tertidur nyenyak di tempat tidurku, Natalie mengeluarkan suara manja.

"Peluk aku."

Natalie merentangkan tangannya di atas futon yang digelar di lantai.

Dengan ekspresi serius yang tidak biasa, dia menatapku lurus.

"Kamu sudah sikat gigi?"

"Sudah. Peluk aku."

"Sudah pasang alarm?"

"Sudah. Peluk aku."

"Sudah ke toilet? Jangan sampai kamu bangunin aku tengah malam gara-gara takut hantu..."

"Peluk akuuu!"

Bersamaan dengan suara keras "Dogoon!", Natalie melompat dan memelukku.

Dia mendorongku hingga jatuh ke kasur, lalu menggosok-gosokkan wajahnya ke dadaku.

"Peluk... peluk akuuu..."

"Ada apa sih... Kenapa heboh banget..."

"Habisnya... Shelly nggak ada, kakak juga udah tidur... Ini kan kesempatan..."

Natalie mengangkat wajahnya yang terbenam di dadaku dan berkata dengan imut.

Dia mengelus-elus perutku dengan jari telunjuknya.

"Kita udah lama nggak berdua-duaan, kan... Kadang-kadang aku juga mau dimanja... Peluk aku..."

"Biasanya kamu malu banget buat bilang kayak gitu... Jangan maksain diri deh."

"Jangan ngomong jahat... Aku hanya malu kalau di depan orang lain... Bodoh."

Dia kembali membenamkan wajahnya dan menggosok-gosokkannya ke dadaku.

Dia menunjukkan reaksi yang sangat feminin. Kalau dia sampai begini, berarti dia benar-benar ingin dimanja hari ini.

"Ya sudahlah..." gumamku sambil memeluknya dan mengelus-elus kepalanya.

"Iya iya. Peluk peluk."

"Ehehehe... Uhehehe..."

"Sampai kapan nih? Aku juga mau tidur."

"Tidur aja sendiri. Aku mau terus meluk gini."

"Mau meluk gini terus... Ya udah, terserah. Aku mau matiin lampu, jadi lepas dulu ya?"

"Hmm?"

Natalie masih memelukku sambil tersenyum. Mata bulatnya yang besar melengkung seperti bulan sabit.

"Kenapa pasang muka kayak gitu... Lepas dulu, aku mau matiin lampu. Aku gak bisa gerak."

"Takashi bilang boleh ngapain aja, kan? Jadi aku nggak akan lepas sedetik pun."

"... Terus gimana sama lampunya? Mau dibiarin nyala terus?"

"Aku nggak bisa tidur kalau terang. Matiin dong..."

"Makanya..."

Aku mencoba membujuk Natalie yang keras kepala, tapi dia hanya tertawa senang.

"Kan bisa gendong aku sambil matiin lampu. Beres kan masalahnya? Gitu kan?"

"Hah? Kenapa harus digendong hanya buat jalan beberapa meter—"

"Takashi kan udah bilang boleh ngapain aja. Jadi buktiin omonganmu dong. Tunjukin harga dirimu sebagai laki-laki."

“………………”

“Hm~? Ada apa? Kenapa wajahmu aneh? Tunjukkan wajahmu~♡”


Natalie, dengan bibir anehnya, mengintip.

"Bajingan ini... dia benar-benar sudah tidak waras. Wajahnya jadi seperti anak nakal.”

Mudah untuk membantah, tapi karena sudah terlanjur diucapkan, tidak enak untuk mengubahnya.

Dengan terpaksa, aku merangkul pinggangnya dan mengangkatnya dengan mudah.

“Hihihihihi... Hihihihihi...”

Natalie tampak sangat senang dengan posisi seperti putri. Dia menutup mulutnya dengan tangan sambil tersenyum.

Tawa itu tidak seperti tawa gadis seusianya. Apa itu, "Hihihihi"? Seperti penyihir.

Dengan membopong si penyihir yang manja itu, aku meraih sakelar di dinding.

Ruangan tiba-tiba menjadi gelap.

“Ya sudah, tidur dulu. Selamat malam”

Aku menurunkannya di tempat tidur dan masuk ke dalam selimut.

Pada saat yang sama, Natalie menyelinap ke dalam selimutku dan mulai bergerak gelisah.

"Eh... kasih bantal lengan dong... Aku nggak bisa tidur nyenyak nih..."

"Bantal lengan? Gini?"

"Astaga! Kakimu juga harus dikaitin dong! Haduh, kamu nggak paham ya..."

"Iya iya... Maaf ya..."

Sambil dimarahin, aku lakuin apa yang dia mau, mengaitkan kakiku ke kakinya.

Paha sama dadanya empuk banget. Lengket-lengket gimana gitu.

"Hmm... nyaman banget... Sepertinya aku bisa tidur nyenyak nih..."

"Eh, tapi paha sama dadamu itu kenyal banget, tahu nggak? Kamu lagi ngegoda aku ya?"

“Hm~? Tidak ada maksud apa-apa kok~... Hanya ingin manja saja~...”

“Kalau begitu, kamu nggak bisa protes kalau sampai diserang. Justru dalam situasi ini, kalau nggak nyerang, malah nggak sopan, kan?”

Natalie yang sebelumnya menenggelamkan wajahnya di dadaku, mulai bergerak gelisah.

Aku kira dia akan menjauh, tapi hanya mengganti posisi dan kembali memelukku erat.

“T-Takashi, kalau kamu mau, aku akan menyerahkan diri... Ayo, datang saja!”

“Aduh. Kepalamu panas banget. Kalau malu, jangan ikut-ikutan dong.”

“Ah, tidak panas! Aku serius! Ayo, datang saja!”

“Ngomong apa sih, "Ayo, datang saja"? Dasar bodoh.”

“Ah, tapi, aku nggak mau ngentot tanpa cinta. Aku nggak akan pakai alat kontrasepsi. Kalau sampai hamil, kamu yang akan bertanggung jawab, berhenti sekolah dan bekerja.”

“Aku hanya akan bikin anak dengan cinta, jadi, aku akan sabar sampai dapat pekerjaan. Selamat malam kalau begitu.”

Aku balas memeluk Natalie dan menutup mataku.

Di kegelapan, kudengar suara bingung dari arah dadaku, "Eh, eh? Kok, kok nggak ngapa-ngapain...?"


Previous Chapter | ToC | Next Chapter

0

Post a Comment

close